Oleh
Devi Saputri
NIM 152310101016
UNIVERSITAS JEMBER
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
BAB 1. KONSEP TEORI CHEPALGIA
1
Fungsi serebrum
1. Mengingat pengalaman yang lalu.
2. Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal,
intelegensi, keinginan, dan memori.
3. Pusat menangis, buang air besar, dan buang air kecil.
b. Otak kecil
Serebelum (Otak Kecil)
Serebelum (otak kecil)
terletak pada bagian bawah dan
belakang tengkorak dipisahkan
dengan serebrum oleh fisura
transversalis dibelakangi oleh
pons varoli dan di atas medula
oblongata. Organ ini banyak
menerima serabut aferen
sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.
Fungsi serebelum
1. Arkhioserebelum (vestibuloserebelum), serabut aferen berasal
dari telinga dalam yang diteruskan oleh nervus VIII (auditorius)
untuk keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke otak.
2. Paleaserebelum (spinoserebelum. Sebagai pusat penerima
impuls dari reseptor sensasi umum medula spinalis dan nervus
vagus (N. trigeminus) kelopak mata, rahang atas, dan bawah
serta otot pengunyah.
2
3. Neoserebelum (pontoserebelum). Korteks serebelum menerima
informasi tentang gerakan yang sedang dan yang akan
dikerjakan dan mengaturgerakan sisi badan.
c. Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal.
a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta
hipotalamus.
b. Otak tengah, tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus.
c. Otak belakang, menjadi pons varoli, medulla oblongata, dan
serebelum.
d. Batang otak
Batang otak terdiri dari:
1. Diensefalon, ialah
bagian otak yang paling rostral,
dan tertanam di antara ke-dua
belahan otak besar
(haemispherium cerebri).
Diantara diensefalon dan
mesencephalon, batang otak
membengkok hampir sembilah puluh derajat kearah ventral (Watson,
2002). Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di bagian depan lobus
temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap
kesamping. Fungsi dari diensefalon:
a. Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah
b. Respiratori, membantu proses persarafan.
c. Mengontrol kegiatan refleks.
d. Membantu kerja jantung.
3
2. Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat bagian yang
menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus
superior dan dua di sebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus
inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan ke ventral di bagian
medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis
tengah ke sisi lain. Fungsinya:
a. Membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata.
b. Memutar mata dan pusat pergerakan mata.
3. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon
dengan pons varoli dengan serebelum, terletak di depan serebelum di
antara otak tengah dan medula oblongata. Disini terdapat premotoksid
yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks. Fungsinya:
a. Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga antara
medula oblongata dengan serebelum atau otak besar.
b. Pusat saraf nervus trigeminus.
4. Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak yang paling
bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula spinalis.
Bagian bawah medula oblongata merupakan persambungan medula
spinalis ke atas, bagian atas medula oblongata yang melebar disebut
kanalis sentralis di daerah tengah bagian ventral medula oblongata.
Fungsi medula oblongata:
a. Mengontrol kerja jantung.
b. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor).
c. Pusat pernapasan.
d. Mengontrol kegiatan refleks
4
olfaktorius
II Nervus optikus Sensorik Bola mata, untuk penglihatan
III Nervus Motorik Penggerak bola mata dan
okulomotoris mengangkat kelopak mata
IV Nervus Motorik Mata, memutar mata dan
troklearis penggerak bola mata
V Nervus Motorik dan sensorik -
trigeminus
N. Oftalmikus Motorik dan sensorik Kulit kepala dan kelopak mata
atas
N. Maksilaris Sensorik Rahang atas, palatum dan
hidung
N. Motorik dan sensorik Rahang bawah dan lidah
Mandibularis
VI Nervus abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata
VII Nervus fasialis Motorik dan Sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah
dan selaput lendir rongga mulut
VIII Nervus Sensorik Telinga, rangsangan
auditorius pendengaran
IX Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, tonsil, dan lidah,
rangsangan citarasa
X Nervus vagus Sensorik dan motorik Faring, laring, paru-paru dan
esophagus
XI Nervus Motorik Leher, otot leher
asesorius
XII Nervus Motorik Lidah, citarasa, dan otot lidah
hipoglosus
5
2. Susunan saraf otonom
Susunan saraf yang mempunyai peranan penting memengaruhi pekerjaan
otot involunter (otot polos) seperti jantung, hati, pancreas, jalan
pencernaan, kelenjar dan lain-lain.
