Anda di halaman 1dari 4

TIPOLOGI 1

Pada tipologi 1 ini digambarkan bahwa dari penghasilan utama kehidupan Kelompok Wanita
Tani sudah dalam kategori surplus sehingga ketika ada tambahan penghasilan dari pemanfaatan
hasil pekarangan mereka mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi lagi.
Sebagai bagian dari Kota Semarang, mata pencarian penduduk Desa Plalangan didominasi dari
sektor sekunder dan dari penelitian untuk tipologi 1 ini memang mendominasi, dari jumlah
responden anggota Kelompok Wanita Tani sebanyak 65 orang terdapat 31 responden kategori ini
atau sebesar 48 %.
Kepala keluarga dari anggota KWT ataupun anggota KWT sendiri mempunyai mata pencarian
sebagai Pegawai Negeri Sipil baik pensiunan maupun yang masih aktif, pedagang, pegawai
swasta dan wiraswasta. Seperti ibu Hj. Endah, dimana sang suami sebagai kepala rumah tangga
adalah seorang wiraswasta yang bergerak dalam industri kayu lapis, sedangkan beliau sendiri
adalah seorang pegawai bank milik pemerintah, sehingga dalam hal pemenuhan kebutuhan
pokok maupun sehari-hari sudah lebih dari cukup, ditambah lagi beliau juga mempunyai usaha
dagang bernama Agung Rezeki dengan produk berupa beras, gula, telur dan sembako lainnya
serta kebutuhan sekunder seperti karpet, alat rumah tangga dan sebagainya. Pada acara pasar
pagi yang diselenggarakan oleh Kelompok Wanita Tani setiap hari minggu di Desa Plalangan,
Hj. Endah juga merupakan penjual sembako yang jualannya ditempatkan dalam mobil bak
terbuka. Dalam hal hasil pemanfaatan pekarangan keluarga Hj. Endah memperoleh klengkeng,
belimbing, jambu, kangkung, tomat aneka bumbu dapur seperti jahe, kencur, kunyit, cabai, daun
bawang, terong, kacang panjang, sawi, selada, seledri yang semuanya untuk konsumsi sendiri
dan dibagi-bagikan ke tetangga sekitar.
Ada lagi ibu Mujiyati, selain berprofesi sebagai penjahit, suami beliau adalah seorang Pegawai
Negeri Sipil di Kantor Kelurahan Plalangan dengan jabatan Kasi Pemerintahan. Hasil
pemanfaatan pekarangan keluarga ibu Mujiyati berupa lombok (cabai), terong, stroberi, kacang
panjang dan sebagainya sebagian besar untuk kosumsi sendiri, namun ibu Munjiyati membuat
jamu yang di jual pada acara pasar pagi. Kemudian ibu Partini, seorang ibu rumah tangga namun
suami sebagai kepala rumah tangga mempunyai penghasilan berupa bengkel mobil dan berjualan
pelumas mesin (oli). Pekarangan yang dimiliki hanya 10 m2, sehingga tidak banyak yang bisa
ditanam, tapi beliau mengatasi hal ini dengan menanam dalam pot dan polybag. Tanaman yang
betul-betul ditanam di pekarangan berupa jambu merah, sedangkan dalam pot atau polybag
seperti cabai, terong, sawi, bayam, kacang panjang, dan sebagainya. Hasil pemanfaatan
pekarangan lagi-lagi hanya untuk konsumsi sendiri dan untuk dibagi-bagikan kepada tetangga.

