BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Budidaya rumput laut yang pada umumnya dapat dilakukan oleh para
petani/nelayan dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan unsur-
unsur sub sistem, mulai dari penyediaan input produksi, budidaya sampai ke
pemasaran hasil. Keterpaduan tersebut menuntut adanya kerjasama antara
pihak-pihak yang terkait dalam bentuk kemitraan usaha yang ideal antara
petani/usaha kecil yang pada umumnya berada dipihak produksi dengan
Pengusaha Besar yang umumnya berada di pihak yang menguasai
pengolahan dan pemasaran.
Permintaan rumput laut kering kurang 9.300 MT per tahun dan untuk
kebutuhan industri di luar negeri 15.000 s.d. 20.000 MT per tahun. Pabrik
Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa
bagi negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani
nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan
perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial. Sebagai
negara kepulauan, maka pengembangan rumput laut di Indonesia dapat
dilakukan secara luas oleh para petani/nelayan. Namun adanya
permasalahan dalam pembudidayaan rumput laut seperti pengadaan benih,
teknis budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasarannya, maka untuk
pengembangan usaha budidaya rumput laut ini para petani/nelayan perlu
melakukannya dengan pola PKT (Proyek Kemitraan Terpadu) dimana para
petani/nelayan bekerjasama menjalin kemitraan dengan pengusaha besar
rumput laut. Untuk pengembangan budidaya rumput laut ini dipandang perlu
adanya acuan yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha kecil, pengusaha
besar, dan perbankan dalam mempersiapkan proyek ini. Dalam rangka
menunjang pengembangan usaha budidaya rumput laut ini, disiapkan
laporan model kelayakan PKT Rumput Laut ini yang disusun untuk dapat
dipergunakan bagi pihak-pihak terkait dan Bank sebagai acuan di dalam
mempersiapkan dan mempertimbangkan kelayakan pembiayaan dan
pinjaman Bank.
b. Tujuan
a. Organisasi
1. Petani Plasma
Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.
Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.
2. Koperasi
Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.
4. Bank
Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan
mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit
dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya
potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada
waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.
b. Pola Kerjasama
Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.
c. Penyiapan Proyek
Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai
dari :
d. Mekanisme Proyek
Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :
e. Perjanjian Kerjasama
Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu
surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban
Rumput laut pada waktu ini menjadi salah satu komoditas pertanian penting
yang makin banyak dibudidayakan karena permintaan terhadapnya makin
meningkat. Disamping karena kandungan agarnya juga ada kandungan
karagenan (Carrageenan) yang penggunaannya makin meluas. Rumput laut
dengan kandungan bahan untuk agar terutama didapatkan dari spesies
Gracilaria dan Gelidium, sedangkan untuk kandungan karagenan banyak
dibudidayakan spesies Eucheuma, ialah Eucheuma Cottoni dan Eucheuma
Spinosum.
Sebagai karagenan, rumput laut kering diolah menjadi bentuk tepung untuk
diekspor dan sebagian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan
pasar lokal mencapai 22.000 ton per tahun (Ekon. Neraca 2 Juni 1999).
Karagenan merupakan bahan yang unik untuk berbagai industri makanan
seperti kemampuan dengan konsentrasi rendah mengikat cokelat ke dalam
susu cokelat. Sari karegenan juga dipergunakan untuk pembuatan
"dessertgel" semacam agar untuk hidangan penutup makan. Karagenan
memiliki derajat panas pencairan yang tinggi, sehingga mudah dipasarkan di
daerah tropis atau di tempat yang tidak tersedia lemari pendingin
(Refrigerator). Agar karagenan juga banyak dipergunakan sebagai bahan
penambah (additive) pada berbagai makanan Eropa.
Tabel 1.
