Anda di halaman 1dari 18

ANALISA HUKUM TENTANG DOKTRIN PIERCING THE

CORPORATE VEIL, TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI


PADA PERSEROAN TERBATAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perseroan terbatas adalah merupakan subyek hukum yang mandiri
(Rechtpersoon), yang terlepas dari subyek hukum para pemegang sahamnya
(Natuurlijkepersoon). Sejauh pembentukan perseroan mengikuti perarturan
perundang-undangan yang berlaku, maka perseroan terbatas tersebut sebagai
badan hukum yang terpisah dari pemegang sahamnya, tanpa memperhatikan latar
belakang pembentukannya. Doktrin dasar perseroan terbatas adalah bahwa
perseroan terbatas adalah perseroan yang merupakan kesatuan hukum yang
terpisah dari subyek hukum pribadi yang menjadi pendiri atau pemegang saham
dari perseroan terbatas tersebut.1
Pasal 3 ayat [1] Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007,
mengatur bahwa :
” Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara
pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak
bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang
dimiliki.”

Ketentuan pasal ini, memberikan prinsip yang kuat, bahwa pemegang saham atau
pendiri perseroan terbatas, pertanggungjawabannya terbatas pada saham yang
disetor pada perseroan terbatas. Pemegang saham dalam pengertian ini adalah
pasif dan tidak terlibat dalam kegiatan usaha dari perseroan terbatas. Hal ini
merupakan tujuan awal pendirian perseroan terbatas, yaitu memungkinkan
penanaman modal atau investor yang pasif menanamkan modalnya pada kegiatan

1
Chatamarrasjid Ais, Pengarus Piercing The Corporate Veil Dalam Perseroan Terbatas,
Jurnal Hukum Bisnis, volume 22- No. 6- TAHUN 2003, hal 9

1
usaha tanpa harus berisiko untuk ikut dalam kegiatan usaha yang dijalankan oleh
perseroan terbatas.
Kegiatan usaha perseroan terbatas tersebut dijalankan oleh organ-organ
perseroan, yang menjalankan fungsi dan tanggung jawab masing-masing sesuai
dengan anggaran dasar perseroan terbatas. Organ-organ perseroan terbatas itu,
menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 adalah :
a. Rapat Umum Pemegang Saham
RUPS memiliki kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau
Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang
dan/atau anggaran dasar. Pemegang saham berhak memperoleh keterangan
yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris,
sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan
dengan kepentingan Perseroan. (Pasal 75 UUPT)
b. Direksi
Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Direksi berwenang menjalankan
pengurusan Sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar. (Pasal 92
UUPT)
c. Dewan komisaris
Melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi
nasihat kepada Direksi. Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
(Pasal 108 UUPT)
Ketiga organ inilah yang menjalankan keseluruhan kegiatan usaha
perseroan terbatas. Dari ketiga organ perseroan terbatas ini, sebetulnya yang
memiliki fungsi sebenarnya dalam menjalankan roda kegiatan usaha sehari-hari

2
adalah merupakan tanggung jawab Direksi. Fungsi utama dari direksi suatu
perseroan yaitu sebagai berikut:2
a. Tugas Manajemen, dalam arti direksi melakukan tugas memimpin
perusahaan.
b. Tugas Representasi, dalam arti direksi mewakili perusahaan di dalam dan di
luar pengadilan.
c. Prinsip mewalikili perusahaan di luar pengadilan menyebabkan perseroan
sebagai badan hukum
d. akan terikat dengan transaksi atau kontrak-kontak yang dibuat oleh direksi
atas nama dan untuk kepentingan perseroan.
Pada umumnya Direksi dalam menjalankan fungsi utamanya tersebut,
hanya bertanggung jawab kepada persero, dan dalam keadaan-keadaan yang
sangat khusus saja Direksi bertanggung jawab kepada pribadi masing-masing
pemegang saham, yaitu misalnya : pada hal merger dan akuisisi. Pemegang
saham minoritas dapat menuntut perseroan, bila tindakan direksi atas nama
perusahaan merugigan pemegang saham minoritas.
Tuntutan terhadap Direksi yang pada gilirannya mengakibatkan
diterapkannya piercing the corporate veil. Tuntutan terhadap Direksi pada
dasarnya berusaha untuk menyibak tabir dari perseroan, yaitu Suatu proses untuk
perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan, tanpa melihat kepada
fakta bahwa perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku
tersebut. Dalam hal seperti ini pengadilan akan mengabaikan status badan hukum
dari perusahaan tersebut, dan membebankan tanggung jawab kepada pihak
manager dari persseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab
terbatas dari perseroan, yang biasanya mereka nikmati.

