Terapi Oksigen Dalam Kedaruratan
Terapi Oksigen Dalam Kedaruratan
OLEH :
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Terapi Oksigen. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Keperwatan Kegawatdaruratan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi seluruh masyarakat khususnya mahasiswa
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................................................................ii
BAB I – PENDAHULUAN
BAB II – PEMBAHASAN
2.1 Definisi.....................................................................................................................................................2
2.2 Tujuan.......................................................................................................................................................2
2.3 Indikasi.....................................................................................................................................................3
2.4 Kontraindikasi........................................................................................................................................6
2.8 Komplikasi..............................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................................19
Daftar Pustaka................................................................................................................................................20
///
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Sering kali pada saat pasien mengeluh sesak napas, maka secara otomatis yang terpikir
adalah pemberian oksigen. Tanpa memandang ”sebetulnya” perlu atau tidaknya tindakan
tersebut dilakukan. Jikapun perlu metoda apa yang diperlukan dan berapa banyak kadar
yang harus diberikan. Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital
dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap
Pemberian oksigen pada pasien perlu mendapat perhatian khusus karena pada pemberian
yang tidak tepat dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan seperti depresi
pernapasan atau keracunan O2. Cara yang tepat pemberian oksigen adalah didasarkan
pada hasil pemeriksaan analisa gas darah (AGD) melalui penghitungan dengan
menggunakan rumus. Melalui penghitungan ini dapat ditentukan banyaknya/konsentrasi
oksigen yang diberikan serta dapat memilih alat yang dipakai dalam pemberian oksigen.
Artikel ini akan membahas mengenai terapi oksigen secara praktis.
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
1|Terapi O2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. (Standar Pelayanan Keperawatan di
ICU, Dep.Kes. RI, 2005)
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen dalam
ruangan adalah 21 %, (Brunner & Suddarth,2001)
Sejalan dengan hal tersebut diatas menurut Titin, 2007, Terapi oksigen adalah suatu tindakan
untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)
2|Terapi O2
6-7 0,50
7-8 0,60
6 0,60
7 0,70
Masker dengan
8 0,80
kantong reservoir
9 ≥0,80
10 ≥0,80
2.3 Indikasi
A. Pasien hipoksia
Hipoksia hipoksik merupakan masalah pada individu normal pada daerah ketinggian serta
merupakan penyulit pada pneumonia dan berbagai penyakit sistim pernafasan lainnya.
Gejala dan tanda hipoksia hipoksik:
1. Pengaruh penurunan tekanan barometer
Penurunan PCO2 darah arteri yang terjadi akan menimbulkan alkalosis respiratorik.
2. Gejala hipoksia saat bernafas oksigen
Di ketinggian 19.200 m, tekanan barometer adalah 47 mmHg, dan pada atau lebih
rendah dari tekanan ini cairan tubuh akan mendidih pada suhu tubuh. Setiap orang
yang terpajan pada tekanan yang rendah akan lebih dahulu meninggal saat hipoksia,
sebelum gelembung uap air panas dari dalam tubuh menimbulkankematian.
3. Gejala hipoksia saat bernafas udara biasa
Gejala mental seperti irritabilitas, muncul pada ketinggian sekitar 3700 m. Pada
ketinggian 5500 m, gejala hipoksia berat, dan diatas 6100 m, umumnya seseorang
hilang kesadaran.
4. Efek lambat akibat ketinggian
Keadaan ini ditandai dengan sakit kepala, iritabilias, insomnia, sesak nafas, serta mual
dan muntah.
5. Aklimatisasi
Respon awal pernafasan terhadap ketinggian relatif ringan, karena alkalosis cenderung
melawanefek perangsangan oleh hipoksia. Timbulnya asidosis laktat dalam otak akan
menyebabkan penurunan pH LCSdan meningkatkan respon terhadap hipoksia.
3|Terapi O2
Penyakit yang menyebabkan Hipoksia Hipoksik
Penyakit penyebabnya secara kasar dibagi atas penyakit dengan kegagalan organ
pertukaran gas, penyakit seperti kelainan jantung kongenital dengan sebagian besar darah
dipindah dari sirkulasi vena kesisi arterial, serta penyakit dengan kegagalan pompa
pernafasan. Kegagalan paru terjadi bila keadan seperti fibrosis pulmonal menyebabkan
blok alveoli – kapiler atau terjadi ketidak seimbangan ventilasi – perfusi. Kegagalan
pompa dapat disebabkan oleh kelelahan otot-otot pernafasan pada keadaan dengan
peningkatan beban kerja pernafasan atau oleh berbagai gangguan mekanik seperti
pneumothoraks atau obstruksi bronkhial yang membatasi ventilasi. Kegagalan dapat pula
disebabkan oleh abnormalitas pada mekanisme persarafan yang mengendalikan ventilasi,
seperti depresi neuron respirasi di medula oblongata oleh morfin dan obat-obat lain.
Hipoksia Anemik
Sewaktu istirahat,hipoksia akibat anemia tidaklah berat, karena terdapat peningkatan
kadar 2,3-DPG didalam sel darah merah,kecuali apabila defisiensi hemoglobin sangat
besar. Meskipun demikian, penderita anemia mungkin mengalami kesulitan cukup besar
sewaktu melakukan latihan fisik karena adanya keterbatasan kemampuan meningkatkan
pengangkutan O2 kejaringan aktif.
Hipoksia Stagnan
Hipoksia akibat sirkulasi lambat merupakan masalah bagi organ seperti ginjal dan jantung
saat terjadi syok. Hati dan mungkin jaringan otak mengalami kerusakan akibat hipoksia
stagnan pada gagal jantung kongestif. Pada keadaan normal, aliran darah ke paru-paru
sangat besar, dan dibutuhkan hipotensi jangka waktu lama untuk menimbulkan kerusakan
yang berarti. Namun, syok paru dapat terjadi pada kolaps sirkulasi
berkepanjangan,terutama didaerah paru yang letaknya lebih tinggi dari jantung.
Hipoksia Histotoksik
Hipoksia yang disebabkan oleh hambatan proses oksidasi jaringan paling sering
diakibatkan oleh keracunan sianida. Sianida menghambat sitokrom oksidasi serta
mungkin beberapa enzim lainnya. Biru metilen atau nitrit digunakan untuk mengobati
keracunan sianida. Zat-zat tersebut bekerja dengan sianida, menghasilkan
sianmethemoglobin, suatu senyawa non toksik. Kemampuan pengobatan
4|Terapi O2
menggunakansenyawa ini tentu saja terbatas pada jumlah methemoglobin yang dapat
dibentuk dengan aman. Pemberian terapi oksigen hiperbarik mungkin juga bermanfaat.
B. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
C. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
D. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
E. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
F. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 )
rendah. Contoh :
- Pasien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil AGD
- Pasien dengan peningkatan kerja napas dimana tubuh terjadi hipoksemia ditandai
dengan PaO2 dan SpO2 menurun. Pasien yang teridentifikasi hipoksemia
contohnya syok dan keracunan CO
Hipoksemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) dibawah nilai normal (nilai normal PaO285-100
mmHg), SaO2 95%. Hipoksemia dibedakan menjadiringan sedang dan berat berdasarkan nilai
PaO2 dan SaO2. hipoksemia ringan dinyatakan pada keadaan PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-
94%, hipoksemia sedang PaO2 40-60 mmHg, SaO2 75%-89% dan hipoksemia berat bila
PaO2kurang dari 40 mmHg dan SaO2 kurang dari 75%. Umur juga mempengaruhi nilai PaO2
dimana setiap penambahan umur satu tahun usia diatas 60 tahun dan PaO2 80 mmHg maka
terjadi penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg. Hipoksemia dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi,
perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada ditempat yang tinggi.
Keadaan hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk
mempertahankan supaya oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arteriol (PaO 2)
dibawah 55 mmHg.kendali nafas akan meningkat, sehingga tekanan oksigen arteriol (PaO2) yang
5|Terapi O2
peningkatan kapasiti transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan
peningkatan volume sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner. Gagal jan tung
kanan bahkan dapat menyebabkan kematian.
- Pasien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
- Beberapa trauma
Terapi ini diberikan dengan orang yang mempunyai gejala :
- Sianosis - Keracunan
- Hipovolemi - Asidosis
- Perdarahan - Selama dan sesudah pembedahan
- Anemia berat - Klien dengan keadaan tidak sadar
Kriteria pemberian terapi oksigen tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah ini.
1. Pemberian oksigen secara berkesinambungan (terus menerus), Diberikan apabila hasil
analisis gas darah pada saat istirahat, didapat nilai:
PaO2 kurang dari 55 mmHg atau saturasi kurang dari 88%.
PaO2 antara 56-59 mmHg atau saturasi 89% disertai kor pulmonale, polisitemia
(hematokrit >56%).
2. Pemberian secara berselang
Diberikan apabila hasil analisis gas darah saat latihan didapat nilai:
Pada saat latihan PaO2 55 mmHg atau saturasi 88%
Pada saat tidur PaO255 mmHg atau saturasi 88% disertai komplikasi seperti
hipertensi pulmoner.somnolen dan aritmia.
Pasien dengan keadaan klinik tidak stabil yang mendapat terapi oksigen perlu dievaluasi
gas darah (AGD) serta terapi untuk menentukan perlu tidaknya terapi oksigen jangka
panjang.
6|Terapi O2
b) Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan
lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
d) Suplemen oksigen tidak direkomendasikan pada :
Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama dispneu,
tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak mempunyai
hipoksia kronik
Pasien yang menerskan merokok, karena kemungkinan prognosis yang buruk dan
dapat meningkatkan risiko kebakaran
Pasien yang tidak menerima terapi oksigen
4. Efisien,
8|Terapi O2
• 1 Liter /min : 24 %
• 2 Liter /min : 28 %
• 3 Liter /min : 32 %
• 4 Liter /min : 36 %
• 5 Liter /min : 40 %
• 6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
Keuntungan :Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan
teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien
bebas makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa
nyaman. Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas
melalui mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai
efek venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang
diberikan melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
Kerugian :Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai
oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman
kanul hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal.
Kecepatan aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate
yang lebih dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen
dan menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan
kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.
9|Terapi O2
• 6-7 Liter/min : 50 %
• 7-8 Liter/min : 60 %
Keuntungan : Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula
nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Kerugian : Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan
untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah,
dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup,
pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan.
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 35 – 60% dengan aliran 6 –
15 liter/mnt , serta dapat meningkatkan nilai PaCO2. Udara ekspirasi sebagian tercampur
dengan udara inspirasi, sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi saat ekspirasi dan
hampir menguncup waktu inspirasi. Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong
dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
untuk mencegah iritasi kulit. FiO2 estimation :
• 6 : 35 %
• 8 : 40 – 50 %
• 10 – 15 : 60 %
Keuntungan :Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lendir.
10 | T e r a p i O2
Kerugian : Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, kantong oksigen
bisa terlipat atau terputar atau mengempes, apabila ini terjadi dan aliran yang rendah
dapat menyebabkan pasien akan menghirup sejumlah besar karbondioksida. Pasien
tidak memungkinkan makan minum atau batuk dan menyekap, bisa terjadi aspirasi
bila pasien muntah, serta perlu segel pengikat.
11 | T e r a p i O2
Memberikan aliran dengan frekuensi cukup tinggi untuk memberikan 2 atau 3 kali
volume inspirasi pasien. Alat ini cocok untuk pasien dengan pola nafas pendek dan pasien
dengan PPOK yang mengalami hipoksia karena ventilator. Suatu teknik pemberian oksigen
dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini
dapat menambahkan konsentrasi oksigen yang lebih tepat dan teratur.Contoh sistem aliran tinggi:
a. Sungkup muka dengan venturi / Masker Venturi (High flow low concentration).
Merupakan metode yang paling akurat dan dapat diandalkan untuk konsentrasi yang tepat
melalui cara non invasif. Masker dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan aliran
udara ruangan bercampur dengan aliran oksigen yang telah ditetapkan. Masker venturi
menerapkan prinsip entrainmen udara (menjebak udara seperti vakum), yang memberikan
aliran udara yang tinggi dengan pengayaan oksigen terkontrol. Kelebihan gas keluar masker
melalui cuff perforasi, membawa gas tersebut bersama karbondioksida yang dihembuskan.
Metode ini memungkinkan konsentrasi oksigen yang konstan untuk dihirup yang tidak
tergantung pada kedalaman dan kecepatan pernafasan.Diberikan pada pasien hyperkarbia
kronik ( CO2 yang tinggi ) seperti PPOK yang terutama tergantung pada kendali hipoksia
untuk bernafas, dan pada pasien hypoksemia sedang sampai berat. FiO2 estimation, Menurut
Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi mask merk Hudson
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
• Biru : 2 : 24
• Putih : 4 : 28
• Orange : 6 : 31
• Kuning : 8 : 35
• Merah : 10 : 40
• Hijau : 15 : 60
Keuntungan: Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk pada
ala : FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2 analiser,
Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol, Tidak terjadi penumpukan CO2. Kerugian :
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam mata.
• Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien makan,
minum, atau minum obat.
12 | T e r a p i O2
• Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak mengganggu
konsentrasi O2.
13 | T e r a p i O2
c. Selang T / T piece / Briggs adaptor
Oksigen dialirkan ke humidifier, aliran harus cukup tinggi untuk menutup ventilasi pasien per
menit. Dengan Oksigen T- piece memungkinkan pelembaban untuk selang ETT ( Endo Trakeal
Tube ) atau trakeostomi.Tidak akan menimbulkan kondensasi dalam selang. Pada pemakaiannya,
kabut harus terlihat pada ekshalasi akhir. Flow rate yang direkomendasikan adalah 10 liter/menit
dengan nebuliser set untuk menjaga inspired oxygen concentration (FiO2)
e. Collar trakeostomi
Keuntungan :
• Sama dengan selang T, Memberikan pelembaban untuk pasien dengan trakeostomi.
• Gelang – gelang adaptor mencegah bunyi gemuruh selang trakeostomi.
• Bagian depan memungkinkan penghisapan tanpa melepas masker.
• Kondensasi dalam collar dapat dialirkan ke dalam selang pasien.
Kerugian :
• Sekresi dan lapisan kulit sekitar stoma dapat menyebabkan iritasi dan
infeksi. Keamanan
Untuk pasien :
- Memastikan bahwa selangnya benar-benar masuk ke dalam saluran pernapasan.
- Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus steril.
- Tabung oksigennya dijauhkan dari jangkauan api.
14 | T e r a p i O2
2.6 Resiko Terapi Oksigen
Salah satu resiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen
diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus-menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru
terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN dan H 2O2 melepaskan
enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain
seperti retensi gas karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga pada bakteri,
jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O 2 80-100% diberikan kepada manusia selama 8
jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi, menimbulkan distres substernal, kongesti
hidung, nyeri tenggorokan dan batuk. Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan
jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O 2, selanjutnya mengalami
gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan pemadatan jaringan paru (displasia
bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia
retrolental), yaitu pembentukan jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan
kelainan penglihatan berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak
hanya iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa pening,
kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik) dapat
menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat pembakar tetapi
dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein dengan terapi pemberian oksigen
harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik dalam area sumber oksigen, menghindari
penggunaan listrik tanpa “Ground”.
15 | T e r a p i O2
4. Monitor dan dokumentasikan terjadinya efek samping / bahaya terapi oksigen yang lain.
5. Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada pasien .
6. Catat metode yang digunakan, berapa liter/ menit alirannya atau berapa FiO2 yang diberikan.
1. PAO2 =(PB-PH2O)xFiO2 -(PaCO2 astrup x1,25) = (760-47) x FiO2 - PaCO2 astrup x1,25)
4. Selanjutnya bila sudah didapat PAO2 baru, cari FiO2 baru dengan rumus 1
760
Keterangan :
contoh
Pemberian oksigen yang tepat harus didasarkan pada nilai AGD dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Seorang pasien Pneumonia yang sedang dirawat di paviliun Kenanga terpasang oksigen 10
liter/menit (60 %) dengan menggunakan rebreathing mask sejak 8 jam yang lalu. Seorang dokter
ingin mengoreksi pemberian oksigen selanjutnya. Hasil pemeriksaan AGD terbaru didapatkan :
16 | T e r a p i O2
Penyelesaian
PAO2 = (760-47) X 0,6 – 60
= 367,8
AaDO2 = 367.8 – 120
= 247.8
FiO2 = (247.8 + 100) X 100 %
760
= 45.76 % ( 6 liter / menit )
jadi kebutuhan oksigen untuk pasien tersebut sebanyak 6 liter / menit dan dapat
menggunakan sungkup muka non-rebreathing. (setiap 1 liter mengandung 4 % oksigen)
2.8 KOMPLIKASI
Kerusakan pada paru : Tergantung konsentrasi oksigen yang diberikan , Tergantung pada
lama pemberian
Fibro plasia retrolental : Kebutaan pada bayi prematur yang mendapat terapi oksigen
• Atelectesia
• Tanda klinis
- Kerja nafas : RR, otot nafas tambahan, nafas cuping hidung, sianosis
Transtrakeal kateter
18 | T e r a p i O2 – Pus pa Ayu N
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme,
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini iperoleh
dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan
tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis.
Adanya kekurangan O2 ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat
menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan. Klien dalam situasi
demikian mengharapkan kompetensi perawat dalaam mengenal keadaan hipoksemia dengan
segera untuk mengatasi masalah. tujuan utama pemberian O2 adalah (1) untuk mengatasi
keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas
dan meurunkan kerja miokard
Indikasi terapi oksigen ini adalah untuk pasien hipoksia, oksigenasi kurang sedangkan paru
normal, oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal, oksigenasi cukup, paru normal,
sedangkan sirkulasi tidak normal, pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi, pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah. Kontra indikasi
pemakaian terapi oksigen ini adalah pemakaian kanul nasal/kateter binasal/nasal prong : jika ada
obstruksi nasal, pemakaian kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak
kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal, pemakaian sungkup muka dengan kantong
rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
Komplikasi pemakaian terapi oksigen yang terlalu lama dapat mengakibatkan keracunan
oksigen, kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang
merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom yang dapat
merusak alveoli.
19 | T e r a p i O2
Daftar Pustaka
1. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
2. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo, R.
2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI -
RSCMk FKUI – RSCM. Jakarta.
3. Rogayah, R. 2009. The Principle Of Oxigen Therapy. Departemen Pulmonologi Dan
Respiratori FK UI. Jakarta.
4. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi bahasa Indonesia, vol. 8.
EGC. Jakarta.
5. Potter & Perry. 2002. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Volume 2. Edisi 4. EGC. Jakarta.
7. Latief, A. Said. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intesif. Jakarta.
20 | T e r a p i O2