Anda di halaman 1dari 6

BAB III

PEMBAHASAN
Banyak bahan tumbuhan obat yang mengandung saponin,
yaitu senyawa yang dapat menyababkan timbulnya busa yang
dapat bertahan lama ketika bahan tumbuhan tersebut direbus
dalam air dan kemudian dikocok. Kemampuan pembusaan dari
rebusan air dari bahan tumbuhan dan eksraknya diukur denga
istilah indeks pembusaan.

Karakteristik saponin selain menimbulkan busa pada saat


dikocok dalam air adalah saponin membentuk larutan koloid dalam
air, memiliki rasa pahit, rasa yang tajam, dan pada umumnya dapat
mengiritasi mukosa. Saponin juga dapat merusak sel darah merah
dan bersifat racun (toksik) terutama untuk hewan berdarah dingin,
sehinngah banyak digunakan sebagai racun ikan. Saponin yang
beracun sering disebut dengan “sapotoxin”. Sapotoxin
menyebabkan gangguan perut yang parah dan toksisitasnya timbul
karena terbentuknya suatu senyawa saat bereaksi dengan lesitin
yang mempunyai komponen utama dari sebagian besar lamak pada
sel hewan. Hal ini dapat memicu timbulnya gangguan saraf pusat
dan jantung.
Sifat yang khas dari saponin antara lain :

 Berasa pahit
 Berbusa dalam air
 Mempunyai sifat detergen yang baik
 Mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah)
 Tidak beracun bagi binatang berdarah panas
 Mempunyai sifat anti eksudatif
 Mempunyai sifat anti inflamatori
Indeks pembusaan adalah suatu pengujian untuk
menentukan kadar saponin didalam simplisia dengan cara
simplisia direbus dengan air kemudian dikocok hingga
terbentuk busa yang dapat diukur. Nilai indeks pembusaan
dapat mengindikasikan aman tidaknya suatu tanaman untuk
dijadikan sediaan obat. Walau dapat melindungi tanaman
terhadap mikroba dan jamur, pada beberapa tanaman
(misalnya dari gandum dan bayam) juga dapat meningkatkan
penyerapan gizi dan membantu pencernaan hewan. Namun
pada konsentrasi tinggi seperti yang terdapat dalam lerak, ki
sabun atau daun saga saponin memiliki efek toksin yang
dapat mengancam kehidupan sebagian hewan (terutama
hewan berdarah dingin).

Pada percobaan ini dilakukan penetapan indeks pembusaan


pada tanaman Abrus Precatorius L. Klasifikasi tanaman Abrus
Precatorius L adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Daun Saga

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Fabales

Suku : Fabaceae

Marga : Abrus

Jenis : Abrus precatorius L.

Nama umum : Saga, Saga Manis

Nama daerah : Thaga (Aceh); Seugew (Gayo); Saga (Batak);


Parusa (Mentawai); Kundi (Minangkabau); Kanderi
(Lampung); Kenderi (Melayu); Piling-piling saga
(Sampit); Taning bajang (Dayak); Maat metan (Timor);
Walipopo (Gorontalo); Punu no matiti (Buol); Saga
(Makasar); Kaca (Bugis); War kamasin (Kai); Mati-mati
(Waraka-Seram); Aliweue (Atamona Seram); Pikalo
(Amahai Seram); Kaitasi (Muaulu); Ailalu Picar (Ambon);
Pikal (Haruku); Pikolo (Saparua); Seklawan (Buru); Idisi
ma lako (Loda Halmahera); ldihi ma lako (pagu-
Halmahera); ldi-idi ma lako (Ternate Tidore); Punoi
(Arafuru); Kalepip (Kalana).

