Om Swastiastu,
Terima kasih kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas review materi dari mata kuliah Arsitektur
Perilaku, yang berjudul “Teritorialitas”. Penyusunan makalah ini juga tidak lepas dari
pihak-pihak lainnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia mempunyai kepribadian individual, tetapi manusia juga makhluk sosial, hidup
dalam masyarakat dalam suatu kolektivitas. Dalam memenuhi kebutuhan sosialnya inilah
manusia berperilaku sosial dalam lingkungan yang dapat diamati dari fenomena perilaku
lingkungan, kelompok-kelompok pemakai, dan tempat terjadinya aktivitas.
Hubungan yang terjadi antara manusia dan lingkungan lebih umum dikenal dengan istilah
interaksi antara manusia dengan lingkungan. Hal ini berada di antara sifat-sifat alami dari
manusia dengan lingkungan dengan berbagai macam atributnya, baik fisik maupun non-fisik.
Terjadinya interaksi antara manusia dengan lingkungan disebut dengan persepsi. Sebuah
persepsi akan muncul jika salah satu unsur tidak ada. Pola perilaku menjadi suatu hal yang
sangat penting untuk membatasi situasi dan konteks situasi, serta untuk mengatakan bahwa
ada batasan kebudayaan dan teritori-teritori tertentu.
Arsitek dapat memberi kontribusi dalam merancang suatu lingkungan yang menawarkan
peluang-peluang bagi indvidu untuk membuat identifikasi dan tanda-tanda personal
sedemikian rupa sehingga bisa bersinergi dengan kepentingan publik untuk membentuk suatu
tempat yang sungguh menjadi teritori mereka. Suatu tempat yang di kontrol dan dikelola oleh
setiap individu sehingga bisa menghindari kriminalitas. Fenomena ini menunjuk pada pola-
pola perilaku pribadi, yang berkaitan dengan lingkungan fisik yang ada, terkait dengan
perilaku interpersonal manusia atau perilaku sosial manusia yang disebut dengan
teritorialitas.
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teritorialitas?
1.2.2 Apa fungsi teritorialitas?
1.2.3 Apa saja klasifikasi yang terdapat dalam teritorialitas?
1.2.4 Apa saja pelanggaran dan pertahanan terhadap teritorialitas?
1.2.5 Apa saja faktor pengaruh pada teritorialitas?
1.2.6 Bagaimana hubungan teritorialitas dengan perilaku?
1.2.7 Hubungan teritorialitas dengan desain?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Teritorialitas pada manusia mempunyai fungsi yang lebih tinggi daripada sekedar
fungsi mempertahankan hidup. Pada manusia, teritorialitas ini tidak hanya berfungsi sebagai
perwujudan privasi saja, tetapi lebih jauh lagi teritorialitas juga mempunyai fungsi sosial
dan fungsi komunikasi.
Ada berbagai macam teritori, ada yang besar, ada yang kecil, ada pula yang terdapat
di dalam teritori lainnya atau saling berbagi satu sama lain. Dengan mengenal klasifikasi
teritori merupakan salah satu cara untuk mengerti bagaimana suatu teritori seperti tersebut di
atas dapat terjadi.
Tingkah laku teritorialitas manusia mempunyai dasar yang agak berbeda dengan
binatang karena teritorialitas manusia berintikan pada privasi. Teritorialitas manusia
memiliki fungsi yang lebih tinggi daripada sekedar fungsi mempertahankan hidup (seperti
yang terdapat pada teritorialitas hewan). Pada manusia, teritorialitas tidak hanya berfungsi
sebagai perwujudan privasi saja, tetapi lebih jauh lagi teritorialitas juga mempunyai fungsi
sosial dan komunikasi.
Pengklasifikasian teritori yang terkenal adalah klasifikasi yang dibuat oleh Altman
(1980) yang didasarkan pada derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian.
