XII
PENYUSUN KELOMPOK 7:
BAB I
PENDAHULUAN
1. Penulisan Kasus
Kasus I
Terjadi kecelakaan mobil dengan mobil. Pertama tabrakan mobil terjadi dari
depan, kemudian terjadi tabrakan susulan dari samping, yang menyebabkan
penumpang di dalamnya (mobil pertama warna merah) mengalami multi fraktur.
Dalam mobil merah, terdapat 3 korban. Korban pertama (duduk di belakang
pengemudi) mengalami benturan hebat di area cervikalnya dan kehilangan
kesadarannya. Korban kedua (di samping pengemudi) saat tabrakan dari depan,
mengalami benturan dari depan ke belakang mengenai kaca mobil dan kursi mobil.
Korban ke- 3 yaitu pengemudi. Saat tabrakan dari depan, korban mengalami benturan
hebat dengan stir mobil, kemudian terpantul ke kursi mobilnya, korban ke-3 menangis
dan berteriak histeris.
Sedangkan di mobil ke- 2 terdapat 3 korban, yaitu seorang bapak, balita dan
bayi. Pupil Bayi mengalami midrasis (meninggal) bapaknya di perkirakan meninggal
dan balita berteriak “dady wake up”..
Beberapa menit kemudian datang seorang pemuda sambil teriak minta tolong
dan menyuruh seseorang untuk menelpon bantuan. Kemudian bantuan datang dan
memberikan pertolongan oksigenasi serta fiksasi area fraktur pada korban ke-3.
Kemudian mengeluarkan balita dari mobil dengan menggendongnya.
Kasus II
1. Multiple trauma
2. Trauma kepala
3. Trauma organ dalam
4. Fraktur servikal (Thomson dan Dains, 1992)
Pendekatan SAFE
a) Bila menemukan korban tidak sadarkan diri, langkah yang harus dilakukan
pertama adalah Shout (berteriak) meminta tolong. BLS dapat dilakukan dengan
efektif bila penolong lebih dari 1 orang, namun penolong dapat melakukan
tindakan lain hingga bantuan datang.
b) Orang yang tidak sadarkan diri berada dimanapun dan kapanpun dengan sebab
yang berbeda. Tindakan penyelamat selanjutnya adalah Approach (mendekat)
ke korban yang tidak sadarkan diri dengan membawa alat bantu
menyelamatkan korban.
c) Perlu di ingat bahwa penolong maupun korban dapat mengalami bahaya, maka
hal yang harus diketahui yaitu Free from danger (bebas dari bahaya) sebelum
melakukan tindakan seperti resusitasi.
d) Yang terakhir, penolong Evaluation (evaluasi) kondisi pasien dengan
pendekatan CAB (circulation, airway and breathing). Tidak semua pasien
membutuhkan bantuan sirkulasi buatan dengan kompresi dada (Greaves,
2010).
3. Apakah dalam Kasus tetap dilakukan Triage?
Klasifikasi Triage:
a) Triage Pre-Hospital
Triage pada musibah massal/bencana dilakukan dengan tujuan bahwa
dengan sumber daya yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak
mungkin. Pada musibah massal, jumlah korban puluhan atau mungkin ratusan,
dimana penolong sangat belum mencukupi baik sarana maupun penolongnya
sehingga dianjurkan menggunakan teknik START.
Hal pertama yang dapat lakukan pada saat di tempat kejadian bencana
adalah berusaha untuk tenang, lihat sekeliling dan menyeluruh pada lokasi
kejadian. Pengamatan visual memberikan kesan pertama mengenai jenis
musibah, perkiraan jumlah korban, dan beratnya cedera korban. Pengamatan
visual juga memberikan perkiraan mengenai jumlah dan tipe bantuan yang
diperlukan untuk mengatasi situasi yang terjadi. Laporkan secara singkat pada
call center dengan bahasa yang jelas mengenai hasil dari pengkajian, meliputi
hal-hal sebagai berikut.
1) Lokasi kejadian.
2) Tipe insiden yang terjadi.
3) Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi.
4) Perkiraan jumlah pasien.
5) No yang bisa di hubungi.
Metode Simple Triage and Rapid Treatment (START)
b) Triage in Hospital
Pada unit gawat darurat perawat bertanggung jawab dalam menentukan
prioritas perawatan pada pasien. Keakutan dan jumlah pasien, skill perawat,
ketersediaan peralatan dan sumber daya dapat menentukan seting prioritas.
Thomson dan Dains (1992) mengidentifikasikan tiga tipe yang umum dari
sistem triage yaitu sebagai berikut:T
1) Tipe 1 Traffic Director/Triage non-Nurse.
