Infek 3

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 2

Patologi Infeksi 1

1. .
.
Radang Supuratif
Supurasi (pernanahan = pembentukan nanah) yang menjadi komplikasi radang akut akibat nekrosis liquifaktif;
abses adalah suatu area supurasi yang berdinding. Supurasi terjadi jika kuman (biasanya bakteri atau jamur)
bermultiplikasi ekstraseluler. Keadaan ini lebih sering terjadi jika resolusi suatu radang akut terhambat oleh
kelainan anatomik di jaringan. Obstruksi brokus, saluran kencing, atau apendiks sering mengakibatkan
komplikasi radang supuratif. Bakteri penyebab pada keadaan ini beragam; sering terjadi infeksi kombinasi
berbagai kuman anaerob (infeksi polimikrobial).
1. Supurasi Akut: Supurasi akut terjadi pada infeksi bakteri tertentu yang relatif resistan terhadap
fagositosis, misalnya S aureus, basil gram-negatif berkapsul seperti Klebsiella, Pseudomonas, dan
spesies Escherichia, serta pneumokokus tipe 3. Ketebalan kalsul pneumokokus berbanding lurus
dengan resistensi kuman terhadap pemusnahan fagositik. Pneumokokus tipe 1 dan 2, yang berkapsul
tipis, menyebabkan pneumonia akut tanpa supurasi; sebaliknya, pneumokokus tipe 3, yang berkapsul
mukoid tebal, menimbulkan pneumonia supuratif.
2. Supurasi Kronis: Supurasi kronis bisa terjadi karena radang akut supuratif yang persisten (menetap)
atau fenomena primer yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri filamentosa (spesies Actinomyces dan
Nocardia) atau jamur miselial tertentu (misalnya spesies Madurella dan Streptomyces). Infeksi ini
ditandai oleh kerusakan jaringan yang progresif, fibrosis, dan abses multipel (Gambar 13-16). Abses
ini sering menimbulkan sinus yang bermuara di kulit dan mengeluarkan nanah yang mengandung
koloni kuman kekuningan (granula sulfur). Aktinomikosis, disebabkan oleh spesies Actinomyces,
terjadi pada rahang bawah, paru, dan daerah coecum. Keadaan ini sering disebut dengan nama
umumnya, Misetoma.

Radang kronis
Keadaan ini paling baik dianggap sebagai bukti adanya respons imun terhadap jaringan yang terinfeksi.
Antigen pencetus pada umumnya berasal dari kuman infeksi tetapi bisa juga antigen yang dikeluarkan oleh
jaringan tubuh yang rusak. Radang kronis bisa mengikuti radang akut (misal pada supurasi kronis), atau bisa
juga terjadi de novo (langsung) jika infeksi tersebut hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan dan tidak
memicu reaksi radang akut (misal pada infeksi virus atau bakteri intraseluler).
Istilah "radang kronis" menunjukkan respons imun seluler yang bermacam-macam:
1. Radang kronis granulomatosa: Granuloma sel epiteloid menunjukkan respons tubuh terhadap
multiplikasi kuman intraseluler fakultatif dalam sel makrofag. Respons ini diperantarai oleh sel T dan
merupakan hipersensitivitas tipe IV. Limfosit T yang teraktifasi menghasilkan limfokin yang
mengakibatkan aktifasi dan akumulasi makrofag. Hipersensitivitas lambat yang terjadi pada respons ini
akan mengakibatkan nekrosis kaseosa. Radang granulomatosa selalu kronis, dan menimbulkan
nekrosis yang luas. Penyembuhan terjadi dengan fibrosis dan biasanya terjadi bersamaan dengan
nekrosis.
Kuman yang menimbulkan granuloma epiteloid a.l.: (1) mikobakteri (M tuberculosis, M leprae,
mikobakteri atipik); (2) jamur yang tumbuh non-mycelial (tidak membentuk benang) dalam jaringan
(Coccidiodes immitis [Gambar 13-17], Histoplasmosis capsulatum, Cryptococcus neoformans,
Patologi Infeksi 2