Jumlah dan Keadaan Pabrik Pengolahan Rumput Laut di Indonesia (1994)
Keperluan
Produk Kapasitas
Jumlah Jumlah Bahan
Lokasi Agar Produksi
Pabrik Pekerja Mentah
(ton/tahun) (ton/tahun)
(ton/tahun)
Jawa 9 630 800 900 6,000
Sumatra 1 70 60 180 450
Sulawesi 1 70 120 120 728
Total 11 770 980 1,200 7,170
b. Konsumsi
Data mengenai ekspor rumput laut dari Indonesia yang tercatat pada Biro
Pusat Statistik menunjukkan keadaan semenjak tahun 1990 seperti pada
tabel 2. Terlihat bahwa permintaan luar negeri, terhadap rumput laut
Indonesia pada tahun 1990 sebesar 10.779 ton dengan total nilai (FOB) US $
7,16 juta yang terus meningkat hingga pernah mencapai 28.104 ton pada
tahun 1995 dengan total nilai (FOB) US $ 21,30 juta. Jumlah ekspor ini
tercatat turun kembali pada tahun 1996 dan berikutnya yang mungkin
diakibatkan adanya perubahan pola perdagangan rumput laut di Indonesia
dimana rumput laut kemudian diolah dan diekspor dalam bentuk tepung
karagenan. Ekspor karagenan pada waktu ini menurut sejumlah produsen di
Indonesia akan dapat terus meningkat mengingat makin, meluasnya
kegunaan dan permintaan dana
Luas permintaan luar negeri terhadap rumput laut Indonesia ini bisa dilihat
pada Tabel 3 yang menjangkau berbagai negara dari Kawasan Asia, Eropa,
Amerika Utara sampai wilayah Amerika Latin. Ekspor terbesar ditujukan ke
Denmark, Hongkong, Amerika Serikat dan Filipina.
Tabel 3.
Ekspor Rumput Laut 1997 Menurut Negara Tujuan
d. Pemasaran
Hasil panen budidaya oleh para petani/nelayan, dijual dalam bentuk rumput
laut kering, setelah dijemur selama 3 sampai 4 hari. Rumput Laut Kering
dimasukkan ke dalam karung-karung plastik untuk dijual kepada para
pedagang pengumpul atau kepada Koperasi yang kemudian menjualnya
kepada pengusaha/pabrik pengolahan rumput laut di beberapa kota.
Para pengumpul membeli rumput laut kering dari nelayan dengan harga
sekitar Rp. 3.500 - Rp. 5.000 per kilogram, tergantung pada jenis rumput
laut ataupun jarak lokasi budidaya ke perusahaan pengelola. Pemasaran
seperti ini bagi petani nelayan memang tidak bisa menentu dari segi harga
tergantung pada sikap para pengumpul. Melalui penjualan kepada Koperasi,
sebenarnya akan bisa diatur lebih menguntung bagi para petani nelayan,
akan tetapi masih juga tergantung bagaimana peran yang dilakukan oleh
Manager Koperasi. Dalam model kelayakan ini harga jual rumput laut kering
diperhitungkan Rp. 4.000 per kg.
Karena pada umumnya para petani nelayan memulai usaha budidaya rumput
laut ini kekurangan modal, dalam prakteknya para petani nelayan ini banyak
kemudian yang terikat kepada pedagang pengumpul yang bersedia
memberikan modal dan keperluan keluarga sehari-hari sebelum panen. Hal
ini bisa berakibat menjadi lemahnya posisi tawar bagi para petani nelayan,
yang bisa merugikannya.
Rata-rata temperatur air laut sebaiknya berkisar antara 27 - 30oC jika terjadi
kenaikan temperatur yang tinggi akan terjadi adanya uliment dan meliputi
epiphyt, sehingga tanaman akan rontok. Sedangkan sanitasi air sangat
tergantung pada faktor penguapan, serta ada tidaknya sumber air tawar.
Untuk menghindari sanitasi yang tajam sebaiknya lokasi tanaman jauh dari
muara sungai untuk menghindari endapan lumpur.
Dari semua faktor yang disebutkan diatas, perlu diperhitungkan pula ada
tidaknya pencemaran air laut seperti : genangan minyak, limbah pabrik,
bahan peledak atau bahan kimia untuk penangkapan ikan.
Gerakan Air
Kesuburan lokasi tanaman sangat ditentukan oleh adanya gerakan air yang
berupa arus ombak. Karena gerakan air merupakan alat pengangkut zat
makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Arus atau ombak
merupakan alat yang baik bagi massa air sehingga menjadi homogen. Massa
air yang homogen akan menghindari perbedaan yang tajam pada kelarutan
oksigen, temperatur, salinitas dan lain-lain. Disamping itu gerakan air juga
merupakan alat pembersih terhadap sediment dan epiphyt yang menumpuk
pada tanaman.
