Anda di halaman 1dari 11

BAB VII.

MASALAH DALAM ANALISIS REGRESI

7.1 Pendahuluan
Dalam pembicaraan ini, secara umunm akan dibahas syarat-syarat atau asumsi-asumsi
dasar yang sering digunakan dalam analisis regresi yang disebut dengan asumsi klasik
dalam metode OLS (ordinary least squares) yang sangat sering dilanggar di dalam
melakukan estimasi sebuah model regresi, sehingga parameter yang diperoleh menjadi
menyimpang atau bias atau jauh dari harapan, tidak konsisten, dan tidak efisien. Apabila
dalam analisis regresi tidak didasarkan pada analisis yang benar maka akan
mengakibatkan hasil pedugaan regresi akan menyimpang dari harapan. Misalnya,
apabila dalam peubah bebas Xi terjadinya kolinieritas ganda yang sempurna akan
menyebabkan matriks X’X menjadi singular, sehingga tidak mempunyai determinan dan
akibatnya koefisien regresi bi tidak dapat diduga.
Untuk melakukan analisis regresi yang benar berdasarkan metode OLS, maka
diperlukan asumsi-asumsi yang harus dipenuhi di antaranya adalah:
1. Asumsi pertama yaitu: nilai tengah (mean value) dari komponen pengganggu ui,
yang ditimbulkan variabel eksplanatori atau variabel bebas X harus sama dengan nol.
2. Asumsi kedua yaitu: varians dari komponen penggangu ui harus konstan atau harus
memenuhi syarat homoskedastisitas atau setiap variabel bebas X mempunyai varians
komponen penggangu ui harus sama.
3. Asumsi ketiga yaitu: tidak terjadi autokorelasi antar komponen penggangu ui atau
harus konstan atau tidak terjadi korelasi antar Xt dengan Xt+1 dan seterusnya.
4. Asumsi keempat yaitu: variabel eksplanatori atau variabel bebas X nilainya harus
non stokastik atau apabila bersifat stokastik harus menyebar bebas dari komponen
pengganggunya.
5. Asumsi kelima yaitu: tidak terjadi multikolinieritas antarvariabel eksplanatori atau
variabel bebas X
6. Asumsi keemam yaitu: komponen pengganggu ui harus menyebar menurut sebaran
normal dengan nilai tengah μ = 0 dengan varians sebesar σ2 hal ini kalau terpenuhi,
maka asumsi 1) dan asumsi 2) secara otomatis telah terpenuhi. .
Dengan keenam asumsi tersebut di atas dapat diketahui bahwa estimator OLS dari
koefisien regresi bi ternyata bersifat BLUE (Best Linier Unbias Estimaior), dan atas
dasar asumsi normalitas maka estimator–estimator tersebut akan menyebar mengikuti
sebaran normal. Sehingga, hasilnya memungkinkan unuk mendapatkan suatu kisaran
atau range yang dapat diuji kebenarannya terhadap koefisien regresi populasi βi. Dalam
uraian selanjutnya tidak akan dibahas lebih mendalam untuk asumsi-asumsi pertama,
keempat, dan keenam, karena pelanggaran asumsi tersebut tidaklah serius akaibatnya
dalam analisis regresi.
7.1.1 Pelanggaran terhadap asumsi pertama
Pelanggaran terhadap asumsi pertama yang akibatnya tidaklah begitu parah
mempengaruhi hasil perhitungan dalam prakteknya, sebab hanya akan berpengaruh
pada nilai intersep atau b0 yaitu titik potong terhadap sumbu vertikal Y. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan model persamaan:
Yi = B0 + B1 X1 + ui.

