Oleh: A. Nuryadin
Dosen pada Fakultas Agama UNMA Banten
Hasil penelitian diatas, senada dengan apa yang telah diteliti oleh PISA
(programe for internasional study assessment) dari tahun 2000 hingga 2012,
diketahui bahwa minat baca anak Indonesia sangat rendah jauh dibandingkan
dengan Negara-negara yang lain.
Tidak mungkin kita berbicara tentang daya saing bangsa kita dengan
bangsa yang lain. Sementara hal dasar saja, yaitu minat baca masih lemah.
Kekayaan ilmu pengetahuan lahir dari penelitian yang tumbuh subur. Sementara
penelitian muncul diawali dari munculnya permasalahan hasil membaca individu
terhadap alam dan lingkungan sekitar.
Sastrawan Taufik Ismail pernah melontarkan pernyataan yang populer
bahwa orang Indonesia rabun membaca dan pincang menulis. Pernyataan tersebut
didasarkan pada temuan penelitian beliau di kalangan siswa SMA tentang tingkat
baca sastra. Dibandingkan Negara lain, lebih tepatnya Negara-negara di kawasan
asia tenggara, siswa Indonesia berada pada urutan terendah dalam membaca buku
sastra setiap tahunnya.
Apa yang diteliti oleh Taufik Ismail tersebut, masih sangat relevan dengan
kondisi saat ini. Dimana masyarakat baik dewasa maupun anak-anak, lebih suka
menyaksikan televisi dari pada membaca buku. Sedang menumbuhkan minat
baca, bukanlah perkara mudah. Minat baca adalah kebiasaan yang harus
ditanamkan sejak dini.
Menurut hemat penulis dua hal yang melemahkan atau menjadikan lemah
tradisi membaca anak Indonesia yaitu buruknya kondisi perpustakaan kita dan
dominannya budaya menonton televisi.
Maka pastinya kita tidak bisa berharap lebih dengan kondisi perpustakaan
yang seperti ini. Peserta didik tidak serta merta akan berkunjung ke perpustakaan
jika perpustakaannya dalam kondisi buruk sebagaimana di gambarkan diatas.
Ditambah lagi koleksi buku yang tidak beragam yang tentunya tidak menarik
minat mereka untuk berkunjung ke perpustakaan. Maka jika melihat satu faktor
ini saja tentunya kita terlalu berlebihan jika mengharapkan mereka memiliki minat
baca yang tinggi, sementara apa yang mau mereka baca?
Demikian juga orang tua dan para guru tidak perlu khawatir akan
kelulusan peserta didik pada Ujian Nasional. Mengapa? Tentu karena peserta
didik telah terjangkit virus positif, haus membaca. Dengan sikap haus akan bacaan
tentu akan mendorong mereka untuk melahap semua mata pelajaran baik yang di
ujikan dalam ujian nasional ataupun tidak. Peserta didik membaca semua mata
pelajaran semata karena dorongan ingin mengembangkan ilmu pengetahuan.
Karena mereka sudah terjangkit virus positif, haus membaca.
Mereka lebih senang mengisi waktu ber jam-jam di depan televisi dari
pada menghabiskannya dengan membaca buku. Membaca buku yang sejatinya
adalah kegiatan merangsang otak anak untuk semakin berfungsi dengan maksimal
dan melatih imajinasi anak, semakin sulit untuk dibudayakan.
Orang tua dan anak-anak lebih senang untuk duduk bersama menyaksikan
acara hiburan yang disuguhkan oleh si kotak ajaib. Suara dan gambar telah di
sajikan dengan sempurna oleh televisi sehingga tidak ada ruang bagi anak untuk
berimajinasi. Menghabiskan waktu berjam-jam dan dilakukan setiap hari tentu
akan mematikan daya imajinasi anak. Padahal Albert Einstein pernah mengatakan
bahwa imajinasi itu lebih penting dari pengetahuan.
Bagaimanapun orang tua adalah teladan nomor satu bagi anaknya. Ketika
orang tua lebih senang mengisi waktu dengan membaca buku, tentu bisa
dipastikan anak akan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang tuanya.
Sebaliknya orang tua yang tidak peduli dengan aktivitas membaca anak,
dan lebih senang menghabiskan waktu di depan televisi, tentu anak lebih memilih
untuk menemani orang tuanya menyaksikan aneka hiburan di televisi yang
pastinya belum tentu memberikan manfaat. Penanaman kecintaan akan aktivitas
membaca mutlak harus dilakukan sejak dini.