Anda di halaman 1dari 11

FORM REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


______________________________________________________________________________

Nama Dokter Muda : Josa Anggi Pratama NIM: 08711166


Stase : Radiologi

Identitas Pasien
Nama / Inisial : Tn. Tu No RM : 3928xx

Umur : 67 th Jenis kelamin :Laki - Laki


Pekerjaan : Petani
Diagnosis/ kasus : Kolelitiasis
Tanggal periksa : 3 Desember 2016
Jenis Refleksi: lingkari yang sesuai (minimal pilih 2 aspek, untuk aspek ke-Islaman sifatnya
wajib)
a. Ke-Islaman*
b. Etika/ moral
c. Medikolegal
d. Sosial Ekonomi
e. Aspek lain

Form uraian
1. Resume kasus yang diambil (yang menceritakan kondisi lengkap pasien/ kasus yang diambil ).
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 3 hari SMRS. Nyeri
dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat selama ± 2-4 jam kemudian
menghilang perlahan-lahan. Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri dirasakan dari
perut kanan atas hingga bagian ulu hati namun tidak menjalar sampai ke bahu kanan dan
punggung. Nyeri seperti ini dirasakan terus-menerus selama 4 hari terakhir. Jika nyeri
muncul pasien sampai keringat dingin menahan rasa nyeri dan tidak dapat melakukan
aktivitas apapun. Nyeri dirasakan terutama setelah makan.

Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 3 kali, isi makanan,
darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering merasa mual. Nafsu makan menjadi

Page 1
menurun semenjak sakit. Sesak, nyeri dada, demam dan kulit menguning disangkal.
Pasien juga mengatakan bahwa frekuensi buang air besar 2 kali/hari, padat, nyeri
saat BAB (-), darah/ kehitaman (-). BAK 2-3x/hari, nyeri BAK (-), kencing berpasir (-).
Pasien pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya 1 tahun yang lalu. Dan
sudah berobat kedokter spesialis penyakit dalam dan disuruh melakukan pemeriksaan
USG. Dari hasil pemeriksaan, pasien dinyatakan terkena penyakit batu empedu serta
disarankan untuk dilakukan operasi. Saat itu pasien menolak untuk dioperasi karena
alasan takut dan belum mampu membayar operasi. Pasien akhirnya menjalani rawat
jalan dengan menggunakan obat yang diminum selama 4 bulan dan berhenti setelahnya
karena dirasa membaik. Setelah itu keluhan dirasakan berkurang.
Riwayat hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-) dan keganasan (-). Riwayat
sakit kuning (-). Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan dan
makanan tertentu.
Tidak ada di keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), riwayat asma (-). Riwayat batu
empedu (-).

Page 2
Pasien sehari-hari bekerja sebagai petani. Setiap hari pasien memakan nasi dengan
lauk tahu, telor, tempe atau ikan. Sejak 10 tahun terakhir pasien sangat jarang memakan
daging dan jeroan. Namun sekarang pasien masih suka memakan sayur yang bersantan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan data sebagai berikut. Keadaan umum baik,
compos mentis, gizi cukup, pasien tidak tampak kesakitan. Tekanan darah 135/80
mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, dan suhu 36,2 C. Konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), kulit ikterik (-/-).

Gambar 1. Hasil pemeriksaan USG Gall bladder :


Dari pemeriksaan USG tampak adanya gambaran batu hiperechoic pada gall bladder.

Page 3
2. Latar belakang /alasan ketertarikan pemilihan kasus
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang terletak di dalam
kandung empedu, saluran empedu, maupun kedua-duanya. Kolelitiasis lebih sering
dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan
memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
(Sjamsuhidajat, 2013)
Batu empedu secara umum ditemukan di dalam kandung empedu namun dapat
bermigrasi melalui duktus sistikus menjadi batu saluran empedu atau disebut batu
saluran empedu sekunder.