157

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Misalkan apabila E(ui) ≠ 0, tetapi sama dengan suatu nilai tertentu k. Dengan demikian,
nilai harapan bersyarat bagi model tersebut di atas diperoleh:
E(Y/Xi) = B0 + B1 X1 + ui atau
= B0 + B1 X1 + E( Y/Xi)
= B0 + B1 X1 + k
= A + B1 X1 di mana A = B0 + B1 X1
Jelaslah bahwa asumsi pertama tidak terpenuhi menurut kekentuan, maka sebagai
akibatnya tak bisa menaksir atau menduga nilai B0 yang sebenarnya. Akan tetapi, karena
pada prakteknya intersep B0 kadang-kadang tidak begitu dipentingkan dibandingkan
dengan nilai B1 yang diutamakan, dengan demikian jelaslah bahwa asumsi pertama tidak
dipentingkan, walaupun asumsi pertama tidak memenuhi saumsi yang disyaratkan dalam
analisis.
7.1.2 Pelanggaran terhadap asumsi keempat
Pelanggaran terhadap asumsi keempat, walaupun pada pendekatan model-model
regresi merupakan hal yang harus memenuhi syarat-syarat terutama terhadap variabel
bebas X atau variabel eksplanatori X. Terdapat beberapa alasan terhadap pendekatan
ini di mana para ekonom bekerja dengan data yang bersifat skunder atau data
dikumpulkan oleh lembaga yang lain. Dengan demikian data yang terkumpul tersebut
belum tentu memenuhi asumsi yang bersifat nonstokastik, sehingga datanya masih dapat
dianalisis. Dengan demikian, masalah variabel bebas X yang harus bersifat non stokastik
tidak mutlak dapat dipenuhi, selama masih dapat memberikan pembatasan atau alasan
sehingga analisis regresi dalam prakteknya masih bisa digunakan pendugaan nilai
koefisien regresi dapat diinterprestasikan..
Apabila pelanggaran asusi terus dilakukan maka akan didapatkan hasil di mana E(bi)
tidak akan sama dengan Bi. Hal ini dapat dijelaskan, umpamanya dalam asumsi ke lima
yang terus-menerus dilanggar, maka akan tampak pada analisis dengan model simultan.
Pada analisis model simultan atau serentak yaitu model yang lebih dari satu persamaan
regresi, di mana dalam model ini komponen pengganggu ui hampir semuanya berkorelasi
dengan satu atau beberapa variabel bebas eksplanotori X lainnya. Dalam keadaan yang
demikian ini dapat dikatakan bahwa estimator OLS tidak hanya berbias tapi juga tidak
konsisten. Sebagai misal dapat dicontohkan di sini seperti yang dinyatakan dengan
model beikut:
Yi = B0 + B1 X1 + ui.
2
bi = B1 + (∑Xu1)/ (∑X1 )

Apabila X dan u berkorelasi, maka bagian terakhir dari persamaan yang kedua di atas
tidak akan sama dengan nol. Oleh karena itu, E(b1) tidak akan sama dengan B1 atau
dikatakan sama dengan b1, tetapai akan membias. Dalam asumsi keempat nanti akan
dikatakan bahwa apabila terjadi bias tidak akan muncul jika jumlah sampelnya diperbesar
atau ditambah.
Jika variabel-variabel eksplanatori dan komponen pengganggu ui berkorelasi atau
keduanya berkorelasi maka metode OLS tidak dapat dipergunakan
7.1.3 Pelanggaran terhadap asumsi keenam
Pelanggaran terhadap asumsi keenam, dalam hal ini pelanggaran terhadat asumsi ini
tidaklah dianggap penting, sebab sebaran data yang normal sangat tergantung pada
jumlah sampel atau bagaimana data itu diambil atau dikumpulkan. Apabila tujuan
daripada analisis data hanya semata-mata untuk melakukan estimasi atau pendugaan
koefisisen regresi bi saja, maka sebaran nomar tidak dianggap penting. Telah diketahui
bahwa estimator OLS adalah bersifat BLUE apakah ui menyebar normal atau tidak
tidaklah dianggap mempengaruhi hasil analisis.

158

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Lebih jauh dapat ditunjukkan bahwa apabila ui menyebar normal, estimator OLS
cendrung akan menyebar normal asimtotik, yang hanya berlaku untuk junlah
pengamatan yang relatif banyak.
Apabila jumlah pengamatan relatif kecil yang kurang dari 30 sampel, tanpa asumsi
normalitas estimator OLS tidak akan menyebar normal. Data ekonomi yang biasanya
tidak terlalu besar maka asumsi normalitas data sangat diperlukan, untuk pengujian
hipotesis, estimasi, dan peramalan.
Selanjutnya, akan diuraikan asumsi-asumsi kedua, ketiga, dan kelima, dengan anggapan
bahwa apabila tidak disebutkan, maka asumsi kenormalan menjadi suatu syarat
keharusan, dan telah dilakukan, dan ini sangat diperlukan dalam membuat perkiraan dan
pengujian hipotesis.
7.2 Uji Kolinieritas Ganda (Multicollinierity) [Asumsi ke Lima]
Multikolinieritas ada lah merupakan pelanggaran terhadap asumsi kelima yang dipenuhi
dalam analisis regresi linier. Multikolinieritas diartikan adanya hubungan linier yang
sempurna atau eksak diantara variabel-variabel bebas X dalam metode analisis regresi.
Istilah kolinieritas sendiri adalah hubungan linier tunggal (single linier relationship),
sedangkan kolinieritas ganda (multikolinierity) menunjukkan adanya lebih dari satu
hubungan linier yang sepurna.
Untuk hubungan yang terdiri atas sejumlah k variabel bebas X termasuk X0 di mana
k = p +1, dan p = jumlah varibel bebas Xi (X1, X2, X3, . . . , Xk). Hubungan linier yang
sempurna atau eksak akan terjadi kalau berlaku hubungan seperti:
[7.1] C1 X1 + C2 X2 + . . . + Ck Xk = 0.
Di mana: C1, C2, . . . , Ck apabilangan konstan yang tidak seluruhnya sama
dengan nol atau paling tidak ada satu yang bernikai tidak sama
dengan nol