2
Pudio, Bahan Kuliah Hukum Perusahaan Semester II “Slide Doktrin Hukum Asing
dalam UUPT”, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, tahun 2011, diambil
dari http://pudio-announcement-news.blogspot.com/2011/04/slide-hukum-perusahaan-
bahan-kuliah.html, pada tanggal 18 Juli 2012, hal. 2

3
Pasal 3 ayat 2 UUPT, mengatur bahwa : Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d.pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang
Perseroan.
Berdasarkan latar belakang seperti yang sudah penulis kemukakan diatas,
maka penulis tertarik untuk mengangkat tema tersebut ke dalam paper yang
berjudul “ANALISA HUKUM TENTANG DOKTRIN PIERCING THE
CORPORATE VEIL, TERHADAP TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA
PERSEROAN TERBATAS ”.

B. Perumusan masalah
Berdasar uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan
masalah, antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kedudukan pemegang saham yang juga sebagai direksi
menurut Undang-Undang Nomer 40 tahun 2007 ?
2. Bagaimanakah tanggung jawab pemegang saham yang juga sebagai Direksi
dalam Perseroan Terbatas ?

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fungsi dan tugas Direksi
Direksi memiliki tanggung jawab penuh dalam melaksanakan semua
tugasnya untuk kepentingan dan tujuan perseroan, dan tindakannya tersebut
didasarkan itikad baik serta mengindahkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Tugas (responsibility) adalah segala tindakan atau perbuatan direksi dalam
manajemen, dan dilakukan untuk tujuan dan kepentingan perseroan (perusahaan).
Semua tugas direksi didasarkan wewenang yang didapatnya baik atas Anggaran dasar
perseroan atau atas dasar fiduciary duty. Tugas direksi dapat dibagi menjadi tiga
kelompok besar yaitu :3
1. Tugas yang didasarkan kepercayaan (fiduciary duties, trust and confidence).
2. Tugas yang berdasarkan kecakapan, kehati-hatian dan ketekunan (duties of
skill, care and diligence).
3. Tugas-tugas yang berdasarkan ketentuan undang-undang (Statutory duties).
Untuk lebih lanjut mengenai kelompok tersebut di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. a. Direktur harus bertindak dengan pertimbangan yang jujur berdasarkan
kepentingan perusahaan dan bukan atas dasar kepentingan kelompok.
b. Direktur tidak menempatkan dirinya dalam posisi yang mengakibatkan
terjadinya pertentangan antara kepentingan perusahaan dan kepentingan
pribadi (conflict of interest) atau tugas dan kepentingannya.
c. Direktur harus menggunakan wewenang dan asset yang dipercayakan
kepadanya untuk maksud yang telah diberikan dan bukan untuk tujuan
lain.
2. a. Tugas-tugas ini hanya merupakan aspek dari tugas direktur agar tidak lalai
(negligent) dalam pelaksanaan fungsinya.