Petugas yang melakukan triage bukan staf berlisensi seperti asisten
kesehatan. Staf melakukan pengkajian visual secara tepat dan bertanya apa
keluhan utama. Hal ini tidak berdasarkan standar dan tidak ada/sedikit
dokumentasi.
2) Tipe 2 Spot Check Triage/Advanced Triage.
Staf yang berlisensi sebagai perawat atau dokter melakukan
pengkajian cepat termasuk latar belakang dan evaluasi subjektif dan objektif.
Biasanya tiga kategori keakutan pasien digunakan. Meskipun
penampilandari tiap profesional pada triage bervariasi bergantung dari
pengalaman dan kemampuan.
3) Tipe 3 Comprehensive Triage.
Tipe ini merupakan sistem advanced dari triage di mana staf
mendapat pelatihan dan pengalaman triage. Kategori keakutan termasuk 4
atau 5 kategori. Tipe ini juga menulis standar atau protokol untuk proses
triage termasuk tes diagnostik, penatalaksanaan spesifik, dan evaluasi ulang
dari pasien. Dokumentasi juga harus dilakukan.
Sementara itu, berdasarkan Emergency Nurses association (ENA)
sistemtriage terbagi menjadi tiga tipe, yaitu sebagai berikut.
a) Tipe 1
Triage tipe 1 dilaksanakan oleh tenaga non-perawat, tipe ini merupakan
sistem paling dasar. Seorang penyedia layanan kesehatan ditunjuk
menyambut pasien, mencatat keluhan yang sdang dirasakan pasien dan
berdasarkan dari anamnesis ini petugas tersebut membuat keputusan,
apakah pasien sakit atau tidak.
b) Tipe 2
Pada sistem triage tipe 2, triage dilakukan oleh perawat berpengalaman
(Registered Nurse/RN) atau dokter yang bertugas di ruang triage. Pasien
segera dilakukan tindakan pertolongan cepat oleh petugas professional
yang berada di ruang triage. Data subjektif dan objektif terbatas pada
keluhan utama. Berdasarkan hal tersebut pasien diputuskn masuk dalam
tingkatan : gawat darurat, darurat, tau biasa.
c) Tipe 3
Sistem triage tipe 3/triage komprehensif adalah tipe triage yang
memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan sistem triage yang
lain. Sistem triage tipe 3 merupakan proses tiage yang disarankan oleh
ENA dalam praktik keperawatan darurat. Perawat berlisensi yang
bertugas di unit gawat darurat memilah pasien dan menentukan priotitas
perawatan.
Denah IGD
Laboratorium
tid
ur
Ruang observasi
T
T
T
Ruang
T medica
l
r. lemari
sesu
Ruang OK
sitasi
ruang
surgical
l. T
westa obat ECT SET pmbca T
fel
PO
1. Imobilisasi : pada fase pra rumah sakit biasanya dilakukan imobilisasi sebelum
transfer klien ke UGD. Setiap penderita yang dicurigai trauma tulang belakang
harus dilakukan imobilisasi dibagian atas sampai bawah dari trauma sampai
adanya kemungkinan fraktur dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan
rontgen. Perhatian harus diberikan jika melakukan tindakan imobilisasi dengan
menggunakan long spine board yang dilakukan terlampau lama, biasanya akan
menyebabkan rasa tak nyaman dan juga decubitus.
Obat-obatan : penderita yang terbukti trauma medulla spinalis akan diberika
metil prednisolone pada 8 jam pertama setelah trauma. Dosis yang diberikan 30
mg/kg dalam 15 menit pertama, diikuti dengan 5,4 mg/kg/jam pada 8 jam
selanjutnya. Pemberian obat steroid masih terjadi perdebatan, sehingga ada yang
memberikan da nada yang tidak (kartikawati, 2011).
𝐵𝐵 𝑥 𝑣𝑡 𝑥 𝑅𝑅
1000
2) Simple Mask Aliran oksigen melalui alat ini sekitar 5-7lt/menit dengan
koonsentrasi 40-60%
1) AHA 2010
“A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend the initiation
of chest compression before ventilation.”
2) AHA 2005
“The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for normal
breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles of 30 chest
compressions and 2 breaths.”
