Anda di halaman 1dari 27

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I.1 IDENTITAS
Identitas Pasien
No. RM : 2295322
Nama pasien : An. AN
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Cakung Barat
Tanggal lahir/umur : 14 Januari 2016 / 1 tahun 2 bulan
Masuk RSUP Persahabatan : 31 Maret 2017

I.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu kandung pasien pada tanggal
18 April 2017 pukul 15.00 WIB di bangsal bugenvile atas.

Keluhan Utama:
Kejang berulang sebanyk 3x, sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan:
Demam, batuk, pilek, mencret.

Riwayat Penyakit Sekarang:


3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien batuk pilek yang semakin hari
semakin memberat. Pasien batuk berdahak, namun dahak tidak keluar seringkali
ditelan oleh anak. Pasien pilek dengan ingus berwarna bening encer. Batuk pilek
terjadi sepanjang hari, dan semakin memberat pada malam hari. Menurut ibu
pasien, pasien tampak kesulitan bernafas, tak jarang pasien bernafas melalui mulut
dan suara nafas grok-grok. Ibu pasien telah memberikan obat batuk yang dibeli di
apotek, namun batuk tidak kunjung membaik.

1
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam tinggi namun tidak diukur
suhunya oleh ibu karena tidak memiliki termometer. Pasien sempat diberikan obat
turun panas oleh ibu, tetapi pasien tetap demam tinggi. Demam naik turun tidak
disertai menggigil.
8 jam sebelum masuk rumah sakit Pasien mencret 3x, konsistensi seperti
bubur, berwarna coklat kekuningan dengan bau yang menyengat, ada sedikit
lender, adanya darah disangkal. Pasien terlihat lemas, tidak mau makan nasi dan
minum susu formula. Buang air kecil lebih jarang dari biasanya.
5 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang. Pasien masih demam saat
kejang terjadi. Tubuh pasien menjadi kaku selama kurang dari satu menit, dan
tangisan anak menjadi terhenti beberapa saat, setelah tubuh kaku pasien kembali
menangis. Ayah dan ibu pasien tidak mengetahui bahwa saat itu anaknya kejang.
Ayah dan ibu pasien mengira hanya kaku biasa, dan mencoba melemaskan tangan
dan kaki pasien. Selang 30 menit tubuh pasien kembali kaku, dengan bentuk dan
durasi kejang yang sama dengan kejang sebelumnya, ayah dan ibu pasien masih
mengira anaknya kaku biasa. 1 jam kemudian pasien kembali kejang, kejang
diawali tubuh menjadi kaku, kemudian tangan dan kaki kelojotan dengan mata
mendelik kearah atas kejaang terjadi sekitar 5 menit. Setelah kejang pasien
menangis, terlihat mengantuk dan kemudian tertidur. Karena khawatir, akhirnya
pasien dibawa ke IGD RSP oleh orangtuanya.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat kejang
tanpa demam disangkal. Penurunan berat badan drastis disangkal. Riwayat rawat
inap, batuk lama, trauma dan riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang dan epilepsi pada keluarga disangkal. Riwayat hipertensi,
diabetes mellitus dan alergi disangkal.

2
Riwayat Sosial dan Lingkungan
Pasien adalah anak ke 3 dari 3 bersaudara dan tinggal dirumah berempat
bersama dengan ayah, ibu dan kakak pasien. Di rumah pasien terdapat ventilasi
dan sirkulasi udara yang cukup baik dan terletak di daerah perkampungan yang
padat penduduk. Keadaan lingkungan pasien diakui cukup bersih karena ibu rajin
membersihkan rumah. Ibu juga sering membuka jendela rumahnya dan sinar
matahari masuk ke dalam rumah.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Kehamilan Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Periksa rutin ke bidan
Ibu pasien kontrol kehamilan setiap bulan
Persalinan Tempat kelahiran Klinik Bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi 39 minggu
Keadaan bayi BBL: 2700 gram
PBL: tidak ingat
Langsung menangis spontan, warna kulit
merah dan tidak ada kelainan saat lahir
Kesimpulan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik

3
Riwayat Perkembangan

Perkembangan Usia
Motorik Kasar  Tengkurap 3 bulan
 Duduk 6 bulan
 Berjalan 14 bulan
Motorik Halus  Menggenggam 2 bulan
 Memindahkan benda 6 bulan
Bahasa  Berbicara tanpa arti (babbling) 5 bulan
 Papa mama 9 bulan
Sosial  Mengenal orang 2 bulan
 Tepuk tangan 9 bulan
Kesimpulan : riwayat perkembangan sesuai dengan anak seusianya.