TIPOLOGI 2

Pada Tipologi 2, penghasilan yang diperoleh sama besarnya dengan pengeluarannya. Keluarga
yang masuk kategori ini dilihat dari peghasilnnya yang masih tersisa walaupun setelah terpakai
untuk kebutuhan pokok dan lain-lainnya. Penghasilan yang diperoleh dari pekarangan digunakan
untuk kepentingan menambah uang belanja atau juga sebatas hobi dan kegiatan positif untuk
memanfaatkan pekarangannya.
Kehidupan Kelompok Wanita Tani beberapa masuk ke dalam Tipologi 2. Dalam hal
penghasilan, selain memperoleh pendapatan dari suaminya sendiri tetapi bisa juga memperoleh
dari hasil usaha lain untuk membeli kebutuhan non-pokok. Ibu Musi’ah memanfaatkan
pekarangan di sekitar rumahnya untuk menanam berbagai tanaman seperti terong, jambu, kunyit,
jahe dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan pokok untuk keluarga Ibu Musi’ah sepenuhnya
ditanggung dari pendapatan suaminya yang merupakan PNS dan Tunjangan Perbaikan
Penghasilan. Pekarangan yang digunakan untuk tanaman hanya digunakan untuk kegiatan, hobi
dan supaya tidak tumbung rerumputan lebih baik ditanami dengan tanaman yang bermanfaat
untuk kebutuhan dapur dan konsumsi sendiri. Pak Pur (suami Ibu Musi’ah) juga menuturkan “ di
sini yang jadi masalah itu ayam mas “ , adanya ayam di sekitar pekarangan terkadang merusak
tanaman tersebut.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ibu Siti Murji’ah. Ibu Siti Murji’ah bekerja di swasta, usaha
kerajinan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kebutuhan pokok sepenuhnya dari gaji
pensiunan suaminya dan pekerjaan swastanya. Usaha lain yang dilakukan oleh Ibu Siti adalah
menjahit dan usaha kerajinan, namun usaha tersebut hanya dilakukan untuk kebutuhan
keluarganya sendiri yakni menjahit baju untuk keluarga sendiri, tidak untuk komersial. Kerajinan
juga sama, yakni untuk hobi saja. Untuk perihal pekarangan, dimanfaatkan untuk menanam
tanaman yang bisa dikonsumsi untuk keluarganya juga. “ dari pada tumbuh rumput mas” (
Informan, Ibu siti), begitulah yang dituturkan beliau sehingga pekarangan tersebut dimanfaatkan
untuk menanam tanaman yang bermanfaat untuk keperluan dapur seperti Lombok, Kunyit dan
lain-lain. Selain itu pemanfaatan pekarangan tersebut dilakukan untuk mengisi waktu dan hobi.
Adapun untuk penghasilan lainnya diperoleh dari kebun durian yang dimiliki keluarganya.
Kebutuhan pokok keluarga Ibu Kaspim juga sepenuhnya dari gaji pesiunan suaminya.
pemanfaatan pekarangan tidak digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari- hari. Lahan
pekarangan dimanfaatkan hanya untuk mengisi kegiatan waktu luang dan supaya terlihat lebih
bagus, tidak ditumbuhi rerumputan.
Penghasilan lain selain dari pekarangan adalah beternak lele. Ibu Kartini beternak lele untuk
tambahan penghasilan keluarganya. Dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, penghasilan
suami tetap memiliki peranan penting dan utama. Pekarangan beliau ditanami sayuran seperti
terong, cabe dan tomat. Hasil dari pekarangan tersebut terkadang digunakan untuk kebutuhan
dapur atau juga tambahan belanja. Sama seperti keluarga Tipologi 2, pemanfaatan pekarangan
tidak untuk pemenuhan kenutuhan pokok tetapi untuk kegiatan positif dan tambahan saja.
Keberadaan Pasar Pagi Mingguan di Desa Plalangan tersebut memberikan kemudahan bagi
warganya untuk menjual hasil pekarangannya. Memang tidak terlalu melimpah hasil dari sebuah
pekarangan sekitar 5- 10 kg, namun tetap menjadi kepuasan tersendiri bagi warga apabila bisa
dijual di Pasar tersebut. Kategori Tipologi 2 kebanyakan memanfaatkan pekarangan tidak untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi untuk hobi, kegiatan positif dan tambahan dapur saja.

TIPOLOGI 3
Karakteristik responden tipologi 3 adalah keluarga yang suaminya tidak berpenghasilan sehingga
istrinya berupaya mencari penghasilan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya dengan cara
memanfaatkan pekarangan yang dimiliki maupun dengan usaha lainnya. Setelah dilakukan
indepth, hanya ada satu responden yang memenuhi kriteria tipologi 3.
Ibu Ismiarti, single parent 57 tahun, memiliki 3 orang anak. 2 orang anak masih tinggal serumah,
1 orang anak sudah berkeluarga dan bekerja di Jakarta. Ibu Ismiarti memanfaatkan pekarangan
di sekitar rumahnya untuk menanam berbagai tanaman buah-buahan dan sayuran serta
fitofarmaka (tanaman yang dapat digunakan dalam pengobatan herbal) seperti pepaya, rambutan,
ketela pohon, terong, jambu, cincau, cabai, lidah buaya, salam, kencur, jahe , sirih, jeruk wangi,
kecubung, tapak dara dan lain-lain.
Hasil dari pekarangan lebih banyak digunakan untuk kebutuhan dapur dan konsumsi sendiri.
Terkadang hasil dari pekarangan ada yang dijual di pasar pagi tiap hari minggu pagi. Selain itu,
bila ada tetangga yang membutuhkan maka akan dipersilahkan mengambil sendiri tanpa
membayar.
Permasalahan yang dialami Ibu Ismiarti dalam mengoptimalkan pekarangan adalah kendala air
di musim kemarau dan masalah perawatan.
Selain dari hasil pekarangan, untuk mencukupi kebutuhan hidup, Ibu Ismiarti mendapat kiriman
uang dari anaknya yang bekerja di Jakarta setiap bulan. Usaha lain yang juga dilakukan oleh Ibu
Ismiarti adalah dengan berjualan jilbab di kiosnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai