Anda di halaman 1dari 14

Laporan Kasus

Hordeolum Internum Palpebra Inferior Okulus Sinistra

Oleh:

Russell B.J.D Kilapong

15014101201

Supervisor Pembimbing:

Dr. Novanita Satolom, Sp.M

Residen Pembimbing:

Dr. Calvin Widi Nugraha

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2016
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul “Hordeolum Internum Palpebra Inferior Okulus Sinistra”
telah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada Agustus 2016 di Bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUD Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

Residen Pembimbing

dr. Calvin Widi Nugraha

Supervisor Pembimbing

dr. Novanita Satolom, Sp.M


DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………. 1

BAB II. LAPORAN KASUS …………………………....………. 4

I. IDENTITAS PASIEN ……………………………………. 4

II. ANAMNESIS ……………………………………. 4

III. PEMERIKSAAN FISIK ……………………………………. 5

BAB III. PEMBAHASAN ……………………………………. 10

BAB IV. PENUTUP ……………………………………. 12

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………. 13

LAMPIRAN ......................................................... 14
BAB I

PENDAHULUAN

Hordeolum merupakan gangguan umum yang sering terjadi di masyarakat, berupa


peradangan yang terjadi pada kelopak mata. Hordeolum biasanya disebabkan oleh
stafilokokus atau streptokokus. Hordeolum dapat terjadi pada semua suku, jenis kelamin dan
umur, terutama pada usia dewasa dan lebih jarang pada anak-anak. Berdasarkan data
epidemiologi, hordeolum merupakan jenis penyakit infeksi kelopak mata yang paling sering
ditemukan pada dunia kedokteran, secara mendunia prevalensinya sekitar 7.5% dan di
Indonesia prevalensinya sekitar 20% sedangkan di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou sendiri
masih belum diketahui prevalensinya.1-4. Berdasarkan lokasinya, hordeolum terbagi dua yaitu
hordeolum internum dan eksternum. Hordeolum eksternum merupakan peradangan pada
kelenjar Zeiss atau Moll dan menonjol ke daerah kulit kelopak mata, sedangkan hordeolum
internum merupakan peradangan pada kelenjar Meibom dengan penonjolan ke daerah
konjungtiva tarsal.2, 5-8

Gambar 1. Hordeolum Internum dan Hordeolum Eksternum

Penderita hordeolum biasanya menunjukkan gejala peradangan pada kelopak mata


seperti bengkak, kemerahan disertai nyeri bila ditekan.Nyeri yang dirasakan dapat berupa rasa
tertusuk, terbakar atau hanya berupa perasaan tidak nyaman. Pada hordeolum internum,
benjolan menunjol ke konjungtiva dan jarang pecah dengan sendirinya, sebaliknya pada
hordeolum eksternum tonjolannya mengarah kearah kulit dan sering pecah dengan
sendirinya.1-8

Hordeolum dapat sembuh dengan sendirinya dalam kurun waktu satu sampai dua
minggu. Terapi pada hordeolum dapat berupa kompres hangat untuk mempercepat peradangan
kelenjar dan dapat juga diberikan obat antiinflamasi maupun antibiotik topikal atau
sistemik.Tindakan operatif dapat dilakukan jika tidak terdapat perbaikan.Operasi dilakukan
dengan anestesi local, kemudian dilakukan insisi untuk mengeluarkan nanah.8-11

Pada hordeolum yang berukuran besar sering terjadi penyulit berupa: konjungtivitis,
abses palpebra, selulitis dari palpebra. Selain itu besarnya ukuran hordeolum dapat
mengakibatkan penurunan penglihatan akibat penonjolan yang menutupi bagian kornea.5,6

Pada umumnya, prognosis hordeolum baik karena peradangan pada hordeolum dapat
sembuh dengan sendirinya, asalkan kebersihan mata dijaga dan dilakukan kompres hangat
pada mata yang sakit.7
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita

Nama : MP

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 19 tahun

Alamat : Malalayang

Suku : Minahasa

Bangsa : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Pemeriksaan : 19 Juli 2016

B. Anamnesis
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa.

Keluhan Utama
Benjolan pada kelopak mata kiri.

