Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TERAPI OKSIGEN DALAM KEGAWATDARURATAN

OLEH :

NI KOMANG AYU PUSPITASARI P07120215066


GUSTI AYU PUTU BRILIANI P07120215067
NI MADE WERDIANTI PRAWERTI P07120215068
NI KETUT CHANDRA FEBRIYANTI P07120215070
NI PUTU RATNA MARTHA SARI P07120215071
NI PUTU MITA YOGANTARI P07120215072

PRODI DIV KEPERAWATAN TINGKAT 3B SEMESTER V

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Terapi Oksigen. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Keperwatan Kegawatdaruratan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi seluruh masyarakat khususnya mahasiswa
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Denpasar, 11 September 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................................................i

Daftar Isi...........................................................................................................................................................ii

BAB I – PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................................................1

BAB II – PEMBAHASAN

2.1 Definisi.....................................................................................................................................................2

2.2 Tujuan.......................................................................................................................................................2

2.3 Indikasi.....................................................................................................................................................3

2.4 Kontraindikasi........................................................................................................................................6

2.5 Teknik Pemberian Oksigen.................................................................................................................7

2.6 Resiko Terapi Oksigen.........................................................................................................................15

2.7 Menentukan Dosis pemberian Oksigen..........................................................................................16

2.8 Komplikasi..............................................................................................................................................17

2.9 Tanda Dan Gejala Keracunan Oksigen 17

2.10 Monitoring Terapi Oksigen 17

BAB III – PENUTUP

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................................19

Daftar Pustaka................................................................................................................................................20
///

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sering kali pada saat pasien mengeluh sesak napas, maka secara otomatis yang terpikir
adalah pemberian oksigen. Tanpa memandang ”sebetulnya” perlu atau tidaknya tindakan
tersebut dilakukan. Jikapun perlu metoda apa yang diperlukan dan berapa banyak kadar

yang harus diberikan. Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap

kali bernapas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem


respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.

Pemberian oksigen pada pasien perlu mendapat perhatian khusus karena pada pemberian
yang tidak tepat dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan seperti depresi

pernapasan atau keracunan O2. Cara yang tepat pemberian oksigen adalah didasarkan
pada hasil pemeriksaan analisa gas darah (AGD) melalui penghitungan dengan
menggunakan rumus. Melalui penghitungan ini dapat ditentukan banyaknya/konsentrasi
oksigen yang diberikan serta dapat memilih alat yang dipakai dalam pemberian oksigen.
Artikel ini akan membahas mengenai terapi oksigen secara praktis.

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan Umum

Untuk Mengetahui dan memahami dasar-dasar Terapi Oksigen

Tujuan Khusus

Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tentang :

 Definisi Terapi Oksigen


 Indikasi dan kontraindikasi terapi oksigen
 Teknik Pemberian Oksigen
 Menentukan Dosis Pemberian Oksigen
 Komplikasi dalam Terapi Oksigen

1|Terapi O2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. (Standar Pelayanan Keperawatan di
ICU, Dep.Kes. RI, 2005)
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam
ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth,2001)
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu tindakan
untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)

2.2 Tujuan/ kegunaan


a. Meningkatkan konsentrasi O2 pada darah arteri sehingga masuk ke jaringan untuk
memfasilitasi metabolisme aerob
b. Mempertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90 % untuk :
- Mencegah dan mengatasi hipoksemia / hipoksia serta mmempertahankan oksigenasi
jaringan yang adekuat.
- Menurunkan kerja nafas dan miokard.
- Menilai fungsi pertukaran gas

Alat Aliran (L/menit) Fi O2 (fraksi oksigen inspirasi)


1 0,24
2 0,28
3 0,32
Kanula nasal
4 0,36
5 0,40
6 0,44
Masker oksigen 5-6 0,40

2|Terapi O2
6-7 0,50
7-8 0,60
6 0,60
7 0,70
Masker dengan
8 0,80
kantong reservoir
9 ≥0,80
10 ≥0,80

2.3 Indikasi
A. Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta
merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya.
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau lebih
rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang
yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia,
sebelum gelembung uap air panas dari dalam tubuh menimbulkankematian.
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada
ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya seseorang
hilang kesadaran.
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas, serta mual
dan muntah.
5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis cenderung
melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan
menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia.

3|Terapi O2
 Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik
Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan organ
pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan sebagian besar darah
dipindah dari sirkulasi vena kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa
pernafasan. Kegagalan paru terjadi bila keadan seperti fibrosis pulmonal menyebabkan
blok alveoli – kapiler atau terjadi ketidak seimbangan ventilasi – perfusi. Kegagalan
pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot pernafasan pada keadaan dengan
peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh berbagai gangguan mekanik seperti
pneumothoraks atau obstruksi bronkhial yang membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula
disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme persarafan yang mengendalikan ventilasi,
seperti depresi neuron respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.
 Hipoksia Anemik
Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan
kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat
besar. Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar
sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan
pengangkutan O2 kejaringan aktif.
 Hipoksia Stagnan
Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung
saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia
stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru
sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan
yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi
berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung.
 Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering
diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta
mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati
keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan
sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan

4|Terapi O2
menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat
dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.
B. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
C. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
D. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
E. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
F. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah. Contoh :
- Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
- Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia ditandai
dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi hipoksemia
contohnya syok dan keracunan CO
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100
mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadiringan sedang dan berat berdasarkan nilai
PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-
94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila
PaO2kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai PaO2
dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg maka
terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi,
perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk
mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO 2)

dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang

meningkat dan sebaliknyatekanan karbondioksida arteri (PaCO2) menurun.jaringan Vaskuler


yang mensuplai darah di jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, juga terjadi takikardi
kompensasi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan
dapat diperbaiki. Hipoksia alveolar menyebabkan kontraksi pembuluh pulmoner sebagai respon
untuk memperbaiki rasio ventilasi perfusi di area paru terganggu, kemudian akan terjadi
peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi
peningkatan sekresi eritropoitin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis danterjadi

5|Terapi O2
peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan
peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jan tung
kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.
- Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
- Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
- Sianosis - Keracunan
- Hipovolemi - Asidosis
- Perdarahan - Selama dan sesudah pembedahan
- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar

Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini.
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila hasil
analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
 PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
 PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale, polisitemia
(hematokrit >56%).
2. Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
 Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
 Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti
hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi
gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka
panjang.

2.4 Kontra indikasi


Tidak ada kontra indikasi absolut :
a) Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.

6|Terapi O2
b) Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan
lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
d) Suplemen oksigen tidak direkomendasikan pada :
 Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama dispneu,
tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak mempunyai
hipoksia kronik
 Pasien yang menerskan merokok, karena kemungkinan prognosis yang buruk dan
dapat meningkatkan risiko kebakaran
 Pasien yang tidak menerima terapi oksigen

Syarat-syarat Pemberian Oksigen Meliputi :

1. Dapat mengontrol konsentrasi oksigen udara inspirasi, harus dapat di kontrol

2. Tahanan jalan nafas yang rendah,

3. Tidak terjadi penumpukan CO2,

4. Efisien,

5. Nyaman untuk pasien.

2.5 Teknik Pemberian Oksigen


Dapat dibagi menjadi 2 tehnik, yaitu :
1. Sistem Aliran Rendah
Sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan, bekerja dengan
memberikan oksigen pada frekuensi aliran kurang dari volume inspirasi pasien, sisa volume
ditarik dari udara ruangan. Karena oksigen ini bercampur dengan udara ruangan, maka FiO2
aktual yang diberikan pada pasien tidak diketahui, menghasilkan FiO2 yang bervariasi
tergantung pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal klien. Alat oksigen aliran
7|Terapi O2
rendah cocok untuk pasien stabil dengan pola nafas, frekuensi dan volume ventilasi normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali
permenit.
Contoh sistem aliran rendah adalah :

Low flow low concentration :


a. Kateter nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan
aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Prosedur pemasangan kateter ini
meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai nasofaring. Persentase oksigen
yang mencapai paru-paru beragam sesuai kedalaman dan frekuensi pernafasan, terutama
jika mukosa nasal membengkak.
 Keuntungan Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, dan membersihkan mulut, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai
sebagai kateter penghisap. Dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.
 Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%,
tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat
kateter melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi
kateter akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam
dan diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi
selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan
nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat dan
tertekuk.

b. Kanul nasal / kanul binasal / nasal prong.


Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran
1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24 % - 44 %.
Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian oksigen
dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien dengan
pernafasan mulut. FiO2 estimation :
Flows FiO2

8|Terapi O2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
 Keuntungan :Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien
bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas
melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai
efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang
diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
 Kerugian :Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman
kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate
yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen
dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan
kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.

Low flow high concentration


a. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat pemberian
oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi
oksigen 40 – 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan retensi karbondioksida
karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh kurang dari 5 liter/menit untuk
mendorong CO2 keluar dari masker. FiO2 estimation :
Flows FiO2
• 5-6 Liter/min : 40 %

9|Terapi O2
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %
 Keuntungan : Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
 Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan
untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah,
dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup,
pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan.

b. Sungkup Muka dengan Kantong

Rebreathing Rebreathing mask

Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60% dengan aliran 6 –
15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur
dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan
hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong
dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit. FiO2 estimation :

Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )

• 6 : 35 %

• 8 : 40 – 50 %

• 10 – 15 : 60 %

 Keuntungan :Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.

10 | T e r a p i O2
 Kerugian : Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah
dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien
tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi
bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.

c. Sungkup Muka dengan Kantong Non


Rebreathing Non rebreathing mask
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen yang tinggi mencapai 90 % dengan
aliran 6 – 15 liter/mnt. Pada prinsipnya udara inspirasi tidak bercampur dengan udara
ekspirasi, udara ekspirasi dikeluarkan langsung ke atmosfer melalui satu atau lebih katup,
sehingga dalam kantong konsentrasi oksigen menjadi tinggi. Sebelum dipasang ke pasien isi
O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal
2/3 bagian kantong reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan
total. Perawat harus menjaga agar semua diafragma karet harus pada tempatnya dan tanpa
tongkat. FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
• 6 : 55 – 60
• 8 : 60 – 80
• 10 : 80 – 90
• 12 – 15 : 90
 Keuntungan : Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
 Kerugian : Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan makan,
minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada pasien tidak sadar
dan anak-anak.

2. Sistem Aliran Tinggi

11 | T e r a p i O2
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali
volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas pendek dan pasien
dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen
dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini
dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.Contoh sistem aliran tinggi:

a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration).

Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang tepat
melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran
udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan. Masker venturi
menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara seperti vakum), yang memberikan
aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker
melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan.
Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak
tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia
kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia
untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat. FiO2 estimation, Menurut
Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask merk Hudson
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
• Biru : 2 : 24
• Putih : 4 : 28
• Orange : 6 : 31
• Kuning : 8 : 35
• Merah : 10 : 40
• Hijau : 15 : 60
Keuntungan: Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk pada
ala : FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2 analiser,
Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol, Tidak terjadi penumpukan CO2. Kerugian :
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam mata.
• Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien makan,
minum, atau minum obat.

12 | T e r a p i O2
• Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak mengganggu
konsentrasi O2.

b. Bag and Mask / resuscitator manual


Digunakan pada pasien :
• Cardiac arrest
• Respiratory failure
• Sebelum, selama dan sesudah suction Gas flows 12 – 15 liter, selama resusitasi buatan,
hiperinflasi / bagging, kantong resusitasi dengan reservoir harus digunakan untuk
memberikan konsentrasi oksigen 74 % - 100 %. Dianjurkan selang yang bengkok tidak
digunakan sebagai reservoir untuk kantong ventilasi. Kantong 2.5 liter dengan
kecepatan 15 liter/menit telah ditunjukkan untuk pemberian oksigen yang konsisten
dengan konsentrasi 95 % - 100 %. Penggunaan kantong reservoar 2.5 liter juga
memberikan jaminan visual bahwa aliran oksigen utuh dan kantong menerima oksigen
tambahan. Pengetahuan tentang kantong dan keterampilan penggunaan adalah vital :
• Kekuatan pemijatan menentukan volume tidal ( VT ).
• Jumlah pijatan permenit menentukan frekuensi
• Kekuatan dan frekuensi menentukan aliran puncak.
Hal – hal yang harus diperhatikan :
 Observasi dada pasien untuk menentukan kantong bekerja dengan baik dan apakah
terjadi distensi abdomen.
 Kemudahan / tahanan saat pemompaan mengindikasikan komplain paru.
 Risiko terjadinya peningkatan sekresi, pneumothorak, hemothorak, atau spasme
bronkus yang memburuk.
Syarat – syarat Resusitator manual :
 Kemampuan kantong untuk memberikan oksigen 100 % pada kondisi akut.
 Masker bila dibutuhkan harus transparan untuk memudahkan observasi terhadap
muntah / darah yang dapat mengakibatkan aspirasi.
 Sistem katup yang berfungsi tanpa gangguan pada kondisi akut.
 Pembersihan dan pendauran ketahanan kantong.Large Volume Aerosol Sistem.

13 | T e r a p i O2
c. Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi untuk menutup ventilasi pasien per
menit. Dengan Oksigen T- piece memungkinkan pelembaban untuk selang ETT ( Endo Trakeal
Tube ) atau trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang. Pada pemakaiannya,
kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow rate yang direkomendasikan adalah 10 liter/menit
dengan nebuliser set untuk menjaga inspired oxygen concentration (FiO2)

d. Sungkup terbuka / Face tent


Sama dengan selang T, digunakan untuk memberikan pelembaban pada pasien di ruang
pemulihan atau setelah ekstubasi. Bila pasien merasakan masker terlalu menyekap, maka masker
wajah harus ditambahkan. Konsentrasi 40% dengan aliran 10-15 L/mnt (Hudak & Gallo,1997),
8-12 liter/menit : 28%-100%.
 Keuntungan : Lebih nyaman untuk anak, dapat digunakan sebagai alternatif pemberian
aerosol, dapat memberikan kelembaban yang tinggi.
 Kerugian :Posisi face tent sulit dipertahankan, FiO2 sulit dikontrol.

e. Collar trakeostomi
Keuntungan :
• Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien dengan trakeostomi.
• Gelang – gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang trakeostomi.
• Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.
• Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.
Kerugian :
• Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan iritasi dan
infeksi. Keamanan
Untuk pasien :
- Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam saluran pernapasan.
- Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus steril.
- Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.

14 | T e r a p i O2
2.6 Resiko Terapi Oksigen
Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen
diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru

terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain
seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri,

jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O 2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8
jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti
hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan
jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O 2, selanjutnya mengalami
gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan jaringan paru (displasia
bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia
retrolental), yaitu pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan
kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak
hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening,
kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat

menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar tetapi
dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen
harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari
penggunaan listrik tanpa “Ground”.

Hal yang harus dilaporkan dan didokumentasikan


1. Observasi dan catat terhadap penurunan kecemasan, peningkatan pengetahuan, penurunan
kelemahan, penurunan frekuensi nafas, perubahan warna kulit, peningkatan saturasi oksigen.
2. Monitor dan dokumentasikan hasil analisa gas darah dan pulse oksimetri untuk menilai
keefektifan terapi oksigen. Therapy Oksigen berhasil jika : Nilai PaO2 dan PaCO2 yang
diharapkan tercapai : PaO2 = ( 4 – 5 ) x FiO2.
3. Monitor dan dokumentasikan kulit disekitar telinga, hidung , mukosa hidung terhadap iritasi.

15 | T e r a p i O2
4. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi oksigen yang lain.
5. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada pasien .
6. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa FiO2 yang diberikan.

2.7 MENENTUKAN DOSIS PEMBERIAN OKSIGEN

1. PAO2 =(PB-PH2O)xFiO2 -(PaCO2 astrup x1,25) = (760-47) x FiO2 - PaCO2 astrup x1,25)

2. PaO2 =713xFiO2 -1,25x PaCO2 astrup

3. PaO 2astrup = PaO 2 yang diinginkan

PAO2 yangdidapat PAO2 baru

4. Selanjutnya bila sudah didapat PAO2 baru, cari FiO2 baru dengan rumus 1

• FiO2 = 150 + AaDO2 x 100% =……..%

760

AaDO2 = PAO2 –PaO2

Keterangan :

PAO2 : tekanan oksigen alveoli

PaO2 : nilai diambil dari hasil AGD

contoh
Pemberian oksigen yang tepat harus didasarkan pada nilai AGD dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

Seorang pasien Pneumonia yang sedang dirawat di paviliun Kenanga terpasang oksigen 10
liter/menit (60 %) dengan menggunakan rebreathing mask sejak 8 jam yang lalu. Seorang dokter
ingin mengoreksi pemberian oksigen selanjutnya. Hasil pemeriksaan AGD terbaru didapatkan :

PH : 7.28 , PO2 : 125 , PCO2 : 60 , HCO3 : 25 , BE : 2,5

16 | T e r a p i O2
Penyelesaian
PAO2 = (760-47) X 0,6 – 60

= 367,8
AaDO2 = 367.8 – 120

= 247.8
FiO2 = (247.8 + 100) X 100 %
760
= 45.76 % ( 6 liter / menit )

jadi kebutuhan oksigen untuk pasien tersebut sebanyak 6 liter / menit dan dapat
menggunakan sungkup muka non-rebreathing. (setiap 1 liter mengandung 4 % oksigen)

2.8 KOMPLIKASI

 Kerusakan pada paru : Tergantung konsentrasi oksigen yang diberikan , Tergantung pada
lama pemberian

 Efek neurologi : Kejang – kejang karena tekanan intrakranial meningkat

 Fibro plasia retrolental : Kebutaan pada bayi prematur yang mendapat terapi oksigen

2.9 TANDA DAN GEJALA KERACUNAN OKSIGEN

• Terjadi penurunan vital capacity (Vc)

• Paraesthesia, sakit sendi, mual dan muntah

• Atelectesia

• Perubahan mental dan gangguan penglihatan

2.10 MONITORING TERAPI OKSIGEN

• Tanda klinis

- Kerja nafas : RR, otot nafas tambahan, nafas cuping hidung, sianosis

- Kerja jantung : Nadi, tensi


17 | T e r a p i O2
• Pulse oxymetri

• Analisa gas darah

Transtrakeal kateter

Bag Valve Mask

18 | T e r a p i O2 – Pus pa Ayu N
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme,
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh

dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan
tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.

Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat
menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi
demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan

segera untuk mengatasi masalah. tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi
keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas
dan meurunkan kerja miokard

Indikasi terapi oksigen ini adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru
normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kontra indikasi
pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada
obstruksi nasal, pemakaian kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak
kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong
rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat mengakibatkan keracunan
oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang

merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat
merusak alveoli.

19 | T e r a p i O2
Daftar Pustaka

1. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
2. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo, R.
2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI -
RSCMk FKUI – RSCM. Jakarta.
3. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi Dan
Respiratori FK UI. Jakarta.
4. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia, vol. 8.
EGC. Jakarta.

5. Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.

6. Ganong, F. William. 2003. Fisiologi Kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.

7. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intesif. Jakarta.

20 | T e r a p i O2

Anda mungkin juga menyukai