Anda di halaman 1dari 3

ZAT PENGATUR TUMBUH (BAP 6-BENZYL AMINOPURINE) PADA MEDIA KULTUR IN

VITRO

ZAT PENGATUR TUMBUH


Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit
(lmM) dapat merangsang, menghambat dan mempengaruhi pola pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Wattimena 2000). Zat pengatur tumbuh ada yang berasal dari tumbuhan
itu sendiri (zat pengatur tumbuh endogen) dan bersifat alami dan ada juga yang berasal dari luar
tumbuhan tersebut dan disebut sintetis. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai
komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi sel. Tanpa zat pengatur tumbuh,
pertumbuhan eksplan akan terhambat, bahkan mungkin tidak tumbuh sama sekali.
Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan tanaman sangat penting, yaitu
untuk mengontrol organogenesis dan morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas
dan akar serta pembentukan kalus. Ada dua golongan zat pengatur tumbuh tanaman yang sering
digunakan dalam kultur jaringan, yaitu sitokinin dan auksin. Yang termasuk golongan sitokinin
antara lain BA (benzil adenin), BAP (6-benzyl aminopurine) kinetin (furfuril amino purin), 2-Ip
(dimethyl allyl amino purin), dan zeatin. Yang termasuk dalam golongan auksin antara lain IAA
(indole acetic acid), NAA (naphtalene acetic acid), IBA (indole butiric acid), 2.4-D (2.4-
dichlorophenoxy acetic acid), dicamba (3,6-dicloro-o-anisic acid), dan picloram (4-amino-3,5,6-
tricloropicolinic acid).
Penggunaan zat pengatur tumbuh di dalam kultur jaringan tergantung pada arah
pertumbuhan jaringan tanaman yang diinginkan. Untuk pembentukan tunas pada umumnya
digunakan sitokinin sedangkan untuk pembentukan akar atau pembentukan kalus digunakan
auksin. Namun demikian sering pula dibutuhkan keduanya tergantung pada perbandingan/ratio
sitokinin terhadap auksin atau sebaliknya. Adanya salah satu zat pengatur tumbuh tertentu dapat
meningkatkan daya aktivitas zat pengatur tumbuh lainnya. Jenis dan konsentrasi zat pengatur
tumbuh yang tepat untuk masing-masing tanaman tidak sama karena tergantung pada genotype
serta kondisi fisiologi jaringan tanaman. Dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan di
samping melalui pembentukan tunas ganda atau tunas adventif dapat pula melalui pembentukan
embriosomatik. Dengan teknik tersebut bibit dapat berasal dari satu sel somatik. Sehingga bibit
yang dihasilkan persatuan wadah persatuan waktu lebih banyak disbandingkan dari
organogenesis. Untuk produksi kalus embriogenik digunakan auksin kuat seperti 2.4-D, dicamba
atau picloram.

HORMON BAP (6-benzyl aminopurine)


Salah satu zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin adalah BAP (6-benzyl
aminopurine). BAP (6-benzyl aminopurine) ini berfungsi untuk meningkatkan pembelahan sel,
proliferasi pucuk, dan morfogenesis pucuk (Zulkarnain, 2009). Menurut Yusnita (2003), BAP
sering digunakan dalam media kultur in vitro, karena selain harganya relatif murah,
efektifitasnya juga tinggi. Sedangkan Noggle dan Fritz (1983) menyatakan bahwa BAP atau 6
benzylaminopurine atau 6-benzyladenine ini memiliki struktur yang mirip dengan
kinetin dan juga aktif dalam pertumbuhan dan poliferasi kalus. Menurut mereka BAP
merupakan sitokinin yang paling aktif.

Gambar 1. Struktur BAP (6-benzyl aminopurine)

Yennita (2003) menjelaskan bahwa penggunaan BAP dengan konsentrasi 100 ppm
dapat meningkatkan kandungan klorofil daun, memperlambat penuaan daun dan meningkatkan
translokasi asimilat dari bagian vegetatif ke polong tanaman kedelai. Dengan meningkatnya
kandungan klorofil dan didukung oleh faktor lingkungan yang menguntungkan, maka proses
fotosintesis berjalan sempurna sehingga menghasilkan asimilat yang cukup untuk
ditranslokasikan ke biji. Selanjutnya dengan memperlambat proses penuaan daun maka
translokasi asimilat akan berjalan lebih lama dari vegetatif ke polong per biji sehingga
meningkatkan kualitas per berat biji yang dihasilkan. Yanuarta (2007) melaporkan bahwa
pemberian BAP 200 ppm mampu meningkatkan jumlah daun Anthurium plowmanii. BAP
berperan dalam penundaan penuaan (memperlambat senescence daun) sehingga kuningnya
daun dapat berkurang.
BAP dapat dipakai tunggal atau bersamaan dengan hormone lain tergantung tanaman
yang akan dijadikan kultur. Berdasarkan penelitian Eni Sugiyanti (2008), pemberian kombinasi
konsentrasi BAP 3 mg/l dan NAA 1 mg/l pada tanaman zodia menghasilkan pertumbuhan tunas
terbaik, yaitu terbentuknya kalus pada semua perlakuan, pembentukan tunas pada umur 2
minggu setelah tanam, dan jumlah tunas terbanyak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ainun Fithriyandini (2015), penambahan
media dasar MS dan konsentrasi BAP dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
eksplan anggrek Phalaeonopsis amabilis. Media ½ MS dengan penambahan BAP 2,5 ppm
memberikan hasil jumlah PLB (Protocorm Like Body), waktu muncul tunas, jumlah tunas dan
jumlah daun terbaik.

Anda mungkin juga menyukai