Riwayat penyakit sekarang


Benjolan pada kelopak mata bawah mata kiri dialami pasien sejak ± 4 hari yang lalu,
benjolan awalnya kecil kemudian semakin lama semakin membesar. Benjolan kemerahan,
nyeri terutama saat ditekan. Riwayat trauma disangkal oleh penderita. Riwayat sakit mata
sebelumnya disangkal oleh penderita. Riwayat penyakit keluarga hanya penderita yang
sakit seperti ini.
C. Pemeriksaan Fisik

Pada pemerikasaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran
kompos mentis, dengan tanda-tanda vital tensi 120/80 mmHg, nadi 96 kali/menit, respirasi 24
kali/menit, suhu badan 36oC, jantung dan paru tidak ada kelainan, abdomen datar, lemas,
peristaltik normal, ekstremitas hangat. Dari status psikiatrik penderita bersikap kooperatif,
ekspresi wajar dan respon baik.Pemeriksaan neurologis, kekuatan otot normal, refleks
fisiologis normal, refleks patologis tidak ada.

Pemeriksaan Khusus
Status Generalis :

1. Keadaan Umum : Baik

2. Kesadaran : Compos Mentis

3. Tanda Vital : Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Nadi :96 x/menit

Pernapasan :24 x/menit

Suhu :36oC

Pemeriksaan Fisik Umum :

1. Kepala : Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

Pupil bulat, isokor kiri=kanan, refleks cahaya +/+ normal

2. Leher : tidak ada kelainan

3. Thoraks : tidak ada kelainan

4.Abdomen : tidak ada kelainan

5. Ekstremitas : akral hangat

Status psikiatrik

Penderita bersikap kooperatif, ekspresi wajar dan respon baik.


Status Oftalmikus :
a. Pemeriksaan Subjektif
 Visus okulus dekstra : 6/6 TIOD : N/palpasi
 Visus okulus sinistra : 6/6 TIOS : N/palpasi
b. Pemeriksaan Objektif
 Segmen Anterior

Inspeksi OD :
 Supersilia : rontok (-)
 Palpebra : hiperemi (-), massa (-)
 Konjungtiva : dalam batas normal
 Sklera : normal
 Kornea : jernih
 COA : normal
 Iris : normal
 Reflex cahaya : (+)
 Lensa : jernih

Inspeksi OS :
 Supersilia : rontok (-)
 Palpebra : hiperemi (+), benjolan (+)
nyeri (+) ukuran 0,5cm
 Konjungtiva : dalam batas normal
 Sklera : normal
 Kornea : jernih
 COA : normal
 Iris : normal
 Reflex cahaya : (+)
 Lensa : jernih
 Segmen Posterior
OD :
 Refleks Fundus : (+) Uniform
 Papil : bulat, batas tegas, warna vital, CDR 0,3
 Makula : Refleks fovea (+) normal
 Retina : pembuluh darah a:v = 2:3, crossing (-),sclerosis(-),
eksudat (-), perdarahan (-)
OS :
 Refleks Fundus : (+) Uniform
 Papil : bulat, batas tegas, warna vital, CDR 0,3
 Makula : Refleks fovea (+) normal
 Retina : pembuluh darah a:v = 2:3, crossing (-),sclerosis(-),
eksudat (-), perdarahan (-)

Pada palpasi didapatkan:


- Pada okulus dekstra tidak ada nyeri tekan dan benjolan.
- Pada okulus sinistra didapatkan nyeri, ada benjolan yang menonjol ke daerah
konjungtiva palpebra inferior. Pada funduskopi okuli dekstra dan sinistra didapatkan
refleks fundus positif uniform, pada makula refleks fovea positif, papil batas tegas,
warna normal, tidak ada perdarahan, tidak ada eksudat.

D.Resume Masuk
Seorang penderita laki-laki, 19 tahun datang ke poliklinik mata RSUP Prof.
Dr.R.D.Kandou tanggal 19 Juli 2016 dengan keluhan utama benjolan pada kelopak mata kiri
sejak ± 4 hari yang lalu, nyeri terutama saat ditekan dan semakin membesar. Pada
pemeriksaan fisik terdapat hiperemi (+), nyeri tekan (+), injeksi konjungtiva (-). Pada
pemeriksaan status oftalmikus secara subjektif didapatkan visus okulus dekstra dan sinistra
6/6. Tekanan intra okular dekstra dan sinistra: N/palpasi. Pemeriksaan status oftalmikus secara
objektif didapatkan pada inspeksi oculus sinistra; Supersilia: rontok (-), Palpebra: hiperemi (+),
benjolan (+) ukuran ± 0,5cm bintik kecil isi pus (+) nyeri (+), Konjungtiva: dalam batas
normal, Sklera : normal, Kornea : jernih, COA : normal, Iris : normal, Reflex cahaya :(+),
Lensa: jernih. Pada palpasi okuli sinistra didapatkan adanya benjolan yang menonjol kearah
konjungtiva tarsal. Pada pemeriksaan segmen posterior didapatkan refleks fundus positif
uniform, pada makula refleks fovea positif, papil batas tegas, warna normal, tidak terdapat
perdarahan dan eksudat pada kedua mata.

E. Diagnosis :
 Okulus Dextra: Emetropia
 Okulus Sinistra: Hordeolum Internum Palpebra Inferior

F. Diagnosis Banding
 Hordeolum Eksternum
 Kalazion

G. Terapi
- Non-medikamentosa : kompres hangat 10 menit, 3 kali sehari
- Medikamentosa :
 Xytrol 3x1 app
 Nutriflam 2x1 tab

H. Anjuran :
 Hindari terlalu banyak menyentuh daerah yang sakit.
 Menjaga kebersihan daerah mata dan wajah dan membiasakan mencuci tangan
sebelum menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang.
 Kontrol poliklinik mata.

I. Prognosis
Dubia ad bonam
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


oftalmologis. Dari anamnesis pada pasien ini didapatkan data berupa adanya benjolan pada
kelopak mata bawah pada mata kiri. Benjolan ini awalnya kecil berwarna kemerahan dan
bengkak pada kelopak mata bawah. Benjolan ini kemudian semakin membesar. Keadaan ini
sesuai dengan kepustakaan ilmu penyakit mata yang mengatakan bahwa hordeolum awalnya
hanya berupa benjolan kecil yang berwarna kemerahan yang makin lama makin membesar
disertai nyeri bila tertekan. Benjolan ini menjadi besar dan mengalami reaksi radang akibat
infeksi kuman stafilokokus atau streptokokus pada kelenjar Meibom.
Dari pemeriksaan oftalmologis didapatkan adanya edema dan hiperemi pada palpebra
inferior okulus sinistra yang disertai nyeri. Benjolan menonjol kearah konjungtiva palpebra
inferior. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa hordeolum interna
merupakan infeksi pada kelenjar Meibom sehingga ia bertumbuh kearah konjungtiva palpebra
inferior. Penanganan pada pasien yaitu dengan kompres hangat selama 15 menit sebayak 3kali
sehari yang dilanjutkan dengan pemberian antibiotic dan anti inflamasi topikal. Maksud
pemberian kompres hangat yaitu untuk mempercepat peradangan kelenjar sampai nanah
keluar. Sedangkan pemberian antibiotika topikal adalah untuk mengobati infeksi akibat kuman
stafilokokus atau streptokokus. Apabila dengan terapi konservatif tidak ada perbaikan atau
nanah tidak dapat keluar maka dapat dilakukan tindakan operatif berupa insisi untuk
mengeluarkan nanah pada benjolan tegak lurus dengan margo palpebra.