Blastomyces dermatitides brasiliensis); (3) spesies Brucella; dan (4) T pallidum, yang mengakibatkan
necrotizing granuloma (gumma) pada sifilis. T pallidum adalah kuman ekstraseluler yang merupakan
pengecualian. Kuman ini jarang dijumpai pada granuloma, dan terjadinya granuloma mungkin karena
respons abnormal tubuh terhadap antigen treponema.
Cara terbaik untuk mengidentifikasi jenis kuman penyebab radang granulomatosa adalah dengan
melakukan kultur. Pemeriksaan histopatologi juga bisa berguna (Gambar 13-17), karena kadang-
kadang kuman bisa diidentifikasi dengan pewarnaan khusus untuk mikobakteri (pewarnaan tahan
asam) atau jamur (pewarnaan methenamine silver). Walaupun demikian, sering kuman tidak terlihat
pada sediaan histologi, sehingga perlu dilakukan kultur.
2. Radang kronis disertai proliferasi difus makrofag: (Gambar 13-18) Pada radang kronis ini terjadi
defisiensi cell mediated immune response, dan tidak ada limfosit T. Makrofag tidak menggerombol
membentuk granuloma tetapi menyebar dalam jaringan yang terinfeksi. Sitoplasma makrofag berbuih,
mengandung banyak kuman. Makrofag ini tidak berubah menjadi sel epiteloid. Tidak terjadi nekrosis
kaseosa, karena tidak terjadi hipersensitifitas tipe lambat.
Radang kronis disertai proliferasi difus makrofag ini terjadi sebagai respons terhadap infeksi kuman
intraseluler fakultatif. Organisme tersebut a.l.: (1) Mikobakteri (M leprae, M tuberkulosis, dan
mikobakteri atipik) jika penyakit berjangkit pada penderita defisiensi imun (misal lepra lepromatosa,
tuberkulosis pada orang tua, tuberkulosis pada penderita AIDS). Jika penyakit yang sama menyerang
penderita yang fungsi limfosit T-nya baik, terjadi radang granulomatosa. (2) Klebsiella
rhinoscleromatis, yang menyerang kavum nasi (rinoskleroma) [Gambar 13-18]. (3) Spesies
Leishmania, parasit protozoa yang menyebabkan infeksi kulit, membran mukosa, dan alar-alat visera.
Pada penyakit infeksi tersebut, pertahanan utama terhadap kuman yang masuk adalah fagositosis
non-imun oleh makrofag. Fagositosis non-imun oleh makrofag ini relatif tidak efektif untuk membunuh
kuman, yang terus berkembang biak di dalam sel. Ciri utama infeksi ini adalah ditemukannya banyak
kuman di dalam makrofag. Proliferasi makrofag sering menyebabkan pembesaran jaringan yang
terinfeksi.
3. Radang kronis disertai limfosit dan sel plasma: Radang jenis ini terjadi pada infeksi kuman
intraseluler obligat (misal virus penyebab hepatitis virus kronis dan infeksi virus kronis pada otak).
Pada radang ini terjadi kombinasi respons immun humoral dan seluler. Nekrosis sel yang terjadi akan
diiring fibrosis.

Kombinasi radang supuratif dan granulomatosa


Kombinasi radang supuratif dan granulomatosa sering terjadi pada infeksi jamur profunda; mungkin karena multiplikasi
kuman penyebab baik dalam makrofag maupun di luar sel.
Lesi yang lebih jarang tetapi lebih khas yang menunjukkan kombinasi radang supuratif dan granulomatosa, yakni
granuloma stelat, ditandai oleh adanya neutrofil di tengah granuloma epiteloid yang ireguler. Granuloma stelat bisa
dijumpai pada penyakit infeksi berikut: (1) limfogranuloma venereum (LVG), yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
(tipe L1-L3) dan ditandai oleh tukak genital dan pembesaran dan peradangan kelenjar limfe regional (limfadenitis); (2)
penyakit cat-scratch, dengan gejala demam dan pembesaran kelenjar limfe; disebabkan oleh Afipia felis, suatu bakteri
gram negatif yang tercat positif dengan pewarnaan perak; (3) tularemia (disebabkan oleh Francisella tularensis); (4)
glanders (disebabkan oleh Pseudomonas mallei); dan (5) melioidosis (disebabkan oleh Pseudomonas pseudomallei).
Semua agen infeksi di atas adalah kuman intraselule fakultatif kecuali Chlamydia trachomatis, yang merupakan kuman
intraseluler obligat. Diagnosis spesifik penyakit infeksi ini bisa ditegakkan jika ditemukan kuman pada sediaan histologi
atau kultur, atau dengan uji serologis.

Anda mungkin juga menyukai