4
2.3.1. Teritori Primer
Teritori sekunder yaitu tempat – tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah
orang yang sudah cukup saling mengenal. Kendali pada teritori ini tidaklah
sepenting teritori primer dan kadang berganti pemakai, atau berbagi penggunaan
dengan orang asing. Misalnya ruang kelas, kantin kampus, dan ruang latihan olah
raga.
Teritori publik yaitu tempat – tempat yang terbuka untuk umum. Pada
prinsipnya, setiap orang diperkenankan untuk berada di tempat tersebut. Misalnya pusat
perbelanjaan, tempat rekreasi, lobi hotel, dan ruang sidang pengadilan yang dinyatakan
terbuka untuk umum.
Terkadang teritori publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan tertutup bagi
kelompok lain, seperti bar yang hanya untuk orang dewasa atau tempat – tempat
hiburan yang terbuka untuk dewasa umum, kecuali anggota ABRI, misalnya.
Berdasarkan pemakaiannya, teritorial umum dapat dibagi menjadi tiga : Stalls,
Turns dan Use Space.
a) Stalls merupakan suatu tempat yang dapat disewa atau dipergunakan dalam
jangka waktu tertentu. Contohnya adalah kamar-kamar di hotel, lapangan
tenis. Kontrol terhadap stalls terjadi pada saat penggunaan saja dan akan
berhenti pada saat penggunaan waktu habis.
b) Turns mirip dengan stalls, hanya berbeda dalam jangka waktunya saja. Turns
dipakai orang dalam waktu yang singkat, misalnya tempat antrian karcis,
antrian bensin, dan sebagainya.
c) Use Space adalah teritori yang berupa ruang yang dimulai dari titik
kedudukan seseorang ke titik kedudukan objek yang diamati seseorang.
Contohnya adalah seseorang yang sedang mengamati lukisan dalam suatu
pameran lukisan, maka ruang antara objek lukisan dengan orang yang sedang
6
mengamatinya adalah “use space” atau ruang terpakai yang dimiliki orang
tersebut tidak dapat diganggu gugat selama orang tersebut masih mengamati
lukisan tersebut.
7
tatanan fisik dan sosial budaya yang mempunyai peran dalam menentukan sikap
teritorialitas.
c. Faktor budaya
Faktor budaya mempengaruhi sikap teritorialitas. Secara budaya terdapat
perbedaan sikap teritori hal ini dilatar belakangi oleh budaya seseorang yang
sangat beragam. Apabila seseorang mengunjungi ruang publik yang jauh berada
diluar kultur budayanya pasti akan sangat berbeda sikap teritorinya. Sebagai
contoh seorang Eropa datang dan berkunjung ke Asia dan dia melakukan
interaksi sosial di ruang publik negara yang dikunjungi, ini akan sangat berbeda
sikap teritorinya.
Penerapannya dalam desain arsitektur mengacu pada pola tingkah laku manusia yang
berkaitan dengan teritorialitas sehingga dapat mengurangi agresi, meningkatkan kontrol, dan
membangkitkan rasa tertib dan aman. Berdasarkan pada jenis-jenis ruang yang tercipta dari
teritorialitas juga menjadi acuan hubungan antara arsitektur dan teritorialitas.
Penerapan teritorialitas dalam desain arsitektur mengacu pada pola tingkah laku
manusia sehingga dapat mengurangi agresi, meningkatkan kontrol, dan membangkitkan rasa
tertib dan aman. Terdapat banyak cara dalam mengolah penggunaan elemen fisik untuk
membuat demarkasi teritori. Semakin banyak sebuah desain mampu menyediakan teritori
primer bagi penghuninya, desain itu akan semakin baik dalam memenuhi kebutuhan
penggunanya.
Ada banyak cara dalam mengolah penggunaan elemen fisik untuk membuat
demarkasi teritori. Semakin banyak sebuah desain dapat menyediakan teritori primer pada
penghuninya, desain tersebut akan semkin baik dalam memenuhi kebutuhan penggunanya.