Istilah kolinieritas ganda dipergunakan dalam arti yang lebih luas yang mencakup
hubungan linier sempurna atau eksak seperti pada persamaan [7.1] dan juga di mana
variabel-variabel bebas X interkorelasi, akan tetapi tidak sempurna seperti hubungan
berikut:
[7.2] C1 X1 + C2 X2 + . . . + Ck Xk + Vi = 0.
Di mana: Vi adalah kesalahan pengganggu
Apabila ada dua variabel bebas X interkorelasi dapat diukur dengan koefisien korelasi
sederhana atau koefisien korelasi order nol, tetapi apabila terdapat lebih dari dua variabel
bebas X interkorelasi dapat diukur dengan koefisien korelasi parsial atau koefisien
korelasi berganda antara satu variabel bebas X dengan sisa variabel bebas X lainnya
secara simultan.
Untuk mengetahui perbedaan antara hubungan linier sempurna dan hampir sempurna,
dengan anggapan C2 ≠ 0. Persamaan [7.1] dapat ditulis seperti berikut:
C1 C C
[7.3] X 2i = X 1i − 3 X 3i − . . . − k X ki C1 X1.
C2 C2 C2

Dari persamaan [7.3] dapat diketahui bagaimana X2 menunjukkan hubungan linier


sempurna sengan sisa variabel lainnya secara keseluruhan, atau bagaimana hubungan
tersebut dapat diturunkan (deriveted) dari suatu kombinasi linier terhadap variabel-
variabel lainnya. Dalam hal ini, koefisien korelasi antara X2 dan kombinasi linier yang
berada disebelah kanan tanda sama dengan persamaan [7.3] dengan nilai satu (unity).

159

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Hal yang sama apabila C2 ≠ 0. Persamaan [7.3] dapat ditulis seperti berikut:
C1 C C 1
[7.4] X 2i = X 1i − 3 X 3i − . . . − k X ki − Vi
C2 C2 C2 C2

Bahwa dari persamaan [7.4] menunjukkan tidak terjadi hubungngan linier sempurna
dengan sisa variabel lainnya, sebab masih tergantung pada kesalahan pengganggu
dengan kesalahan stokastik (stocastic error term).
Sebagai teladan perhatikan data hipotetis berikut:
X1 X2 X3*
0 50 50
15 75 75
18 90 97
24 120 150
30 150 152

Dari tabel data di atas terlihat bahwa X2 = 5X1 menunjukkan hubungan yang sepurna
antara X1 dengan X2 dikarenakan terdapat nilai koefisien korelasi antara X1 dengan X2
yaitu r12 = 1 (coba anda hitung sendiri lagi besarnya nilai r12 tersebut). Apabila data X3
diperhatikan dengan baik, ternyata nilai data X 3 dapat diperoleh dari data X2 dengan
menambahkan suatu nilai atau apabilangan sebesar 2; 0; 7; 9; dan 2 terhadap data X2,
sehibngga tidak terdapat hubungan yang sempurna antara X2 dengan X3,
tetapi hubungannya sangat kuat karena koefisien korelasi antaraa X2 dengan X3
dengan r23 = 0,9959 mendekat 1 (unity).
Perlu ditegaskan di sini bahwa kolinieritas ganda hanya berlaku untuk hubungan linier
antara variabel bebas Xi, dan tidak berlaku bagi hubungan yang bukan linier atau
non linier.
Mengapa perlu adanya nonkolinieritas pada variabel bebas X dalam analisis regresi
linier, hal ini diperlukan dengan alasan bahwa apabila terjadi kolinieritas antara variabel
bebas X yang bersifat sempurna seperti contoh data di atas maka dari variabel bebas X
yang berkorelasi linier sempurna koefisien regresinya tidak akan dapat diestimasi
bahkan tidak dapat ditentukan, serta salah baku koefisien regresi bernilai tidak berhingga
(infinite). Apabila terjadi kolinieritas yang kurang sempurna, koefisien regresi tetap masih
bisa ditentukan, tetapi akan mempunyai nilai salah baku koefisien regresi yang sangat
besar, sehingga koefisien regresi regresi tidak dapat diperkirakan dengan pasti sampai
tinggkat ketelitian yang tinggi (pendugaan nilai beta tidak didapatkan).
Dalam analisis regresi yang dilakukan, telah terdapat anggapan bahwa variabel bebas X
adalah bersifat bebas sesamanya di dalam mempengaruhi variabek tak bebas Y. Kalau
terjadi hubungan linier yang kuat pada semua variabel bebas X, akan berdampak pada
tidak dapat melakuakan pemisahan pengaruh individu masing-masing variabel bebas X
terhadap variabel Y.
Sebagai ilustrasi, di mana sulit memisahkan antara pengaruh kekayaan dan pendapatan
terhadap konsumsi dapat ditulis dengan persamaan:
[7.5] Konsumsi = B1 + B2 pendapatan + B3 kekayaan + ε atau dapat ditulis
Konsumsi = B1 + B2 X2i + B3 X3i + εi
Dalam contoh di atas bisa terjadi bahwa antara kekayaan dan pendapatan mempunyai
koefisien korelasi yang mendekati satu (unity) sebab orang kaya bisa pendapatanya
tinggi. Secara logika antara kekayaan dan pendapatan berpengaruh sendiri-sendiri
terhadap konsumsi, dalam kenyataannya sulit dibedakan atau dipisahkan.