3
I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, Mega Poin, Jakarta, 2002, hal 220-221.

5
b. Bahwa secara konsep “the duty to be skillfull” berbeda dengan “the duty
to be care” dan “the duty to be diligence”.
3. Diamanatkan oleh Undang-undang (by the act) seperti direktur harus
melaksanakan “reasonable diligence” dalam tugas jabatannya atau
“disclosure”. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan
artinya bahwa secara fiduciary harus melaksanakan standar of care.
Fiduciary duty adalah tugas yang dijalankan oleh direktur dengan penuh rasa
tanggung jawab dan dengan itikad baik untuk kepentingan (benefit) orang
atau pihak lain (perseroan).4
Dalam kaitannya dengan pengurusan perseroan kewenangan bertindak yang
ada di dalam diri direksi menjadi sangat penting terutama jika dengan
konsekuensi hukum apabila direksi melakukan perbuatan hukum dengan pihak
ketiga dalam lapangan hukum perjanjian demi terpenuhinya syarat subyektif
sahnya suatu perjanjian. Hukum Perjanjian dan lazimnya peraturan perundang-
undangan yang berlaku mengancam setiap perbuatan hukum yang tidak
memenuhi syarat ini dengan ancaman kebatalan atau dapat dibatalkan.
Sebagai organ dari perseroan, keberadan direksi bergantung sepenuhnya
pada keberadaan perseroan, dan sebaliknya perseroan baru dapat menjalankan
kegiatannya jika ada direksi yang mengurus dan mengelolanya. Berdasarkan
paparan di atas maka direksi bertanggung jawab sepenuhnya terhadap perseroan
atas tindakan yang mengatasnamakan perseroan. Perseroan yang dirugikan oleh
tindakan, perbuatan, atau perikatan yang dibuat oleh direksi, dapat mengajukan
gugatan terhadap anggota direksi berkenaan, baik selama ia menjabat maupun
setelah diberhentikan melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham.
Pertanggungjawaban (Accountability) atas tindakan direksi dapat diketahui
dari apakah tindakan yang dilakukannya berdasarkan wewenang (authority),
termasuk di dalamnya didasarkan pada prinsip fiduciary duty atau tidak, dan

4
I.G. Rai Widjaja, Op.Cit, hal 222.

6
tindakan tersebut didukung oleh keadaan yang seimbang antara tugas dan
kewajiban dengan kemampuan melaksanakan tugas dan kemampuan (capability)
atau tidak.
Menurut Moelyatno, adanya kemampuan bertanggung jawab harus
memenuhi syarat :5
1. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang
buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum.
2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang
baik dan buruknya perbuatan tadi.
Hubungan kerja antara Direksi dengan perseroan yang memberikan
pekerjaan adalah hubungan berdasarkan kepercayaan (fiduciary duty). Direksi
dalam melakukan tugasnya harus menggunakan wewenang yang dimilikina untuk
tujuan yang patut. Direksi tidak boleh memperoleh keuntungan untuk dirinya
pribadi, bila keuntungan itu diperoleh karena kedudukannya sebagai direksi
perseroan itu.

Hubungan berdasarkan kepercayaan (fiduciary duty) dapat diartikan


sebagai kewajiban yang sepenuhnya dengan Iktikad baik, kepercayaan, keyakinan
dan keterbukaan dan ketidak berpihakan yang wajib dijalankan seorang pimpinan
perusahaan demi kepentingan dari pemegang saham; kewajiban untuk bertindak
dengan kejujuran yang tinggi dan loyalitas kepada pemegang saham dan demi
kepentingan pemegang saham.6
Direksi melakukan tugasnya berdasarkan kepercayaan. Jadi harus
memberikan keuntungan kepada perseroan secara keseluruhan, dan bukanlah
untuk kepentingan para pemegang saham. Direksi yang memperoleh gak dan
dibebani kewajiban untuk memutuskan apa yang penting untuk perseroan, dan
bagaimana melaksanakannya berdasarkan pertimbangan praktis, harus