1. UGD kelas IV
Dokter spesialis on call
Dokter spesialis on site 24 jam
Dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General Emergency
Life Support) mampu melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien
Perawat sesuai rasio dengan kualifikasi PPGD
Memiliki alat transportasi 24 jam dan komunikasi untuk rujukan
2. UGD kelas III
Dokter spesialis 4 besar (Dalam, Bedah, Anak, Kebidanan) on site 24 jam
Dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General Emergency
Life Support) mampu melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien
Perawat sesuai rasio dengan kualifikasi PPGD
Memiliki alat transportasi 24 jam dan komunikasi untuk rujukan
3. UGD kelas II
Dokter spesialis 4 besar (Dalam, Bedah, Anak, Kebidanan) on call 24 jam
Dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General Emergency
Life Support) mampu melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien
Perawat sesuai rasio dengan kualifikasi PPGD
Memiliki alat transportasi 24 jam dan komunikasi untuk rujukan
4. UGD kelas I
Dokter umum on site 24 jam dengan kualifikasi GELS (General Emergency
Life Support) mampu melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien
Perawat sesuai rasio dengan kualifikasi PPGD
Memiliki alat transportasi 24 jam dan komunikasi untuk rujukan
(Kartikaqati, 2013).
b) Gawat tidak darurat (urgent triage), klien berada dalam keadaan gawat tetapi
memerlukan tindakan darurat misalnya kanker rahim stadium lanjut. Kategori
yang mengindikasikan bahwa klien harus dilakukan tindakan segera, tetapi
keadaan yang mengancam kehidupan tidak muncul saat itu. Misalnya klien
dengan searangan baru pneumonia (sepanjang gagal nafas tidak mucul segera),
nyeri abdomen, kolik ginjal, leserasi kompleks tanpa adanya perdarahan mayor,
dislokasi, riwayat kejang sebelum tiba dan suhu lebih dari 37O.
c) Darurat tidak gawat (non urgent triage), klien akibat musibah yang datang tiba –
tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya, misalanya luka
sayat dangkal. Secara umum dapat ditoleransi menunggu beberapa jam untuk
layanan kesehatan tanpa sesuatu resiko signifikan terhadap kemunduran klinis
(Krisanty, 2009).
c) Masker
d) Jubah khusus
a) Masker
b) Sarung tangan
c) Sepatu boot yang tahan air
d) Perlindungan Tangan : Jenis sarung tangan biasanya terbuat dari bahan
karet, kulit dan pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi. Jenis karet
yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet butil atau
alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida).
e) Jenis-Jenis Safety Glove antara lain : Sarung Tangan Metak Mesh, Sarung
metal mesh tahan terhadap ujung yang lancip dan menjaga terpotong,
Sarung tangan Kulit, Sarung tangan yang terbuat dari kulit ini akan
Melindungi tangan dari permukaan kasar, Sarung tangan Vinyl dan
neoprene Melindungi tangan terhadap bahan kimia beracun, Sarung
tangan Padded Cloth Melindungi tangan dari ujung yang tajam, pecahan
gelas, kotoran dan Vibrasi, Sarung tangan Heat resistant Mencegah terkena
panas dan api, Sarung tangan karet Melindungi saat bekerja disekitar arus
listrik karena karet merupakan isolator (bukan penghantar listrik), Sarung
tangan Latex disposable Melindungi tangan dari Germ dan bakteri, sarung
tangan ini hanya untuk sekali pakai,Sarung tangan lead lined Digunakan
untuk melindungi tangan dari sumber radiasi (Menkes, 2009)
a) Konsep/program PBB/WHO
b) UU Kesehatan Np. 23/1992
c) UU Kepolisian Negara RI No. 2/2002
d) UU Penanggulangan Bencana No. 24/2007
e) Peraturan Ka. BNPB No. 3/2008
f) Perda Penanggulangan Bencana No. 5/2007
g) Charitable immunity & Medical Necessity
h) dll.
12. Penggolongan Prioritas Pasien dalam Kasus:
1) Prioritas Pertama (MERAH) : Pasien dengan gangguan airway, breathing dan
circulation
2) Prioritas Sedang (KUNING) : Tanpa gangguan airway breathing tetapi dapat
memburuk perlahan. Contoh: patah tulang paha
3) Prioritas Rendah (HIJAU) : Luka ringan atau histeris
4) Bukan Prioritas (HITAM) : Pasien Meninggal
Klasifikasi Triage:
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penangan dan
pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa hyang
mendasari pasien dalam system triage adalah kondisi klien meliputi:
1) Gawat, adalah keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
2) Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan yang cepat dan tepat seperti kegawatan.
3) Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang disebabkan
oleh gangguan ABC (Airway/ jalan napas, Breathing/ pernapasan, Circulation/
sirkulasi) jika ditolong segera maka akaan meninggal atau akan mengalami
kecacatan (Wijaya, 2010).
Memberikan pelayanan kesehatan pasien gawat darurat selama 24 jam secara terus
menerus dan kesinambungan:
Transportasi
Letakkan bagian perdarahan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya, kecuali kalau
keadaannya tidak memungkinkan . jika tangan atau kaki si orban hancur sehingga
tidak dapat menggunakan kain atau verban maka digunakan penekan khusus /
torniket (Junaidi, 2010).