160

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


7.2.1 Estimasi kolinieritas ganda sempurna
Estimasi kolinieritas ganda yang sepurna dalam analisis regresimenyebabkan koefisien
regresi tidak dapat diestimasi dan salah bakunya adalah infinite atau tak berhingga dapat
ditunjukkan dengan regresi berganda dua variabel bebas X dengan persamaan:
Y = B0 + B1 X1i + B2 X2i + εi.

[7.6a] B1 =
∑ x22 ∑ x1 y − ∑ x2 y ∑ x1 x2 `
∑ x12 ∑ x22 − (∑ x1 x2 )
2

[7.6b]. B2 =
∑ x12 ∑ x2 y − ∑ x1 y ∑ x1 x2
∑ x12 ∑ x22 − (∑ x1 x2 )
2

Dengan anggapan apabila x2 = k x1, di mana k ≠ 0 maka persamaan koefisien regresi B2


menjadi:

∑ (k x1 ) 2 ∑ x1 y − ∑ k x1 y ∑ x1 k x1
B2 = `
∑ x12 ∑ (k x1 ) − (∑ x1k x1 )
2 2

k 2 ∑ x 12∑ x1 y − k ∑ x 1 y k ∑ x12 `
=
∑ x12 k 2 ∑ x12 − k 2 (∑ x 12 )
2

Nilai B1di atas tidak dapat ditentukan, demikian juga halnya dengan nilai B2. karena
kernilai nol dibagi dengan nol.
Ingat arti dari nilai B1 dan B2. yang menyebabkan perubahan yang terjadi pada nilai Y
apabila nilai X1 berubah satu unit, dengan anggapan bahwa nilai X2 konstan atau tetap.
Dalam pengertian di mana X1 dan X2 berkorelasi dengan sempurna, maka tidak dapat
membuat X1 yang konstan apabila X2 berubah, karena perubahan X2 akan diikuti oleh
perubahan X1 dengan perubahan berkelipatan k. Ini berart tidak dapat memisahkan
antara X1 dan X2. terhadap Y apabila terjadi korelasi yang sempurna...

7.2.2 Estimasi kolinieritas ganda kurang sempurna


Terjadinya kolinieritas ganda yang sempurna antara variabel bebas Xi ataau antara
variabel bebas Xi bebas sesamanya merupaka keadaan yang ekstrim di dalam analisis
regresi linier berganda dan sangat jarang terjadi. Suatu hal sering terjadi adalah
bahwa korelasi antara variabel bebas Xi tidak bernilai satu atau nol, jadi mempunyai
nilai 0 < rij < 1.
Perhatikan persamaan berikut:
[7.7] X1 = c + d X2 + V
` Di mana: V residual yang sangat kecil sehingga
∑V = ∑X2V = 0

161

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Koefisien korelasi antara X1 dan X2 dapat dihitung dengan rus Pearson seperti:

[7.8]. r12 =
∑ x1 x2
∑ x12 ∑ x22

=
∑ (dx 2 + V ) x2
∑ (dx 2 + V ) 2 ∑ x 22

=
∑ dx22
d 2 (∑ ( x 22 ) 2 + ∑ V 2 ∑ x 22

Dari analisis regresi linier sederhana bahwa nilai koefisien korelasi adalah:
d 2 ∑ x 22
[7.9] r12 =
d 2 (∑ x 22 + ∑V 2
Apabila ∑ V 2 = 0 maka r12 = 1 sehingga akan didapatkan kolinieritas ganda yang
sempurna antara kedua variabel X1 dan X2. Akan tetapi, sebaliknya apabila
∑ V 2
= ∑ 1
x 2
didapatkan bahwa nilai d = 0, sehingga nilai r12 = 0, yang berari bahwa X1
dan X2. bebas sesamanya.
Pada umumnya dalam analisis regresi berganda jarang terjadi kedua nilai ektrim di atas,
atau. didapatkan nilai 0 < ∑ V 2 < 1 sehinga nilai 0 < r12 < 0, kenyataan ini berati bahwa
antara variabel bebas X1 dan X2 terdapat korelasi tetapi tidak sempurna.
Untuk mengukur adanya kolinieritas ganda pada suatu model persamaan regresi linier
berganda, dapat ditentukan dengan semakin tinggi nilai koefisien korelasi antara dua
variabel bebas X, maka semakin tinggi juga derajat kolinieriras ganda yang terdapat
dalam peubah bebas tersebut. Apabila dalam suatu model persamaan yang terdiri atas p
buah variabel bebas Xi di mana p > 2, maka. ukuran derajat korelasi antara dua variabel
bebas X tidak bisa dipakai mengukur adanya kolinieritas yang meyakinkan, kecuali
terjadi kolinieritas sempurna atau rij = 1.
Ada pula yang menyatakan apabila nilai kofisien korelasi rij = > 0,90 terdapat indikasi
adanya sifat kolinieritas, tetapi hal ini sangat tidak dapat diterima apabila jumlah sampel
sangat rendah atau minim, dan hal ini dapat diterima apabila jumlah sapel di atas 30..
Banyak peneliti menggunakan determinant X’X yang rendah sebagai pengukur adanya
kolinieritas ganda, akan tetapi batas rendah suatu determinan sangat tergantung pada
ukuran sampel dan jumlah variabel bebas X.
Selain dengan menggunakan cara di atas sebagai pengukur adanya kolinieritas ganda,
2
dapat juga digunakan cara lain yaitu mengetahui selisih koefisien determinasi (R ) model
penuh dengan kuadrat koefisien korelasi individual variabel bebas Xi. Apabila selisih
2
antara koefisien determinasi (R ) model penuh dengan kuadrat koefisien korelasi variabel
bebas Xi individual yang nilainya terkecil atau minimal maka variabel tersebut
diindikasikan terdapat kolinieritas ganda.
Dengan berkembangnya alat analisis data dengan berbagai solf-wares statistika, sering
digunakan nilai VIP (variance inflaction vactor) atau tolerance untuk menentukan
adanya kolinieritas ganda, di mana VIP = 1/tolerance. Untuk mengetahui adanya
kolinieritas ganda pada variabel bebas Xi. Kedua ukuran tersebut menyatakan
setiap variabel bebas Xi yang manaka dapat dijelaskan oleh variabel bebas Xi yang
lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas Xi menjadi variabel tak
bebas (variabel terikat) yang diregresikan terhadap variabel bebas Xi yang lainnya.

162

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Tolerance mengukur variabilitas variabel terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
bebas Xi yang lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah atau sebaliknya nilai VIP yang
tinggi menyatakan adanya kolinieritas ganda. Standar nilai VIP yang dipakai adalah 10
atau nilai tolerace = 0,1, hal ini tergantung pada peneliti yang dapat juga menentukan
standar sendiri.

7.2.3 Cara mengatasi persoalan dengan adanya kolinieritas ganda


Dengan berkembangnya alat analisis data dengan berbagai solf-wares statistika, maka
cara untuk mengatasi adanya kolinieritas ganda akan menjadi lebi cepat diatasi. Apa
yang perlu dilakukan ?. Tidak ada satupun cara yang efektif untuk mengatasi adanya
kolinieritas ganda. Sebab kolinieritas pada prinsipnya adalah persoalan sampel yang
dianalisis. Jadi sampel yang dianalisis telah membawa keadaaanya tersendiri seperti
kolinieritas atau sifat yang lain.
Beberapa cara diajukan untuk menangani adanya sifat kolinieritas ganda yaitu:
1. Melihat informasi sebelumnya. Seperti misalnya bahwa pendapatan dan kekayaan
mempunyai koliniertitas ganda yang tinggi, maka selanjutnya pengamatan
pendapatan atau kekayan didanti dengan pengukuran yang lain seperti perubahan
konsumsi atau peninggkatan kekayaan, atau pengamatan yang lain yang
berhubungan dengan variabel tersebut.
2. Penggabungan data yang berasal dari data cross section dengan time series.
Analisis data cross section dengan sifatnya adalah statis, tidak dipengaruhi uleh
waktu pengamatan atau perubahan waktu. Sdangkan data time series sering
adalah bersifat dinamis yang dihubungkan dengan rata-rata tingkat kenaikan (rate
increase), rata-rata tinggkat pertumbuhan ((rate of growth) selalu dihubungkan
dengan data berkala. Dengan melakukan penggabungan antara data cross section
dengan time series maka dapat mengatasi terjadinya akinbat yang ditimbulkan oleh
masing-masing data apabila dianalisis secara individual, seperi pada data cross
section timbul kolinieritas ganda, dan pada data time series sering terjadi adanya
autokorelasi atau korelai biserial.
3. Mengeluarkan satu variabel atau lebih. Apabila terjadi kolinieritas ganda yang serius,
salah satu hal yang paling gampang dilakukan adalah mengeluarkan salah satu
variabel yang berkorelasi dengan satu atau lebih variabel yang lain. Akan tetapi
dengan mengeluarkan variabel dari model regresi, maka secara otomatis kan terjadi
kesalahan sfesifik (sfecification error) Kesalahan sfesifikasi adalah kesalahan
dalam menentukan model yang disfesifik untuk dianalisis. Pilihan harus dilakukan
apakah perlu melakukan eliminasi variabel, tergantung pada akibat yang ditimbulkan,
apakan dapat mengatasi kolinierritas yang serius dengan kesalahan sfesikikasi yang
relatif kecil, atau model mempunyai kolinieritas ganda yang relatif dengan kesalah
sfesifikasi yang rendah. Pilihan tergantung pada yang menganalisis.
4. Melakukan transformasi variabel yang mempunyai masalah kolinieritas ganda.
Misalnya apabila memasukkan dua variabel dalam suatu model ada variabel biaya
dan luas lahan yang biasanya mempunyai kolinierritas yang tinggi, maka dapat
dilakukan teransformasi variabel biaya dan luas lahan menjadi variabel baru yaitu
biaya per satu satuan luas lahan, misalnya biaya per hektar. Selanjutnya, variabel
baru ini yang dimasukan dalam model.

163

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


5. Penambahan variabel baru, atau penambah jumlah sampel dalam model, apabila
memungkinkan, sehingan dapat mengurang kolinierriras ganga yang ada pada model
awal dengan model yang baru dan dengan jumlah sampel yang baru.
6. Kolineiritas ganda dapat dilakukan dengan melakukan pemfaktoran terfadap
variabel bebas X terlebih duhulu, setelah faktor terbentuk, barulah analisis dilakukan
antara variabel Y dengan faktor yang terbentuk. Antarfaktor yang terbentuk sudah
bebas sesamanya berati bebas dari kolinieritas ganda, sehingga kolinieritas dapat
dihilangkan. Dalam analisis ini harus melakukan analisis faktotr terlebih dahulu, baru
dilanjutkan dengan analisis regresi linier yang telah bebas dengan sifat kolinieritas
ganda..

7.3 Uji Autokorelasi [Asumsi ke Tiga]


Salah satu asumsi kelasik yang harus dipenuhi dari analisis regresi berganda adalah
tidak terjadinya atau korelasi serial antar kesalahan pengganggu εi. Auto korelasi
merupakan korelasi antara anggota seri pengamatan yang telah tersusun secara terurut
seperti urutan antar waktu (time series data) atau data menurut urutan tempat (cross
section data). Sehingga dapat dikatakan auto korelasi merupakan terjadi kjorelasi pada
dirinya sendiri. Dalam kaitannya dengan analisis regresi model regresi linier
klasik mengganggap bahwa auto korelasi tidak terjadi pada nilai kesalahan pengganggu
yang dinyatakan dengan: E (εi εj) = 0 di mana i ≠ j. Model klasik menganggap
kesalahan pengganggu εi yang berhubungan dengan data pengamatan ke-i tidak
dipengaruhi oleh kesalahan pengganggu εj yang berhubungan dengan data pengamatan
ke-j (1, j = 1, 2, 3, . . ., n). Akan tetapi, apabila ada ketergantungan antara εi dengan εj
maka dikatakan terdapat autokorelasi dengan simbul E (εi εj) ≠ 0 di mana i ≠ j. Paada
waktu membicarakan asumsi-asumsi yang lain adanya korelasi serial atau autokorelasi
antarkesalahan pengganggu dianggap tidak ada di mana sering ditulis dengan
pernyataan E (εi εj) = 0 untuk i ≠ j. Karena korelasi serial atau autokorelasi biasanya
terjadi pada data kurun waktu (time series) yang dalam pernyataan sering ditulis
dengan: E (εt εt-r) ≠ 0 di untuk r < t yang berarti kesalahan pengganggu yang timbul
pada data pengamatan t berkorelasi dengan kesalahan pengganggu yang timbul pada
pengamatan (r-t). Jarak waktu pengamatan juga berpengaruh pada besarkecilnya
korelasi yang timbul. Hubungan ini sering dinamakan resonasi antardata pengamatan.
Untuk dapat mengetahui adanya autokorelasi dapat dilihat dari pola distribusi kesalahan
pengganggu εi dengan waktu pengamatan. Apabila terjadi pola yang teratur menurut
pola tertentu dengan waktu atau sumbu ordinat seperti pola: linier, kuadratik, atau kubik
maka dapat dikatakan terjadi adanya sifat autokorelasi dan sebaliknya. Perhatian
gambar distribusi kesalahan penganggu waktu pengamatan yang dinyatakan dengan
sumbu datar (lihat gambar).
Adanya korelasi serial atau autokorelasi antarkesalahan pengganggu εi akan
menyebabkan terjadinya varians kesalahan tidak minimum sebagai syarat dalam analisis
regresi linier baik, baik pada sampel kecil maupun pada sampel besar.
Selanjutnya dengan adanya korelasi serial bahwa varians kesalahan penggangu atau
varians error atau S residu (S = 1/(n-k) ∑ e12 akan tidak dapat dipakai untuk menaksir
2 2