Menurut gambaran komposisi kimia dan makoroskopiknya, batu dapat kita


klasifikasikan menjadi tiga kelompk yaitu (Townseed, 2007):
a. Batu kolesterol dengan komposisi kolesterol > 70%
b. Batu pigmen (coklat) dimana komponen utamanya mengandung calcium
bilirubinate.
c. Batu pigmen (hitam) dimana kaya akan residu hitam yang tidak terekstrasi
Pembentukan batu kolesterol melewati empat fase penjenuhan empedu yang
melibatkan kolesterol, kristalisasi, pembentukan nidus, dan pertumbuhan baru. Batu
pigmen dalam beberapa kasus dikaitkan dengan infeksi bakteri gram negative yaitu
E.Coli. di Indonesia, batu pigmen merupakan penyebab terbesar dari kholelitiasis yaitu
sebesar 73 (Brunicardi, 2010).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi patogenesis batu kolesterol yaitu
hipersaturasi kolesterol saluran empedu, percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan
gangguan motilitas pada empedu dan usus (Sjamsuhidajat, 2013)
Hampir sebagian besar pasien (80%) yang memiliki batu empedu dapat tanpa
gejala yang berarti sedikitpun. Gejala utama jika muncul ialah nyeri Kolik Bilier. Nyeri
biasanya muncul di perut atas biasanya berlangsung selama lebih dari 30 menit hingga
kurang dari 12 jam. Dipicu saat berubah posisi dan saat memakan makanan berlemak.
Jika terjadi penyumbatan oleh batu dan atau terjadi koledokolitiasis biasa nyeri disertai
demam dan mengigil bila terjadi. Selain itu dapat pula muncul ikterus dan buang air
besar yang putih abu-abu dan dengan air kencing yang gelap seperti teh (Townseed,
2007).
Pemilihan kasus dalam refleksi kasus ini adalah salah satu pasien yang opname di
RSUD dr Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri bangsal mawar. Latar

Page 4
belakang pemilihan kasus ini adalah penulis ingin meninjau dari sisi medikolegal dari
penanganan pasien pada kasus cholelitiasis oleh dokter-dokter yang menangani kasus
ini.
1. R . Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku – Ajar Ilmu Bedah. Ed ke- 3. Jakarta:
Penerbit EGC. 2013.
2. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar, TR, Dunn DL. Schwartz principles of
surgery. Ed ke-9. Philadelphia: McGraw-Hills. 2010.
3. Townsed, Beauchamp, Evers dan Mattox. Sabiston textbook of surgery. Ed ke-
18. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.

Persiapan pasien
Pasien di instruksikan untuk puasa sekitar 8 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan. Puasa yang dimaksud adalah puasa makan, jadi pasien boleh minum air
putih. Bila gejalanya akut, pemeriksaan bisa langsung dilakukan. Jika kondisi
memungkinkan, pasien bayi jangan di berikan makan selama 3 jam sebelum dilakukan
pemeriksaan

Posisi Pasien
Pasien di posisikan terlentang senyaman mungkin.Bila di perlukan, pasien dapat
diposisikan miringatau decubitus.Jika dengan posisi tersebut masih sulit dalam
mendapatkan gambaran kandung empedu, dapat dilakukan posisi duduk atau tegak.

Pemilihan Tranduser
Tranduser yang biasa digunakan adalah jenis convex.Pemilihan frekuensi
tranduser tergantung keadaan pasien. Jika pasien gemuk, maka digunakan tranduser
dengan frekuensi 3,5 MHz. Namun, jika pasien anak-anak atau orang dewasa kurus,
maka tranduser yang digunakan adalah berfrekuensi 5 MHz

Teknik skening
Lakukan skening transversalsubcostal pada midclavicularline. Kemudian kita
sweeping sampai menemukan kandung empedu.Jika sudah di dapat, selanjutnya putar
tranduser 90° ke arah kiri sehingga menjadi skening longitudinal. Lakukan
sweeping untuk mencari gambaran kandung empedu.Cari gambar kandung empedu
yang paling panjang.Jika sudah mendapatkan gambar kandung empedu,
kemudian freeze.

Page 5
Gambar 2.13 Posisi tranduser skening subcostal
(Sumber : Color Atlas of Ultrasound Anatomy)

Gambar 2.14 Gambar sonografi kandung empedu,


(Sumber : Color Atlas of Ultrasound Anatomy)

Terkadang, skening subcostal tidak mampu menampilkan gambar kandung


empedu. Maka dilakukan skening alternatif, yaitu intercostal. Skening ini dilakukan
dengan cara menempelkan tranduser pada sela-sela iga. Selanjutnya lakukan
pengukuran pada dinding kandung empedu dan batu.