a. Susunan saraf simpatis
Saraf ini terletak di depan kolumna vertebra dan berhubungan dengan
sumsum tulang belakang melalui serabut – serabut saraf. Sistem
simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Kornu anterior segmen torakalis ke – 1 sampai ke-12 dan segmen
lumbalis 1-3 terdapat nucleus vegetative yang berisi kumpulan –
kumpulan sel saraf simpatis.
2. Trunkus simpatikus beserta cabang – cabangnya. Di sebelah kiri
dan kanan vertebra terdapat barisan ganglion saraf simpatikus yang
membujur di sepanjang vertebra. Trunkus simpatikus di bagi
menjadi 4 bagian yaitu :
a. Trunkus simpatikus servikalis
b. Trunkus simpatikus torakalis..
c. Trunkus simpatikus lumbalis.
d. Trunkus simpatikus pelvis.
3. Pleksus simpatikus beserta cabang cabangnya. Di dalam abdomen,
pelvis, toraks, serta di dekat organ – organ yang dipersarafi oleh
saraf simpatis ( otonom ).
Fungsi serabut saraf simpatis
a. Mensarafi otot jantung
b. Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar
c. Mempersarafi semua alat dalam seperti lambung, pancreas dan
usus
d. Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat
e. Serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit
f. Mempertahankan tonus semua otot sadar.
6
b. Susunan Saraf Parasimpatis
Saraf cranial otonom adalah saraf cranial 3, 7, 9, dan 10. Saraf ini
merupakan penghubung, melalui serabut – serabut parasimpatis dalam
perjalanan keluar dari otak menuju organ – organ sebagian
dikendalikan oleh serabut – serabut menuju iris. Dan dengan demikian
merangsang gerakan – gerakan saraf ke -3 yaitu saraf okulomotorik.
Saraf simpatis sacral keluar dari sumsum tulang belakang melalui
daerah sacral. Saraf – saraf ini membentuk urat saraf pada alat – alat
dalam pelvis dan bersama saraf – saraf simpatis membentuk pleksus
yang mempersarafi kolon rectum dan kandung kemih.
Refleks miksi juga menghilang bila saraf sensorik kandung kemih
mengalami gangguan. System pengendalian ganda ( simpatis dan
parasimpatis ). Sebagian kecil organ dan kelenjar memiliki satu
sumber persarafan yaitu simpatis atau parasimpatis. Sebagian besar
organ memiliki persarafan ganda yaitu : menerima beberapa serabut
dari saraf otonom sacral atau cranial. Kelenjar organ dirangsang oleh
sekelompok urat saraf ( masing – masing bekerja berlawanan ).
Dengan demikian penyesuaian antara aktivitas dan tempat istirahat
tetap dipertahankan. Demikian pula jantung menerima serabut –
serabut ekselevator dari saraf simpatis dan serabut inhibitor dari nervus
vagus. Saluran pencernaan memiliki urat saraf ekselevator dan
inhibitor yang mempercepaT dan memperlambat peristaltic berturut –
turut.
Fungsi serabut parasimpatis :
1. Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,
submandibularis, dan kelenjar – kelenjar dalam mukosa rongga
hidung.
2. Mmepersarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung,
berpusat di nuclei lakrimalis, saraf – sarafnya keluar bersama
nervus fasialis.
7
3. Mempersarafi kelenjar ludah ( sublingualis dan submandibularis ),
berpusat di nucleus salivatorius superior, saraf – saraf ini
mengikuti nervus VII
4. Mempersarafi parotis yang berpusat di nucleus salivatoris inferior
di dalam medulla oblongata, saraf ini mengikuti nervus IX
5. Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru – paru,
gastrointestinum, ginjal, pancreas, limfa, hepar, dan kelenjar
suprarenalis yang berpusat pada nucleus dorsalis nervus X
6. Mempersarafi kolon desendens, sigmoid, rectum, vesika urinaria
dan alat kelamin, berpusat di sacral II, III, IV.