besarnya varians kesalahan pengganggu populasi ∑ σ 2 . Selain itu, penggunaan uji t


dan uji F tidak akan valid dalam pengujian analisis regresi selanjutnya, sehingga
hasilnya akan menyesatkan atau tidak sesuai dengan harapan atau kaidah-kaidah
analisis regresi.

164

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Dengan adanya korelasi serial atau autokorelasi antarkesalahan pengganggu εi akan
menyebabkan terjadinya varians kesalahan tidak minimum sebagai syarat dalam analisis
regresi linier baik, baik pada sampel kecil maupun pada sampel besar.

εj εj
4 εj
3
3 10
2
2
1 5 1
0 0
0
-1 0 5 10 15 20
0 5 10 15 -1 0 5 10 15 20
-2 -5
-3 -2
-4 -10 -3

[A] terdapat autokorelasi [B] terdapat autokorelasi [C] tidak terdapat autokorelasi

εj εj 8
4 6

2 4

2
0
0
0 5 10 15 20 1 6 11
-2 -2
-4
-4
-6

-6 -8

[D] terdapat autokorelasi [ [B] terdapat autokorelasi


Gambar A, B, D, dan E terjadi autokorelasi (distibusinya ti teratur).
Pada Gambar C tidak terjadi autokorelasi (distibusinya tidak teratur)

Konsekuensi dengan adanya autokotelasi akan dapat mengakibatkan hal-hal yang


serius, terhadap hasil regresi suatu model. Apabila OLS dilakukan dengan benar dan
tidak menimbulkan aotukorelasi maka akan didapatkan:
1. Hasil yang diperoleh dari OLS (ordinary least squares) atau metode kuadrat terkecil
tidak akan berbias atau menyipang artinya hasil analisis sampel kesimpulannya
sama dengan populasinya.
2. Hasil yang diperoleh akan konsisten, yitu dengan meninkatnya jumlah sampel
kekeliruan hasil perhitungan tetap sama.
3. Varian yang diperoleh akan tetap minimal dengan makin membesarnya ukuran
data sampel yang digunakan.
Apabila dalam analisis regresi terjadi autokorelasi atau adanya korelasi biserial
mengakibatkan:
Pendugaan OLS tidak efisien, karena selang kepercayaan (interval confident) menjadi
melebar dan uji nyata tidak ampuh lagi.
Pendugaan OLS menjadi sangat sensitif terhadap adanya fluktuasi jumlah sampel.
Apabila adanya autukorelasi diabaikan maka akan terjadi:
1. Varian residu penduga ∑ σˆ 2 mungkin tidak dapat mengestimasi (underestimated),
2
varians residu yang sebenarnya σ .
2
2. Apabila varians σ underestimated, maka varians dan standar kesalahan penggangu
yang diperoleh mungkin underestimated dibandingkan dengan varians residu yang
2
sebenarnya σ
3. Pada umumnya hasil uji-t dan uji-F tidak begitu valid dan kesimpulanya akan
membias atau menyipangkan dalam mengambil kesipulan.

