Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang


stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,
misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting–banting barang,
menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan
sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak
dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum
memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat
pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku
kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit
umum. Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (RPK) yaitu asuhan keperawatan
yang bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan
kesehatan tentang RPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat
dituangkan menjadi pendekatan proses keperawatan.

B. Tujuan

Mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pasien dengan Risiko


Perilaku Kekerasan.

1
BAB II

ISI

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan

1. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan


untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan
defenisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau
amok di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (yosep, 2010).

Beberapa definisi perilaku kekerasan:


Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan, ditujukan pada diri
sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal pada lingkungan.
(Depkes RI, 2006)
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Marah
tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu perangkat
perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah
(Berkowits, 1993)
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang muncul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman oleh individu.

2
2. Rentang Respon Marah

Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptive

Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berperilaku pasif, asertif, dan
agresif/perilaku kekerasan (Stuart dan Laraia,2005)
 Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu
menyatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju
tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain sehingga perilaku ini
dapat menimbulkan kelegaan pada individu.
 Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu
untuk mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami,
dilakukan dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
 Agresif/perilaku kekerasan merupakan hasil dari kemarahan yang
sangat tinggi atau ketakutan (panic).
Stress, cemas, harga diri rendah dan rasa berslah dapat
menimbulkan kemarahan yang dapat mengarah pada perilaku
kekerasan. Respon rasa marah bisa diekspresikan secara eksternal
(perilaku kekerasan) maupun internal (depresi dan penyakit fisik).
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati
orang lain, akan memberikan perasaan lega, menurunkan
ketegangan sehingga perasaan marah dapat teratasi. Apabila
perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan biasanya
dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tidak

3
menyelesaikan maslah, bahkan dapat menimbulkan kemarahan
berkepanjangan dan perilaku destruktif.
Perilaku yang tidak asertif seperti menekan perasaan marah
dilakukan individu seperti pura-pura tidak marah atau melarikan
diri dari perasaan marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap.
Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang
lama dan suatu saat akan menimbulkan perasaan destruktif yang
ditujukan kepada diri sendiri.
Tabel1. Perbandingan perilaku asertif, pasif dan agresif
Asertif Pasif agresif
Isi Positif Negative Menyombongk
pembicaraa menawarkan merendahkan an diri,
n diri diri (“dapatkah merendahkan
(“saya dapat”, saya?”), orang lain
“saya akan” (“dapatkah (“kamu selalu”,
kamu?”) “kamu tidak
pernah”)
Tekanan Sedang Cepat, lambat, Keras,ngotot
suara mengeluh
Posisi Tegap dan Menundukkan Kaku condong
badan santai kepala kedepan
Jarak Mempertahank Menjaga jarak Sikap dengan
an jarak yang dengan sikap jarak akan
nyaman acuh/mengabaik menyerang
an orang lain
Penampila Sikap tenang Loyo, tidak Mengancam,
n dapat tenang potensi
menyerang
Kontak Mempertahank Sedikit atau Mata melotot
mata an kontak mata sama sekali dan
sesuai dengan tidak dipertahankan
hubungan yang

4
berlangsung

Menurut Yosep, (2010) perilaku kekerasan merupakan status rentang


emosi, dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk
fisik. Kermarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan
proses penyampaian pesan dari individu. orang yang mengalami,
kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju,
tersinggung merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon
normal (asertif) sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif).

3. Tanda dan Gejala

Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan


mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan :

a. Muka merah dan tegang;

b. Mata melotot/pandangan tajam;

c. Tangan mengepal;

d. Rahang mengatup;

e. jalan mondar-mandir.

 Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau


wawancara tenatng perilaku berikut ini :
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Bicara kasar
6. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7. Mengancam secara verbal dan fisik

5
8. Melempar atau memukul benda/orang lain
9. Merusak barang atau benda
10. Tidak mempunyai kemempuan mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan.

4. Faktor Risiko

Menurut Nanda-I, (2012-2014) faktor risiko terbagi dua, yaitu :

a) Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Orang Lain

Definisi : Berisiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan


bahwa dirinya dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional,
dan/atau seksual.

- Ketersediaan senjata.

- Bahasa tubuh (misal, sikap tubuh kaku/rigid, mengepalkan jari dan


rahang terkunci, hiperaktivitas, denyut jantung cepat, nafas terengah-
engah, cara berdiri mengancam).

- Kerusakan kognitif (misal, ketunadayaan belajar, gangguan deficit


perhatian, penurunan fungsi intelektual).

- Kejam pada hewan.

- Menyalakan api.

- Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak.

- Riwayat melakukan kekerasan tak langsung, (missal, merobek


pakaian, membanting objek yang tergantung di dinding, berkemih
dilantai, defekasi dilantai, mengetuk-ngetuk kaki, teper tantrum,
berlarian di koridor, berteriak, melempar objek, memecahkan
jendela, membanting pintu agresif seksual).

- Riwayat penyalahgunaan zat.

6
- Riwayat ancaman kekerasan (misal, ancaman verbal terhadap
seseorang, ancaman sosial, mengeluarkan sumpah serapah, membuat
catatan/surat ancaman, sikap tubuh mengancam, ancaman seksual).

- Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain (misal, memukul


seseorang, menendang seseorang, meludahi seseorang, mencakar
seseorang, melempar objek pada seseorang, menggigit seseorang,
percobaan perkosaan, pelecehan seksual, mengencengi/membuang
kotoran pada seseorang).

- Riwayat perilaku kekerasan antisosial (misal, mencuri, memaksa


meminjam, memaksa meminta hak istimewa, memaksa mengganggu
pertermuan, menolak untuk makan, menolak untuk minum obat,
menolak instruksi).

- Impulsif

- Pelanggaran kendaraan bermotor (misal, sering melanggar lampu


lintas, menggunakan kendaraan bermotor untuk melepasan
kemarahan).

- Gangguan neurologis (misal, EEG positif, CT, MRI, temuan


neurologis, trauma kepala, gangguan kejang).

- Intoksikasi patologis.

- Komplikasi perinatal.

- Komplikasi prenatal.

- Simtomatologi psikosis (misal, perintah halusinasi pendengaran,


penglihatan, delusi paranoid, proses pikir tidak logis, tidak teratur
atau tidak koheren).

- Perilaku bunuh diri.

b). Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri

7
Difinisi berisiko melakukan prilaku yang individu menunjukkan
bahasa dirinya dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik,
emosional diri atau seksual.

- Usia 15-19 tahun


- Usia 45 tahun atau lebih
- Isyarat perilaku (mis, catatan cinta yang sedih, menunjukan pesan
kemarahan pada orang terdekat yang telah menplak dirinya,
mengambil polis asuransi jiwa yang besar)
- Konflik hubungan interpersonal
- Masalah emosional (mis, menganggur, kehilangan/ kegagalan
pekerjaan yang sekarang)
- Menjalani tindakan seksual auteoretic
- Latar belakang keluarga (mis, riwayat bunuh diri, Kaotik atau penuh
konflik)
- Riwayat upaya bunuh diri yang dilakukan berkali- kali
- Kurang sumber personal (mis, pencapaiannya buruk, wawasan/
pengetahuan yang buruk, afek yang tidak tersedia dan dikendalikan
secara buruk)
- Kurang sumber sosial (mis, rapotnya buruk, isolasi sosial, keluarga
yang tidak responsive)
- Status pernikahan ( belum menikah, janda, cerai)
- Masalah kesehatan mental (mis, depresi berat, psikosis gangguan
kepribadian berat, alkoholisme, penyalahgunaan obat)
- Pekerjaan (eksekutif, adsministrator pemilik bisnis, pekerjaan
propesional, pekerja seni trampil)
- Masalah kesehatan fisik ( mis,hipokonriasis, penyakit terminal atau
kronis)
- Orientasi sosial (biseksual ( aktif), homo seksual ( inaktif)).
- Ide bunuh diri
- Rencana bunuh diri
- Petunjuk ferbal ( mis, bicara tentang kematian, “lebih baik tanpa
saya”, mengajukan pertanyaan tentang dosis obat mematikan)

8
5. Fakfor Presipitasi

Menurut Yosep (2010) faktor-faktor yang dapat mencentuskan


perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan :

- Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas


seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian missal dan sebagainya.
- Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
- Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
- Adanya riwayat prilaku anti social meliputi menyalahgunaan obat dan
alcoholism dan tidak mampu mengontrol emosinya dan pada saat
menghadapi rasa frustasi.
- Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.

6. Penilaian Terhadap Stressor

Penilaian stessor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari


situasi stress bagi individu, itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan respon sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya
sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan kesejahteraan seseorang.
Stressor mengasumsikan makna, intensitas, dan pentingnya sebagai
konsekuensi dari interprestasi yang unik dan makna yang diberikan kepada
orang yang beresiko (Stuart dan Laraja, 2001).

Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan fisiologis,


serta analisis kognitif seseorang tentang situasi stress. Caplan (1981,
dalam Stuart dan Laraja, 2001) menggambarkan empoat fase dari respon

9
perilaku individu untuk menghadapi stress, meliputi :

1. Perilaku yang mengubah lingkungan stress atau memungkinkan


individu untuk melarikan diri itu.

2. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan


eksternal dan setelah mereka.

3. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan


emosional yang tidak menyenangkan.

4. Perilaku intrapsikis yang membantuk untuk berdamai dengan masalah


dan gejala sisa dengan penyesuaian internal.

7. Sumber Koping

Menurut Stuart dan Laraja (2001), sumber koping dapat berupa


aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik defensive, dukungan
sosial, dan motivasi. Hubungan antar individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya
termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan
material dan kesejahteraan fisik.

Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi sebagai


dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal
yang paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah termasuk
kemampuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi masalah,
menimbang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan, meningkatkan
kemungkinan untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan dari orang lain
dan memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya, aset
materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber
koping sangat meningkatkan pilihan seseorang mengatasi di hampir semua
situasi stress. Pengetahuan dan kecerdasan yang lain dalam menghadapi
sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara yang berbeda

10
dalam menghadapi stress. Akhirnya, sumber koping juga termasuk
kekuatan ego untuk mengidentifikasi jaringan sosial, stabilitas budaya,
orientasi pencegahan kesehatan dan konstitusional.

8. Mekanisme koping

Menurut Stuart dan Larian (2001), mekanisme koping yang dipakai


pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :

1. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya


di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal, Misalnya seseorang yang sedang marah,
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

2. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau


keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.

3. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau


membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang
sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi
menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.

4. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila


diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakan sebagai rintangan. Misalnya seorang
yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.

11
5. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4
tahun marah karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Klien mengalami perilaku kekerasan sukar mengontrol diri dan


emosi. Untuk itu, perawat harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi
agar dapat menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat
memakai dirinya sendiri secara terapeutik dalam merawat klien.

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus jujur,


empati, terbuka dan penuh penghargaan, tidak larut dalam perilaku
kekerasan klien dan tidak menghakimi.

1. Pengkajian
Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan

Menurut Yosep (2009), pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku


kekerasan ditujukan pada semua aspek, yaitu bipsikososial-kultural-
spiritual.

a. Aspek Biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan sistem sarah otonom


bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urin
meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan, otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan reflex cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

b. Aspek Emosional

12
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

c. Aspek Intelektual

Sebagaian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui


proses intelektual, peran panca indera sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses
intelektual sebagai suatu pengalaman. Perlu mengkaji cara klien
marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi
diproses, diklarifikasi, dan diintergrasikan.

d. Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan


ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan
diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

e. Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

Faktor Lain Penyebab Perilaku Kekerasan

1) faktor predisposisi

13
faktor –faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan
adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
a. Faktor Biologis
1. Instinctural Drive Theory (Teori Dorongan Naluri), teori ini
menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan didasar yang sangat kuat.
2. Psychosomatic Theory (Teori Psikosomatik), pengalaman marah
adalah akibat dari respons psikologis terhadap stimulus ekternal,
internal maupun lingkungan. Dalam hal ini system limbic berperan
sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
b. Faktor Psikologis
1. Frustation Aggresion Theory (Teori Agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut
dapat mendorong individu perilaku agresif karena perasaan frustasi
akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
2. Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas/ situasi yang mendukung.
3. Eksistensial Theory (Teori Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui berperilaku
destruktif.
c. Faktor Sosiokultural
1. Social Environment Theory (Teori Lingkungan sosial), lingkungan
sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan
marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk merespons
asertif atau egresif.

14
2. Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial), perilaku kekerasan
dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi.

2) Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat
unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik,
kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam (putus hubungan
dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit
fisik dan lain-lain). Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu
perilaku kekerasan.
3) Mekanisme koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat
membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang
umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
“Displacement”, sublimasi, proyeksi, represi, denial dan reaksi formasi.
4) Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
1. Menyerang atau menghindar (Fight or Flight)
Pada keadaan ini respon fisiologia timbul karena kegiatan
system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang
menyebabkan TD meningkat, kakardia, wajah merah, pupil melebar,
mual sekresi Hcl meningkat, peristaltic gaster menurun, mengeluarkan
urin dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat
disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (Assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif
dan asertif. Mengekspresikan rasa marah tanpa menyakiti orang lain

15
secara fisik maupun psikologis. Disamping itu perilaku ini dapat juga
untuk mengembangkan diri klien.

3. Memberontak (Acting Out)


Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat
konflik perilaku “Acting Out” untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan.
Format/data fokus pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan (keliat
dan akemat, 2009)

Berikan tanda () pada kolom yang sesuai dengan data klien

Pelaku/usia korban/usia saksi/usia

1. aniaya fisik ( )( ) ( )( ) ( ) ( )

2. aniaya seksual ( )( ) ( )( ) ( )( )

3. penolakan ( )( ) ( )( ) ( )( )

4. kekerasan dalam ( )( ) ( )( ) ( )( )

Keluarga

5. tindakan kriminal ( ) ( ) ( )( ) ( )( )

6. aktivitas motorik

( ) lesu ( ) tegang ( ) gelisah ( ) agitasi

( ) tik ( ) grimasem ( ) tremor ( ) kompulsif

7. interaksi selama wawancara

( ) bermusuhan ( ) kontak mata kurang

( ) tidak kooperatif ( ) defensif

( ) mudah tersinggung ( ) curiga

16
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang didapat,
walaupun saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah
melakukan atau mempunyai riwayat perilaku kekerasan dan belum
mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan
tersebut.
Masalah keperawatan yang mungkin muncul untuk masalah perilaku
kekerasan adalah :
1. Harga diri rendah
2. Risiko Perilaku kekerasan
3. Koping individu tidak efektif
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
5. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain,


lingkungan, dan verbal)