Prognosis pada penderita ini adalah baik, karena pada kasus ini hordeolum masih kecil
sehingga proses peradangan pada hordeolum masih bisa mengalami penyembuhan dengan
sendirinya. Pada penderita juga dianjurkan untuk menghindari terlalu banyak menyentuh
daerah yang sakit, menjaga kebersihan tangan dan menjaga kebersihan daerah mata untuk
mempercepat penyembuhan penyakit dan mencegah terjadinya infeksi sekunder, dan
mengurangi konsumsi makanan yang alergi. Penderita dianjurkan untuk kontrol ke poliklinik
mata untuk memantau perkembangan penyakit dan keberhasilan terapi.
BAB IV

PENUTUP

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis yaitu ditemukan adanya benjolan pada kelopak
mata kiri sejak ± 4 hari yang lalu, dimana ditemukan adanya hiperemi (+), nyeri tekan (+),
injeksi konjungtiva (-). Dengan adanya tanda-tanda demikian maka dapat ditegakkan
diagnosis okulus dextra yaitu emetropia sedangkan okulus sinistra adalah hordeolum internum
palpebra inferior.
Penanganan yang dilakukan dapat diberikan kompres hangat untuk merangsang proses
peradangan, pemberian antibiotik topikal. Jika hordeolum membesar dan tidak dapat pecah
dengan sendirinya maka tatalaksana yang lebih lanjut yaitu dengan tindakan pembedahan
melalui insisi pada benjolan tegak lurus dengan margo palpebra untuk mengeluarkan nanah.
Selanjutnya dianjurkan untuk tetap menjaga kebersihan di daerah sekitar mata, lalu kontrol ke
poliklinik mata untuk perawatan selanjutnya.

Prognosis pada pasien ini kebanyakan baik. Hordeolum bisa pecah dengan sendirinya,
selain itu dengan perawatan yang tepat serta tindakan pembersihan yang tepat, maka
hordeolum bisa mengalami resolusi dengan baik.

Demikian telah dilaporkan suatu kasus dengan diagnosis hordeolum internum palpebra
inferior okulus sinistra yang mencakup diagnosis, pemeriksaan oftalmologis, penanganan dan
prognosisnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Eyelids. Ophthalmic Pathology and


Intraocular Tumors. San Francisco, CA: LEO; 2007-2008.

2. American Academy of Ophthalmology. Infectious diseases of the external eye: clinical


aspects. External Disease and Cornea. San Francisco, CA: LEO; 2006-2007.

3. Sobrinho MVA, Aguiar ACB, Alencar LD, Binotti WW, Faris O. Epidemiological
profile of eye disease in an emusing center complex in campinas. Brazil. The
Paramedicina Journal.

4. Vaughan D, Taylor A, Pul RE, Oftalmologi umum. Edisi.17. Jakarta: Widya Medika;
2010. p. 12-14

5. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2004. p. 92-4.

6. Ilyas HS. Hordeolum. Dalam :Ilyas HS, editor. Ilmu perawatan mata. Jakarta: Sagung
Seto; 2004. p. 96-7.

7. Bessette M. Hordeolum and stye.Washington: EMedicine; cited May 5,


2016.Available from :http://www.emedicine. com/htm

8. Vaughan D, Taylor A, Pul RE, Oftalmologi umum. Edisi.17. Jakarta: Widya Medika;
2010. p. 12-14

9. Panicharoen C, Hirunwiwatkul P. Current pattern treatment of hordeolum by


ophthalmologists in Thailand.J Med Assoc Thai. 2011 Jun. 94(6):721-4.

10. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. Interventions for acute internal


hordeolum. Cochrane Database Syst Rev. 2010 Sep 8.

11. Khurana AK, ed. Comprehensive Opthalmology 4th Edition. New Delhi: New Age
International (p) Ltd Publishers; 2007. P.339-42; 44-6.
LAMPIRAN

Gambar 1. Foto Klinis Pasien

Anda mungkin juga menyukai