Alat dan tindakan pertolongan:
a) Penekanan di Tempat Sumber Perdarahan
Cara pertolongan ini adalah yang terbaik untuk perdarahan arteri pada
umumnya. Caranya ialah dengan mempergunakan setumpuk kassa steril (atau
kain bersih biasa) dan tekankan pada tempat perdarahan tekanan itu harus
dipertahankan terus sampai perdarahan berhenti atau sampai pertolongan yang
lebih baik diberikan. Kasa boleh dilepas jika sudah terlalu basah oleh darah dan
perlu diganti dengan yang baru. Kemudian kasa baru ditekankan kembali sampai
perdarahan berhenti, setelah itu kasanya ditutup dengan balutan yang menekan
dan korban dibawa ke rumah sakit.
Selama dalam perjalanan, bagian yang mengalami peerdarahan diangkat
lebih tinggi dari letak jantung. Setelah itu perhatikan pula tanda-tanda shock dan
pastikan bahwa perdarahannya betul-betul sudah berhenti. Korban diminta
tetap tenang karena kegelisahan dapat menyebabkan perdarahan terjadi
keembali.
b) Penekanan dengan Torniket
Torniket adalah balutan yang menekan sehingga aliran darah dibawahnya
berhenti mengalir. Selembar pita kain yang lebar, pembalut segitiga yang dilipat-
lipat atau sepotong karet ban sepeda dapat digunakan untuk keperluan
ini.tempat yang terbaik untuk memasang torniket adalah lima jari dibawah
ketiak (jika perdarahan di lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk
perdarahan di kaki).
c) Penekanan pada tempat-tempat tertentu
Tempat-tempat yang ditekan alah pangkal arteri yang terluka. Jadi tujuan
penekanan ini ialah untuk menghentikan aliran darah yang menuju ke
pembuluh arteri yang robek (Junaidi, 2010).
tersebut. Upayakan juga membidai sendi distalnya. Lapisi bidai dengan bahan
yang lunak, bila memungkinkan. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan
bidai dengan bahan pelapis.
8) Ikatan jangan terlalu keras dan jangan longgar. Ikatan harus cukup
jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak bergerak, kemudian sendi atas dari
tulang yang patah. Selesai dilakukan pembidaian, dilakukan pemeriksaan GSS
kembali, bandingkan dengan pemeriksaan GSS yang pertama. Jangan
membidai berlebihan (Junaidi, 2010).
1) Segera baringkan panderita, dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk
menaikan aliran balik vena. Usaha ini bertujuan untuk memperbaiki curah
jantung dan menaikan tekanan darah
3) Inotropik, Obat ini digunakan terutama pada pasien syok kardiogenik dengan
tujuan untuk menurunkan aktivitas jantung yang berlebih, sehingga
menurunkan kebutuhan oksigen miokard (Hudak & Gallo, 1994).
Jika terjadi perdarahan hebat dan jika tidak segera di hentikan, Hemoglobin
dalam darah tidak dapat menjalankan fungsinya.
20. Apa tindakan Pertama yang Harus dilakukan ketika Pasien pertama datang ke
IGD?
21. UU Keselamatan dalam Berkendara:
UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009
Kenakan Helm Standar Nasional Indonesia (SNI)
Pasal 57 Ayat (2) dan Pasal 106 Ayat (8) memberlakukan untuk menggunakan
Helm SNI (bukan helm catok). Untuk pengendara ataupun bagi penumpang
yang dibonceng diwajibkan mengenakan helm SNI.
UU Lalu Lintas No 22 Tahun 2009, dalam Pasal 57 Ayat (3) mensyaratkan,
perlengkapan sekurang-kurangnya adalah sabuk keselamatan, ban cadangan,
segitiga pengaman, dongkrak, pembuka roda, helm, dan rompi pemantul
cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor roda empat/lebih yang tak
memiliki rumah-rumah dan perlengkapan P3K.
STNK
Setiap bepergian, jangan lupa pastikan surat tanda nomor kendaraan bermotor
sudah Anda bawa. Kalau kendaraan baru, jangan lupa membawa surat tanda
coba kendaraan bermotor yang ditetapkan Polri.
DO :
- Menangis
- Meringis
kesakitan
- Berteriak
- Multi
Fraktur
- Perdarahan
STANDAR INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT, Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009
Pusponegoro AD. “Perbedaan Pengelolaan Kasus Gawat Darurat Pra Rumah Sakit dan Di
Rumah Sakit. 1992. Bandung: PKGDI
Krisanty paula, dkk. Asuhan keperawatan gawat darurat. Jakarta : trans info media 2009
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-vickynurpr-5195-3-bab2.pdf
karti kawati.N. ,Dewi. 2011. buku ajar dasar-dasar keperawatan gawat darurat. Jakarta :
salemba medika
Kartikaqati N, Dewi. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:
Salemba Medika.