Anda di halaman 1dari 3

ANTIINFLAMASI

Anisa Nur Rahmani, Arya Tri Nanda, Dwi Nur HidayahAkademi Farmasi Nasional Surakarta Jl. Yos
Sudarso 338 Dawung, Surakarta
Inflamasi merupakan respon terhadap kerusakan jaringan akibat berbagai rangsangan yang
merugikan, baik rangsangan kimia maupun mekanis, infeksi serta benda asing sepertibakteri
dan virus. Tiga fase dalam inflamasi berupa inflamasi akut (respons awal terhadap cedera jaringan),
respons imun (pengaktifan sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
untuk merespons organisme asing), dan inflamasi kronis.Daya antiinflamasi obat ini diukur
denganmenggunakan alat plestimpgraf. Plestimograf merupakan alat yang digunakan untuk
mengamativolume udema pada kaki hewan uji. DimanaCMC-Na 1% sebagai control,
Renadinac 0,25%,Cortidex 12mg%, Curcumin 0,25% dan Karegenin 1%.
Plestimograf merupakan alat yang digunakan untuk mengamati volume udema pada kaki hewan
uji. Persen Daya Antiinflamasi padaobat cortidex diperoleh 43,15 %, obat renadinac diperoleh
31,67 % , dan pada obat curcumindiperoleh 39,02 %. Dari data analisis ANOVA, diperoleh nilai 0,747
yang berarti tidak signifikan,tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan ketentuan signifikan 0,05.
Kata kunci
: Inflamasi, CMC Na, Renadinac, Cortidex, Curcumin, Karegeni
Pendahuluan
I n f l a m a s i a t a u r a d a n g a d a l a h respon dari suatu organisme terhadap patogendan alterasi
mekanis dalam jaringan beruparangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang
mengalami cedera sepertikarena terbakar atau terinfeksi. Radang ataui n f l a m a s i a d a l a h
s a t u d a r i r e s p o n u t a m a sistem kekeba;an terhadap infeksi dan iritasiS e c a r a g a r i s
b e s a r p r o s e s inflamasi dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:a . I n f l a m a s i A k u t Adalah
inflamasi yang terjadi segerasetelah adanya rangsang iritan. Pada tahap init e r j a d i p e l e p a s a n
p l a s m a d a n k o m p o n e n seluler darah ke dalam ruang-ruang
jaringane k s t r a s e l u l e r . T e r m a s u k d i d a l a m n y a g r a n u l o s i t
n e u t r o f i l y a n g m e l a k u k a n pelahapan (fagositosis) untuk
membersihkandebris jaringan dan mikroba . b.Inflamasi KronisTerjadi jika respon inflamasi
tidak berhasil memperbaiki seluruh jaringan yangrusak dan kembali kekeadaan aslinya
atau jika perbaikan tidak dapat dilakukansempurna (Taufik, 2008).A d a p u n c i r i - c i r i d a r i
i n f l a m a s i antara lain sebagai berikut :1.
Rubor
(kemerahan) ini merupakan hal pertama saat mengalami peradangan, karena banyak
darah mengalir ke dalam mikrosomallokal pada tempat peradangan
2.
Kalor
(panas) dikarenakan lebih banyak d a r a h y a n g d i s a l u r k a n p a d a
t e m p a t peradangan dari pada yang disalurkan ked a e r a h n o r m a l . F e n o m e n a
p a n a s l o k a l i n i tidak terlihat pada tempat peradangan jauh did a l a m t u b u h k a r e n a
j a r i n g a n s u d a h mempunyai suhu 370 C.3.
Dolor
( r a s a s a k i t ) d i k a r e n a k a n pembengkakan jaringan
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga karenaada pengeluaran zat histamin
dan zat kimia bioaktif lainnya.4.
Tumor
(pembengkakan) pengeluaran ciran-cairan ke jaringan interstisial.5.
Fungsio laesa
(perubahan fungsi) adalahreaksi peradangan yang telah dikenal, tetapitidak diketahui secara
mendalam dengan caraa p a f u n g s i j a r i n g a n y a n g m e r a d a n g i t u terganggu (Taufik,
2008).I n f l a m a s i a t a u r a d a n g b i a s a n y a d i b a g i d a l a m 3 f a s e ya i t u
i n f l a m a s i a k u t , respon imun, dan inflamasi kronis. Inflamasiakut merupakan respon awal
terhadap cidera jaringan, hal tersebut terjadi melalui medial e p a s n y a a u t o c o i d
antara lain histamin,s e r o t o n i n , b r a d y k i n i n ,
p r o s t a g l a n d i n , leucotrien dan umumnya didahului
o l e h pembentukan respon imun. Respon imunt e r j a d i b i l a s e j u m l a h s e l
y a n g m a m p u m e n i m b u l k a n k e k e b a l a n d i a k t i f k a n u n t u k merespon
organisme asing atau substansia n t i g e n i k y a n g t e r l e p a s s e l a m a
respont e r h a d a p i n f l a m a s i a k u t s e r t a k r o n i s . Inflamasi kronis
m e l i b a t k a n k e l u a r n y a s e j u m l a h m e d i a t o r y a n g t i d a k m e n o n j o l dalam
respon akut. (Katzung, 1998

DaftarPustaka
Anonim, 2011.
Radang Pengertian Macam Peran Tanda-Tanda Faktor Pengaruh
Aspek C a i r a n
S e l u l e r Peradangan
.http://fetybyanstec.wordpress.com/2011/06/22/radangpengertianmacamperantanda2faktor-pengaruhaspek-
cairan-seluler- peradangandlllll/. D i a k s e s t a n g g a l 2 M e i 2012.

Anonim. 2012.
Analgetik Kuat dan Lemah
.http://www.script.com/obat analgetik kuat dan lemah/. Diakses tanggal 2 Mei 2012.Katzung,
B.G. 2002.
Farmakologi Dasar danTerapi
.Jakarta:Salemba MerdekaM y c e k , M . J . , H a r v e y, R . A . , d a n C h a m p e C . C . 2 0 0 1 .
Farmakologi Ulasan Bergambar. Lippincottt’s Illustrated Reviews: Farmacology
. PenerjemahA z w a r A g o e s . E d i s i I I . J a k a r t a : Widya MedikaTaufik.
2008.
Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Patikan Kebo(Euphorbia hirta L) pada Tikus
Putih Jantan Galur Wistar.
T j a y , T . H . d a n R a h a r d j a , K . 2 0 0 2 .
O b a t o b a t P e n t i n g : K h a s i a t , Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya
, E d i s i I V . J a k a r t a : P T Elex Media Komputindo

Tanda-tanda radang (makroskopis)


Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda
radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah
dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat
ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor
(pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa
(perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai
darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler
meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan
pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37 oC disalurkan ke
permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995;
Rukmono, 1973).
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung
saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit
disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams,
1995; Rukmono, 1973).
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan
dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Abrams, 1995; Rukmono,
1973).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio
laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).
Mekanisme radang
Daftar Pustaka
1. Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto,
B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku asli diterbitkan 2000).
2. Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.
3. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I., Tengadi, K.A., Santoso, A.,
penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
4. Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis
proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
5. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins
Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier Saunders.
6. Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar laboratorium patologi anatomik FK
UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1987).
7. http://doctorology.net

Anda mungkin juga menyukai