Sebuah ruang terbuka, sebuah ruangan atau ruang arsitektural dapat diklaim sebagai teritori
yang bersifat public ataupun bersifat pribadi, bergantung pada pencapaian, bentuk
pengawasan, siapa yang menggunakan ruang tersebut, siapa yang merawat serta
bertanggung jawab pada ruangan tersebut. Sebuah ruang tidur dianggap bersifat lebih
pribadi dibandingkan dapur dimana tempat kita tinggal. Karena untuk ruang tidur kita
memiliki kunci sendiri untuk bisa mengaksesnya. Bisa menatanya sesuai dengan kehendak
kita sementara untuk pemeliharaan dapur ditanggung bersama seluruh penghuni rumah
sehingga dapat di akses siapapun yang memiliki kunci rumah.
Kendala utama dalam menciptakan teritori primer adalah dana dan kebijakan
organisasi pengelola, seperti kemudahan pengawasan pekerjaan. Di beberapa tempat bahkan
10
jenis pekerjaan sendiri yang menjadi kendala utama untuk membentuk teritori primer,
seperti harus bekerja sama atau berurutan.
a. Publik dan Privat
Kita selalu dihadapkan pada gradasi teritori yang bersifat primer, sekunder ataupun
public dalam desain arsitektur. Berikut merupakan contoh sebuah hunian - hunian yang
dibatasi oleh dinding keliling (penyengker) dan pintu masuk melalui sebuah gapura/candi
bentar dan angkul-angkul sebagai penanda wilayah teritori.
Karena adanya demarkasi teritori yang jelas antara public, semi public, semiprivate,
dan privat yang bisa menjadi barrier simbolis. Contohnya sebuah hunian di Bali dibatasi
oleh dinding keliling dan pintu masuk melalui sebuah gapura sebagai penanda teritori.
Ruang-ruang fungsi ditata sesuai dengan adat istiadat Bali. Sebuah fungsi berupa sebuah
bangunan, seperti ruang tidur sebagai ruang sendiri, dapur sebagai bangunan sendiri
sehingga ketika seseorang telah melewati gapura, ia tidak langsung masuk dalam ruangan
yang bersifat privat. Ia tidak merasa berada dalam teritori hunian yang sifatnya pribadi
karena tidak dengan sendirinya memiliki akses ke ruang-ruang fungsi tersebut. Untuk
menuju ruang-ruang yang bersifat lebih intim tidak dapat dicapai dengan mudah dengan
demikian, rumah Bali ini membentuk gradasi teritori melalui urutan aksesibilitas.
Pengolahan tekstur permukaan, anak tangga, penempatan lampu dan bollards, atau barrier
sesungguhnya seperti dinding.
11
Pada kompleks perumahan real estate di perkotaan juga diberi tanda penanda teritori
kompleks. Biasanya berupa gapura atau pos penjagaan dengan portal besi atau kayu
sehingga meskipun jalan yang ada di dalam kompleks perumahan tersebut adalah jalan
umum atau teritori publik, tidak mudah bagi orang asing mengaksesnya, karena orang yang
bukan penghuni kompleks perumahan tersebut maka harus mendapatkan ijin khusus untuk
dapat mengaksesnya. Berbeda dengan penghuninya ia akan merasa dalam teritorinya meski
sebenarnya ia berada pada teritori publik.
Penggunaan Ruang Publik
Ruang publik merupakan area terbuka. Ruang ini dapat dicapai oleh siapa saja pada
waktu kapan saja dan tanggung jawab pemeliharaannya adalah kolektif. Sementara itu,
ruang privat adalah area yang aksesibilitasnya ditentukan oleh orang atau sekelompok orang
dengan tanggung jawab ada pada mereka. Kadang derajat aksesibiltas itu merupakan suatu
peraturan atau ketentuan. Akan tetapi, dapat juga terjadi sebagai suatu kesepakatan saja
antara para pemakainya.