Ombak yang terlalu besar lebih merusak tanaman akan tetapi diperlukan
juga sebagai alat pengaduk yang baik bagi massa air. Di samping itu ombak
sebagai alat penangkap udara, sehingga memperkaya larutan oksigen ke
dalam massa air. Untuk itu dalam budidaya rumput laut harus mengambil
areal/lokasi yang terbuka terhadap ombak dan mempunyai terumbu karang
yang menonjol sebagai tanggul ombak di bagian luar, sehingga lokasi
Di dalam melakukan budidaya rumput laut faktor non teknis juga sangat
menunjang keberhasilan seperti halnya, sosial ekonomi masyarakat
setempat, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi. Lokasi di
mana terdapat petani nelayan yang hidup di bawah g aris kemiskinan, kondisi
ini sangat mendukung pembudidayaan rumput laut karena dapat
memberikan lapangan kerja dengan tidak mengurangi persyaratan teknis
budidaya rumput laut.
Di dalam usaha budidaya bibit yang baik merupakan suatu persyaratan yang
harus dipenuhi, karena akan menyangkut segi pemasaran dan kelangsungan
usaha budidaya itu sendiri, sehingga tidak akan merugikan petani/nelayan
karena kandungan biota Carragenan yang rendah diperlukan persyaratan
bibit sebagai berikut :
Bibit hendaknya dipilih dan diambil dari stek ujung tanaman rumput
laut yang unggul yang masih muda, segar dan berasal dari tanaman
rumput laut yang sudah dibudidayakan.
Ciri-ciri jenis unggul bercabang banyak warna sesuai jenisnya dan
pertumbuhannya cepat.
Untuk metode lepas dasar, luas tiap petak rakit budidaya 100 m2
memerlukan bibit 240 kg.
1. Metoda Dasar
Pada metoda ini bibit diikatkan pada batu-batu karang yang kemudian
disebarkan pada dasar perairan.Cara ini sesuai untuk dasar perairan yang
rata dan tidak ditumbuhi karang dan tidak berpasir. Cara ini mudah,
sederhana dan tidak memerlukan sarana budidaya yang besar.
Penanaman dengan metoda rakit ini menggunakan rakit apung yang terbuat
dari bambu berukuran antara (2,5 x 2,5 ) meter persegi sampai (7 x 7)
meter persegi tergantung pada kesediaan bahan bambu yang dipergunakan.
Dalam PKT ini digunakan ukuran 7 x 7 meter persegi. Untuk penahanan
supaya rakit tidak hanyut terbawa arus, digunakan jangkar sebagai
penahanan atau diikat pata patok kayu yang ditancapkan di dasar laut .
Pemasangan tali dan patok harus memperhitungkan faktor ombak, arus dan
pasang surut air. Metoda rakit cocok untuk lokasi dengan kedalaman 60 cm.
Bahan-bahan yang diperlukan adalah bibit tanaman, potongan bambu
berdiameter 10 cm. Potongan kayu penyiku berdiameter 5 cm, tali rafia, tali
ris berdiameter 4 mm dan 12 cm, serta jangkar dari besi, bongkah batu atau
adukan semen pasir. Adapun tahap-tahap penanamannya adalah sebagai
berikut :
Dalam PKT ini setiap rakit apung berukuran 7 x 7 meter akan ditanami 500
titik tanam rumput laut atau setiap kelompok tani 5 orang dengan 250 rakit
Pada penanaman dengan metoda lepas dasar, tali ris yang telah berisi ikatan
tanaman direntangkan pada tali ris utama. Pengikatan tali ris pada tali ris
utama sedemikian rupa sehingga muda dibuk kembali. Tali ris utama yang
terbuat dari bahan polyetilen berdiameter 8 mm direntangkan pada patok.
Jarak tiap tali ris pada tali ris utama 20 cm. Patok terbuat dari kayu
berdiameter 5 cm sepanjang 2 m dan runcing pada salah satu ujungnya.
Untuk menancapkan patok di dasar perairan diperlukan linggis atau palu
besi.
Jarak tiap patok untuk merentangkan tali ris utama 2, 5 m. Dengan demikian
pada retakan budidaya dengan metoda lepas dasar seluas satu are (100 m2)
dibutuhkan 55 batang patok, 60 m tali ris utama dan 600 m tali ris dan 1 kg
tali rafia. Untuk 1 unit budidaya rumput laut sistem lepas dasar ukuran 10 x
10 m 2 diperlukan bibit sebanyak 240 kg (Seri Pengembangan Hasil
Penelitian Pertanian No 141P/KAN/PT 13/1990. Petunjuk Teknis Budidaya
Rumput Laut)
Sama dengan metoda rakit apung, metoda ini cocok untuk perairan dengan
kedalaman kurang 1,5 meter dan dasarnya terdiri dari pasir atau pasir
berlumpur.
Tali ris dibentangkan berjajar pada pada dua rentang tali ris utama yang
diikat masing-masing pada 2 patok yang berupa bambu yang tancap pada
dasar laut, sehingga membentuk kerangka beberapa segi empat hamparan
lahan penanaman rumput laut. Jarak antara tali ris sekitar 20 cm dan jarak
antara titik tanam dalam tali ris sekitar 30 cm. Kerangka tanam seperti ini,
diperhitungkan untuk setiap ha akan ada 99.000 titik tanam, atau untuk
perhitungan 1 kelompok tani/nelayan dengan 125.000 titik tanam,
memerlukan luasan lahan perairan sekitra 1, 3 ha.
d. Pemeliharaan
Beberapa jenis hewan herbivora pemangsa tanaman rumput laut adalah bulu
babi, ikan dan penyu. Serangan bulu babi dapat diatasi dengan cara diusir
dari lokasi budidaya. Lumut juga perlu biasanya dipasang jaring di sekeliling
lokasi budidaya. Lumut juga perlu disingkirkan karena menghalangi sinar
matahari yang masuk sehingga pertumbuhan akan terhambat.
e. Panen
Tenaga kerja
Keranjang rotan berukuran sedang tempat hasil rumput laut.
Perahu (untuk mengangkut hasil panen)
Pisau untuk menolong tali pengikat (tali rafia)
Timbangan
Lokasi tempat penjemuran
Karung tempat rumput laut kering dan tali pengikatnya
Ruang tempat penyimpanan rumput laut kering.
Dalam analisa finansial yang dibuat untuk Model Kelayakan PKT ini, produksi
rumput laut didasarkan pada penggunaan metoda rakit apung yang
dilakukan kelompok tani terdiri dari 5 orang dengan sebanyak 250 rakit,
masing-masing dengan 500 titik tanam. Rumput laut dipanen pada umur 45
hari setelah tanam dengan memberikan waktu untuk mempersiapkan tanam
setiap tahunnya dapat diadakan 6 kali panen. Setiap titik tanam akan
menghasilkan 0,8 kg rumput laut basah. Dengan demikian setiap kelompok
petani/nelayan akan mengahasilkan 125.000 titik tanam x 0,8 kg = 100.000
kg rumput basah. Bila dalam satu tahun dilakukan 6 kali panen, maka setiap
Penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya sampai pada tingkat
pengeringan. Rumput laut kering ini merupakan bahan baku bagi industri
rumput laut olahan selanjutnya. Pengolahan rumput laut akan menghasilkan
agar, karagenan atau algin tergantung kandungan yang terdapat di dalam
rumput laut. Pengolahan ini kebanyakan dilakukan oleh pabrik walaupun
sebenarnya dapat juga oleh petani
Dalam model kelayakan PKT ini bila diperkirakan rendemen sampai kering
asalan 10 % dengan kandungan air 30%, maka setiap kelompok
petani/nelayan akan memproduksi 60.000 kg rumput laut kering per tahun
Rumput laut yang telah kering dan bersih dimasukkan dalam karung goni
atau karung plastik. Bisa dipadatkan ataupun tidak dipadatkan. Bila
dipadatkan hanya berisi 60 kg. Rumput laut yang akan di ekspor di bagian
luar karungnya dituliskan nama jenis barang, nama kode perusahaan, nomor
karung, berat bersih dan hasil Indonesia dengan jelas. Pemberian nama
tersebut untuk memudahkan dalam pengiriman.
Petani rumput laut menjual hasil produksinya dalam bentuk rumput laut
kreing. Agar harga jual rumput laut tersebut tinggi maka rumput laut harus
memenuhi standar mutu rumput laut kering untuk jenis eucheuma gelidium.
Gracilaria, dan hypnear seperti pada Tabel 4.
Tabel 4.
Mutu Standar Untuk Rumput Laut Kering Untuk beberapa Jenis Rumput Laut
Syarat Jenis Rumput Laut
Kandungan Eucheuma Gelidium Gracilaria Hypnea
Kadar Air
32 15 25 30
Maksimal (%)
Benda Asing
5 5 5 5
Maksimal *) %
Spesifik Spesifik Spesifik Spesifik
Bau
rumput laut rumput laut rumput laut rumput laut
*) Benda asing berupa garam, pasir, karang, kayu dan jenis lain.
Kebutuhan biaya proyek terdiri atas biaya investasi dan biaya tenaga kerja.
Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan untuk pengadaan sarana
produksi terdiri atas : Pengadaan bambu, tali nilol, tali rafia, tali jangkar,
jangkar, bibit, tempat dan alat penjemuran dan pondok tunggu.
Biaya tenaga kerja dapat dirinci atas : biaya pembuatan rakit, pengikatan
bibit, merajut tali gantungan, memasang setting di laut, pemeliharaan
tanaman, pembuatan jemuran, biaya operasi perahu, biaya panenan dan
pasca panen.
Periode 1.
Pada periode ketiga dan keenam dilakukan penggantian bambu dan tali rafia
untuk rakit apung, sedangkan tali ris dan jangkar masih dapat digunakan
sampai satu tahun operasi (6 periode). Dengan dilakukan penggantian
bambu dan tali rafia pada rakit apung, maka biaya tenaga kerja pada periode
ketiga dan keenam pun mengalami peningkatan, yang masing-masing
periode sebesar Rp. 4. 875.000
Rp.
- Periode 1
1.125.000
- Periode 2 Rp 1.125.000
c. Sumber Dana
d. Kelayakan Finansial
Proyeksi arus kas (cash flow) merupakan perhitungan jumlah dana yang
masuk dan keluar selama umur proyek. Arus kas masuk proyek adalah kredit
dan hasil penjualan rumput laut kering.
Total cash inflow tahun 0 sama dengan total cash out flow sehingga diperoleh
net cash flow nol. Pada tahun 1 s.d. tahun 4 diperoleh net cash flow
positif/surplus berturut-turut sebesar Rp. 64.276.919, Rp 78.051. 250, Rp
Proyeksi rugi/laba dihitung dari selisih penerimaan penjualan dan total biaya
(biaya produksi, penyusutan, bunga dan pajak). Proyek ini mampu
menghasilkan laba setiap tahunnya. Profit margin pada tahun 1 sebesar
33,13% dan tahun-tahun berikutnya 32,52% per tahun. Break even point
tahun pertama dapat dicapai pada produksi 33,186 kg dan tahun-tahun
berikutnya 31.566 kg.
Net Present Value (NPV) dihitung berdasarkan selisih antara nilai sekarang
penerimaan yang akan diterima dari hasil penjualan produksi rumput laut
dikurangi dengan nilai sekarang atas biaya yang akan dikeluarkan selama
umur proyek termasuk pembayaran pajak. Nilai NPV proyek ini dengan
menggunakan tingkat bunga i = 21% selama umur proyek (4 tahun adalah
Rp. 186.894.685)
Pelaksanaan PKT ini akan menciptakan lapangan kerja bagi para nelayan dan
penduduk pedesaan yang berada di sepanjang pantai, dan memberi
kesempatan bagi para tenaga kerja terampil, tenaga kerja ahli dan tenaga
kerja tetap (tenaga kerja kasar), baik yang terkait dengan semua aspek di
sisi hulu sub sektor produksi rumput laut yang dirumuskan dalam PKT ini
(disektor penyediaan saprodi, bibit, peralatan dan lain-lain), operasional
proyek serta pada subsektor ekonomi yang berada disisi hilir subsektor
budidaya rumput laut.
b. Dampak Lingkungan
Dampak pembudidayaan rumput laut baik skala kecil maupun dalam skala
besar mempunyai pengaruh positif terhadap lingkungan perairan pantai.
Lokasi pembudidayaan rumput laut berfungsi pula sebagai penahan dari
abrasi pantai akibat terpaan ombak
" Internal Rate of Return (IRR)" sebesar 183,92 % yang relatif lebih besar
dan cukup kompetitif di bandingkan berbagai bunga kredit Bank yang
disediakan untuk Usaha Kecil, menunjukkan bahwa PKT ini layak
dilaksanakan dan dikembangkan.
PKT ini merumuskan mekanisme pencairan dan penggunaan atas dana kredit
yang disesuaikan dengan jadwal dan kebutuhan proyek.
h. Nota Kesepakatan
b. Program Pendampingan