Anda di halaman 1dari 3

Waktu sudah menunjukkan jam 11 malam, gadis itu masih saja termangu berlama-lama di

depan jendela kamarnya. Dari jendela itu, dia dapat melihat bintang. Selalu saja berharap ada
bintang yang jatuh sehingga dia bisa berdoa. Konon ketika berdoa saat ada bintang yang jatuh
maka doamu akan di kabulkan.

Aku menantimu dalam seluruh egoku. Aku tahu, mungkin aku bodoh telah menunggumu,
telah berani menjatuhkan hati padamu lagi dan lagi. Bagaimanapun kita ini berbeda, beribu
banyak kata “terlalu” yang pantas di sandingkan untukmu, sedangkan aku? Aku hanyalah
gadis kecil yang berada di tengah kerumunan orang berlalu lalang yang mengharapkan
sebuah keajaiban, bahwa mungkin kamu bisa kembali lagi bersamaku. Mungkin itu terlalu
konyol, tetapi apa yang tidak mungkin terjadi di sini?

Masih saja chila berdiri memandangi langit. Tapi sial, malam ini langit tak seperti biasanya.
Gumpalan awan gelap berkumpul di langit yang gelap tanda hujan pun akan segera turun.

“Kenapa harus hujan?”

“Ah, lagi-lagi bintang jatuh itu tak juga muncul. Apakah itu hanya cerita omong kosong ya?”
Ujar chila menggerutu.

Ya, rerintikan hujan pun mulai turun di malam yang dingin ini. Ah, kenapa rasa candu itu
muncul? Iya, kamu penyebab candu itu. Ntah mengapa candu itu berkolaborasi dengan rindu
hingga menyiksaku. Dan rerintikan yang pada akhirnya menjadi hujan itu? Ah, mungkin saja
semesta sedang menguji pertahananku tentang rindu,

Aku membenci hujan, sebab rerintikannya dapat menghadirkan masa lalu tetapi tak dapat
membawanya lagi ke sini. Kedalam pelukanku lagi.

“Argh, lucky.”

“Kamu lagi-kamu lagi. Harus sampai kapan?”

“Mungkin inilah yang dinamakan penyesalan, telah membiarkanmu pergi di atas egoku”

Hening, sepi, diam.

Lagi-lagi menantimu, mengharapkanmu kembali.

Teringat perkataan dira kepadaku, di kampus tadi pagi.

“Tuh kan chil, aku dah bilang apa dari dulu? Penyesalan itu selalu datang di akhir.
Penyesalan itu, mungkin adalah wujud karma tuhan dengan kemasan yang berbeda”

“Sialan tuh anak, kenapa kata-katanya masih terngiang di telinga ya?” Batin Chilla geram.

Tak tahan dengan suasana dingin yang semakin lama semakin menusuk kulit, Chilla pun
akhirnya kembali berbaring di tempat tidurnya. Matanya bergerak-gerak mengelilingi kamar,
seperti mencari sesuatu. Dan akhirnya mata itu berhenti pada suatu benda yang ada di rak
meja belajarnya. Setelah memutuskan untuk pergi meninggalkan kekasihnya dulu, benda itu
tak pernah lagi di sentuhnya, semakin berdebu dan kotor. Sekarang Chilla tak lagi
membukanya. Dia tahu, bahwa suatu benda sekalipun yang tidak mempunyai nyawa di
dalamnya terdapat berbagai cerita, dan kenangan yang terpendam. Dan benda itu adalah
sebuah kotak musik pemberian Lucky dulu.

Mata Chilla menerawang langit-langit kamarnya. Teringat saat itu, ketika satu tahun
unniversary hubungan antara Lucky dan Chiila.

Di tempat makan favorit mereka, Chilla dan Lucky bertemu.

“Chilla, selamat satu tahun kita ya?” Ujar Lucky kepada Chilla sembari menutup mata Chilla
dengan tangannya dari belakang.

“Sayang, kamu ini. Malu tahu kalau di lihat orang.” Tangan Chiila berusaha melepaskan
tangan Lucky yang sedang menutup matanya.