Apabila seseorang atau sekelompok orang mendapatkan peluang untuk
menggunakan sebagian area public untuk kepentingannya dan hanya tidak langsung berguna
bagi orang lain, akan tebentuk semacam kesepakatan umum bahwa penggunaan itu
dibenarkan secara temporer ataupun permanen. Misalnya, ketika masa panen tiba, petani
menjemur padi di sepanjang jalan raya tanpa diganggu oleh lalu lintas ataupun pejalan kaki
karena orang menyadari pentingnya kontribusi dari setiap anggota masyarakat demi
keberhasilan panen tersebut. Begitu pula di daerah pesisir pantai, para nelayan menjemur
jala dan ikan hasil tangkapannya di jalan umum, bahkan sampai di halaman desa.
Penduduk di rumah susun menjemur pakaian di tangga umum, atau menggunakan
pagar sebagi tempat jemurannya yang semuanya adalah ruang public.
Dalam perancangan ruang-ruang arsitektural, apabila disadari adanya derajat teritori
yang berkaitan dengan aksesbilitas menuju ruang-ruang tertentu, arsitek dapat
mengekspresikan perbedaan teritori ini baik melalui batas nyata, seperti dinding, pintu,
ataupun batas simbolik melalui artikulasi bentuk, penggunaan material, permainan warna
dan cahaya sehingga terbentuk suatu batasan yang utuh.
Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran penghuni akan adanya
perbedaan lingkungan yang berkaitan dengan perbedaan teritori atau perbedaan derajat
aksesibilitas ruang tertentu. Cara orang memberi batas teritori secara simbolik, misalnya
dengan bentuk pintu gerbang dengan langgam dari etnik tertentu yang membedakan daerah
satu dengan daerah lainnya.
12
Penandaan Teritori Secara Simbolik
Penandaan teritori juga bisa dilakukan dengan menempatkan logo tertentu. Namun,
tentu saja penggunaan tanda-tanda simbolis yang tidak dikenal secara umum tidak efektif.
Batas teritori juga bisa berupa pintu apabila dua ruang ruang public berdampingan
dan diperlukan pembedaan teritori. Oleh karena itu, desain pintu bisa dibuat sedemikian
rupa, misalnya dengan menggunakan bahan transparan yang memungkinkan orang melihat
ke ruang lain sebelum memasukinya sehingga bisa menghindari terjadinya tabrakan. Bila
pintu tersebut berfungsi membatasi ruang public dengan privat, bisa dipakai bahan pasif.
Karakter setiap ruang bergantung pada siapa yang menentukan penataan ruang dan
perabot, siapa yang bertanggung jawab pada ruang tersebut beserta pemeliharaanya. Konsep
publik dan privat dalam arti perbedaan tanggung jawab memudahkan arsitek untuk
merancang daerah mana yang penataanya dilakukan oleh arsitek dan daerah mana yang
diserahkan pada penghuni.
b. Ruang Peralihan
Pada rancangan di mana pengguna ruang sama sekali tidak mempunyai kontribusi
dalam penataanya, atau sama sekali tidak memiliki peluang untuk membentuk
lingkungannya karena sepenuhnya bergantung pada struktur organisasi pengelola dan
kemauan arsitek, sukar untuk menstimulasi [engguna agar bisa menjadi penghuni agar bisa
merasa terlibat dalam tanggung jawab lingkungan. Akibatnya, seluruh area dianggapnya
teritori publik.
Apabila teritori primer individual tidak dimungkinkan dalam desain, arsitek bisa
merancang adanya teritori primer atau sekunder bagi sekelompok orang, merancang adanya
peluang mengatur diri bagi pengguna, seperti membuat “sarang”bagi seseorang atau
sekelompok pengguna, memberi kenyamanan agar ia atau mereka bisa merasaaman, tidak
terganggu dan mempunyai lingkungan sesuai dengan selera dan kebutuhannya. Sekolah
Montessori, Delit, adalah contoh sebuah rancangan yang membentk peluang-peluang bagi
pengguna untuk mersa nyaman dan aman di lingkungan publik.
Daerah peralihan dibuat sebgai penghubung berbagai teritori yang berbeda sifatnya.
Area pintu masuk sekolah dirancang sebagai daerah transisi, bukan hanya semata-mata
sebagai ruang terbuka tempat keluar masuknya siswa. Daerah ini dirancang sebagai daerah
penerima sebelum masuk kelas dengan segala peraturan dan pengawasan guru dan daerah
hingga mengantar meraka menuju rumah masing-masing.
Sebagai daerah peralihan dari teritori primer yang bersifat privatke teritori publik,
13
perwujudan arsitekturalnya hendaknya ramah karena ia akan merupakan daerah “selamat
datang” sekaligus “selamat jalan”. Area peralihan semacam ini juga dipakai sebagai wadah
melakukan kontak sosial sehingga administrative dapat masuk ke dalam teritori publik
ataupn teritori privat.
Pada perancangan rumah tinggal lebih mudah untuk mendapatkan teritori yang jelas.
Namun, pada rumah susun hirarki teritori yang jelas lebih sulit untuk diperoleh. Hirarki
tergantung tidak saja pada posisi rumah terhadap jalan, tetapi juga pada kepadatan lalu
lintas.
14
Misalnya Stapleton House di Staten Island, di mana pintu masuk di koridor di buat agak
menjorok ke dalam menbentuk sebuah ruang transisi antara teritori semi public dan teritori
privat. Atau apartemen dupleks di Riverband yang memmiliki koridor single loaded, setiap
apartemen terbuka kea rah sebuah patio yang berfungsi sebagai ruang transisi. Teritorialitas
di bentuk di setiap pintu masuk. Sebuah dinding setinggi 1.50 m memisahkan patio tersebut
dari jalan umum. Dari pintu apartemen ada tangga sebagai gerbang simbolik.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Teritorialitas pada manusia mempunya fungsi yang lebih tinggi daripada sekedar
fungsi mempertahankan hidup. Pada manusia, teritorialitas ini tidak hanya berfungsi sebagai
perwujudan privasi saja, tetapi lebih jauh lagi teritorialitas juga mempunyai fungsi sosial
dan fungsi komunikasi.
Pengklasifikasian teritori yang terkenal adalah klasifikasi yang dibuat oleh Altman
(1980) yang didasarkan pada derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian. Adapun
klasifikasi tersebut antaralain teritori primer, teritori sekunder, teritori publik. Faktor yang
mempengaruhi keanekaan teritori adalah karakteristik personal seseorang, perbedaan
situasional dan faktor budaya.
Penerapan teritorialitas dalam desain arsitektur mengacu pada pola tingah laku
manusia sehingga dapat mengurangi agresi, meningkatkan kontrol, dan membangkitkan rasa
tertib dan aman. Terdapat banyak cara dalam mengolah penggunaan elemen fisik untuk
membuat demarkasi teritori. Semakin banyak sebuah desain mampu menyediakan teritori
primer bagi penghuninya, desain itu akan semakin baik dalam memenuhi kebutuhan
penggunanya.
4.2 Saran
Arsitek dapat memberi kontribusi dalam merancang suatu lingkungan yang
menawarkan peluang-peluang bagi indvidu untuk membuat identifikasi dan tanda-tanda
personal sedemikian rupa sehingga bisa bersinergi dengan kepentingan publik untuk
membentuk suatu tempat yang sungguh menjadi teritori mereka. Suatu tempat yang di
kontrol dan dikelola oleh setiap individu sehingga bisa menghindari kriminalitas.
16
DAFTAR PUSTAKA
17
M.K. ARSITEKTUR DAN PRILAKU
TERITORIALITAS
Mahasiswa:
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017