7. Miksi dan defekasi pada dasarnya adalah suatu reflex yang
berpusat di kornu lateralis medulla spinalis bagian sacral. Bila
kandung kemih dan rectum tegang miksi dan defekasi secara
reflex. Pada orang dewasa reflex ini dapat dikendalikan oleh
kehendak. Saraf yang berpengaruh menghambat ini berasal dari
korteks di daerah lotus parasentralis yang berjalan dalam traktus
piramidalis (Anderson, 2008).
8
Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5
rumah sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai
berikut : Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension
type Headache 31%, Chronic Tension type Headache (CTTH) 24%, Cluster
Headache 0.5%, Mixed Headache 14% (Sjahrir, 2004). Penelitian berbasis
populasi menggunakan kriteria Internasional Headache Society untuk Migrain
dan Tension Type Headache (TTH), juga penelitian Headache in General
dimana Chronic Daily Headache juga disertakan . Secara global, persentase
populasi orang dewasa dengan gangguan nyeri kepala 46% , 11% Migren,
42% Tension Type Headache dan 3% untuk Chronic daily headache (Zwart
JA, 2004)
Populasi penelitian adalah sampel acak dari 1.000 pria dan wanita berusia
25-64. Tingkat partisipasi 76%. prevalensi dari berbagai bentuk sakit kepala
yang dinilai dan penelitian menyediakan data deskriptif tentang
simtomatologi, menyebabkan faktor, dampak dari hormon wanita, penggunaan
pelayanan medis dan konsekuensi kerja dari gangguan sakit kepala dan
menjelaskan berbagai faktor yang terkait dengan gangguan.
1.4 Etiologi
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah
keadaan tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang
berlebihan dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap
diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit
kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami
penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
9
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala. Karena
hanya sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat beristirahat
pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya sakit
kepala, termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat
membuat pembuluh darah di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas ketika
ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit kepala
berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan
juga dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin
dalam rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama seperti
rokok, alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit kepala.
8. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf terjepit
di leher atau bahkan tumor.
1.5 Klasifikasi
berikut:
10
unilateral, kualitas berdenyut, moderat atau intensitas berat,
kejengkelan oleh fisik rutin aktivitas dan hubungan dengan mual dan /
atau fotofobia dan fonofobia.
b. Tanpa Aura :serangan berulang, menit abadi, dari unilateral
sepenuhnya reversibel visual, sensorik atau sistem lainnya nervou
pusat gejala yang biasanya berkembang secara bertahap dan biasanya
diikuti dengan sakit kepala dan gejala migrain yang terkait.
Nyeri kepala tegang otot adalah bentuk sakit kepala yang paling sering
Sakit pada sakit kepala cluster sering digambarkan sebagai rasa sakit yang
tajam, menusuk atau membakar. Orang dengan kondisi ini berkata bahwa
rasa sakit terasa seperti alat pengorek api yang panas pada mata atau bola
mata serasa terdorong keluar. Orang dengan sakit kepala cluster muncul
11
Sakit kepala yang berhubungan dengan sakit kepala vaskuler.
subarakhnoid).
9. Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia atau putus obat.
(hipoglikemia).
12. Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala,
1.6 Patofisiologi
Sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan terhadap bangunan-
bangunan diwilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri. Bangunan-
bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot okspital, temporal dan
frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang tengkorak
sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intrakranial yang peka nyeri
terdiri dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi
sinus venosus serta arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari
jaringan otak sendiri tidak peka nyeri.
Perangsangan terhadap bangunan-bangunan itu dapat berupa:
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
12
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau
setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalan lintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema
serebri atau tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi
umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik), gangguan
metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia), pemakaian
obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren
dan cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan kepala,
seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
7. Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis), baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar
III yang mendesak gigi) dan daerah leher (spondiloartritis deforman
servikalis.
