Anda di halaman 1dari 33

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

BUDIDAYA RUMPUT LAUT


(Metode Tali Gantung)

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax : (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id


DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2


a. Latar Belakang ................................ ................................ ........... 2
b. Tujuan ................................ ................................ ...................... 3

2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 4


a. Organisasi ................................ ................................ ................. 4
b. Pola Kerjasama ................................ ................................ .......... 6
c. Penyiapan Proyek................................ ................................ ........ 7
d. Mekanisme Proyek ................................ ................................ ...... 8
e. Perjanjian Kerjasama ................................ ................................ .. 9

3. Aspek Pemasaran................................ ................................ ....... 11


a. Permintaan Hasil Rumput Laut ................................ .................... 11
b. Konsumsi ................................ ................................ ................ 12
c. Ekspor Rumput Laut ................................ ................................ .. 12
d. Pemasaran ................................ ................................ .............. 14

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 15


a. Kesesuaian Lingkungan ................................ .............................. 15
b. Pengadaan dan Pemilihan Bibit................................ .................... 17
c. Penanaman ................................ ................................ .............. 18
d. Pemeliharaan ................................ ................................ ........... 20
e. Panen ................................ ................................ ..................... 21
f. Pasca Panen dan Mutu Rumput Laut ................................ ............. 22

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 24


a. Asumsi ................................ ................................ .................... 24
b. Kebutuhan Biaya Proyek ................................ ............................ 24
c. Sumber Dana ................................ ................................ ........... 26
d. Kelayakan Finansial ................................ ................................ ... 26

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial................................ ... 28


a. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 28
b. Dampak Lingkungan ................................ ................................ .. 29

7. Penutup ................................ ................................ ..................... 31


a. PKT Unggulan................................ ................................ ........... 31
b. Program Pendampingan ................................ ............................. 32

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 1


1. Pendahuluan
a. Latar Belakang

Budidaya rumput laut yang pada umumnya dapat dilakukan oleh para
petani/nelayan dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan unsur-
unsur sub sistem, mulai dari penyediaan input produksi, budidaya sampai ke
pemasaran hasil. Keterpaduan tersebut menuntut adanya kerjasama antara
pihak-pihak yang terkait dalam bentuk kemitraan usaha yang ideal antara
petani/usaha kecil yang pada umumnya berada dipihak produksi dengan
Pengusaha Besar yang umumnya berada di pihak yang menguasai
pengolahan dan pemasaran.

Usaha perikanan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang dalam bentuk


usaha perikanan rakyat, dan perikanan besar milik pemerintah serta milik
swasta nasional atau asing. Perikanan rakyat merupakan usaha skala kecil
yang bercirikan antara lain pengelolaanya secara tradisional, produktivitas
rendah dan para umumnya tidak mempunyai kekuatan menghadapi
kompetisi pasar. Di lain pihak, perikanan besar yang memiliki teknologi skala
usaha yang besar, mengelola usahanya secara modern dan teknologi tinggi,
sehingga produktivitasnya tinggi dan mempunyai kekuatan untuk
menghadapi persaingan pasar. Kelemahan dari pengusaha perikanan kecil
dan kekuatan dari pengusaha perikanan besar, merupakan potensi yang bisa
menciptakan kesenjangan diantaranya. Karena dalam perkembangannya ada
saling berkepentingan di antara kedua pihak, kesenjangan yang bisa timbul
akan dapat diperkecil dengan mengadakan kemitraan antara pengusaha kecil
perikanan rakyat dengan pengusaha besar di bidang perikanan atau produk
kelautan. Salah satu komoditas yang masuk sebagai komoditas perikanan
karena diusahakan di laut, dan yang dapat dikembangkan dengan menjalin
kerja sama kemitraan adalah budidaya rumput laut.

Perairan laut Indonesia dengan garis pantai sekitar 81.000 km diyakini


memiliki potensi rumput laut yang sangat tinggi. Tercatat sedikitnya ada 555
jenis rumput laut di perairan Indonesia, diantaranya ada 55 jenis yang
diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya Eucheuma sp,
Gracilaria dan Gelidium

Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah eucheuma, sp dan


gracilaria. Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti agar-
agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput
laut adalah juga sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil,
kertas, keramik, fotografi, dan insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas,
maka komoditas rumput laut ini mempunyai peluang pasar yang bagus
dengan potensi yang cukup besar.

Permintaan rumput laut kering kurang 9.300 MT per tahun dan untuk
kebutuhan industri di luar negeri 15.000 s.d. 20.000 MT per tahun. Pabrik

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 2


pengolahan keragian rumput laut di Indonesia telah ada sejak tahun 1989.
Sekarang ini ada 6 pabrik pengolahan rumput laut di Indonesia, karena itu
pabrikan dan eksportir bersaing untuk memperoleh bahan baku rumput laut
kering.

Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber devisa
bagi negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani
nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan
perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial. Sebagai
negara kepulauan, maka pengembangan rumput laut di Indonesia dapat
dilakukan secara luas oleh para petani/nelayan. Namun adanya
permasalahan dalam pembudidayaan rumput laut seperti pengadaan benih,
teknis budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasarannya, maka untuk
pengembangan usaha budidaya rumput laut ini para petani/nelayan perlu
melakukannya dengan pola PKT (Proyek Kemitraan Terpadu) dimana para
petani/nelayan bekerjasama menjalin kemitraan dengan pengusaha besar
rumput laut. Untuk pengembangan budidaya rumput laut ini dipandang perlu
adanya acuan yang dapat dimanfaatkan oleh pengusaha kecil, pengusaha
besar, dan perbankan dalam mempersiapkan proyek ini. Dalam rangka
menunjang pengembangan usaha budidaya rumput laut ini, disiapkan
laporan model kelayakan PKT Rumput Laut ini yang disusun untuk dapat
dipergunakan bagi pihak-pihak terkait dan Bank sebagai acuan di dalam
mempersiapkan dan mempertimbangkan kelayakan pembiayaan dan
pinjaman Bank.

b. Tujuan

Tujuan penyusunan laporan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu


Budidaya Rumput Laut ini adalah :

1. Memberikan informasi kepada perbankan tentang model kemitraan


terpadu yang sesuai dan layak dibiayai dengan kredit perbankan,
khususnya untuk pengembangan budidaya komoditas rumput laut.
2. Memberikan informasi yang diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
acuan oleh pengusaha kecil dan pengusaha besar yang berminat
mengambangkan budidaya rumput laut dengan pola kemitraan
terpadu.
3. Mendorong pengembangan usaha komoditas rumput laut sebagai
komoditas penghasil devisa negara, sekaligus meningkatkan
kesempatan kerja dan pendapatan para petani/nelayan.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 3


2. Kemitraan Terpadu

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu


yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan
bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan
kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling
menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam
meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri


Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai
kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang


usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha
kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan


bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil
dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti
halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti
Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan
Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian
menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan
pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal
sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling
berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1. Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas
(a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk
penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil
yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan
dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan
penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan
dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas
masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek
usaha.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 4


Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang
dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok
tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap
Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan
koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para
petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi
dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua
kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang
waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi


anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan
kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan
kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh
melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus
sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup
baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para
anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran
koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama


sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan
dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia
membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan
atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan
teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk
keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk


mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan
dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk
diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi
petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil
dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual
kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan
pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan
bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan
oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat
dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 5


Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang
memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing
petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini
bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada
petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi.
Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin
besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak


Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir
sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal
kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek


budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak
bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana
pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat
menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk
pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai
dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya
pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan
mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional
lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian
pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian
kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak
petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil
penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama
untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan
dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit
dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan
memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang
disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya
potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada
waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra,


dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan


perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan
Eksportir.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 6


Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA
kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai
Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok
tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan
Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui


koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili
anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma
dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah
pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat
dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab
koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam
proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal
dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan
mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai
dari :

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi


dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau
lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan
produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri
dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha.
Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 7


pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan
untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/
pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit
(KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;
b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang
bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu
memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses
pemasarannya;
c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha
perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh
kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai
dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak
yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa
dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan
pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan
yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang
diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;
d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para
anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan
di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang
berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk
peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari
perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah
yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam
kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai
badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling
agent);
e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak
instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan,
Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);
f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini,
harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa
diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas
statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya
kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen
Kehutanan dan Perkebunan.

d. Mekanisme Proyek

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 8


Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip
bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota
kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak
dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi
dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau
plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke
rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana
produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak
akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah
sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau
koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman
plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU.
Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk
diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya
dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu
surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak
yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian
kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 9


dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu.
Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak
Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai
berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra


(inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan


hasil;
b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana
produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta
pemeliharaan kebun/usaha;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca
panen untuk mencapai mutu yang tinggi;
d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan
e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit
bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam
rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;;


b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang
lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami;
c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-
panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan;
d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang
disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit;
e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya
oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak
termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;
f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan
sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen
dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan
g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga
produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu
dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank
dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 10


3. Aspek Pemasaran

a. Permintaan Hasil Rumput Laut

Rumput laut pada waktu ini menjadi salah satu komoditas pertanian penting
yang makin banyak dibudidayakan karena permintaan terhadapnya makin
meningkat. Disamping karena kandungan agarnya juga ada kandungan
karagenan (Carrageenan) yang penggunaannya makin meluas. Rumput laut
dengan kandungan bahan untuk agar terutama didapatkan dari spesies
Gracilaria dan Gelidium, sedangkan untuk kandungan karagenan banyak
dibudidayakan spesies Eucheuma, ialah Eucheuma Cottoni dan Eucheuma
Spinosum.

Sebagai karagenan, rumput laut kering diolah menjadi bentuk tepung untuk
diekspor dan sebagian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan
pasar lokal mencapai 22.000 ton per tahun (Ekon. Neraca 2 Juni 1999).
Karagenan merupakan bahan yang unik untuk berbagai industri makanan
seperti kemampuan dengan konsentrasi rendah mengikat cokelat ke dalam
susu cokelat. Sari karegenan juga dipergunakan untuk pembuatan
"dessertgel" semacam agar untuk hidangan penutup makan. Karagenan
memiliki derajat panas pencairan yang tinggi, sehingga mudah dipasarkan di
daerah tropis atau di tempat yang tidak tersedia lemari pendingin
(Refrigerator). Agar karagenan juga banyak dipergunakan sebagai bahan
penambah (additive) pada berbagai makanan Eropa.

Fungsi karagenan sebagai perekat pasta gigi menyaingi penggunaan sodium


carboxymethylcellulose (SCMC), karena keunggulan kualitasnya dan
penampilan karagenan dalam pasta gigi. Karagenan juga sangat penting di
dalam industri makanan binatang piaraan (Pet Food), penyegar udara (Air
Freshener) dan dalam daging hamburger sebagai subsitusi lemak.
Penggunaan karagenan rumput laut akan bertambah makin luas dan makin
banyak di masa yang akan datang, sehingga permintaan terhadap produksi
rumput laut ini akan terus meningkat di masa mendatang.

Perkembangan industri pengolahan rumput laut di Indonesia juga terlihat


makin pesat. Diantara industri agar yang ada kemudian sekarang juga
memproduksi karagenan, serta adanya industri baru yang sengaja
dikembangkan untuk produksi karegenan di beberapa kota seperti Surabaya,
Ujung Pandang, Jakarta dan Bali. Industri-industri ini menyerap produksi
rumput laut yang dibudidayakan oleh para nelayan di berbagai perairan
pantai/kepulauan melalui para perantara yang berfungsi sebagai pengumput.
Untuk mendapatkan rumput laut yang berkualitas bagi produksi karagenan,
sekarang ini mulai berkembang langkah-langkah pendekatan yang dilakukan
oleh para pengusaha pengolahan rumput laut, untuk memberikan pembinaan
fasilitas budidaya dan melakukan pembelian produksi rumput laut dari
petani/nelayan yang bersangkutan.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 11


Pada tahun 1994 sudah ada sebanyak 11 pabrik agar yang tersebar di Jawa,
Sumatera dan Sulawesi. Setiap pabrik memperkerjakan sekitar 70 orang
dengan kapasitas produksi antara 100 s/d 180 ton per tahun (Tabel 1)

Tabel 1.
Jumlah dan Keadaan Pabrik Pengolahan Rumput Laut di Indonesia (1994)

Keperluan
Produk Kapasitas
Jumlah Jumlah Bahan
Lokasi Agar Produksi
Pabrik Pekerja Mentah
(ton/tahun) (ton/tahun)
(ton/tahun)
Jawa 9 630 800 900 6,000
Sumatra 1 70 60 180 450
Sulawesi 1 70 120 120 728
Total 11 770 980 1,200 7,170

Source : ADP Working Paper No 4 Agribusiness Development Project, Jakarta


1994.

b. Konsumsi

Kebutuhan rumput laut di dalam negeri terutama untuk pabrik agar-agar


jelly food dan biskuit. Kebutuhan produk rumput laut olahan untuk keperluan
industri makanan ini semua banyak dipenuhi dari impor, dan sekarang
sebagian menggunakan hasil olahan rumput laut dari dalam negeri sendiri.
Begitu besar dan terus meningkatnya kebutuhan ini di dalam negeri, bisa
ditunjukkan dari adanya trend impor yang terus meningkat dalam 3 tahun
terakhir ini (Harian Ekonomi Neraca, 2 Juni 1999). Jika pada 1996 impor
komoditis rumput laut olahan in baru mencapai 30,9 ton, maka pada pada
1997 telah naik menjadi 131 ton. Sedangkan dalam tujuh bulan pertama
tahun 1998 impor ini telah mencapai 434 ton dengan nilai US $ 491.000.

c. Ekspor Rumput Laut

Data mengenai ekspor rumput laut dari Indonesia yang tercatat pada Biro
Pusat Statistik menunjukkan keadaan semenjak tahun 1990 seperti pada
tabel 2. Terlihat bahwa permintaan luar negeri, terhadap rumput laut
Indonesia pada tahun 1990 sebesar 10.779 ton dengan total nilai (FOB) US $
7,16 juta yang terus meningkat hingga pernah mencapai 28.104 ton pada
tahun 1995 dengan total nilai (FOB) US $ 21,30 juta. Jumlah ekspor ini
tercatat turun kembali pada tahun 1996 dan berikutnya yang mungkin
diakibatkan adanya perubahan pola perdagangan rumput laut di Indonesia
dimana rumput laut kemudian diolah dan diekspor dalam bentuk tepung
karagenan. Ekspor karagenan pada waktu ini menurut sejumlah produsen di
Indonesia akan dapat terus meningkat mengingat makin, meluasnya
kegunaan dan permintaan dana

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 12


Tabel 2.
Perkembangan Total dan Nilai Ekspor Rumput Laut

Tahun Total Ekspor (Kg) Nilai(FOB US$)


1990 10,779,204 7,162,610
1991 10,772,486 5,288,124
1992 11,331,261 4,927,382
1993 16,132,086 8,092,333
1994 16,818,820 8,177,952
1995 28,104,654 21,307,593
1996 17,526,321 13,431,278
1997 11,494,432 6,907,405
1998 4,425,798 2,911,996

Source: Statiktik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Ekspor, Biro Pusat


Statistik Dikumpulkan dari Buku Tahun 1990-1998

Luas permintaan luar negeri terhadap rumput laut Indonesia ini bisa dilihat
pada Tabel 3 yang menjangkau berbagai negara dari Kawasan Asia, Eropa,
Amerika Utara sampai wilayah Amerika Latin. Ekspor terbesar ditujukan ke
Denmark, Hongkong, Amerika Serikat dan Filipina.

Tabel 3.
Ekspor Rumput Laut 1997 Menurut Negara Tujuan

Negara Tujuan Total Ekspor(Kg) Nilai (FOB US$)


Japan 384,416 1,020,696
Hong Kong 2,548,466 1,407,048
Korea 43,150 174,325
Taiwan 210,170 141,445
China 135,400 11,740
Philippines 1,073,880 305,926
Pakistan 50,240 27,194
USA 2,207,482 1,113,651
Argentina 20,000 96,400
Brazil 190,000 85,500
United Kingdom 38,000 125,400
Netherlands 41,890 29,323
France 470,510 214,557
Switzerland 40,000 4,000
Denmark 3,113,310 1,760,658
Sweden 103,010 75,155
Spain 723,800 314,387

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 13


Source: Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor, BPS 1997

d. Pemasaran

Hasil panen budidaya oleh para petani/nelayan, dijual dalam bentuk rumput
laut kering, setelah dijemur selama 3 sampai 4 hari. Rumput Laut Kering
dimasukkan ke dalam karung-karung plastik untuk dijual kepada para
pedagang pengumpul atau kepada Koperasi yang kemudian menjualnya
kepada pengusaha/pabrik pengolahan rumput laut di beberapa kota.

Para pengumpul membeli rumput laut kering dari nelayan dengan harga
sekitar Rp. 3.500 - Rp. 5.000 per kilogram, tergantung pada jenis rumput
laut ataupun jarak lokasi budidaya ke perusahaan pengelola. Pemasaran
seperti ini bagi petani nelayan memang tidak bisa menentu dari segi harga
tergantung pada sikap para pengumpul. Melalui penjualan kepada Koperasi,
sebenarnya akan bisa diatur lebih menguntung bagi para petani nelayan,
akan tetapi masih juga tergantung bagaimana peran yang dilakukan oleh
Manager Koperasi. Dalam model kelayakan ini harga jual rumput laut kering
diperhitungkan Rp. 4.000 per kg.

Karena pada umumnya para petani nelayan memulai usaha budidaya rumput
laut ini kekurangan modal, dalam prakteknya para petani nelayan ini banyak
kemudian yang terikat kepada pedagang pengumpul yang bersedia
memberikan modal dan keperluan keluarga sehari-hari sebelum panen. Hal
ini bisa berakibat menjadi lemahnya posisi tawar bagi para petani nelayan,
yang bisa merugikannya.

Melalui Pola Kemitraan Terpadu, pemasaran produksi rumput laut nelayan


dilakukan dengan langsung menjualnya kepada perusahaan mitra melalui
Koperasi para petani/nelayan . Harga beli rumput laut ini oleh Perusahaan
Mitra bisa ditetapkan sesuai dengan harga yang terbesar memberi
keuntungan bagi para petani/nelayan menurut kesepakatan dengan
ketentuan apabila harga jual rumput laut yang terjadi di pasar setempat
lebih tinggi, akan menggunakan harga tersebut.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 14


4. Aspek Produksi
a. Kesesuaian Lingkungan

Rumput laut termasuk jenis ganggang pada umumnya ganggang dapat


diklasifikasikan menjadi kelas yaitu : ganggang hijau (chloropheceae),
ganggang hijau biru (cyanophyceae), ganggang coklat (pheaceophyceae)
dan ganggang merah (rhodophyceae). Ganggang hijau dan ganggang hijau
biru banyak hidup dan berkembang biak di air tawar, sedangkan ganggang
coklat dan ganggang merah memiliki habitat laut yang biasanya lebih dikenal
dengan rumput laut.

Ganggang cokelat lebih dikenal sebagai rumput karang atau rockweed,


sering dimanfaatkan untuk industri alginat, sedangkan ganggang merah
merupakan sumber bahan baku bagi industri agar-agar, carragenan dan
fulcellaran serta produk-produk lainnya. Rumput laut atau seaweed
merupakan bagian terbesar dari rumput laut yang tumbuh melekat erat pada
substrat pada yang terdapat di lautan seperti batu-batuan, karang dan
bangkai kulit karang.

Dalam pertumbuhannya rumput laut memerlukan cahaya matahari untuk


proses photosynthesa, karena itu meskipun hidupnya di bawah permukaan
laut tetapi tidak dapat terlalu dalam. Pada umumnya rumput laut terdapat di
sekitar pantai dalam jumlah dan jenis beragam, namun hanya beberapa jenis
saja yang dapat dimakan karena alasan rasa. Agar tidak rancu mengenai
rumput laut, rumput laut yang dimaksud dalam MK.PKT ini adalah
phaecophcease dan rhodophycease. Walaupun sebenarnya ada puluhan jenis
rumput yang tumbuh di perairan Indonesia. Ada beberapa jenis yang sudah
dikenal atau diperdagangkan di luar maupun dalam negeri, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang telah dibudidayakan, diantaranya
adalah jenis eucheuma, glacilaria dan geldrium dengan beberapa speciesnya.

Dari ketiga jenis tersebut eucheuma sp yang sering diperdagangkan, karena


di samping arealnya cocok untuk budidaya, juga pasarnya sudah ada. Jenis
eucheuma sp ini dengan kode CCCN ; 14.85.200 mengandung biota
karagenan yang banyak dibutuhkan untuk bahan baku industri. Untuk
membudidayakan rumput jenis Eucheuma sp perlu diperhatikan faktor-faktor
teknis dan non teknis antara lain :

Dalam rangka pengembangan wilayah dan budidaya rumput laut, selain


harus dipertimbangkan kelayakan lokasi, juga perlu diperhatikan daya
dukung lahan, tata ruang dan aktifitas ekonomi lainnya. Kelayakan lokasi
meliputi :

 Bebas dari pengaruh angin topan dan ombak yang kuat.


 Mempunyai gerakan air (arus) yang cukup (20-30 cm/detik)

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 15


 Dasar peraiaran agak keras yang terdiri dari pasir dan karang serta
bebas dari lumpur
 Masih digenangi air pada waktu surut dengan kedalaman antara 30 -
60 cm
 Kejernihan air tidak kurang dari 5 cm
 Suhu air (20 - 28oC) dengan fluktuasi harian maksimum 4oC.
 Kisaran kadar garam 28 - 34
 PH air antara 7 - 9
 Mengandung cukup makan berupa makro dan mikro nutrien
 Bebas dari bahan pencemaran
 Bebas dari ikan dan hewan air yang bersifat herbivora
 Mudah dijangkau untuk kelancaran proses produksi sampai kepada
pemasaran hasil.
 Sumber tenaga kerja cukup.
 Bahan pendukung murah dan mudah diperoleh (bambu, benih dan
lain-lain)

Temperatur dan Sanitasi

Rata-rata temperatur air laut sebaiknya berkisar antara 27 - 30oC jika terjadi
kenaikan temperatur yang tinggi akan terjadi adanya uliment dan meliputi
epiphyt, sehingga tanaman akan rontok. Sedangkan sanitasi air sangat
tergantung pada faktor penguapan, serta ada tidaknya sumber air tawar.
Untuk menghindari sanitasi yang tajam sebaiknya lokasi tanaman jauh dari
muara sungai untuk menghindari endapan lumpur.

Dari semua faktor yang disebutkan diatas, perlu diperhitungkan pula ada
tidaknya pencemaran air laut seperti : genangan minyak, limbah pabrik,
bahan peledak atau bahan kimia untuk penangkapan ikan.

Gerakan Air

Kesuburan lokasi tanaman sangat ditentukan oleh adanya gerakan air yang
berupa arus ombak. Karena gerakan air merupakan alat pengangkut zat
makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Arus atau ombak
merupakan alat yang baik bagi massa air sehingga menjadi homogen. Massa
air yang homogen akan menghindari perbedaan yang tajam pada kelarutan
oksigen, temperatur, salinitas dan lain-lain. Disamping itu gerakan air juga
merupakan alat pembersih terhadap sediment dan epiphyt yang menumpuk
pada tanaman.

Ombak yang terlalu besar lebih merusak tanaman akan tetapi diperlukan
juga sebagai alat pengaduk yang baik bagi massa air. Di samping itu ombak
sebagai alat penangkap udara, sehingga memperkaya larutan oksigen ke
dalam massa air. Untuk itu dalam budidaya rumput laut harus mengambil
areal/lokasi yang terbuka terhadap ombak dan mempunyai terumbu karang
yang menonjol sebagai tanggul ombak di bagian luar, sehingga lokasi

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 16


tanaman hanya terkena pecahan ombak/lidah ombak saja, dengan
kecepatan arus antara 20 s/d 40 cm per detik.

Faktor Non Teknis

Di dalam melakukan budidaya rumput laut faktor non teknis juga sangat
menunjang keberhasilan seperti halnya, sosial ekonomi masyarakat
setempat, sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi. Lokasi di
mana terdapat petani nelayan yang hidup di bawah g aris kemiskinan, kondisi
ini sangat mendukung pembudidayaan rumput laut karena dapat
memberikan lapangan kerja dengan tidak mengurangi persyaratan teknis
budidaya rumput laut.

b. Pengadaan dan Pemilihan Bibit

Penyediaan benih Eucheuma sp relatif mudah, karena tersebar di sepanjang


perairan pantai dan dapat diperbanyak secara generatif dan vegatif.

Di dalam usaha budidaya bibit yang baik merupakan suatu persyaratan yang
harus dipenuhi, karena akan menyangkut segi pemasaran dan kelangsungan
usaha budidaya itu sendiri, sehingga tidak akan merugikan petani/nelayan
karena kandungan biota Carragenan yang rendah diperlukan persyaratan
bibit sebagai berikut :

 Mempunyai angka pertumbuhan harian baik, yang menyangkut masa


panen produksi yang menguntungkan.
 Keadaan biologi yang baik sehingga mempunyai kadar kandungan
yang karagenan yang tinggi yang nantinya akan merupakan jaminan
pemasaran yang baik.

Ciri bibit yang baik :


1. Bibit tanaman harus muda
2. Bersih dan
3. Segar.

Pengadaan bibit dapat dilakukan dengan memanfaatkan sifat-sifat reproduksi


vegetatif dan generatif. Untuk mendapatkan bibit yang baik maka perlu
dilakukan

 Bibit hendaknya dipilih dan diambil dari stek ujung tanaman rumput
laut yang unggul yang masih muda, segar dan berasal dari tanaman
rumput laut yang sudah dibudidayakan.
 Ciri-ciri jenis unggul bercabang banyak warna sesuai jenisnya dan
pertumbuhannya cepat.

Untuk metode lepas dasar, luas tiap petak rakit budidaya 100 m2
memerlukan bibit 240 kg.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 17


c. Penanaman

Untuk penanaman rumput laut dikenal adanya beberapa metoda

1. Metoda Dasar

Pada metoda ini bibit diikatkan pada batu-batu karang yang kemudian
disebarkan pada dasar perairan.Cara ini sesuai untuk dasar perairan yang
rata dan tidak ditumbuhi karang dan tidak berpasir. Cara ini mudah,
sederhana dan tidak memerlukan sarana budidaya yang besar.

Metoda ini jarang sekali digunakan karena belum diyakini keberhasilannya.


Hal ini mengingat persyaratan yang diperlukan adalah areal yang terbuka
terhadap ombak dan arus dimana terdapat potongan-potongan batu karang
yang kedudukannya sebagai substrant yang kokoh dan tidak terbawa oleh
arus.

Disamping kesulitan mencari areal penanaman, metode ini mempunyai


kelemahan antara lain : banyak bibit yang hilang terbawa ombak, tidak bisa
dilaksanakan di perairan yang berpasir, banyak mendapat
gangguan/serangan dari bulubabi, dan produksinya rendah.

2. Metoda Rakit Apung

Penanaman dengan metoda rakit ini menggunakan rakit apung yang terbuat
dari bambu berukuran antara (2,5 x 2,5 ) meter persegi sampai (7 x 7)
meter persegi tergantung pada kesediaan bahan bambu yang dipergunakan.
Dalam PKT ini digunakan ukuran 7 x 7 meter persegi. Untuk penahanan
supaya rakit tidak hanyut terbawa arus, digunakan jangkar sebagai
penahanan atau diikat pata patok kayu yang ditancapkan di dasar laut .
Pemasangan tali dan patok harus memperhitungkan faktor ombak, arus dan
pasang surut air. Metoda rakit cocok untuk lokasi dengan kedalaman 60 cm.
Bahan-bahan yang diperlukan adalah bibit tanaman, potongan bambu
berdiameter 10 cm. Potongan kayu penyiku berdiameter 5 cm, tali rafia, tali
ris berdiameter 4 mm dan 12 cm, serta jangkar dari besi, bongkah batu atau
adukan semen pasir. Adapun tahap-tahap penanamannya adalah sebagai
berikut :

 Potongan kayu dan bambu dirangkai dan diberi jangkar pemberat


dengan bantuan tali 12 mm.
 Thallus dengan berat masing-masing 100 gram diikatkan pada tali ris
dengan menggunakan tali rafia yang berjarak antara 20 - 25 cm
 Jarak antara ris 50 cm sedangkan panjang ris sangat bergantung dari
panjangnya rakit apung yang digunakan dalam budidaya.
 Tali ris yang sudah berisi tanaman diikatkan pada rakit

Dalam PKT ini setiap rakit apung berukuran 7 x 7 meter akan ditanami 500
titik tanam rumput laut atau setiap kelompok tani 5 orang dengan 250 rakit

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 18


(dengan luas total sekitar 1,25 Ha) akan mempunyai titik tanam sebanyak
125.000 titik tanam.

3. Metoda lepas dasar atau tali gantung

Pada penanaman dengan metoda lepas dasar, tali ris yang telah berisi ikatan
tanaman direntangkan pada tali ris utama. Pengikatan tali ris pada tali ris
utama sedemikian rupa sehingga muda dibuk kembali. Tali ris utama yang
terbuat dari bahan polyetilen berdiameter 8 mm direntangkan pada patok.
Jarak tiap tali ris pada tali ris utama 20 cm. Patok terbuat dari kayu
berdiameter 5 cm sepanjang 2 m dan runcing pada salah satu ujungnya.
Untuk menancapkan patok di dasar perairan diperlukan linggis atau palu
besi.

Jarak tiap patok untuk merentangkan tali ris utama 2, 5 m. Dengan demikian
pada retakan budidaya dengan metoda lepas dasar seluas satu are (100 m2)
dibutuhkan 55 batang patok, 60 m tali ris utama dan 600 m tali ris dan 1 kg
tali rafia. Untuk 1 unit budidaya rumput laut sistem lepas dasar ukuran 10 x
10 m 2 diperlukan bibit sebanyak 240 kg (Seri Pengembangan Hasil
Penelitian Pertanian No 141P/KAN/PT 13/1990. Petunjuk Teknis Budidaya
Rumput Laut)

Sama dengan metoda rakit apung, metoda ini cocok untuk perairan dengan
kedalaman kurang 1,5 meter dan dasarnya terdiri dari pasir atau pasir
berlumpur.

Tahap Penanaman adalah sebagai berikut :

Tali ris dibentangkan berjajar pada pada dua rentang tali ris utama yang
diikat masing-masing pada 2 patok yang berupa bambu yang tancap pada
dasar laut, sehingga membentuk kerangka beberapa segi empat hamparan
lahan penanaman rumput laut. Jarak antara tali ris sekitar 20 cm dan jarak
antara titik tanam dalam tali ris sekitar 30 cm. Kerangka tanam seperti ini,
diperhitungkan untuk setiap ha akan ada 99.000 titik tanam, atau untuk
perhitungan 1 kelompok tani/nelayan dengan 125.000 titik tanam,
memerlukan luasan lahan perairan sekitra 1, 3 ha.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 19


Bagan tali gantung 1 Tiang pancang (patok) 2. Tali ris utama, 3. Tali ris dan
4. Titik tanam thallus

Kerangka penanaman rumput laut ini diletakkan berada sekitar 30 -40 cm


dibawah permukaan laut, menggantung pada patok yang berdiri tertancap
pada dasar laut. Tali ris dipenuhi dengan beberapa potong thallus masing-
masing seberat 100 gram yang merupakan bibit rumput laut. Potongan
thallus diikat dengan tali rafia berjarak 30 cm.

d. Pemeliharaan

Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus konstruksi sarana


budidaya dan tanamannya. Apabila ada kerusakan patok, jangkar, tali ris dan
tali ris utama yang disebabkan ombak yang besar, harus segera diperbaiki.
Pemeliharaan dilakukan baik pada ombak besar maupun pada aliran laut
tenang. Kotoran atau debu air yang melekat pada tanaman harus selalu
dibersihkan. Kotoran yang melekat dapat menganggu proses metabolisme
sehingga pertumbuhan tanaman menurun. Beberapa tumbuhan penempel
yang merusak, seperti ulva, hypnea, chaetomorpha, dan enteromorpha
dikumpulkan dan dibuang ke darat.

Beberapa jenis hewan herbivora pemangsa tanaman rumput laut adalah bulu
babi, ikan dan penyu. Serangan bulu babi dapat diatasi dengan cara diusir
dari lokasi budidaya. Lumut juga perlu biasanya dipasang jaring di sekeliling
lokasi budidaya. Lumut juga perlu disingkirkan karena menghalangi sinar
matahari yang masuk sehingga pertumbuhan akan terhambat.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 20


Pemupukan tidak ada, untuk eucheuma sp yang ditanam di perairan pantai.
Kecuali untuk budidaya rumput laut jenis gracilaria yang ditanam di tambak
perlu diberikan pemupukan. Untuk gracilaria yang ditanam di tambak
pemupukan di berikan secara teratur 15 hari sekali, yaitu sesaat setelah
penggantian air. Pupuk yang digunakan adalah campuran urea, TSP dan ZA
dengan perbandingan 1 : 1 : 1 sebanyak 20 kg/ha atau dengan
perbandingan 2 : 1 : 1 sebanyak 100 kg/ha. Penggantian air tambak
sebanyak 60% dilakukan setiap 15 hari sekali wakbu bulan baru dan bulan
purnama.

e. Panen

Tanaman dapat dipanen setelah mencapai umur 6 - 8 minggu setelah tanam


dengan berat tanaman per ikatan 800 gram. Cara memanen rumput laut
pada air pasang adalah dengan mengangkat seluruh tanaman ke darat
kemudian tali rafia pengikat dipotong. Sedangkan pada saat air surut dapat
dilakukan langsung di areal tanaman.

Dengan menggunakan rakit satu persatu ikatan tanaman dipanen. Dan


dibawa ke darat dengan rakit. Panen yang dilakukan pada saat usia tanaman
1 bulan, perbandingan antara berat basah dan kering berkisar 8 : 1,
sedangkan bila tanaman berumur 2 bulan perbandingan berat basah dengan
berat kering adalah 6 : 1. Peralatan dan tenaga yang harus dipersiapkan
untuk panen adalah :

 Tenaga kerja
 Keranjang rotan berukuran sedang tempat hasil rumput laut.
 Perahu (untuk mengangkut hasil panen)
 Pisau untuk menolong tali pengikat (tali rafia)
 Timbangan
 Lokasi tempat penjemuran
 Karung tempat rumput laut kering dan tali pengikatnya
 Ruang tempat penyimpanan rumput laut kering.

Persiapan alat-alat tersebut untuk menjaga kelancaran pemanenan dan


menjaga kualitas mutu hasil produksi. Dari satu unit usaha (100 m2 )
dengan metode lepas dasar dan metoda rakit diperoleh hasil panen kering
masing-masing 100 kg dan 120 - 150 kg setiap panen.

Dalam analisa finansial yang dibuat untuk Model Kelayakan PKT ini, produksi
rumput laut didasarkan pada penggunaan metoda rakit apung yang
dilakukan kelompok tani terdiri dari 5 orang dengan sebanyak 250 rakit,
masing-masing dengan 500 titik tanam. Rumput laut dipanen pada umur 45
hari setelah tanam dengan memberikan waktu untuk mempersiapkan tanam
setiap tahunnya dapat diadakan 6 kali panen. Setiap titik tanam akan
menghasilkan 0,8 kg rumput laut basah. Dengan demikian setiap kelompok
petani/nelayan akan mengahasilkan 125.000 titik tanam x 0,8 kg = 100.000
kg rumput basah. Bila dalam satu tahun dilakukan 6 kali panen, maka setiap

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 21


kelompok akan menghasilkan 6 x 100.000 kg = 600.000 kg rumput laut
basah per tahun.

f. Pasca Panen dan Mutu Rumput Laut

Penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya sampai pada tingkat
pengeringan. Rumput laut kering ini merupakan bahan baku bagi industri
rumput laut olahan selanjutnya. Pengolahan rumput laut akan menghasilkan
agar, karagenan atau algin tergantung kandungan yang terdapat di dalam
rumput laut. Pengolahan ini kebanyakan dilakukan oleh pabrik walaupun
sebenarnya dapat juga oleh petani

Langkah-langkah Pengolahan menjadi Bahan Baku atau rumput laut kering


adalah sebagai berikut :

1. Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan,


kemudian dipisahkan dari jenis yang satu dengan yang lain.
2. Setelah bersih rumput laut dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup
baik penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya
berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para di lokasi yang
tidak berdebu dan tidak boleh bertumpuk. Rumput laut yang telah
kering ditandai dengan telah keluarnya garam.
3. Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering. Sebagai bahan baku
agar rumput laut kering dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk
bahan baku karagenan dicuci dengan air laut. Setelah bersih rumput
laut dikeringkan lagi kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan
setelah pengeringan sekitar 28%.Bila dalam proses pengeringan hujan
turun, maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak tetapi
diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tindih. Untuk
rumput laut yang diambil karagenannya tidak boleh terkena air tawar,
karena air tawar dapat melarutkan karaginan.
4. Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak
untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.

Dalam model kelayakan PKT ini bila diperkirakan rendemen sampai kering
asalan 10 % dengan kandungan air 30%, maka setiap kelompok
petani/nelayan akan memproduksi 60.000 kg rumput laut kering per tahun

Pengepakan dan Penyimpanan

Rumput laut yang telah kering dan bersih dimasukkan dalam karung goni
atau karung plastik. Bisa dipadatkan ataupun tidak dipadatkan. Bila
dipadatkan hanya berisi 60 kg. Rumput laut yang akan di ekspor di bagian
luar karungnya dituliskan nama jenis barang, nama kode perusahaan, nomor
karung, berat bersih dan hasil Indonesia dengan jelas. Pemberian nama
tersebut untuk memudahkan dalam pengiriman.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 22


Mutu Rumput Laut Kering

Petani rumput laut menjual hasil produksinya dalam bentuk rumput laut
kreing. Agar harga jual rumput laut tersebut tinggi maka rumput laut harus
memenuhi standar mutu rumput laut kering untuk jenis eucheuma gelidium.
Gracilaria, dan hypnear seperti pada Tabel 4.

Tabel 4.
Mutu Standar Untuk Rumput Laut Kering Untuk beberapa Jenis Rumput Laut
Syarat Jenis Rumput Laut
Kandungan Eucheuma Gelidium Gracilaria Hypnea
Kadar Air
32 15 25 30
Maksimal (%)
Benda Asing
5 5 5 5
Maksimal *) %
Spesifik Spesifik Spesifik Spesifik
Bau
rumput laut rumput laut rumput laut rumput laut
*) Benda asing berupa garam, pasir, karang, kayu dan jenis lain.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 23


5. Aspek Keuangan
a. Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan analisis kelayakan


investasi untuk aspek keuangan ini adalah sebagai berikut :

1. Proyek budidaya rumput laut 250 rakit apung dengan ukuran 7 x 7


meter diusahakan secara kelompok oleh 5 orang petani nelayan
plasma.
2. Setiap rakit apung terdapat 500 titik tanaman rumput laut atau
125.000 titik tanaman untuk 250 rakit apung.
3. Dengan masa produksi selama pemeliharaan 45 hari, setiap titik
menghasilkan 0,8 kg rumput laut basah atau total produksi selama 1
periode adalah 100.000 kg.
4. Frekuensi produksi dalam satu tahun sebanyak 6 kali
5. Produksi dalam satu tahun (6 x 100.000 kg) atau 600.000 kg rumput
laut basah.
6. Rendemen sampai dengan kering asalan 10 persen atau diperoleh
60.000 kg rumput laut kering (kadar air 30%) dalam satu tahun.
7. Harga jual rumput laut kering Rp. 4.000 per kg ditingkat
petani/nelayan.
8. Total biaya investasi Rp. 72.875.000 dan biaya tenaga kerja Rp.
67.800.000 per tahun ditambah biaya perahu Rp. 7.500.000
9. Jumlah pinjaman yang diperlukan per kelompok Rp. 50.000.000 atau
10.000.000 per petani/nelayan.
10. Skim kredit yang digunakan adalah kredit bank, dalam analisis ini
dipergunakan hitungan dengan tingkat bunga sebesar 21% per
tahun.
11. Masa pengembalian pinjaman 9 bulan dan tidak ada grace period.

b. Kebutuhan Biaya Proyek

Kebutuhan biaya proyek terdiri atas biaya investasi dan biaya tenaga kerja.
Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan untuk pengadaan sarana
produksi terdiri atas : Pengadaan bambu, tali nilol, tali rafia, tali jangkar,
jangkar, bibit, tempat dan alat penjemuran dan pondok tunggu.

Biaya tenaga kerja dapat dirinci atas : biaya pembuatan rakit, pengikatan
bibit, merajut tali gantungan, memasang setting di laut, pemeliharaan
tanaman, pembuatan jemuran, biaya operasi perahu, biaya panenan dan
pasca panen.

Rincian biaya proyek diuraikan sebagai berikut

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 24


a. Biaya Investasi

Periode 1.

- Rakit Apung Rp. 25.625.000


- Bibit (E. Cotton) Rp. 12.500.000
- Tempat dan alat
Rp 4.500.000
penjemuran
- Sampah Perahu
Rp. 3.500.000
ketinting
- Rumah tunggu Rp. 3.000.000
Jumlah investasi
Rp 49.125.000
periode1
Periode 2 Rp. 0
Periode 3
Rakit Apung Rp. 11.875.000
Periode 4 Rp 0
Periode 5 Rp. 0
Periode 6
Rakit Apung Rp. 11.875.000
Total investasi Rp. 72.875.000

Pada periode ketiga dan keenam dilakukan penggantian bambu dan tali rafia
untuk rakit apung, sedangkan tali ris dan jangkar masih dapat digunakan
sampai satu tahun operasi (6 periode). Dengan dilakukan penggantian
bambu dan tali rafia pada rakit apung, maka biaya tenaga kerja pada periode
ketiga dan keenam pun mengalami peningkatan, yang masing-masing
periode sebesar Rp. 4. 875.000

b. Biaya Tenaga Kerja

- Periode 1 Rp. 13.987.500


- Periode 2 Rp 13.687.500
- Periode 3 Rp 8.812.500
- Periode 4 Rp. 8.812.500
- Periode 5 Rp. 13.687.500
- Periode 6 Rp. 8.812.500
Total Biaya Tenaga Rp.
kerja 67.800.000.

c. Biaya Operasi Perahu :

Rp.
- Periode 1
1.125.000
- Periode 2 Rp 1.125.000

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 25


- Periode 3 Rp 1.125.000
Rp.
- Periode 4
1.125.000
Rp.
- Periode 5
1.125.000
Rp.
- Periode 6
1.125.000

Total Biaya Operasi Rp.