Prinsip dari penetapan indeks pembusaan ini yaitu sampel


yang berupa simplisia yang telah dihaluskan terlebih dahulu
direbus dalam air, didinginkan, dan kemudian disaring agar
diperoleh sari daun saga. Untuk selanjutnya dibuat larutan seri
pengenceran dan masing masing tabung reaksi dikocok ke arah
memanjang selama 15 detik dengan frekuensi 2 kocokan per detik.
Pertama-tama Daun saga dihaluskan menjadi serbuk kasar
dan ditimbang sebanyak 2 gram. Fungsi penghalusan simplisia ini
untuk meperluas permukaan daun saga sehingga memperbanyak
kontak dengan air mendidih yang sudah disiapkan. Semakin luas
permukaan daun saga maka akan semakin banyak daun yang
kontak dengan air mendidih sehingga menyebabkan proses
ekstraksi daun semakin baik. Semakin baik proses ekstraksi, maka
saponin yang terlarut dalam air akan semakin banyak/sempurna.
Kemudian dimasukkan simplisia daun saga ke dalam gelas kimia
yang berisi 100 mL aquadest mendidih, dan didiamkan selama 30
menit. Pendidihan ini bertujuan agar kandungan yang terdapat
pada daun saga dapat semuanya keluar terutama saponin.
Perebusan simplisia ini disebut dekok dan hasilnya disebut dekokta
(setelah disaring). Lalu simplisia daun saga didinginkan sampai
suhu kamar, lalu baru dilakukan penyaringan dengan mengunakan
kertas saring. Tetapi sebelum dilakukan penyaringan dengan
menggunakan kertas saring, kertas saring sebelumnya harus
dibilas dulu menggunakan air. Hal ini bertujuan agar ekstrak dari
daun saga nya tidak akan menempel pada kertas saring sehingga
ekstrak daun saga yang diperoleh akan semakin banyak. Pada
proses ekstraksi ini ekstrak daun saga yang diperoleh adalah
sebanyak 15 mL, dan kemudian digenapkan volume hingga 100 mL
dengan penambahan aquadest.
Setelah itu dibuat 10 larutan seri pengenceran dalam tabung
reaksi dengan konsentrasi ekstrak daun saga yang bervariasi. Hal
ini bertujuan agar dapat dipilih volume (mL) dekokta yang memiliki
tinggi busa 1 cm sehingga dapat ditentukan indeks pembusaannya.
Kemudian tabung reaksi ditutup dan dikocok ke arah memanjang
selama 15 detik dengan frekuensi 2 kocokan perdetik. Pengocokan
ini berfungsi agar terbentuk busa yang diakibatkan kontak air
dengan saponin. Proses pengocokan larutan dilakukan oleh masing-
masing orang yang setiap orang nya mengocok dua tabung. Saponin
merupakan detergen alami yang ditemukan di banyak tanaman
serta merupakan glikosida non nitrogen, glikosida kompleks atau
metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam, terdiri dari gugus
gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin. Keberadaan
saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan
koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang
stabil. Saponin mengandung aglikon polisiklik yang khasnya adalah
berbuih saat dikocok dengan air. Kemampuan berbusa saponin
disebabkan oleh bergabungnya sapogenin nonpolar dan sisi rantai
yang larut dalam air. Sapogenin ini berasal dari saponin pada
hidrolisis yang menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai
“sapogenin”.
Setelah tabung reaksi dikocok kemudian didiamkan selama
15 menit dan diukur tinggi busa. Pada tabung 1, 2, 3, 5 ,6 dan 7
tidak terdapat busa setelah pengocokan, pada tabung 8, 9, dan 10
tinggi busanya ada namun dalam jumlah sedikit sekali dan tidak
dapat diukur.
Pada percobaan ini, tinggi busa yang terbentuk nilai yang
linear (tinggi pembentukan busa naik pada tiap variasi
pengenceran). Hal ini kemungkinan terjadi karena kecepatan dari
kekuatan pengocokan yang tidak sama rata pada tiap tabung-
tabung yang berisi bahan uji coba.

Dari hasil percobaan ini, terdapat tinggi busa yang sangat


sedikit sekali dan tidak dapat diukur pada tabung ke 10 sehingga
tabung seri pengenceran no 10 ini merupakan volume dekokta yang
terpilih untuk penetapan indeks pembusaan. Jika tinggi busa pada
tabung reaksi kurang dari 1 cm menunjukkan indeks busa nya
kurang dari 100. Hal ini menunjukkan bahwa kadar saponin dalam
simplisia tersebut sedikit dan tidak dapat dilakukan proses
pemekatan lagi. Dan jika tinggi busa pada tabung reaksi lebih dari
1 cm menunjukkan indeks busa nya lebih dari 1 cm menunjukkan
indeks busa nya lebih dari 1000 sehingga perlu dilakukan proses
pengenceran agar diperoleh volume dekokta dengan tinggi 1 cm.
Indeks pembusaan ini dihitung dengan menggunakan rumus
1000
. Dimana a merupakan volume (mL) dekokta terpilih yang
𝑎

memiliki tinggi busa 1 cm. Berdasarkan hasil pengamatan volume


(mL) dekokta terpilih adalah pada tabung seri pengenceran no 10.
Jadi, indeks pembusaan dari daun saga pada percobaan ini adalah
100.
Nilai indeks pembusaan tersebut dapat mengindikasikan
aman tidaknya suatu tanaman untuk dijadikan sediaan obat.
Walau dapat melindungi tanaman terhadap mikroba dan jamur,
pada beberapa tanaman (misalnya dari gandum dan bayam) juga
dapat meningkatkan penyerapan gizi dan membantu pencernaan
hewan. Namun pada konsentrasi tinggi, saponin memiliki efek
toksin yang dapat mengancam kehidupan sebagian hewan
(terutama hewan berdarah dingin). Untuk manusia, saponin juga
tidak bersifat toksik selama konsentrasinya tidak tinggi, dapat
diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh
saponin. Tetapi bila dijadikan sediaan obat, saponin yang
merupakan glikosida yang bila dihidrolisa dengan enzim
menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang
merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Sehingga dapat
disimpulkan tanaman yang memiliki indeks pembusaan yang kecil
seperti daun saga dapat dijadikan sediaan obat dan dapat
menghindarkan efek dari sapotoksin yang menyebabkan gangguan
perut yang parah, merusak sel darah merah atau timbulnya
gangguan saraf pusat jantung.

Anda mungkin juga menyukai