Effect

Perilaku kesehatan

Core problem

Harga diri rendah kronis

Causa

17
3. rencana keperawatan RPK

Nama klien : Diagnosa medis :

Ruangan : No. CM :

No Diagnosa Perencanaan
Tgl Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
Dx keperawatan Tujuan

1 2 3 4 5 6 7

Perilaku 1. klien dapat 1.1. klien mau 1.1.1 beri salam/panggil nama - Hubungan saling percaya
membina merupakan landasan utama
kekerasan membalas salam klien
hubungan untuk hubungan
saling selanjutnya.
percaya 1.2 klien mau menjabat 1.1.2 sebutkan nama perawat
tangan sambil jabat tangan

1.3 klien mau 1.1.3 jelaskan maksud


menyebutkan nama hubungan interaksi

1.4 klien mau 1.1.4 jelaskan tentang kontrak


tersenyum yang akan dibuat

1.5 klien mau kontak 1.1.5 beri rasa aman dan sikap

18
mata empati

1.6 klien mengetahui 1.1.6 lakukan kontak singkat


nama perawat tapi sering

1.7 menyediakan waktu


untuk kontrak

2. klien dapat 2.1 klien dapat 2.1.1 beri kesempatan untuk - Beri kesempatan untuk
mengungkapkan
mengidentifika mengungkapkan mengungkapkan perasaannya
perasaanya dapat
si penyebab perasaannya membantu mengurangi
2.1.2 bantu kalien untuk stres dan penyebab
perilaku
2.2 klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal
kekerasan dapat diketahui
mengungkapkan jengkel/kesal
penyebab perasaan
jengkel/kesal (dari diri
sendiri, dari
lingkungan/orang lain)

19
3. klien dapat 3.1 klien dapat 3.1.1 anjurkan klien - untuk mengetahui hal yang
dialami dan dirasa saat
mengidentifika mengungkapkan mengungkapkan apa yang
jengkel
si tanda-tanda perasaan saat dialami saat marah/jengkel
- untuk mengetahui tanda-
perilaku marah/jengkel
3.1.2 observasi tanda perilaku tanda klien jengkel/kesal
kekerasan
3.2 klien dapat kekerasan pada klien - menarik kesimpulan
menyimpulkan tanda- bersama klien supaya klien
3.2.1 simpulkan bersama klien mengtahui secara garis
tanda jengkel/kesal besar tanda-tanda
tanda-tanda jengkel/kesal yang marah/kesal
yang dialami
dialami klien

4. klien dapat 4.1 klien dapat 4.1.1 anjurkan klien untuk - mengekplorasi perasaan
klien terhadap perilaku
mengidentifika mengungkapkan mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa
si perilaku perilaku kekerasan kekerasan yang biasa dilakukan dilakukan
- untuk mengetahui perilaku
kekerasan yang yang biasa dilakukan klien
kekerasan yang biasa
biasa dilakukan dan dengan
4.2 klien dapat bermain 4.1.2 bantu klien bermain peran bantuan perawat bisa
dilakukan
peran dengan perilaku sesuai dengan perilaku membedakan perilaku
konstruktif dan destruktif
kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa dilakukan - dapat membantu klien
dilakukan dapat menemukan cara
4.1.3 bicarakan dengan klien yang dapat menyelesaikan
masalah
4.3 klien dapat apakah cara yang klien lakukan

20
mengetahui cara yang masalahnya selesai
biasa dapat
menyesuaikan masalah
atau tidak

5. klien dapat 5.1 klien dapat 5.1.1 bicarakan akibat/kerugian - membantu klien untuk
menilai perilaku kekrasan
mengidentifika menjelaskan akibat dari dari cara yang dilakukan klien
yang dilakukannya
si akibat cara yang digunakan - dengan mengetahui akibat
5.1.2 bersama klien perilaku kekerasan
perilaku klien
menyimpulkan akibat vara yang diharapkan klien dapat
kekerasan merubah perilaku
digunakan oleh klien destruktif yang
dilakukannya menjadi
perilaku yang konstruktif

6. klien dapat 6.1 klien dapat 6.1.1 tanyakan pada klien - Agar klien dapat
mempelajari cara yang lain
mengidentifika melakukan cara “apakah ia ingin mempelajari
yang konstruktif
si cara berespon terhadap cara baru yang sehat?” - dengan mengientifikasi
cara yang konstruktif
konstruktif kemarahan secara
6.1.2 berikan pujian jika klien dalam merespon terhadap
dalam konstruktif kemarahan dapat
mengetahui cara lain yang sehat membantu klie
merespon
menemukan cara yang baik
terhadap 6.1.3 diskusikan dengan klien untuk mengurangi
kejengkelannya sehingga
kemarahan
klien tidak stres lagi

21
cara lain yang sehat - Reinforcement positif
dapat memotivasi klien dan
a. Secara fisik : tarik nafas meningkatkan harga
dalam jika sedang dirinya
kesa/memukul - Berdiskusi dengan klien
bantal/kasur atau olahraga untuk memilih cara yang
atau pekerjaan yang lain sesuai dengan
memerlukan tenaga kemampuan klien
b. secara verbal : katakan
bahwa anda sedang
kesal/tersinggung/jengkel
saya kesal anda berkata
seperti itu : saya marah
karena mama tidak
memenuhi keinginan saya
c. secara sosial : lakukan
dalam kelompok cara-cara
marah yang sehat, latihan
asentif. Latihan
manajemen perilaku
kekerasan
d. secara spiritual : anjurkan
klien sembahayang,
berdo’a/ibadah lain,
meminta pada tuhan untuk
diberi kesabaran, mengadu
pada tuhan
kekerasan/kejengkelan.

22
7. klien dapat 7.1 klien dapat 7.1.1 bantu klien memilih cara - memberikan stimulasi
kepada klien untuk menilai
mendemonstra mendemonstrasikan yang paling tepat untuk klien
respon perilaku kekerasan
sikan cara cara mengontrol secara tepat
7.1.2 bantu klien - membantu klien dalam
mengontrol perilaku kekerasan
mengodentifikasi manfaat cara membuat keputusan
perilaku terhadap cara yang telah
- fisik : tarik nafas dipilih dipilihnya dengan melihat
kekerasan
dalam, olahraga, manfaatnya
7.1.3 bantu keluarga klien untuk - agar klien mengetahui cara
menyiram tanaman marah yang konstruktif
menstimulasi cara tersebut (role - pujiaan dapat
- verbal : play) meningkatkan motivasi dan
hargai diri klien
mengatakannya secara - agar klien dapat
7.1.4 berreinforcement positif melaksanakan cara yang
langsung dengan tidak
atau keberhasilan klien telah dipilihnya jika ia
menyakiti sedang kesal
menstimulasi cara tersebut
- spiritual :
7.1.5 anjurkan klien untuk
sembahayang berdo’a
menggunakan cara yang telah
atau ibadah lain
dipelajari saat jengkel/marah

8. klien 8.1 keluarga klien 8.1.1 identifikasi kemampuan - kemampuan keluarga


dalam mengidentifikasi

23
mendapat dapat : keluarga merawat klien dari akan memungkinkan
keluarga untuk melakukan
dukungan sikap apa yang telah dilakukan
- menyebutkan cara penilaian terhadap perilaku
keluarga dalam keluarga terhadap klien selama kekrasan
merawat klien yang - meningkatkan pengetahuan
mengontrol ini
berperilaku kekerasan keluarga tenang cara
perilaku merawat klien sehingga
8.1.2 jelaskan peran serta keluarga terlibat dalam
kekerasan - mengungkapkan rasa
keluarga dalam merawat klien perawatan klien
puas dalam merawat - agar keluarga dapat
merawat klien dengan
klien 8.1.3 jelaskan cara-cara perilaku kekerasan
merawat klien : - agar keluarga mengetahui
cara merawat klien melalui
demosntrasi yang dilihat
- terkait dengan cara keluarga secara langsung
mengontrol perilaku marah - mengeksplorasi perasaan
keluarga setelah
secara konstruktif melakukan demonstrasi

- sikap tenang, bicara tenang


dan jelas

-membantu klien mengenal


penyebab ia marah

-bantu keluarga
mendemonstrasikan cara

24
merawat klien

8.1.4 bantu keluarga


mendemostrasikan cara
merawat klien

8.1.5 bantu keluarga


mengungkapkan perasaanya
setelah melakukan demonstrasi

9. klien dapat 9.1 klien dapat 9.1.1 jelaskan jenis-jenis obat - klien dan keluarga dapat
mengetahui nama-nama
menggunakan menyebutkan obat- yang diminum klien pada klien
obat yang diminum oleh
obat-obatan obatan yang diminum keluarga klien
- klien dan keluarga dapat
yang diminum dan kegunaanya (jenis,
9.1.2 diskusikan manfaat mengetahui kegunaan obat
dan waktu, dan efek) yang dikonsumsi klien
minum obat dan kerugian - klien dan keluarga
kegunaannya
9.2 klien dapat minum berhenti minum obat tanpa mengetahui prinsip benar
(jenis, waktu, agar tidak terjadi kesalahan
obat sesuai program seizin dokter dalam mengkonsumsi obat
dosis dan efek)
pengobatan - klien dapat memiliki
9.2.1 jelaskan prinsip benar kesadaran pentingnya
minum obat dan bersedia
minum obat (baca nama yang minum obat dengan
tertera pada botol obat, dosis kesadaran sendiri
- mengetahui efek samping

25
obat, waktu dan cara minum) sedini mungkin sehingga
tindakan dapat dilakukan
9.2.2 ajarkan klien minta obat sesegera mungkin untuk
menghindari komplikasi
dan minum tepat waktu - reinforcement positif dapat
memotivasi keluarga dan
klien serta dapat
meningkatkan harga diri

 Intervensi Keperawatan dengan menggunakan SP

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


DIAGNOSA
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
Perilaku kekerasan Pasien mampu : Setelah … kali pertemuan, SP 1
pasien dapat memenuhi  Identifikasi penyebab tanda dan gejala serta akibat perilaku
 mengidentikasi kebutuhannya, mampu: kekerasan.
penyebab dan  Menyebutkan  latih cara fisik 1.tarik nafas dalam.
tanda perilaku penyebab, tanda,  masukan dalam jadwal harian pasien
kekerasan gejala dan akibat
 menyebut jenis perilaku kekerasan. SP 2

26
perilaku  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)
kekerasan yang Setelah ….. kali pertemuan,  latih cara fisik 2 : pukul kasur atau bantal
pernah pasien mampu :  masukan dalam jadwal pasien
dilakukan  menyebutkan
 menyebut kegiatan yang sudah
akibat perilaku dilakukan
kekerasan yang  Memperagakan cara
di lakukan fisik untuk SP 3
mengontrol perilaku  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 & SP 2)
Keluarga mampu kekerasan  Latih secara sosial atau verbal
:  Menolak dengan baik
 merawat pasien Setelah …… Kali  Meminta dengan baik
dirumah sakit pertemuan pasien mampu :  mengungkapkan dengan baik
 Menyebutkan  Masukkan dalam jadwal harian pasien
kegiatan yang
dilakukan
 Memperagakan cara
sosial / verbal untuk
mengontrol perilaku
kekerasan.

27
Setelah … kali pertemuan, SP 4
pasien mampu :  Evaluasi Kegiatan yang lalu Sp 1, 2 dan 3
 Menyebutkan  Latih secara spiritual (berdoa dan sholat.
kegiatan yang sudah  Masukkan dalam jadwal harian pasien
dilakukan SP 5
 Memperagakan cara  Evaluasi Kegiatan yang lalu SP 1, 2, 3 dan 4
spiritual  Latih patuh obat (minum obat secara teratur, susun jadwal
minum obat secara teratur
 Masukkan dalam jadwal harian pasien
Setelah …… kali
pertemuan pasien mampu :
 Menyebutkan
kegiatan yang
sudah dilakukan
 Memperagakan
cara patuh obat.

28
Contoh rencana keperawatan perilaku kekerasan dalam bentuk Strategi
Pelaksanaan

No Klien Keluarga

SP1P SP1K

1. Mengidentifikasi penyebab perilaku Mendiskusikan masalah yang


kekerasan dirasakan keluarga dalam merawat
klien.
Mengidentifikasi tanda dan gejala
2.
perilaku kekerasan Menjelaskan pengertian perilaku
kekerasan, tanda dan gejala perilaku
Mengidentifikasi perilaku kekerasan
kekerasan, serta proses terjadinya
3. yang dilakukan
perilaku kekerasan

Mengidentifikasi akibat perilaku


kekerasan
4.
Menyebutkan cara mengontrol
5. perilaku kekerasan

Membantu klien mempraktikan


latihan cara mengontrol perliaku
6.
kekerasan secara fisik 1 : latihan
nafas dalam

Menganjurkan klien memasukan


kedalam kegiatan harian
7.

SP2P SP2K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Melatih keluarga mempraktikan cara


harian klien merawat klien dengan perilaku
2.
kekerasan.
Melatih klien mengontrol perilaku

29
kekerasan dengan cara fisik 2 : Melatih keluarga melakukan cara
pukul kasur dan bantal merawat langsung kepada klien
perilaku kekerasan.
Menganjurkan klien memasukan
3.
kedalam kegiatan harian

SP3P SP3K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Membantu keluarga membuat jadwal


harian klien aktivitas dirumah termasuk minum
2.
obat (discharge planning).
Melatih klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara sosial/verbal Menjelaskan follow up klien setelah
3. pulang
Menganjurkan klien memasukkan
ke dalam kegiatan harian

SP4P

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan


harian klien
2.
Melatih klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual

3.
Menganjurkan klien memasukkan
ke dalam kegiatan harian

SP5P

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan


harian klien
2.
Melatih klien mengontrol perilaku
kekerasan dengan minum obat
3.
Menganjurkan klien memasukkan

30
ke dalam kegiatan harian

 Rencana Tindakan Keperawatan


1) Tujuan tindakana keperawatan
Tujuan umum :
Klien dapat mengontrol perilakunya dan dapat mengungkapkan
kemarahannya secara asertif.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda perilaku
kekerasan
2. Klien mampu memilih cara yang konstruktif dalam bertespons
terhadap kemarahannya
3. Klien mampu mendemontrasikan perilaku yang terkontrol
4. Klien memperoleh dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku
dan menggunakan obat dengan benar

2) Tindakan keperawatan
Dengan menggunakan pendekatan rentang rencana
keperawatan mulai dari strategi pencegahan sampai strategi
pengontrolan. Pada strategi pencegahan dapat dilakukan pendidikan
kesehatan (table 4), latihan asertif (table 5), kesadaran diri komunikasi
verbal, perubahan lingkungan, intervensi perilaku dan penggunaan
psikofarma. Jika strategi ini dilakukan namun klien bertambah agresif,
maka teknik manajemen krisis seperti isolasi dan pengikatan harus
dilakukan. Namun demikian pencegahan adalah upaya yang terbaik
dalam mengelolah klien dalam perilaku kekerasan.

31
Beberapa rencana keperawatan yang berkaitan dengan perilaku kekerasan :

isi Kegiatan instruksional evaluasi


Bantu klien  Fokuskan pada  Klien
mengidentifikasi perilaku non verbal mendemonstrasika
marahnya  Mengekspresikan n sikap tubuh dan
marah secara non ekspresi wajah
verbal melalui pada saat marah
barmain peran (role
playing)
Berkan kesempatan  Gambarkan situasi  Klien dapat
mengekspresikan yang biasanya dapat menggambarkan
marah menimbulkan rasa situasi marah
marah yang tepat dengan respon
yang sesuai
Latihan ekspresi  Bermain peran (Role  Klien ikut serta
marah Playing) dengan dalam bermain
membayangkan peran dan
respon yang sesuai mengidentifikasi
terhadap marah perilaku yang
sesuai untuk
ekspresi marah
Terapkan ekspresi  Bantu klien  Klien
marah pada situasi mengidentifikasi mengidentifikasi
nyata situasi nyata yang situasi nyata yang
membuat ia marah telah membuat
 Bermain peran marah
menghadapi obyek  Klien mampu
yang menimbulkan mengekspresikan
ras marah marahnya melalui
peran bermain
 Berikan umpan

32
balik apabila klien
dapat
mengekspresikan
perasaannnya

Identifikasi  Buat daftar beberapa  Klien ikut serta


alternative yang cara ekspresi marah mengidentifikasi
digunakan untuk tanpa konfrontasi alternative-
mengekspresikan langsung alternatif yang
marahnya  Diskusikan akan digunakan
alternative situasi
yang sesuai yang
akan digunakan
Hadapi klien dengan  Berikan dukungan  Klien
berperan sebagai selama konfrontasi mengidentifikasi
orang yang menjadi bila diperlukan perasaan
sumber marah  Diskusikan marahnya dan
pengalaman yang dapat menghadapi
dirasakan obyek yang
membuatnya
marah dengan
cara yang
positif/sesuai.
Tabel 2. Rencana Pendidikan Kesehatan Pengekspresian marah secara tepat

Table 3. Tindakan Keperawatan Pada Klien yang Kesulitan untuk


mengekspresikan marahnya
Prinsip Utama Tindakan keperawatan Rasional
Mengekspresikan  Bina hubungan  Perilaku pasif akan
marahsecara efektif saling percaya memperkuat harga
 Bantu klien

33
mengenali prasaan diri rendah
dan batasan
marahnya
Pengekspresian  Komunikasikan  Kemarahan yang
marah secara asertif bahwa marah itu ditekan akan
normal menyebabkan
 Identifikasi depresi
mekanisme koping  Perilaku agresif
yang biasa juga menyebabkan
digunakan rasa tidak aman
 Berikan dukungan dan harga diri
pada mekanisme rendah
koping yang  Perilaku asertif
konstruktif akan menghasilkan
 Eksplorasi harga diri tinggi
alternative perilaku dan dapat
 Bantu klien berlatih menghindarkan diri
mngekspresikan dari melakukan
perasaannya secara tindakan kekerasan
asertif pada orang lain.
 Berikan umpan
balik
Peningkatan perhatian  Memberikan batasan  Informasikan
pada perilaku yang perilaku yang dapat batasan perilaku
posistif diterimaakan yang dapat diterima
meningkatkan berikut alasannya.
sosialisasinya.  Klasifikasikan
 Ekspresi perasaan kembali tanggung
adalah suatuproses jawab klien
yang membantu terhadap
klien untuk saling perilakunya.
menghargai orang  Berikan

34
lain. batasankonsekwens
 Menetapkan batasan i untuk pelanggaran
marah. peraturan yang
 Marah dapat telah disepakati.
dipelajari klien dan  Tingkatkan
lebih efektif dari kesepakatan staf
mekanisme koping. terhadap batasan-
batasan yang
sesuai.
 Konsisten terhadap
batasan-batasan
yang telah
ditetapkan
bersama.
 Berikan umpan
Lindungan diri dari balik posisti
usaha melukai diri  Perilaku kekerasan apabila berhasil.
sendiri maupun orang mempunyai resiko
lain. tinggi untuk
mencerdai diri dan
orang lain.  Pertahankan sikap
 Persaan bersalah maupun
akan menimbulkan lingkungan dengan
tekanan psikologis, tenang.
apabila tidak dapat  Control emosi dan
mengontrolnya tanda-tanda
inividu dapat ketegangan.
melukai orang lain.  Berikan obat
 Ciptakan rasa aman anticemas atauanti
psikotik.
 Hindari
pertentangan

35
denganklien yang
dapat merendahkan
dirinya.

Tabel 4. Respon tidak terapeutik terhadap ekspresi marah


Respon Ciri utama
Bertahan Kemarahan klien diinterpretasikan
sebagai penyerangan dengan penjelasan
bahwa situasi menyerang itu tidak adil
atau pengecut.

Membalas dendam Menempatkan diri pada status yang lebih


tinggi dengan harapan dapat menghukum
orang lain dan mengekspresikan
kemarahnyanya.

Merendahkan Ciri utama adalah menduga bahwa


dengan sikap sombong/menempatkan
diri pada posisi yang lebih tinggi dapat
menurunkan emosi klien.

Menghindari Tidak mengakui atau mengabaikan


persaan klien.

Table 5. Proses belajar asertif


Proses belajar Asertif
1. Observasi perilaku anda.
2. Buat cacatatan tentnang perilaku asertif dan tidak asertif.
3. Pilih satu situasi untuk menguji perilaku anda.
4. Ulangi perilaku anda dalam situasi yang berbeda.
5. Observasi apakah tindakan anda efektif untuk situasi yang berbeda.
6. Indentifikasi alternative respon.

36
7. Bayangkan bagaimana andamenempatkan diri untuk melakukan tindakan
yang efektif, ulangi latihan tersebut pada situasi yang berbeda.
8. Latih untuk melakukan hubungan baru dengansituasi nyata.
9. Siapkan diri anda untuk menerima umpan balik dan bersikap posistif
terhadap tanggapan orang lain.

 Prinsip yang perlu diperhatikan pada pengelolaan klien perilaku kekerasan


:
1. Staf diberi latihan mengenai pencegahan dan pengelolaan klien perilaku
kekerasantermasuk bermain peran.
2. Perbandingan perawat-klien 1:1.
3. Untuk tindakan pengaman dilakukan secara kompak, tidak dibenarkan
menghadapi klien perilaku kekerasanseprang diri.
4. Berikan informasi tindakan yang akan dilakukan ataupun pemberian obat
yang berkaitan dengan perilaku kekerasan.
5. Lindungi bagian tubuh vital staf dari upaya perlukaan.
6. Bila situasi dapat diatasi, segera diskusikan insiden yang terjadi.
7. Setelah klien tenang dan dapat mengontrol perilakunya beri kesempatan
kepadanya untuk mengekspresikan persaannya.
8. Berikan penguatan positif bila klien dapat mengekspresikan perasaannya.
 Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan untuk pasien
a.) Tujuan
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya

37
6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka
b.) Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat
berinteraksidengan saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan
dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topic, waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu
3) Diskusijan persaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
b) Diskusikantanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual
4) Diskusikan bersama pasien perilaku pasien yang biasa dilakukan
pada saat marah secara:
a) Verbal
b) Terhadap orang lain
c) Terhadap diri sendiri
d) Terhadap lingkungan
5) Diskusikanbersama pasien akibat perilakunya
6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
secara:

38
a) Fisik : pukul kasur dan bantal, tarik nafas dalam
b) Obat
c) Spiritual : sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
a) Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal
b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur-bantal
8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
a) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
9) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a) Latih mengontrol marah secara spiritual : sholat, berdoa
b) Buat jadwal latihan sholat dan berdoa
10) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasandengan patuh minum
obat
a) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum obat, dan benardosisi obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat
b) Susun jadwal minum obat secara teratur
11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktifitas kelompokstimulasi
Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan

c.) Tindakan keperawatan dengan menggunakan pendekatan strategi


pelaksaan (SP).

39
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan defenisi
tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat
terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Berikut ini tanda dan gejala pasien dengan risiko perilaku kekerasan :
1. Pandangan tajam
2. Muka merah dan tegang
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Bicara kasar
6. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7. Mengancam secara verbal dan fisik
8. Melempar atau memukul benda/orang lain
9. Merusak barang atau benda
10. Tidak mempunyai kemempuan mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan,Deden dan Rusdi.2013.KEPERAWATAN JIWA; KONSEP


DAN KERANGKA KERJA ASUHAN KEPERAWATAN
JIWA.Yogyakarta:Gosyen publishing
Damaiyanti, Mukripah dan Iskandar.2012.Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung: PT Refika Aditama

41

Anda mungkin juga menyukai