Sumber Pendanaan Upaya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
Tugas 5 Kebijakan Iklim
Perubahan iklim merupakan dampak dari bumi yang semakin panas (global warming), akibat meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer yang utamanya disebabkan aktivitas manusia. Tentunya upaya-upaya untuk melakukan Adaptasi dan Mitigasi terhadap perubahan iklim terus dilakukan guna pembangunan yang terus berlanjut serta meminimasi dampak dari bencana akibat perubahan iklim yang terjadi. Dalam melakukan adaptasi dan mitigasi tentu memerlukan dana yang cukup besar. Sumber pendanaan untuk melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia berasal dari dana publik dan dana swasta, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negri. Pendanaan publik dalam negeri yang dialokasikan untuk perubahan iklim cukup besar. Misalnya saja tahun 2012, Pemerintah Indonesia melalui APBN mengalokasi dana untuk kegiatan mitigasi perubahan iklim sebesar 7,7 triliun rupiah (Kementerian Keuangan 2012). Berdasarkan data KLHK, 2017, pada tahun 2011 – 2014, pengeluaran pemerintah sebanyak 8,7 milliar rupiah atau setara dengan USD 655 juta untuk kegiatan kehutanan yang lebih ditujukan untuk kegiatan pre kondisi untuk kegiatan REDD+. Sebagian besar pendanaan dalam negeri untuk perubahan iklim (hampir 75%) dialokasikan untuk "kegiatan pendukung" yang utama, seperti pengembangan kebijakan, kegiatan penelitian dan pengembangan, pembentukan sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi serta penyiapan lingkungan pendukung lainnya. Kegiatan-kegiatan ini berperan menyiapkan landasan untuk berbagai "kegiatan inti" di bidang mitigasi, sehingga diharapkan akan membantu mendorong peningkatan baik dari segi jumlah maupun efektifitas alokasi pendanaan di masa yang akan datang. Sedangkan untuk pendanaan publik yang berasal dari luar negeri dapat berasal dari pendanaan bilateral atau multilateral melalui mekanisme hibah atau pinjaman. Banyaknya hibah yang diterima selama periode 2011 – 2014 sebesar USD 202,1 juta (Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Pinjaman untuk mendukung proyek-proyek infrastruktur dengan mitigasi langsung dan manfaat adaptasi (misalnya pembangkit listrik panas bumi, dan proyek rehabilitasi drainase), sedangkan hibah diarahkan untuk membangun lingkungan yang memungkinkan dan bentuk lain dari kesiapan. Kerjasama bilateral yang telah dijalin pemerintah Indonesia, antara lain, kerjasama dengan Kerajaan Norwegia, pemerintah Jepang, Korea, Denmark, dan lain-lain. Sedang pendanaan multilateral yang telah atau yang dapat dimanfaatkan antara lain:
1. Adaptation Fund (AF)
Merupakan salah satu pendanaan multilateral yang dikhususkan untuk kegiatan-kegiatan adaptasi perubahan iklim yang sumber pendanaannya berasal dari 2% hasil karbon untuk Clean Development Mechanism (CDM). Untuk dapat mengakses pendanaan dapat dilakukan melalui Implementing Entities terakreditasi yang terdiri dari 3 kategori, yaitu : a. National Implementing Entities (NIEs) b. Regional Implementing Entities (RIEs) c. Multilateral Implementing Entities (MIEs) Di Indonesia terdapat lembaga nasional terakreditasi sebagai NIEs, yaitu Kemitraan Indonesia yang nantinya akan membuat paying program. Dari program tersebut, disusun suatu call proposal. Sistem ini memungkinkan bagi inisiatif-inisiatif yang ada untuk bergabung dengan lembaga lain sehingga dapat mengakses data. Untuk menyepakati program-program di level nasional, maka tiap negara memiliki Designated National Authorities yang merupakan kontak untuk Adaptation Fund. Designated National Authorities bertugas untuk melakukan persetujuan atas akreditasi aplikasi NIE sebelum dikirim ke Sekretariat Adaptation Fund untuk dilakukan penilaian dan/atau persetujuan proposal oleh Implementing Agency untuk proyek dan program Adaptasi di negaranya. KLHK di Indonesia bertindak sebagai Designated National Authorities. 2. Global Environment Facility (GEF) Merupakan mekanisme pendanaan yang bersifat incremental (pembiayaan tambahan) dari pembiayaan dasar negara-negara penerima yang diharapkan dapat menjadi katalisator untuk mempercepat program-program yang ada, agar dapat memberikan manfaat bagi pengelolaan lingkungan hidup secara global (global environmental benefit). GEF menyediakan dana untuk 2 kegiatan utama dalam konteks prioritas pembangunan berkelanjutan : Investasi yang diarahkan untuk manfaat lingkungan global Bantuan teknos untuk meningkatkan lingkungan yang kondusif Ketersediaan dana GEF, tergantung pada proses penggalian dana yang disebut GEF Replenishment yaitu proses pemberian komitmen donor untuk GEF Trust Fund setiap 4 tahun. Untuk GEF-6 Indonesia menerima alokasi dana sebesar $ 83,92 juta dengan rincian sebagai berikut : $ 21,91 juta untuk focal area perubahan iklim $ 57,84 juta untuk focal area keanekaragaman hayati $ 4,16 juta untuk focal area kerusakan lahan Tipe dari proyek GEF dikelompokkan menjadi : a. Full-sized Project (FSPs) dengan nilai grant lebih dari $ 2juta b. Medium-Sized Project (MSPs) dengan nilai grant kurang dari $2 juta c. Enabling activities (EAs) d. Programmatic Approach e. Small Grants Program Dalam pelaksanaanya, tingkat nasional GEF dikoordinasikan oleh GEF Operational Focal Point (GEF OFP), dimana pejabat KLHK dan GEF Political Focal Point (GEF PFP) untuk Indonesia, yakti pejabat Kedutaan Besar RI di Washington DC, Amerika Serikat. 3. Green Climate Fund (GCF) Merupakan lembaga pendanaan iklim dengan nilai komitmen tersebsar (USD 10,3 milyar status per 10 Februari 2016). Tugas utama GCF adalah mendistribusikan dana untuk proyek, program, kebijakan, dan berbagai aktivitas berkaitan dengan upaya mitigasi dan adaptasi iklim lain di berbagai negara berkembang, Dana GCF dialokasi secara seimbang untuk kegiatan mitigasi dan adaptasi, Berikut adalah ruang lingkup kegiatan yang dapat didanai oleh GCF dikelompokkan menjadi dua, yaitu : Shifting to low emission sustainable development pathways : melalui Low emission energy access dan power generation, low-emission transport, energy efficiency buildings, cities and industries, dan sustainable land use and forest management. Increasing climate-resilient sustainable development