5
Moeljatno, Asas-asas Hukum Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal 165.
6
Pudio,ibid. Hal. 4

7
memutuskan dengan itikad baik dan dengan tujuan yang benar, tidak terbuka bagi
Pengadilan untuk ditijau kembali.7
Doktrin Fiduciary Duty menuntut Direksi untuk bertindak dengan itikad
baik untuk kepentingan dan tujuan perseroan. Pelanggaran terhadap prinsip ini
membawa konsekuensi yang berat bagi Direksi, seperti diatur dalam Pasal 97 ayat
[3] Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007, karenanya direksi dapat dimintai
pertanggung jawaban secara pribadi, atau dengan perkataan lain berlakunya
dokrin Piercing The Corporate Veil.
Pada pasal 97 ayat [3] ini terlihat, jika bertolak dari doktrin benificary
duty, yang kemudian menerobos cadar perseroan dan mengakibatkan direksi
harus bertanggung jawab secara pribadi. Kewajiban Direksi tidak melibatkan
kepentingan pribadi atau memanfaatkan kedudukannya demi kepentingan pribadi
diatas kepentingan perseroan. (Duty of Loyality), dapat berupa tindakan-tindakan
yang dapat merugikan perseroan adalah :
a. Transakasi Self dealing (Transaksi dengan Perseroan)
Self dealing. Exists where person in fiduciary or
confidential relationships use property of another for His
own personal benefit
Black’s Law dictionary

Self Dealing adalah Suatu transaksi yang dilakukan antara direktur perseroan
dengan perseroan itu sendiri, baik secara langsung oleh direktur itu sendiri
maupun yang tidak misalnya lewat istri atau saudara-saudaranya. Transaksi
ini mengandung unsur conflict of interest, yaitu antara kepentigan pribadi
direksi dengan kepentingan perseroan. Transaksi antara pribadi direksi
dengan perseroan membuka kemungkinan timbulnya kerugian pada
perseroan, dan pemegang saham, kecuali pemegang saham yang merangkap
sebagai direksi.

7
Chatamarrasjid Ais, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) ,
Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung , Citra Aditya Bahti, 2000. Hal. 24

8
b. Ajaran Corporate Opportunity Doctrine
Corporate Opportunity Doctrine The doctrine pre-cludes
corporate fiduciarities for diverting to themselves
business opporturnities which the corporation has an
expactancy property interest or right, or which in fairness
should otherwise belong to corporation
Black’s Law dictionary

Ajaran ini menyatakan bahwa Direksi dan Organ perseroan lainnya tidak
diperbolehkan mengambil kesempatan untuk memperoleh keuntungan bagi
dirinya sendiri, jika kesempatan tersebut sebenarnya dapat diberikan kepada
perseroan.
Prinsip kepedulian ini memiliki dua persyaratan sebagai berikut: 8
a. Syarat Prosedural, bahwa seorang direksi haruslah selalu menaruh
perhatian dengan sungguh-sungguh kepada jalannya perseroan dan dia
juga harus selalu mendapatkan informasi yang lengkap (well informed)
terhadap perseroannya.
b. Syarat Substantif, bahwa dalam mengambil keputusan perseroan haruslah
dilakukan berdasarkan pertimbangan yang rasional. Akan tetapi standar
rasional tersebut tidak berarti bahwa direksi harus mengambil keputusan
yang benar-benar optimal. Yang dibutuhkan bahwa munculnya keputusan
tersebut terlihat sebagai respon yang wajar terhadap situasi yang ada.
Ide sentral dari hubungan fiduciary adalah melayani kepentingan pihak
lain. Hubungan fiduciary timbul ketika salah satu pihak berhak mengharapkan
pihak lain berbuat bagi kepentingan pihak pertama itu atau sebagai kepentingan
bersama, mengesampingkan kepentingan pihak kedua secara terpisah.
Kewajiban untuk melayani pihak lain memberikan implikasi yang mengharuskan
pihak yang melayani untuk menghindari menempatkan dirinya dalam posisi atau
kecenderungan mengutamakan kepentingan pribadi atau pihak yang lainnya yang

8
Pudio,ibid. hal. 6

9
bukan seharusnya untuk dilayani. Tak seorangpun memperoleh kepercayaan
seperti ini, untuk menempatkan dirinya dalam posisi yang mempertentangkan
kepentingan pribadi dengan kepentingan perseroan.9
B. Piercing The Corporate Veil
Di dalam hukum perseroan terbatas, berlaku suatu konsep dimana para
pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang
dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan
melebihi nilai saham yang dimilikinya. Tanggung jawab terbatas tersebut juga
berlaku kepada organ perseroan lainnya, yakni pada anggota direksi maupun
komisaris perseroan.
Namun, konsep tersebut tidak tanpa kecuali, karena dalam keadaan
tertentu tidak tertutup kemungkinan dihapusnya tanggung jawab terbatas pada
ketiga organ perseroan tersebut. Dalam hal seperti itu, pengadilan akan
mengesampingkan status badan hukum dari suatu perseroan terbatas dan
membebankan tanggung jawab kepada organ perseroan dengan mengabaikan
prinsip tanggung jawab terbatas yang biasanya melekat kepadanya. Kekebalan
(immunity) yang biasa dimiliki oleh pemegang saham, direksi dan komisaris,
yaitu tanggung jawab terbatas, dibuka dan diterobos menjadi tanggung jawab
tidak terbatas hingga kekayaan pribadi mereka dalam hal terjadi pelanggaran,
penyimpangan atau kesalahan dalam melakukan pengurusan perseroan atau
dengan kata lain dapat dikatakan bahwasanya dapat dimungkinkan untuk
mengoyak/menyingkap tirai/kerudung tabir perseroan terbatas (to pierce the
corporate veil). Di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (“UUPT”), prinsip piercing the corporate veil tersebut
termaktub dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 97 ayat (3).
Black’s Law Dictionary page 1147-1148, mendefinisikan prinsip piercing
the corporate veil sebagai:

9
Chatamarrasjid Ais, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), Ibid. Hal. 13

10
“Judicial process whereby court disregard usual immunity of
corporate officers or entities from liability for wrongful
corporate activities; e.g. when incorporation exists for sole
purpose or perpetrating fraud. The doctrine will holds that the
corporate structure with its attendant limited liability of
stockholders, officers and directors in the case of fraud or other
wrongful acts done in the name of corporation. The court,
however, may look beyond the corporate from only for the
defeat of fraud or wrong or the remedying injutice”.

Yudisial proses dimana pengadilan mengabaikan kekebalan pejabat perseroan


atau badan terhadap tanggung jawab untuk kegiatan yang tidak untuk kepentingan
perseroan, misalnya ketika penggabungan yang untuk kepentingan perorangan
atau penipuan. Doktrin akan menyatakan bahwa struktur perseroan dengan
kewajiban yang terbatas dari pemegang saham, pejabat dan direktur dalam kasus
penipuan atau tindakan salah lain dilakukan atas nama korporasi. Pengadilan,
bagaimanapun, mungkin melihat di luar perusahaan dari hanya untuk kekalahan
penipuan atau salah atau ketidakadilan menanggulangi.
Pada undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas,
tidak mengatur secara khusus larangan bahwa pemegang sahan dalam
kedudukannya sebagai Direksi dalam perseroan. Menurut pasal 93 ayat [1]
UUPT. Mengatur mengenai syarat-syarat umum yang dapat diangkat menjadi
Direksi, yaitu :orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum,
kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Selanjutnya dalam Pasal 94 UUPT mengatur bahwa Direksi diangkat
melalui RUPS kemudian dalam ayat-ayat berikutnya diatur mengenai : tata cara

11
pengangkatan dan batas waktu pengangkatan serta segala hal yang menjadi tugas
dan kewenangan Direksi diatur dalam anggaran dasar perseroan terbatas.
Dengan demikian pada undang-undang perseroan terbatas, tidak menutup
kemungkinan bahwa pemegang saham sekaligus dapat dipilih menjadi Direksi
dalam perseroan. Kondisi demikian tentunya dapat menimbulkan adanya conflict
of interesti dalam pengelolaan perseroan. Kemandirian perseroan terbatas yang
diamanatkan dalam undang-undang akan sulit tercapai. Pasal 3 ayat [1] UUPT
yang mengatur mengani pemisahan kekyaan pemegang saham sebatas saham
yang disetorkan akan mengalami kemacetan dalam hal pemegang saham adalah
juga sebagai organ dalam perseroan.
Kondisi inilah, kemudian diantisipasi dengan pengecualian dalam pasal 3
ayat [2] UUPT, yang mengatur bahwa :
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh Perseroan; atau
d.pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung
secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang
mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang
Perseroan.
Pemegang saham yang sekaligus sebagai direksi, dibatasi kekuasaan
menurut pasal tersebut. Pemegang saham yang juga kedudukannya sebagai
direksi dapat dimintakan pertanggungjawban secara pribadi apabila perseroan
mengalami kerugian yang disebabkan hal-hal :
a. Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum
belum atau tidak terpenuhi

12
Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) UUPT dinyatakan bahwasanya
dalam hal persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak
terpenuhi, misalnya anggaran dasar perseroan belum disahkan atau belum
diumumkan dalam berita negara, atau belum didaftarkan pada pengadilan
negeri setempat, maka .seluruh anggota direksi bersama-sama semua pendiri
perseroan terbatas serta seluruh anggota Dewan Komisaris Perseroan
bertanggung jawab secara tanggung renteng atas perbuatan hukum yang
dilakukan perseroan
b. Direksi melanggar ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dan anggaran dasar perseroan
c. Direksi melanggar prinsip ultra vires
Sebagaimana diketahui, setiap perseroan memiliki maksud dan tujuan tertentu
dalam pendiriannya yang dapat terlihat dalam anggaran dasarnya. Maksud
dan tujuan tersebut memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak merupakan
sebab keberadaan perseroan dan di pihak lain menjadi pembatasan bagi
kecakapan perseroan untuk bertindak. Perbuatan hukum perseroan menjadi
tidak cakap manakala perbuatan tersebut di luar cakupan maksud dan tujuan
perseroan yang disebut dengan ultra vires. Perbuatan ultra vires pada
prinsipnya merupakan tindakan hukum direksi yang tidak mengikat
perseroan, karena:
- Tindakan yang dilakukan berada di

luar maksud dan tujuan perseroan;


- Tindakan yang dilakukan berada di

luar kewenangan yang diberikan kepadanya berdasarkan undang-undang


yang berlaku dan anggaran dasar perseroan
Dalam hal anggota direksi melanggar prinsip ultra vires di atas, maka yang
bersangkutan demi hukum bertanggung jawah secara pribadi atas kerugian
yang diderita perseroan

13
d. Direksi melanggar prinsip fiduciary duty
Dalam hal direksi melanggar prinsip menjalankan tugasnya dengan itikad
baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha Perseroan
(fiduciary duty), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 85 ayat (1) dan (2)
UUPT, maka setiap anggota direksi perseroan bertanggung jawab sampai
kekayaan pribadinya.
Prinsip fiduciary duty tersebut berlaku juga dalam hal terjadi kepailitan pada
perseroan. Hal ini diatur dalam Pasal 104 ayat (2) UUPT yang menyatakan
bahwasanya, apabila terjadi kepailitan karena kelalaian atau kesalahan direksi
dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk menutupi kerugian akibat
kepailitan tersebut, maka anggota Direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Seperti diketahui, direksi memiliki kekuasaan yang amat besar dan hanya
dalam hal-hal tertentu yang amat terbatas dikendalikan oleh RUPS. Tugas dan
kewajiban direksi bersumber dari tiga hal :
a. Kontrak atau perjanjian kerja
Direksi harus teliti atau hari-hati dalam melakukan pekerjaan untuk
perseroan, yang timbul dari pernyataan-pernyataan kontrak kerjanya, atau
tidak dinyatakannya pernyataan-pernyataan tersebut dalam kontrak, sebagai
implikasinya direksi harus melakukan pekerjaannya sesuai dengan ”duty of
skill and care”
b. Kepatutan atau kewajaran
Sedangkan bagi direksi yang tidak membuat kontrak kerja dengan perseroan,
hubungannya dengan perseroan merupakan hubungan berdasarkan
kepercayaan benficiary duty. Tugas yang harus dilakukan dengan ”care and
diligence” yang timbul dari kepatuta dan kewajaran.
c. Anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan.

