T (Tumor Primer) T0 tidak terbukti ada tumor Tx tumor tidak dapat dinilai T1 <1cm T2 2-4 cm masih terbatas pada tiroid T3 > 4 cm terbatas pada tiroid atau tumor dengan ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra triod yang minimal (misal ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid) T4a tumor telah berestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat berikut ; jaringan lunak subkutan, laring, trakea, esofagus, n. laringeus rekurren atau karsinoma anaplastik terbatas pada tiroid (intra tiroid) T4b tumor telah menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau arteri carotis atau karsinoma anaplastik berestensi keluar kapsul (ekstra tiroid) N (Kelenjar Getah Bening) Nx kelenjar getah bening tidak dapat dinilai N0 tidak ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening N1 pembesaran (dapat dipalpasi) N1a hanya ipsilateral N1b kontralateral, bilateral, garis tengah, atau mediastinum M (Metastasis Jauh) Mx metastasi tidak dapat dinilai M0 tidak terdapat metastasis jauh M1 terdapat metastasis jauh Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 – 54 tahun. Laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 – 3:1. Kanker nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000. Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke-1 di bidang Telinga , Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF. Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF yaitu: 1. Kerentanan Genetik Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring. 2. Infeksi Virus Eipstein-Barr Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (nonkeratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma. 3. Faktor Lingkungan Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.