“Hahahaha, biarin aja sayang. Toh aku lihat dari mata mereka, mereka iri melihat kita berdua
romantis gini Chil.” Lucky tertawa sembari melepaskan kedua tangannya dari mata Chilla”

“Aku ada sesuatu nih buat kamu. Hayo, tebak apa coba?” Ucap Lucky usil.

“Buat aku? Apaan sih? Boneka? Atau baju? Atau sepatu? Waaaah, pasti mau kasih aku uang
nih? Hayo... bener kan? Ngaku sini? Mana mana. Yang warna biru juga boleh. Minimal sih 5.
Hahahaha.

Lucky mengerdipkan matanya ke arah Chilla, tak sadar bahwa saat ini dia sedang di kerjain.

“Ahh kamu ini, masih aja nakal ya?” Lucky pun mengacak rambut Chiila tanpa ampun.

“Ahhh, kamu nakal banget sih sayang. Udah ahh ayo serius”

Lucky pun mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

Aku melihatnya, dengan terpana. Aroma penasaran membangkitkan rasa keingintahuanku


untuk mengetahui isi dari kado yang telah Lucky persiapkan untukku.

Sebuah kardus kecil berbentuk persegi. Warna pink dan merah yang memang warna favoritku
menghiasi kardus itu. Dengan ikatan pita cantik warna hitam di atasnya

‘Taraaaaaa, ini sayang Cuma buat kamu. Terima ya?” Ucap Lucky tersenyum manis.

“Ahhh, makasih banget sayang. Huu, jelas aku terima donk. Rugi tau, kalau gak aku terima.”
Chilla segera menyambar kado pemberian Lucky.

Di bukanya kado itu. Lapisan yang pertama bertuliskan “Aku menyayangimu Chiila”

Dibukanya lagi lapisan kedua “Aku mencintaimu Chilla”

Lapisan ketiga “Ayo Chilla, sama-sama berdoa kepada tuhan agar takdir mengijinkan kita
berdua untuk bersatu”
Lapisan keempat bertuliskan “Dan nanti, apabila kau pergi meninggalkanku. Lekaslah
kembali padaku. Karena akulah jalan pulangmu. Aku rumahmu.

Dan lapisan kelima bertuliskan “Happy Unniversary sayang”. Dan Chilla pun membuka
lapisan terakhir itu. Didalamnya terdapat kotak musik mungil nan cantik. Berbentuk hati.

Aku terkejut, aku juga terpana. Hatiku Bahagia dan terharu

“Lucky, ini Cuma buat aku? Semuanya buat aku? Makasih banget sayang.” Tak terasa satu
butiran air mata jatuh di pipi. Kulihat Lucky khawatir dan tangannya dengan lembut
menghapus air mata yang menetes itu.

“Heh, anak cerewet kaya kamu ini gak pantas menangis kaya gitu tau?”

“Tuh di lihat orang-orang. Udah udah jangan nangis sayang” Lucky pun membelai lembut
kepala Chilla

Chilla tersenyum manis. “Aku nggak nangis kok? Siapa bilang aku nangis? Aku Cuma
mengeluarkan air mata kok” Ujar Chilla sebal, sembari tersenyum.

“Ah kamu ini anak nakal”

Petir yang menggelegar malam itu pun membuyarkan lamunan Chilla.

“Lucky, aku mohon. Pergi saja kamu. Bawa semua kenangan yang menyesakkan ini. Sudah
cukup kau buat aku menjadi orang yang bodoh, karena telah meninggalkanmu demi
seseorang yang kusuka” Ucap Chilla menangis sesenggukan. Rasanya sakit dan sesak.

“Kring kring kring”

Alarm pagi pun membangunkan Chilla dari tidurnya. Chilla memandang wajahnya sendiri
yang sayu. Rambut panjang yang dulu selalu di rawatnya kini di biarkannya terurai tak
beraturan.

**Di sekolah**

Chila turun dari bus yang di tumpanginya dari rumah.

“Kiri bang” Ujar Chilla berdiri sambil melambaikan tangannya ke arah bapak supir.

Anda mungkin juga menyukai