Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan

waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah

fase akhir dari rentang hidup (Fatimah, 2010). Menurut organisasi kesehatan

dunia, WHO (World Health Organization) seseorang disebut lanjut usia jika

berumur 60-74 tahun. Berdasarkan pengertian lanjut usia secara umum,

seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas. Batasan

lanjut usia meliputi usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45

sampai 59 tahun, lanjut usia (ederly), antara 60-74 tahun, lanjut usia tua (old),

antara 75 sampai 90 tahun, usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun (Effendi

dan Makhfudi, 2009).

Gangguan-gangguan yang sering muncul pada lansia antara lain adalah

demensia, gangguan tidur, gangguan kecemasan, osteoporosis dan nyeri

pinggang bawah (low back pain) adalah nyeri di daerah pinggang bawah, yang

mungkin di sebabkan oleh masalah saraf, iritasi otot atau lesi tulang. Nyeri

pinggang bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung, tapi rasa sakit

juga dapat disebabkan oleh kondisi degenerative seperti penyakit arthritis,

osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan

cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang. Obesitas, merokok,

berat badan saat hamil, stress, kondisi fisik yang buruk, postur yang tidak sesuai

1
2

untuk kegiatan yang dilakukan, dan posisi tidur yang buruk juga dapat

menyebabkan nyeri pinggang bawah (Anonim, 2014).

Low back pain kebanyakan menyerang daerah pinggang antara tulang

rusuk bagian bawah dan daerah glutealis / pantat dan sering menjalar ke daerah

paha belakang. Nyeri pinggang dapat terjadi karena adanya masalah dari struktur

neuromuskulokeletal di daerah pinggang bawah, termasuk otot dan saraf serta

tulang-tulang belakang dan diskus intervertebralis (Mujianto,2013). Gejala

penyakit punggung yang sering dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas, dan

nyeri serta paraestesia atau rasa lemah pada tungkai. Gejala serangan pertama

sangat penting. Dari awal kejadian serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah

serangannya dimulai dengan tiba – tiba, mungkin setelah menggeliat, atau secara

berangsur – angsur tanpa kejadian apapun. Dan yang diperhatikan pula gejala

yang ditimbulkan menetap atau kadang – kadang berkurang. Selain itu juga perlu

memperhatikan sikap tubuh, dan gejala yang penting pula yaitu apakah adanya

secret uretra, retensi urine, dan inkontinensia (Apley, 2013).

World Health Organization (WHO) tahun 2011, melaporkan bahwa sekitar

80% orang yang menderita LBP. Low Back Pain menjadi perhatian dan

dianggap sebagai salah satu masalah yang cukup besar karena mempengaruhi

sector industri sehingga berpengaruh besar pada pertumbuhan ekonomi Negara

terutama di Negara barat (Dagenais, 2008). Kasus LBP pada usia 18-56 tahun

terdapat lebih dari 500.000 di Amerika, persentase LBP mengalami kenaikan

sebanyak 59% dalam kurun waktu 5 tahun. Sekitar 80%-90% kasus LBP dapat

sembuh spontan dalam waktu sekitar 2 minggu (Wheeler, 2013).


3

Di Indonesia, data mengenai jumlah penderita low back pain di RSUD dr.

Soedarso Pontianak di dapatkan bahwa pada tahun 2010 sebanyak 189 kasus,

tahun 2011 sebanyak 63 kasus dan tahun 2012 sebanyak 959 kasus (Tuti, 2013).

Angka kejadian low back pain di Bali berdasarkan data yang diperoleh dari

poliklinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar

padatahun 2011 dan 2012 di dapatkan jumlah penderita low back pain (LBP)

yang menjalani rawat jalan sebanyak 152 pasien (Endah, 2013). Great Britain

sebanyak 310 kasus LBP. Dan diperkirakan prevalensi kasus baru sebanyak 150

kasus (LFS dalam HSE, 2014). Survey yang pernah di lakukan pada 1.000

pekerja kantor berusia 18 tahun lebih di seluruh Amerika Serikat, 2 dan 3 pekerja

kantor merasa sakit dan nyeri pada tubuhnya dalam 6 bulan terakhir. American

Osteopathic Association (AOA) dalam survey menunjukkan, bahwa dalam 30

hari terakhir sekitar 62% responden merasakan nyeri punggung bawah, 53% di

leher, 38% di bahu, 33% di pergelangan tangan, dan 31% di pungung bagian atas

(American Osteopathic Association, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan pada

lansia di UPT Lansia Glenmore pada tanggal 04 Desember 2016 Oleh peneliti

terdapat 25 Lansia mengalami Low Back Pain.

Dalam penatalaksanaan nyeri biasanya digunakan manajemen secara

farmakologis dan non farmakologis, penatalaksanaan farmakologis pada nyeri

yaitu dengan menggunakan obat – obatan seperti penggunaan opiate,

nonopiat/obat AINS (anti inflamasi non steroid) dan obat – obat koanalgesik.

Sedangkan penatalaksanaan non farmakologis diantaranya adalah kompres

hangat, kompres hangat dapat menghilangkan nyeri, kompres hangat juga dapat
4

memulihkan otot dan sendi yang kaku. Menurut Dokter Peni Kusuma astuti, air

bisa digunakan sebagai pengobatan karena mempunyai dua dasar utama yaitu

efek hidrostatik dan hidrodinamik. Menurut dokter Peni, secara darah menjadi

lancar dengan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah, kedua faktor pembebanan

di dalam air akan menguatkan otot – otot dan ligamen yang mempengaruhi sendi

– sendi tubuh. Selain hal positif diatas, air bersuhu 500C – 600C mempengaruhi

oksigenasi jaringan sehingga dapat mencegah kekakuan otot, mampu

menghilangkan nyeri, menenangkan jiwa dan merilekskan tubuh (Sutawijaya,

2010).

Untuk mengatasi masalah yang sering muncul pada lansia yaitu dengan

memberikan edukasi mengenai kompres hangat. Kompres hangat dapat

mengurangi nyeri dan supaya lansia bisa mengerti dan menerapkan pemakaian

kompres hangat. Kompres hangat yang digunakan berfungsi untuk melebarkan

pembuluh darah, menstimulasi sirkulasi darah, dan mengurangi kekakuan. Selain

itu, kompres hangat juga berfungsi menghilangkan sensasi rasa sakit. Untuk

mendapatkan hasil yang terbaik, terapi kompres hangat dilakukan selama 20

menit dengan 1 kali pemberian dan pengukuran intensitas nyeri dilakukan dari

menit ke 15-20 selama tindakan (Yuni Kusmiati, 2009).

Berdasarkan dengan data di atas, mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian tentang Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Tingkat Nyeri Pada

Penderita Low Back Pain di UPT Glenmore Banyuwangi Tahun 2017.


5

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Tingkat Nyeri Pada

Lansia Dengan Low Back Pain di UPT Glenmore Banyuwangi Tahun 2017 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Diketahuinya Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Tingkat Nyeri Pada

Lansia Dengan Low Back Pain di UPT Glenmore Banyuwangi Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

1). Mengidentifikasi tingkat nyeri sebelum diberi kompres hangat pada

lansia dengan low back pain di UPT Glenmore Banyuwangi tahun

2017.

2). Mengidentifikasi tingkat nyeri setelah diberi kompres hangat pada

lansia dengan low back pain di UPT Glenmore Banyuwangi tahun

2017.

3). Menganalisis pengaruh kompres hangat terhadap tingkat nyeri pada

lansia dengan low back pain di UPT Glenmore Banyuwangi tahun

2017.
6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1). Bagi Peneliti yang akan atang

Hasil penelitian ini dapat dikembangkan dan di analisa lebih jauh

oleh peneliti selanjutnya. Selain itu dapat digunakan sebagai sumber

refrensi yang digunakan untuk penelitian mendatang. Sehingga

menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu

keperawatan.

2). Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan

meningkatkan pengetahuan mengenai penatalaksanaan Low Back Pain

dengan memberikan kompres hangat.

3). Bagi Responden

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran

tentang pentingnya kompres hangat terhadap nyeri Low Back Pain pada

lansia di UPT Lansia Glenmore Banyuwangi. Peneliti berharap saat

lansia sudah tidak berada di UPT Lansia Glenmore Banyuwangi bisa

melaksanakan kompres hangat dengan sendiri atau dengan bantuan

keluarga.

Anda mungkin juga menyukai