Page 6
Gambar 2.15 Posisi probe skening intercostal,
(Sumber : Color Atlas of Ultrasound Anatomy)

Gambar 2.15 Posisi probe skening intercostal,


(Sumber : Color Atlas of Ultrasound Anatomy)

Refleksi dari aspek etika moral /medikolegal/ sosial ekonomi beserta penjelasan
evidence / referensi yang sesuai *
*pilihan minimal satu

Page 7
A. Aspek Medikolegal
Dokter sebagai pelayan kesehatan haruslah menangani pasien dengan prinsip-prinsip
medikolegan dengan mengarahkan seluruh daya dan usahanya untuk menolong
pasien dan memberi tahu tentang keadaannya dengan jujur.

Beneficence
Prinsip beneficence merupakan suatu prinsip dimana dokter hendaklah
melakukan tindakan terbaik yg menguntungkan pasien. Pada pasien ini, tindakan dr.
Sp. PD yang mendiagnosis pertama kali dan menyarankan tindakan operasi sudahlah
sesuai dengan prinsip ini tindakan operasi merupakan pilihan terbaik pada pasien
cholelitiasis yang disertai gejala. Selain itu tindakan dokter SP. B. yang
mengkonfirmasi kembali diagnosis cholelitiasis dengan melakukan pemeriksaan
USG sebagai gold standar merupakan tindakan yang sesuai. Perencanaan operasi
dengan sebelumnya konsultasi dengan dokter Spesialis anastesi telah dilakukan.
Pemberian analgetik juga sudah diberikan pada pasien ini.

Autonomy
Prinsip otonomi menenkankan pada kebebasan untuk mentukan tindakan atau
keputusan berdasarkan keinginan pasien sendri. Pada pasien ini, tindakan dr. Sp. PD
yang pada akhirnya melakukan terapi rawat jalan dengan obat sesuai kenginan pasien
merupakan tindakan yang sesuai dengan prinsip ini. Sementara saat ini, pasien dan
keluarga sudah diberi penjelasan mengenai penyakit serta tindakan opersasi yang
diperluan untuk mengobatinya. Lalu pasien dimintakan persetujuan secara lisan
maupun tertulis (informed consent) untuk dilakukan operasi berikut resiko yang
mungkin akan terjadi berkaitan dengan tindakan operasi. Pada saat ini pasien
menyetujui tindakan operasi karena ingin penyakitnya tidak kambuh lagi dan dari sisi
keuangan pasien sekarang telah terkover BPJS. Semua tindakan tersebut telah sesuai
dengan prinsip ini.

Justice
Prinsip ini menekankan keadilan, dimana kita sebagai seorang dokter
hendaklah berlaku adil pada setiap pasien, setiap pasien berhak mendapatkan
tindakan dan perlakuan yang sama. Ssetiap pasien diberikan tindakan yang relatif
Page 8
sama untuk kebaikan kehidupannya. Pada pasien ini semua tindakan telah mengikuti
semua prosedur yang berlaku mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, perencanaan sebelum operasi, tindakan operasi serta tiindakan pasca
operasi. Hal ini menunjukkan bahwa pasien diberlakukan sebagaimana mestinya
meskipun pasien merupakan pasien BPJS kelas 3.

Non Maleficence
Prinsip ini menekankan dimana dokter hendaklah tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk keadaan pasien. Tidak menimbulkan bahaya atau kecederaan
kepada pasien dari segi fisik maupun psikologis. Pada pasien ini, dokter spesialis
bedah telah melakukan tindakan-tindakan yang meminimalisis tindakan yang
memperburuk pasien. Seperti pemberian antibiotik pre operasi untuk menghindari
resiko infeksi, memonitur KU dan VS sebelum dan sedudah operasi, melakukan
konsultasi ke anastesi sebelum operasi, serta meng-rawat inapkan pasien pre dan post
operasi sebagai kontrol untuk menhindari harm kepada pasien.