8. Ketegangan otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psikoorganik pada
keadaan depresi dan stress. Dalam hal ini sakit kepala sininim dari pusing
kepala (Sylvia, 1997)
13
vasokonstriksi arteri kulit kepala dam pembuluh darah retina dan serebral.
Pembuluh darah intra dan ekstrakranial mengalami dilatasi, yang
menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Migren klasik dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase aura
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan
kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk
mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah
gangguan penglihatan ( silau ), kesemutan, perasaan gatal pada wajah
dan tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing. Periode aura
ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri yang diawali
dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral berkurang,
dengan kehilangan autoregulasi laanjut dan kerusakan responsivitas
CO2.
b. Fase sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak mampu
yang dihungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi keadaan
ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
c. Fase pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan dengan
sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan pasien
dapat tidur untuk waktu yang panjang.
2. Cluster Headache
Cluster Headache adalah beentuk sakit kepal vaskuler lainnya yang
sering terjadi pada pria. Serangan datang dalam bentuk yang menumpuk
atau berkelompok, dengan nyeri yang menyiksa didaerah mata dan
menyebar kedaerah wajah dan temporal. Nyeri diikuti mata berair dan
sumbatan hidung. Serangan berakhir dari 15 menit sampai 2 jam yang
menguat dan menurun kekuatannya.
14
Tipe sakit kepala ini dikaitkan dengan dilatasi didaerah dan sekitar
arteri ekstrakranualis, yang ditimbulkan oleh alkohol, nitrit, vasodilator
dan histamin. Sakit kepala ini berespon terhadap klorpromazin.
3. Tension Headache
Stress fisik dan emosional dapat menyebabkan kontraksi pada otot-otot
leher dan kulit kepala, yang menyebabkan sakit kepala karena tegang.
Karakteristik dari sakit kepala ini perasaan ada tekanan pada dahi, pelipis,
atau belakang leher. Hal ini sering tergambar sebagai “beban berat yang
menutupi kepala”. Sakit kepala ini cenderung kronik daripada berat.
Pasien membutuhkan ketenangan hati, dan biasanya keadaan ini
merupakan ketakutan yang tidak terucapkan. Bantuan simtomatik mungkin
diberikan untuk memanaskan pada lokasi, memijat, analgetik, antidepresan
dan obat relaksan otot (Brunner, 2002).
15
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi
migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal,
meningkat pada inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS,
adanya sel-sel abnormal dan infeksi.
1.9 Penatalaksaan
1.9.1 Farmakologi
a. Migren
Terdiri dari 2 macam, yaitu:
1. Pengobatan akut/segera (abortif). Jenis obat yang dipakai adalah:
16
Antagonis serotonin (5-HT2), misalnya: metisergid dan
siproheptadin.
c. Cluster
Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah
serangan (profilaksis)
Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral
d. Obat-obat terapi abortif: Obat-obat untuk
Ergotamin Verapamil
Sumatriptan Metisergid
Kortikosteroid
Topiramat
17
1.9.2 Non Farmakologi
1. Latihan fisik
Latihan fisik mengurangi intensitas dan bahkan membebaskan
sakit kepala sebagian pasien hingga enam bulan. Selain itu juga
bisa dilakukan latihan olahraga yang mengarah pada otot-otot
bahu dan leher, masing-masing selama 100 kali, dan ditambah
pula dengan mengayuh sepeda ergonomik serta peregangan.
2. Latihan relaksasi
Latihan relaksasi mencakup latihan pernapasan, teknik
mengendalikan stres, serta bagaimana bersikap rileks selama
beraktivitas dan dalam menjalani hidup sehari-hari.
3. Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya
20 sampai 30 menit
18
19
BAB 3. PROSES KEPERAWATAN SESUAI TEORI
3.1 Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur (paling banyak terjadi pada usia 25-65 tahun), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam MRS, nomor registrasi, dan diagnose medis.
b) Keluhan utama
Mengeluh nyeri/ sakit kepala berlebih
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Mengeluh pusing yang berlebih dan nyeri. sakit kepala yang biasa kita
alami yaitu merasakan sakit yang amat sangat pada bagian kepala karena
terlalu banyak aktivitas, sakitnya hanya pada sebagian kepala (migrain)
secara tiba-tiba, mengalami gangguan pencernaan hingga muntah karena
rasa pusing, sangat sensitif terhadap cahaya dan bau, serta terkadang otak
tidak bisa cepat mencerna suatu pelajaran secara maksimal. Semua itu
tentu akan dapat menggangu kegiatan kita sehari-hari.
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita penyakit hipertensi(faktor
keturunan atau disebabkan oleh gaya hidup.
f) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas / Istirahat
Lelah, letih, malaise, ketegangan mata, kesulitan membaca, insomnia
b. Sirkulasi
Denyutan vaskuler misalnya daerah temporal pucat, wajah tampak
kemerahan
c. Integritas ego
Ansietas, peka rangsang selama sakit kepala
d. Makanan / Cairan
20
Mual / muntah , anoreksia selama nyeri
e. Neuro sensori
Pening, Disorientasi (selama sakit kepala)
f. Kenyamanan
Respon emosional/perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah
g. Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab peran
g) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
- Keadaan umum : lemah
- Kesadaran : komposmetis (sadar)
2. Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : Hipertensi
- Suhu : Normal
3. Pemeriksaan head to toe
a. Kulit : Warna pucat, kelembaban lembab, suhu hangat, tekstur
halus, turgor baik
b. Kepala/Wajah
- Bentuk muka : simetris
- Keluhan : Nyeri kepala
- Ekspresi : Klien tampak meringis
- Mata/Penglihatan : Ketajaman penglihatan baik, sclera normal,
tidak icterus, pupil normal, konjungtiva tidak anemis
- Hidung / Penciuman : Struktur normal, polip tidak ada,
penciuman normal
- Telinga / Pendengaran : normal
- Mulut : normal
c. Leher : normal
d. Pernapasan : normal
4. Pemeriksaan penunjang
1. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
2. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan
mengidentifikasi masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
21
3. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu
dalam menentukan diagnosa banding.
4. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler
atau hemoragi Intracranial.
5. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
6. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi
tentang biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
7. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma,
CSV atau space occupaying lesion.
8. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas
saat episode sakit kepala.
9. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
10. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi
migren.
11. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal,
meningkat pada inflamasi.
12. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
13. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan
CSS, adanya sel-sel abnormal dan infeksi.
3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan memasukkan / mencerna dan mengabsorbsi
makanan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipoksia
22
3.3 Intervensi
23
7. Control lingkungan yang dapat teknik nonfarmakologi dalam
mempengaruhi respon memanagement nyeri yang
ketidaknyamanan klien( suhu dirasakan.
10. Pemberian analgetik dapat
ruangan, cahaya dan suara)
mengurangi rasa nyeri pasien
8. Hilangkan faktor presipitasi yang
dapat meningkatkan pengalaman
nyeri klien (ketakutan, kurang
pengetahuan)
9. Ajarkan cara penggunaan terapi
non farmakologi (distraksi, guide
imagery,relaksasi)
10. Kolaborasi pemberian analgesic
24
mengabsorb Penurunan frekuensi 5. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake nutrisi.
si makanan terjadinya mual muntah. mengkonsumsi makanan tinggi 5. Zat besi dapat membantu tubuh
zat besi seperti sayuran hijau sebagai zat penambah darah
NOC : Weight : Body mass
Pasien mengalami NIC : Nausea management sehingga mencegah terjadinya
peningkatan berat badan 1. Kaji frekuensi mual, durasi, anemia atau kekurangan darah
tingkat keparahan, faktor NIC : Nausea management
frekuensi, presipitasi yang
1. Penting untuk mengetahui
menyebabkan mual.
2. Anjurkan pasien makan sedikit karakteristik mual dan faktor-
demi sedikit tapi sering. faktor yang menyebabkan mual.