14
Tugas-tugas direksi tentu saja diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta anggaran dasar perseroan terbatas yang berlaku sebagai
undang-undang dalam perseroan terbatas.
Sedangkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan
terbatas, menganut ajaran duty of skill and care dalam pertanggungjwabannya,
tindakan direksi antara lain terlihat dalam pasal 97 ayat [3] yang mengatur bahwa:
Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian
Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya
sesuai dengan ketentuan. Selain itu dapat terlihat dalam Pasal 104 ayat [2] yang
mengatur bahwa : Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat terjadi
karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk
membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota
Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang
tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas tidak mengatur
secara tegas mengenai larangan pemegang saham sekaligus kedudukannya
sebagai Direksi dalam perseroan terbatas.Kedudukan pemegang saham yang
sekaligus debgai direksi kedudukannya dibatasi dengan adanya doktrin Piercing
the Corporate Veil, yang diadobsi ke dalam Pasal 3 ayat [2] Undnag-undnag
nomor 40 tahun 2007. Dalam doktrin Piercing The Corporate Veil, ada 3 tugas
direksi dan pertanggung jawabannya yaitu :Fiduciary duty, Duty of Care dan
Duty of Loyality
Tugas dan kewajiban direksi bersumber dari tiga hal :
d. Kontrak atau perjanjian kerja
Direksi harus teliti atau hari-hati dalam melakukan pekerjaan untuk
perseroan, yang timbul dari pernyataan-pernyataan kontrak kerjanya, atau
tidak dinyatakannya pernyataan-pernyataan tersebut dalam kontrak, sebagai
implikasinya direksi harus melakukan pekerjaannya sesuai dengan ”duty of
skill and care”
e. Kepatutan atau kewajaran
Sedangkan bagi direksi yang tidak membuat kontrak kerja dengan perseroan,
hubungannya dengan perseroan merupakan hubungan berdasarkan
kepercayaan benficiary duty. Tugas yang harus dilakukan dengan ”care and
diligence” yang timbul dari kepatuta dan kewajaran.
f. Anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan.
Tugas-tugas direksi tentu saja diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku, serta anggaran dasar perseroan terbatas yang berlaku sebagai
undang-undang dalam perseroan terbatas.

16
Sedangkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas,
menganut ajaran duty of skill and care dalam pertanggungjwabannya, Seperti
yang diatur dalam pasal 97 ayat [3] dan pasal 104 ayat [2].
B. Saran
Diadakannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana dari Undang-undang
Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang mengatur secara khusus
mengenai hak dan kewenang pemegang saham yang kedudukannya sekaligus
sebgai organ perseroan. Agar menghindari adanya piercing the corporate veil
serta memberkan kepastian hukum bagi pemegang saham atau investor pasif

17
DAFTAR PUSTAKA

Chatamarrasjid Ais, Pengarus Piercing The Corporate Veil Dalam Perseroan


Terbatas, Jurnal Hukum Bisnis, volume 22- No. 6- TAHUN 2003;

------------------------, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil),


Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Bandung , Citra Aditya Bahti,
2000;

Hendry Cambell Black, Black Law Dictionary, ST. Paul. Minn West Publishing Co.
Sixth edition, 1990;

I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, Mega Poin, Jakarta, 2002;

Moeljatno, Asas-asas Hukum Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2000;

Pudio, Bahan Kuliah Hukum Perusahaan Semester II “Slide Doktrin Hukum Asing
dalam UUPT”, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara,
tahun 2011, diambil dari http://pudio-announcement-
news.blogspot.com/2011/04/slide-hukum-perusahaan-bahan-
kuliah.html, pada tanggal 18 Juli 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai