Anda di halaman 1dari 2

A.

PEMBAHASAN
Saat ini berbagai upaya yang dilakukan oleh para peternak demi memajukan kualitas
maupun efisiensi dari hewan ternak yang ada, salah satunya yakni upaya peningkatan
pemberian pakan pada hewan ruminanisa. bila dilihat dari segi sifatnya hewan ruminansia
merupakan jenis kelompok hewan mamalia yang bisa memah (memakan) dua kali sehingga
kelompok hewan tersebut dikenal juga sebagai hewan memamah biak. permasalahan dengan
pakan hewan ruminansia banyak ditemui sebagai contoh yaitu kasus rendahnya produksi susu
di Indonesia yang diakibatkan oleh kurangnya penggunaan teknologi pengolahan pakan. Oleh
karena itu upaya dalam peningkatan pakan menjadi suatu hal yang harus dilakukan oleh para
peternak. Pakan ternak hewan ruminansia terdiri dari hijauan atau biasa dengan rumput-
rumputan dan pakan tambahan atau biasa disebut dengan konsentrat. Namun perlakuan
tersebut dinilai oleh para peternak masih belum efisiensi dan belum bisa menjawab
permasalahan yang ada, namun saat ini mulai banyak inovasi yang dilakukan dalam bidang
pakan ternak salah satunya yaitu dengan penambahan probiotik. Probiotik sendiri dapat
didefinisikan sebagai pakan aditif dalam bentuk mikroorganisme hidup, baik secara tunggal
maupun campuran dari berbagai spesies.
Pemanfaatan probiotik yang merupakan campuran berbagai spesies mikroorganisme,
terutama mikroorganisme yang mampu memecah komponen serat melalui pakan dapat
meningkatkan produktivitas temak yang mana berkaitan dengan kecepatan cerna serat pada
awal proses pencernaan sehingga mempengaruhi ketersediaan ATP (energi) yang diperlukan
dalam poliferasi mikrobial rumen. Banyak penelitian yang menguji pengaruh nyata probiotik
dalam pakan ternak ruminansia salah satunya yakni jurnal penelitian yang ditulis oleh Hardhika
dian dkk yang berjudul tentang “Pengaruh penambahan probiotik dalam pakan terhadap
konsumsi, produksi susu, dan kadar gula darah pada sapi perah peranakan, friesien holstein
(PFH) laktasi” dalam jurnal penelitian ini data yang diperoleh pakan hijauan yang diberikan
pada sapi perah seperti rumput gajah, dan limbah nangka mengandung PK sebesar 9,38 % dan
10,04 %. Penggunaan hijauan berupa rumput gajah dan limbah nangka sebagai pakan utama
untuk sapi yang berproduksi tinggi kurang memadai ditinjau dari segi kualitasnya (sebagai
sumber protein dan energi), sehingga diperlukan konsentrat sebagai suplemen. Pada data
selanjutnya yang diperoleh dalan jurnal ini pun menunjukkan bahwa meskipun konsumsi BK,
BO, dan PK cenderung meningkat dengan semakin tingginya level pemberian probiotik, tetapi
hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang tidak
berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan pakan yang dibutuhkan oleh ternak telah tercukupi,
sehingga perlakuan tidak berpengaruh terhadap konsumsi pakan. Selain itu konsumsi BK dari
keempat perlakuan berkisar antara 2,52 % sampai 3,29 % dari BB. Hal ini sesuai dengan
pendapat Parakkasi (1999) bahwa konsumsi BK sapi perah berkisar antara 2-3 % dari BB,
Dengan demikian pakan yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan kebutuhan ternak.
Hasil data lain dalam jurnal tersebut pun menunjukkan bahwa penambahan probiotik
dalam ransum sapi perah laktasi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai produksi susu.
Pemberian probiotik pada sapi perah dengan dosis 60 ml/ekor/hr (P2) rata-rata produksi susu
per hari berbeda dibanding sapi yang tidak diberi probiotik (P0) yaitu P2 = 14,50 lt
ECM/ekor/hari dan P0 = 9,42 lt ECM/ekor/hari. Tetapi bila dibandingkan dengan pemberian
dosis 40 ml/ekor/hari (P1) rata-rata produksi susu tidak berbeda dengan perlakuan kontrol (P0)
yaitu (P1) = 11,30 lt ECM/ekor/hari dan P0= 9,42 lt ECM/ekor/hari. Sedangkan perbandingan
antara pemberian dosis 40 ml/ekor/hari (P1) dan dosis 80 ml/ekor/hari (P3) berbeda yaitu (P1)
= 11,30 lt ECM/ekor/hari dan (P3) = 14,58 lt ECM/ekor/hari. Dengan demikian
mengindikasikan bahwa probiotik yang merupakan sumber mikroba mampu meningkatkan
produksi susu ternak sapi perah, kemungkinan dikarenakan pengaruh probiotik yang dapat
meningkatkan konsumsi. Hasil ini sesuai dengan data konsumsi yang cenderung naik dengan
adanya penambahan probiotik sehingga dengan naiknya konsumsi maka meningkatkan
produksi susu dan ternak yang mendapat probiotik menunjukkan kadar gula darahnya
cenderung lebih tinggi dibanding kontrol.
Penambahan rumput probiotik memang mampu menunjang cerna ternak ruminansia
dimana seperti jurnal penelitian yang ditulis oleh Debora Kana Hau dkk, yang berjudul
“Pengaruh probiotik terhadap kemampuan cerna mikroba rumen sapi bali” dengan data yang
diperoleh yakni menunjukkan bahwa pemberian probiotik baik Bioplus maupun Starbio tidak
nyata mempengaruhi konsumsi zat-zat makanan yang mana diduga karena komposisi zat-zat
makanan dan jenis ransum yang diberikan pada ternak-ternak penelitian adalah sama, dengan
palatabilitas yang relatif tidak berbeda sehingga tidak mempengaruhi selera makan dari ternak-
ternak tersebut. Namun sebaliknya nilai kecernaan zat-zat makanan akibat pemberian Bioplus
nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pemberian Starbio baik pada awal maupun pada akhir
penelitian. Ini menunjukkan bahwa baik Bioplus maupun Starbio, keduanya termasuk jenis
probiotik tetapi dapat memberikan respon yang berbeda. Jurnal tersebut menunjukan bahwa
ada perubahan rataan pH cairan rumen sapi-sapi percobaan sebelum dan sesudah mendapat
tambahan probiotik Bioplus dan Starbio. Pada waktu sebelum penambahan probiotik, pH
cairan rumen berada di bawah pH cairan rumen normal. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara kedua kelompok perlakuan tersebut terhadap pH
cairan rumen. Hal ini kemungkinan karena jenis ransum yang digunakan adalah sama untuk
kedua kelompok tersebut.
Namun pada penggunaan probiotik dalam ternak ruminansia pun mempunyai perbedaan
dengan hasil temuan pada jurnal penelitian yang ditulis Hardhika. Pada jurnal penelitian ini
data yang diperoleh pada penambahan probiotik lebih cenderung kepada peningkatan bobot
tubuh hewan ruminansia daripada produksi susu yang dihasilkan, pada jurnal penelitian yang
ditulis oleh Habib Ali Zamzami dkk, yang berjudul “Pengaruh penggunaan probiotik pada
complete feed terhadap kuantitas dan kualitas produksi susu sapi perah laktasi” yang mana
data penelitian menunjukan bahwa produksi susu rata-rata dari perlakuan dengan penambahan
probiotik (P1) mengalami penurunan produksi sebesar 0,048 kg atau 0,45% dari
10,5848±0,9887 kg menjadi 10,5374±0,6563. Dengan data tersebut menunjukan probiotik
tidak meningkatkan produksi pada sapi perah dengan dugaan penurunan produksi disebabkan
penyerapan zat makanan yang dicerna tidak digunakan untuk produksi susu melainkan untuk
meningkatkan bobot badan. Hal itu diperkuat oleh Samadi (2007) dalam jurnal tersebut
menjelaskan bahwa probiotik pada ternak ruminansia akan meningkatkan pertambahan bobot
badan dan efisiensi konsumsi pakan. Namun data lain dalam jurnal penelitian ini pun
menunjukan penambahan probiotik berpengaruh pada kadar protein dimana kandungan protein
diatas 2,7% artinya diatas standar yang diterapkan oleh SNI. Rata-rata perlakuan complete feed
tanpa penambahan probiotik adalah sebesar 2,712±0,223. Sedangakan kandungan rata-rata
protein susu perlakuan dengan penambahan probiotik (P1) menunjukan angka yang lebih besar
yaitu 2,863±0,166. Diketahui terjadi peningkatan kadar protein dalam susu sebesar 0,15 atau
5,56%. Dugaan peneliti karena adanya peningkatan kandungan protein pada pakan yang dapat
dicerna yang disebabkan oleh probiotik. Dengan demikian Penambahan probiotik pada
complete feed tidak memberikan pengaruh terhadap produksi susu, melainkan berpengaruh
terhadap peningkatan kandungan protein dengan peningkatan sebesar 5,56%.

Anda mungkin juga menyukai