165

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


7.4 HETERO KEDASITAS [Asumsi ke Dua]
Dalam analisis regresi linier untuk mendapatkan hasil yang baik adalah satu
asumsi kelasik yang harus dipenuhi dari analisis regresi berganda adalah tidak
terjadinya hetero kedasitas yang berarti bersifat homogenitas variaans yang
ditimbulkan oleh variabel pengganggu dengan istilah lain maka haris terpenuhi syarat
bahwa ∑ e12 = σ . Dalam kenyataan syarat tersebut tidak selalu dapat terpenuhi
2

2 2 2 2
sehingga ∑ e12 = σi ≠ σ . Adanya gejala gejala ∑ e12 σi ≠ σ sering disebut dengan
gejala adanya sifat heterokedasitas yaitu varians variabel pengganggu bersifat tidak
homogen (ingat asumsi ke dua).
Kejadian-kejadian yang menyebabkan terjadinya gejala heterokedasitas adalah:
1. Proses latihan yang kontinyu menyebabkan kesalahan (error)yang timbul akan makin
kecil, sehingga lama-lama menjadi sangat kecil dan konstas yang berarti varian
2
residu σi akan sama dengan satu.
2. Dengan sistem pengumpulan data yang baik, memungkinkan terjadinya penyipangan
atau kekeliruan yang semakin kecil sehingga didapatkan data dengan kekeliruan
yang relatif kecil dan konstan
Dengan terpenuhinya semua asumsi, maka estimasi OLS akan BLUE (best linier
unbiased estimator) yaitu etimator-etimator tidak bias atau menyimpang dan mempunyai
varians yang minimal. Atau dapat dikatakan bahwa estimator adalah bersifat efisien dan
konsisten. Sebaliknya, apabila dalam analisis regresi terjadi adanya sifat heterokedasitas
dapat ditunjukkan bahwa estimator OLS masih tetap tidak berbias atau menyimpang
dan tetap konsisten pada populasinya, tetapi pada sampelnya akan terjadi tidak
konsisten dan tidak terpenuhinya varians yang minimal, maka akan terjadi ketidak
seragaman variansnya.
Konsekuensi adanya gejala heterokedasitas dapat diketahui dengan:
*
1. Jika terjadi gejala heterokedasitas estimator bi dapat dikoreksi dengan Bi , walaupu
sebenarnya bi masih BLUE (best linier unbiased estimator) yaitu tidak bias.
2. Varians bi menurut asumsi heterokedasitas tidak lagi minimal, sedangkan varians Bi
memenuhi syarat minimal.
3. Selang kepercayaan masaalah 1 & 2 di atas berdasarkan asumsi heterokedasitas
akan menjadi lebih besar dan uji signifikansinya kurang ampuh.
4. Keadaan akam menjadi lebih buruk lagi apabila dalam keadaan heterokedasitas
yang tidak efisien menggunakan pendekatan OLS untuk mengestimasi varians bi,
2
sebab dalam hal ini terjadi bias yang tergantung pada σ .
5. Apabila tetap menggunakan OLS dalam keadaan heterokedasitas akan memberikan
kesimpulan yang salah, disebabkan uji-t dan uji-F nilai-nilainya akan menyipang.

Sebararan Sebararan
sekitar sekitar garis
garis

Sebararan
sekitar
garis
Sebararan sekitar garis

166

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com


Untuk mendeteksi adanya heterokedasitas dapat dilakukan dengan mudah apabila
menggunakan metode grafis atau diagram antara ei dengan Yi atau antara ei dengan Xi..
Selain itu, terdapat banyak cara-cara mendeteksi anyanya heterokedasitas. Salah satu
adalah bentuk diagram pencar yang terjadi hubungan yang teratur dan sitematis antara ei
dengan Xi. atau Yi, dikatakan dalam analisis regresi tersebut terdapat sifat
heterokedasitas seperti gambar berikut: .
7.5 Sebaran Normal [Asumsi ke Satu]
Cara untuk menentukan suatu data menyebar normal dapat menggunakan perhitungan
yang didasarkan nilai korelasi (r) oleh Rian-Joiner, oleh Anderson-Darling dan
Kolmogorov-Sirminov didasarkan nilai pada distribusi komulatif secara empieis, yang
gambarnya serupa seperti pada Gambar 1. Sedangankan, cara lain kurva normal
disasarkan distribusi frekuensi komulatif yang ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini.
N o r m a l P r o b a b ility P lo t

.9 9 9
.9 9
.9 5
Probability

.8 0
.5 0
.2 0
.0 5
.0 1
.0 0 1

25 35 45 55 65 75 85 95
P r
A ve ra g e : 5 6 . 6 4 4 4 A n d e rs o n -D a rlin g N o rm a lit y T e s t
S t D e v: 1 5 . 4 5 9 5 A -S q u a re d : 0 . 2 4 2
N : 90 P -V a lu e : 0 .7 6 4

Gambar 1. Gambar Distribusi Data yang Normal

25 Dependent Variable: Normal

Mean = -9.02E-17
20 Std. Dev. = 0.997
N = 150
Frequency

15

10

0
-3 -2 -1 0 1 2 3

Kurva Normal

Gambar 2. Gambar Distribusi Normal


Dari kedua gambar di atas Gambar 1 dan Gambar 2, terlihat bahwa hubungan titik-
titik menunjukkan trend yang hampir normal.

167

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Anda mungkin juga menyukai