3. Anjurkan pasien untuk makan Apabila karakteristik mual dan
selagi hangat faktor penyebab mual diketahui
4. Kolaborasi pemberian terapi maka dapat menetukan intervensi
antiemetik : yang diberikan.
Ondansentron 2×4 (k/p)
2. Makan sedikit demi sedikit dapat
Sucralfat 3×1 CI
meningkatkn intake nutrisi.
NIC : Weight management
1. Diskusikan dengan keluarga dan 3. Makanan dalam kondisi hangat
pasien pentingnya intake nutrisi dapat menurunkan rasa mual
dan hal-hal yang menyebabkan sehingga intake nutrisi dapat
penurunan berat badan. ditingkatkan.
2. Timbang berat badan pasien 4. Antiemetik dapat digunakan
jika memungkinan dengan sebagai terapi farmakologis dalam
teratur.
manajemen mual dengan
menghamabat sekres asam
lambung.
25
NIC : Weight management
1. Membantu memilih alternatif
pemenuhan nutrisi yang adekuat.
2. Dengan menimbang berat badan
dapat memantau peningkatan dan
penrunan status gizi.
3. Gangguan Diharapkan pasien dapat tidur NIC : Sleep enchanment NIC : Sleep enchanment
pola tidur malam secara optimal dengan 1. Pantau keadaan umum pasien 1. Mengetahui kesadaran, dan kondisi
b/d nyeri criteria hasil : dan TTV tubuh dalam keadaan normal atau
Sleep 2. Kaji pola tidur tidak
Pasien tidur 7-8 jam 3. Kaji fungsi pernapasan: bunyi 2. Untuk mengetahui kemudahan
sehari napas, kecepatan, irama. dalam tidur.
Pasien dapat tidur dengan 4. Kaji faktor yang menyebabkan 3. Untuk mengetahui tingkat
nyenyak(tidak terbangun gangguan tidur (nyeri, takut, kegelisahan.
saat tidur) stress, ansietas, imobilitas, 4. Untuk mengidentifikasi penyebab
Pasien merasa lebih segar gangguan eliminasi seperti aktual dari gangguan tidur.
Pasien tidur teratur sering berkemih, gangguan 5. Untuk memantau seberapa jauh
Pasien bangun tidur pada metabolisme, gangguan dapat bersikap tenang dan rilex.
waktunya transportasi, lingkungan yang 6. Untuk membantu relaksasi saat
Tanda-tanda vital dalam asing, temperature, aktivitas tidur.
rentang normal yang tidak adekuat). 7. Tidur akan sulit dilakukan tanpa
5. Catat tindakan kemampuan relaksasi
untuk mengurangi kegelisahan 8. Berkemih malam hari dapat
6. Ciptakan suasana nyaman, mengganggu tidur
Kurangi atau hilangkan distraksi 9. Kenyaman dalam tubuh pasien
lingkungan dan gangguan tidur. terkait kebersihan diri dan pakai.
26
7. Batasi pengunjung selama 10. Memudahkan dalam mendapatkan
periode istirahat yang optimal tidur yang optimal.
(mis; setelah makan). 11. Informasi berguna untuk
8. Minta klien untuk membatasi menambah pengetahuan klien
asupan cairan pada malam hari 12. Untuk menenangkan pikiran dari
dan berkemih sebelum tidur. kegelisahan dan mengurangi
9. Anjurkan atau berikan ketegangan otot
perawatan pada petang hari 13. Pemberian obat sesuai jadwalnya.
(mis; hygiene personal, linen
dan baju tidur yang bersih).
10. Gunakan alat bantu tidur (misal;
air hangat untuk kompres
rilaksasi otot, bahan bacaan,
pijatan di punggung, music
yang lembut, dll).
11. Berikan informasi mengenai
cara agar bisa mengatur jadwal
tidur optimal
12. Ajarkan relaksasi distraksi.
13. Beri obat dengan kolaborasi
dokter.