3. Refleksi ke-Islaman beserta penjelasan evidence / referensi yang sesuai


B. Aspek Keislaman
Kesehatan merupakan kenikmatan yang sangat besar dari Allah SWT. Namun
nikmat ini selalu dilalaikan manusia, dan biasanya diingat jika sakit menghampiri.
Hendaklah kita bersyukur dengan kesehatan yang diberikan kepada diri. Dan jika kita
mendapat suatu penyakit, hendaklah bersabar karena sakit merupakan suatu
ujian/musibah dari Allah yang dengannya Allah memberikan ampunan terhadap dosa-
dosa yang telah lalu jika kita bersabar. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang
artinya
“Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum, dicobanya dengan
berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya, maka dia akan memperoleh keridhoan
Allah. Dan barang siapa yang murka (tidak ridha) dia akan memperoleh kemurkaan
Allah SWT” (H.R. Ibnu Majah dan At Turmudzi).

Serta dalam hadist lain Rasulullah SAW juga bersabda :


“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah, kesusahan, kesedihan, penyakit, gangguan
menumpuk pada dirinya kecuali Allah SWT hapuskan akan dosa-dosanya” (H.R.

Page 9
Bukhari dan Muslim).

Selain bersabar, dalam menghadapi suatu penyakit hendaklah kita berusaha


mengobatinya semaksimal mungkin dengan pengobatan yang ada saat ini. Hal ini selaras
dengan apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW,
َ‫إشمفاَءء لمهل أمننمزمل اَ إإللمداَءء للل أمننمزمل مما‬
“Allah SWT tidak menurunkan sakit, kecuali juga menurunkan obatnya” (HR Bukhari).

Dan juga selaras sebagaimana diisyaratkan dalam hadist Nabi Saw dari riwayat
Imam Muslin dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah Saw bersabda:
‫ب فمإ إمذاَ مدمواَءء مداَءء لإلكلل‬ ‫اإ بإإ إنذإن بممرأم اَللداَإء أل إ‬
‫صيِ م‬ ‫مومجلل معلز ل‬
“Setiap penyakit pasti ada obatnya, apabila obatnya itu digunakan untuk mengobatinya,
maka dapat memperoleh kesembuhan atas ijin Allah SWT” (HR. Muslim).

Sebagai muslim, setelah kita memaksimalkan ikhtiar usaha kita untuk


penyembuhan, maka janganlah kita lupa untuk bertawakal seraya berserah diri kepada
Allah Al-Fattah sebagai penentu kesembuhan. Dokter, obat dan segala upayanya bukan
penentu akhir, melainkan hanyalah sarana untuk memperoleh kesembuhan. Yang
menjadi penentu kesembuhan, hidup dan mati Dialah Allah sang Kholiq. Sebagaimana
firman-Nya
َ‫ت موإإمذا‬ ‫يمنشإفيِإن فمهلمو ممإر ن‬
‫ض ل‬
“Apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” ( QS. Al-Syu`ara’: 80)

Adapun jika usaha tersebut sudah maksimal sesuai kemampuan, namun


kesembuhan tidak juga kunjung datang bahkan kematian yang datang. Maka semua itu
telah menjadi ketetapan Tuhan, kita hanya mampu berusaha dan berdoa. Tidak ada
sesuatu apapun yang dapat mengelak ketetapan Allah jika Allah telah menetapkan ajal
seseorang.
‫مولإلكلل أللمءة أممجءل فمإ إمذاَ مجاَمء أممجللهلنم مل يمنستمأنإخلرومن مساَمعةء مومل يمنستمنقإدلمومن‬
“Dan setiap umat memiliki batas waktu (ajal), maka apabila telah datang
waktunya, mereka tidak dapat mengundurkan nya barang sesaatpun dan tidak (pula)
memajukannya.” (QS. Al-A’raaf : 34).

Page 10
Umpan balik dari pembimbing

Wonogiri, 8 Desember 2016

TTD Dokter Pembimbing TTD Dokter Muda

( dr. Endra Tri Bowo M.Sc.,Sp.Rad ) ( Josa Anggi Pratama)

Page 11

Anda mungkin juga menyukai