Perahu 7.500.000
Total biaya Proyek per Rp.
tahun 148.175.000
Kebutuhan biaya proyek
selama periode pertama
adalah
Rp.
- Biaya Investasi
49.125.000
Rp.
- Biaya tenaga kerja
13.987.500
Rp.
Total
64.362.500

c. Sumber Dana

Sumber dana untuk membiayai proyek budidaya rumput laut ini


diperhitungkan berasal dari kredit perbankan dan modal sendiri yang
dikumpulkan dari kelompok petani nelayan. Kebutuhan modal awal sebesar
Rp. 64.362.500 dapat diperkirakan terdiri dari kredit Rp. 50.000.000 dan
sisanya Rp 14. 362.500 dari sumber modal sendiri.

d. Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial adalah pendekatan untuk mengetahui apakah


suatu proyek layak atau tidak dilaksanakan. Pendekatan yang digunakan
dalam analisan ini terdiri dari Proyek Cash Flow, Proyek Rugi/laba, Net
Present Value, Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period.

1. Proyeksi Arus Kas

Proyeksi arus kas (cash flow) merupakan perhitungan jumlah dana yang
masuk dan keluar selama umur proyek. Arus kas masuk proyek adalah kredit
dan hasil penjualan rumput laut kering.

Total cash inflow tahun 0 sama dengan total cash out flow sehingga diperoleh
net cash flow nol. Pada tahun 1 s.d. tahun 4 diperoleh net cash flow
positif/surplus berturut-turut sebesar Rp. 64.276.919, Rp 78.051. 250, Rp

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 26


78.051.250 dan Rp 78.051.250. Kredit dapat dilunasi dalam satu tahun
pertama produksi.

2. Proyeksi Rugi/ Laba

Proyeksi rugi/laba dihitung dari selisih penerimaan penjualan dan total biaya
(biaya produksi, penyusutan, bunga dan pajak). Proyek ini mampu
menghasilkan laba setiap tahunnya. Profit margin pada tahun 1 sebesar
33,13% dan tahun-tahun berikutnya 32,52% per tahun. Break even point
tahun pertama dapat dicapai pada produksi 33,186 kg dan tahun-tahun
berikutnya 31.566 kg.

3. NPV, IRR, Dan PAY PERIOD

Net Present Value (NPV) dihitung berdasarkan selisih antara nilai sekarang
penerimaan yang akan diterima dari hasil penjualan produksi rumput laut
dikurangi dengan nilai sekarang atas biaya yang akan dikeluarkan selama
umur proyek termasuk pembayaran pajak. Nilai NPV proyek ini dengan
menggunakan tingkat bunga i = 21% selama umur proyek (4 tahun adalah
Rp. 186.894.685)

Internal Rate of Return (IRR) yang merupakan besarnya tingkat penerimaan


kembali dari usaha rumput laut atas biaya masukan, yang diperhitungkan
sebagai tingkat bunga yang mempersamakan nilai sekarang penerimaan
dengan nilai sekarang total biaya yang dikeluarkan selama umur proyek
(nilai sekarang netto sama dengan nol), menunjukkan tingkat yang relatif
cukup besar (IRR=183,9%). Pay back period dengan memperhitungkan
tingkat bunga 21% akan dicapai dalam waktu 9 bulan.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 27


6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Sosial
a. Aspek Sosial Ekonomi

Pelaksanaan PKT Budidaya Rumput Laut akan memberikan peluang usaha


bagi para petani/nelayan kecil yang berminat memanfaatkan lahan perairan
laut untuk berusaha tani rumput laut. Pola budidaya rumput laut yang
dirumuskan dalam Model Kelayakan (MK-PKT) ini didesain agar
petani/nelayan tersebut mampu menggantungkan sebagian besar dari
sumber pendapatan keluarga semata-mata dari hasil panen dan penjualan
hasil rumput lautnya.

Cakupan Sasaran Pelaksanaannya

Sehubungan dengan itu, maka MK-PKT ini dapat dilaksanakan dengan


sasaran dan cakupan pelaksanaan budidaya rumput laut pada daerah
perairan laut yang secara alami sudah terdapat tanaman rumput laut,
dengan perairan laut yang dangkal dan jernih dengan dasar berpasir
dan/atau bercampur dengan pecahan-pecahan karang. Perairan laut
Indonesia dengan garis pantai sekitar 81.000 km memberikan potensi yang
besar untuk pengembangan budidaya rumput laut. Daerah budidaya yang
sudah banyak dilakukan pada waktu ini, tersebar mulai dari perairan di
Kepulauan Maluku Utara, Propinsi Sulawesi Utara, Propinsi Nusa Tenggara
Barat sampai ke daerah Lampung.

Penciptaan dan Pemeliharaan Lapangan Kerja

Pelaksanaan PKT ini akan menciptakan lapangan kerja bagi para nelayan dan
penduduk pedesaan yang berada di sepanjang pantai, dan memberi
kesempatan bagi para tenaga kerja terampil, tenaga kerja ahli dan tenaga
kerja tetap (tenaga kerja kasar), baik yang terkait dengan semua aspek di
sisi hulu sub sektor produksi rumput laut yang dirumuskan dalam PKT ini
(disektor penyediaan saprodi, bibit, peralatan dan lain-lain), operasional
proyek serta pada subsektor ekonomi yang berada disisi hilir subsektor
budidaya rumput laut.

Peningkatan Ekspor Non Migas

Pengembangan dan perluasan budidaya rumput laut dengan keberhasilan


peningkatan produksi rumput laut dalam negeri sebagai salah satu sasaran
MK-PKT ini akan mendorong peningkatan ekspor dan membantu pemerintah
dalam upaya meningkatkan perolehan devisa dari sub sektor perikanan.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 28


Menumbuhkan Industri Hilir

Pada tahapan di mana rumput laut dapat disediakan secara


berkesinambungan dan pada lokasi pertanaman yang relatif menyebar, akan
mendorong pula kemungkinan tumbuhnya industri olah lanjut yang
menggunakan bahan baku rumput laut. Ini pada gilirannya akan mampu
meningkatkan juga lapangan kerja/

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

Dengan kemampuan untuk direplikasi yang relatif besar akan memberikan


peluang bagi daerah lokasi pengembangan guna menyumbangkan
pendapatan asli daerah melalui pajak yang berasal/ditarik disetiap subsektor
ekonomi yang terkait di hulu dan hilir dari kegiatan usaha budidaya rumput
laut.

Penataan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya

Keberhasilan pengembangan rumput laut di lokasi-lokasi yang cocok untuk


tanaman ini akan membantu pemerintah dalam rangka pengalokasian dan
penetapan manfaat sumber daya lahan bagi kepentingan ekonomi setempat.
Pelestarian pengembangan mata dagangan tertentu, termasuk rumput laut,
yang mampu memberi kesempatan luas bagi para pengusaha untuk bergerak
dalam subsektor budidaya maupun dalam rangka pemberdayaan ekonomi
rakyat.

Rangsangan untuk Memperkuat Teknologi

Keberhasilan pelaksanaan MK-PKT ini akan dapat meningkatkan pendapatan


para petani rumput laut, menciptakan dan memelihara lapangan kerja yang
selanjutnya akan menjadi ransangan bagi para peneliti untuk secara
berkesinambungan terus mengadakan penelitian dan menciptakan teknologi
budidaya dan pemanfaatan rumput laut yang unggul serta mengadakan
pewilayahan produksi yang cocok di Indonesia untuk pembudidayaan rumput
laut dengan produktivitas tinggi.

b. Dampak Lingkungan

Pembahasan dampak kegiatan proyek terhadap komponen lingkungan dalam


laporan ini lebih dipentingkan pada pengamatan apabila ada dampak negatif
atau sebaliknya yang secara umum diperkirakan akan terjadi. Analisa yang
dilampirkan hanya secara deskriptif, karena data kuantitatif tidak tersedia.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 29


Dampak Terhadap Komponen Lingkungan Fisik

Dampak pembudidayaan rumput laut baik skala kecil maupun dalam skala
besar mempunyai pengaruh positif terhadap lingkungan perairan pantai.
Lokasi pembudidayaan rumput laut berfungsi pula sebagai penahan dari
abrasi pantai akibat terpaan ombak

Lokasi pengembangan budidaya rumput laut dapat berfungsi sebagai objek


wisata pantai. Walaupun di beberapa daerah, seperti Bali pengembangan
budidaya rumput laut tergeser karena adanya pengembangan kawasan
wisata pantai.

Dampak Terhadap Komponen Fauna

Dampak kegiatan budidaya rumput laut tidak akan mempengaruhi kehidupan


hewan laut, seperti ikan, udang, kepeting dan lainnya. Bahkan tanaman
rumput laut menjadi makanan bagi predator seperti ikan-ikan, herbivora,
bulu babi, dan penyu.

Berdasarkan skala usaha 250 rakit perkelompok usaha perikanan, maka


pengembangan budidaya rumput laut tidak perlu mensyaratkan Analisa
Dampak Lingkungan Amdal (AMDAL)

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 30


7. Penutup
a. PKT Unggulan

MK PKT Pengembangan Budidaya Rumput Laut ini diharapkan dapat


merupakan salah satu contoh pembiayaan usaha yang dapat menunjang
pengembangan usaha kecil. Usaha budidaya rumput laut dengan pola
kemitraan ini, ternyata sangat menguntungkan bagi masyarakat dan dapat
membantu perbankan dalam meningkatkan kredit yang cocok untuk usaha
kecil. Keunggulan MK PKT ini sebagai salah satu kemungkinan produk
unggulan perbankan yaitu karena memiliki unsur-unsur keunggulan sebagai
berikut .

a. Adanya jaminan kesinambungan pasar

Kelancaran pemasaran hasil produk MK PKT Pengembangan Budidaya


Rumput Laut ini dijamin sepenuhnya dalam bentuk "sharing" seperti yang
telah diuraikan dalam Bab II. Jaminan pemasaran rumput laut tersebut
dilaksanakan oleh perusahaan mitra

b. Menghadirkan kegiatan pendampingan

Untuk menunjang keberhasilan PKT ini. Perusahaan Mitra menyediakan


bantuan teknis yang profesional (bermutu) secara berkesinambungan.
Bantuan pendampingan ini dimulai semenjak pelaksanaan budidaya tanaman
dan penjualan, serta dalam tahapan pengelolaan dana hasil penjualan.
Bantuan pendampingan yang dimaksudkan agar pelaksanaan proyek dapat
berjalan sesuai dengan perencanaan, ditujukan untuk kepentingan dan
keuntungan Petani. Koperasi Primer yang bersangkutan, Perusahaan Mitra
maupun untuk pengembangan kredit Bank.

c. Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kredit berbunga pasar

" Internal Rate of Return (IRR)" sebesar 183,92 % yang relatif lebih besar
dan cukup kompetitif di bandingkan berbagai bunga kredit Bank yang
disediakan untuk Usaha Kecil, menunjukkan bahwa PKT ini layak
dilaksanakan dan dikembangkan.

d. Proses pemanfaatan dan penggunaan kredit yang aman.

PKT ini merumuskan mekanisme pencairan dan penggunaan atas dana kredit
yang disesuaikan dengan jadwal dan kebutuhan proyek.

e. Cash flow sebagai alat pengontrol pengambalian kredit

Pengembalian kredit didasarkan, disesuaikan dan mengacu kepada


perkembanga dan kekuatan cash flow. Dengan sistem mengangsur, maka

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 31


proyek ini memungkinkan para petani akan mampu menghimpun dana
sendiri dan lepas dari ketergantungan terhadap kredit.

f. Adanya potensi kegiatan kelompok yang berkaitan dengan kredit

Pembentukan dan mengaktifkan kegiatan kelompok tersebut ditujukan


antara lain untuk pelaksanaan kegiatan teknis budidaya dan kegiatan
simpan-pinjam. Dari sebagian dana simpanan tersebut secara potensial
dapat digunakan sebagai dana untuk membantu proses pengembalian
angsuran pokok dan bunga (bilamana diperlukan) atau untuk jenis kegiatan
produktif lainnya.

g. Transparansi pada setiap tahapan pelaksanaan proyek

Dengan mengikut sertakan Petani/nelayan sejak dini dalam pengembangan


proyek dan dalam perencanaan serta pelaksanaan proyek, akan terbentuk
dan tercipta pula aspek kebersamaan dalam mendukung dan melaksanakan
proyek serta terciptanya transparansi yang sangat diperlukan bagi kelacaran
penyelenggaraan proyek dan proses perkreditannya.

h. Nota Kesepakatan

Melalui dibuatnya Nota Kesepakatan yang mendasari bentuk kerja sama


yang diinginkan oleh kedua pihak, Kelompok Petani/Nelayan dan Perusahan
Mitra, akan bisa dicapai pelaksanaan kegiatan yang jelas apa yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak. Ketentuan-ketentuan
telah disepakati yang dituangkan di dalam Nota Kesepakatan ini akan bisa
dipergunakan sebagai dasar di dalam penyelesaian apabila di kemudian hari
terjadi pertentangan antara kedua pihak yang bermitra.

b. Program Pendampingan

Melalui pola PKT akan didapatkan pelaksanaan kerjasama secara


berdampingan antara kedua belah pihak yang bermitra, mulai dari tahap
persiapan sampai pelaksanaan dan dalam kaitannya dengan penggunaan
dana kredit sampai kredit tersebut lunas.

Sehubungan dengan masih adanya kemungkinan muncul permasalahan


terutama pada saat proyek dan kredit masuk dalah tahapan pelaksanaan dan
tahapan mengangsur, maka perlu diusahakan agar petani/nelayan yang telah
direkrut dan merupakan calon nominatif semaksimal mungkin dapat diikut
sertakan dalam perencanaan (ide dan pengembangannya) sedini mungkin
yaitu agar mulai dari proses perencanaan para petani benar-benar dapat
memahami perlunya kesungguhan dalam melaksanakan kemitraan. Dengan
memahami tentang perlunya kesungguhan dalam melaksanakan proyek
sesuai dengan yang diminta oleh persyaratan pasar, teknis dan finansial
maka kemitraan akan berjalan secara berkesinambungan.

Bank Indonesia – Budidaya Rumput Laut 32

Anda mungkin juga menyukai