4. Ketidakefek Diharapkan klien menunjukkan NIC: Peripheral sensation NIC: Peripheral sensation management
tifan perfusi status sirkulasi yang adekuat. management 1. Memantau adanya perubahan pada
jaringan Kriteria Hasil : 1. Pantau adanya daerah tertentu tingkat kesadaran atau respon
otak Tanda-tanda vital dalam yang hanya peka terhadap pasien terhadap rangsangan.
berhubunga batas normal panas/dingin/tajam/tumpul. 2. Untuk menentukan intervensi
n dengan Menunjukkan fungsi sensori 2. Monitor hasil-hasil lab yang lanjutan yang akan diberikan
hipoksia motorik cranial yang utuh: menunjukkan ketidakadekuatan kepada klien.
27
tingkat kesadaran baik. perfusi jaringan. 3. Pemberian informasi dan diskusi
Mendemonstrasikan 3. Berikan informasi dan menambah pengetahuan kognitif
kemampuan kognitif: diskusikan mengenai penyebab klien dan keluarga
Berkomunikasi dengan jelas perubahan sensasi 4. Untuk mencegah peningkatan
Menunjukkan perhatian, 4. Pertahankan hidrasi yang viskositas darah.
konsentrasi dan orientasi adekuat. 5. Kolaborasi pemberian cairan
Memproses informasi 5. Kolaborasi pemberian cairan kristaloid intravena sesuai
Membuat keputusan dengan kristaloid intravena sesuai kebutuhan.
benar. kebutuhan.
28
No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
1 Nyeri akut berhubungan NIC : Manajemen nyeri S : klien ataupun keluarga mengungkapkan
dengan agen cidera fisik Aktifitas : kondisinya seperti sudah tidak terasa nyeri bagian
1. Memonitor vital sign kepala
2. Mengkaji secara komprehensif terhadap O : Observasi nyeri (skala,karakteristik,
nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, durasi,intensitas) sudah normal/berkurang
A : merupakan kondisi klien setelah dilakukan
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
tindakan menunjukkan tingkat kemajuan ataupun
presipitasi tidak
3. Mengobservasi reaksi ketidaknyaman secara P : merupakan suatu perencanaan tindakan
nonverbal keperawatan yang akan di lanjutkan atau
4. Menentukan pengaruh pengalaman nyeri dihentikan dan disesuaikan dengan kondisi pasien
terhadap kualitas hidup( napsu makan, tidur,
aktivitas,mood, hubungan sosial)
5. Menentukan faktor yang dapat memperburuk
nyeri
6. Memberikan informasi tentang nyeri
termasuk penyebab nyeri, berapa lama nyeri
akan hilang, antisipasi terhadap
ketidaknyamanan dari prosedur
7. Mengcontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon ketidaknyamanan
klien( suhu ruangan, cahaya dan suara)
8. Menghilangkan faktor presipitasi yang dapat
meningkatkan pengalaman nyeri klien
(ketakutan, kurang pengetahuan)
29
9. Mengajarkan cara penggunaan terapi non
farmakologi (distraksi, guide
imagery,relaksasi)
10. Mengkolaborasi pemberian analgesic
2. Ketidakseimbangan NIC : Nutrition management S : klien ataupun keluarga mengungkapkan
nutrisi kurang dari 1. Mengkaji status nutrisi pasien kondisi klien seperti klien merasa sudah nafsu
kebutuhan tubuh 2. Menjaga kebersihan mulut, anjurkan untuk makan, klien merasa sehat dan tidak mual lagi
berhubungan dengan selalu melalukan oral hygiene. O : Observasi kondisi klien dalam rentang normal
ketidakmampuan 3. Mengkolaborasi pemberian nutrisi yang (sudah nafsu makan, tidak merasa mual)
memasukkan / mencerna sesuai dengan kebutuhan pasien : diet A : merupakan kondisi klien setelah dilakukan
dan mengabsorbsi pasien diabetes mellitus. tindakan menunjukkan tingkat kemajuan ataupun
makanan 4. Memberikan informasi yang tepat terhadap tidak
pasien tentang kebutuhan nutrisi yang tepat P : merupakan suatu perencanaan tindakan
dan sesuai. keperawatan yang akan di lanjutkan atau
5. Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi dihentikan dan disesuaikan dengan kondisi pasien
makanan tinggi zat besi seperti sayuran
hijau
30
Ondansentron 2×4 (k/p)
Sucralfat 3×1 CI
NIC : Weight management
1. Mendiskusikan dengan keluarga dan pasien
pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang
menyebabkan penurunan berat badan.
2. Menimbang berat badan pasien jika
memungkinan dengan teratur.
3. Gangguan pola tidur b/d NIC : Sleep enchanment S : klien ataupun keluarga mengungkapkan
snyeri kepala 1. Memantau keadaan umum pasien dan TTV kondisi klien seperti klien merasa sudah nyaman
2. Mengkaji pola tidur dibuat aktivitas dan tidur juga sudah tidak
3. Mengkaji fungsi pernapasan: bunyi napas, terganggu
kecepatan, irama. O : Observasi kondisi klien dalam rentang normal
4. Mengkaji faktor yang menyebabkan (terlihat rileks dan nyaman)
gangguan tidur (nyeri, takut, stress, A : merupakan kondisi klien setelah dilakukan
ansietas, imobilitas, gangguan eliminasi tindakan menunjukkan tingkat kemajuan ataupun
seperti sering berkemih, gangguan tidak
metabolisme, gangguan transportasi, P : merupakan suatu perencanaan tindakan
lingkungan yang asing, temperature, keperawatan yang akan di lanjutkan atau
aktivitas yang tidak adekuat). dihentikan dan disesuaikan dengan kondisi pasien
5. Mencatat tindakan kemampuan untuk
mengurangi kegelisahan
6. Menciptakan suasana nyaman, Kurangi
atau hilangkan distraksi lingkungan dan
gangguan tidur.
7. Membatasi pengunjung selama periode
istirahat yang optimal (mis; setelah
31
makan).
8. Meminta klien untuk membatasi asupan
cairan pada malam hari dan berkemih
sebelum tidur.
9. Menganjurkan atau berikan perawatan pada
petang hari (mis; hygiene personal, linen
dan baju tidur yang bersih).
10. Menggunakan alat bantu tidur (misal; air
hangat untuk kompres rilaksasi otot, bahan
bacaan, pijatan di punggung, music yang
lembut, dll).
11. Mengajarkan relaksasi distraksi.
12. Memberi obat dengan kolaborasi dokter.
4. Ketidakefektifan perfusi NIC: Peripheral sensation management S : klien ataupun keluarga mengungkapkan
jaringan otak b/d hipoksia 1. Memantau adanya daerah tertentu yang kondisi klien baik
hanya peka terhadap O : Observasi kondisi klien
panas/dingin/tajam/tumpul. A : merupakan kondisi klien setelah dilakukan
2. Memonitor hasil-hasil lab yang tindakan menunjukkan tingkat kemajuan ataupun
menunjukkan ketidakadekuatan perfusi tidak
jaringan. P : merupakan suatu perencanaan tindakan
3. Memberikan informasi dan diskusikan keperawatan yang akan di lanjutkan atau
mengenai penyebab perubahan sensasi dihentikan dan disesuaikan dengan kondisi pasien
4. Mempertahankan hidrasi yang adekuat.
5. Mengkolaborasi pemberian cairan
kristaloid intravena sesuai kebutuhan.
32
BAB 4. DISCHARGE PLANNING
33
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Paul D. 2008. Anatomi & Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Nanda. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta :
EGC
Sjahrir, Hasan. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Jogjakarta: Pustaka Cendekia
Press
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : EGC
Zwart JA, Dyb G, Holmen TL, Stovner LJ, Sand T. 2004. The prevalence of
migraine and tension-type headaches among adolescents in Norway The
Nord-Trondelag Health Study (Head-HUNT-Youth), a large population-
based epidemiological study. Cephalalgia. 24(5):373–379. doi:
10.1111/j.1468-2982.2004.00680.x.
34