Riwayat Makan

Umur ASI / PASI Buah / Bubur susu Nasi tim


Biskuit
√ (ASI) +
0 – 6 bulan Susu - - -
Formula
6 – 12 bulan √ (ASI) √Buah pisang √ ½ mangkuk
Susu SGM dan pepaya bayi
sehari 2-3 -
botol ukuran
kecil
>1 tahun √ (ASI) √Biskuit, √Nasi lembek
Susu SGM buah pisang, dengan lauk
sehari 3-4 pepaya, jeruk, - menu
botol ukuran semangka keluarga
sedang
Kesan : Kuantitas cukup dan kualitas cukup

4
Riwayat Imunisasi
Ibu tidak ingat imunisasi apa saja serta kapan saja waktu pemberiannya. Menurut
ibu, anaknya sudah melakukan semua imunisasi kecual imunisasi campak.

I.3 PEMERIKSAAN FISIK (18/4/2017)


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Data Antropometri
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 79 cm
Lingkar Kepala : 46,5 cm

5
BB/U : (-2 < Z score < +2)  Kesan : Berat badan normal

LK/U : (-2 < Z score < 0)  Kesan : Normocephal

6
TB/U : (0 < Z score < +2)  Kesan : Tinggi badan normal

BB/TB : (-1 < Z score < 0)  Kesan : Gizi normal

7
Tanda Vital

Suhu : 36,5 ºC
Tekanan darah : Tidak diukur
Nadi : 124 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
Pernapasan : 28 x/menit
Saturasi O2 : 98%
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, palpebra cekung
-/-, pupil bulat isokor Ø 3 mm, refleks cahaya langsung
+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, air mata +/+
Telinga : Sekret -/-
Hidung : Nafas cuping hidung -/-, sekret +/+
Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar, Kaku kuduk (-)
Thoraks
Inspeksi : Normochest, Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
Auskultasi : Suara nafas vesikular, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
Palpasi : Supel, tidak ada pembesaran hepar dan lien, turgor baik
Anus : eritema natum(-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-),
Refleks patologis (-)

8
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Tanggal 31 Maret 2017 (di IGD RSUP)
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 14 g/dL 11.5-14.5
Hematokrit 40.5 % 33.0-43.0
Eritrosit 5.30 106/uL 3.90-5.30
MCV 76.4 fL 76.0-90.0
MCH 26.4 pg 25.0-31.0
MCHC 34.6 g/dL 32.0-36.0
Trombosit 397 103/uL 150-400
Leukosit 17.61 103/uL 4.0-12.00
-Basofil 0.3 % 0-1
-Eosinofil 0.4 % 1-3
-Neutrofil 58.3 % 52.0-76.0
-Limfosit 32.9 % 20-40
-Monosit 8.1 % 2-8
RDW-CV 15.3 <15.0
Glukosa sewaktu 145 mg/dL 70-200

Elektrolit Nilai Satuan Nilai Normal


Natrium 146 mEq/L 135-145
Kalium 4.90 mEq/L 3.5-5.0
Klorida 122 mEq/L 98.0-107.0

Foto Thorax:
Kesan Bronkhopneumonia

I.5 DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Kompleks + Diare Akut + Leukositosis +
Bronkhopneumonia

9
I.6 PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
Edukasi  terapi rumatan dirumah bila anak panas atau kejang. Dan
penanganan di rumah saat anak kejang
Medikamentosa :
1. KAEN 3B 15 tpm makro
2. Cefotaxim inj 3x 500mg
3. Paracetamol syrup 4x1cth
4. Sibital inj 2x25mg
5. Orezinc syrup 1 x 1 cth
6. Depakene syrup 2 x 2 ½ ml

1.7 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad malam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kejang demam


Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk diagnosis
kejang demam ialah 38ºC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat kejang tidak
diketahui.1
Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam. Anak berumur antara 1-6
bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali. National
Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan, sedangkan
Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia lebih
dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat. Bayi
berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonatus. 7

II.2 Epidemiologi
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 6
bulan dan 5 tahun. Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika
Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-
kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam
timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih
sering terjadi pada laki-laki.3

II.3 Faktor Risiko


Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan

11
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar
natrium rendah.3
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu
kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak mengalami rekurensi 3 kali
atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.1,2,3
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum
berumur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami
kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8
tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi,
walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-
6 tahun. Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.1

II.4 Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks 7

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk
kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24
jam.
Keterangan:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh
kejangdemam
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5
menit dan berhenti sendiri.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
1. Kejang lama (>15 menit)
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial

12
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam

II.5 Etiologi
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.1,2,3

II.6 Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
dan terjadilah kejang.2
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi
pada suhu 38º C sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi , kejang baru
terjadi pada suhu 40ºC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa
penderita kejang.2
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (
lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apne, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,

13
hiperkapni, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi
arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat.2
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.2
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama
dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.2

II.7 Manifestasi klinis


Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengn kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis,
furunkulosis, dan lain-lain.1,2,3,5Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang
dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk
kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai
kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang tanpa didahului kekakuan
atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1,2,3,45
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit, anak kembali terbangun dan sadar kembali tanpa
defisit neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd)
yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang
lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika kejang tunggal

14
berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau kejang
menahun adalah kecil.3
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
penderita yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian
kecil penderita, ini biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau
berulang baik umum atau fokal. Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang
terjadi pada kejang demam sederhana. IQ lebih rendah ditemukan pada penderita
kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko
retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti
terulangnya kejang tanpa demam.

II.8 Diagnosis 7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik
khusus pada anak, yaitu:
1. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat
ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia
<12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum
baik.
Indikasi pungsi lumbal:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat
mengaburkan tanda dan gejala meningitis

2. EEG
Indikasi pemeriksaan EEG:

15
• Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI apabila
bangkitan bersifat fokal.
Keterangan:
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus
kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah
perifer, elektrolit, dan gula darah

4. Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan
pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan
bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal yang menetap,
misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.

II.9 Diagnosis Banding


Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf
pusat (otak). Kelainan didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis,
ensefalitis, abses otak dan lain-lain.2 Oleh sebab itu perlu waspada untuk
menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Baru sesudah itu
dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana
atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan saraf pusat dapat
disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal. Kejang demam
yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar
dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat
diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak
dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis
sehingga menyerupai kejang demam.1

16
II.10 Perjalanan Penyakit
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental
dan neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi
dikemudian hari. Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya rendah,
hanya sekitar 0,64-0,74%.1
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis
yang terbanyak ialah hemiparesis, disusul diplegia, koreoatetosis atau rigiditas
serebrasi. Kelainan ini biasanya terjadi pada pasien dengan kejang lama atau
kejang berulang baik umum maupun fokal. 11% pasien kejang menunjukkan
hiperaktivitas walaupun tidak diberi pengobatan fenobarbital.1
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana. Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang
demam tidak berbeda dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak
menderita kejang demam. IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam
yang berlangsung lama dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental
menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang
tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau epilepsi berbeda-beda
tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi. Sebagian peneliti
melaporkan angka sekitar 2-5%.1
Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan
bahwa diantara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita
kejang tanpa demam (epilepsi), sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan
epilepsi yang diprovokasi oleh demam 276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan
Mc Greal mendapatkan angka epilepsi 2 % pada kejang demam sederhana dan
30% pada kejang demam atipikal. Diindonesia, Lumbantobing melaporkan 5
(6,5%) diantara 83 pasien kejang demam menjadi epilepsi.1
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih
banyak dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang
kemungkinan terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan

17
pasien yang tidak mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya
epilepsi adalah:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan.
2. Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara
kandung.
3. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.
Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2-3,
sedangkan apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi
adalah 13%. Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam,
yang paling sering adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang
demam yang lama biasanya diikuti oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30-
35% pasien mengalami berulangnya kejang demam. Sebagian besar hanya
berulang 2- 3 kali kecuali pada 9-17% kasus yang berulang lebih dari 3 kali.
Setengahnya berulang dalam 6 bulan pertama dan 75% berulang dalam 1 tahun.
Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang demam pada 35% diantara
1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering bila serangan pertama
terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila kejang
demam pertama terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang
adalah 28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi.
Anak dengan perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam
keluarga juga lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.1

II.11 Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan,
yaitu: pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan
profilaksis terhadap berulangnya kejang demam..2,3

II.11.1 Pengobatan fase akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,

18
suhu, pernafasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan
kompres air dingin dan pemberian antipiretik.2,3,

Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah
akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intrvena dan
dalam waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-
0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu
lebih dari 2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti
dapat diberikan diazepam lagi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila sukar
mencari vena dapat diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5-
0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg pada anak dengan berat badan kurang dari
10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti
diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-
lahan dengan kecpatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis
selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan
pasien dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus
diberikan obat dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital.
Fenobarbital diberikan secara intramuskular dengan loading dose. Dosis awal 10-

19
20 mg/kg dan dosis selanjutnya 4-8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam setelah dosis
awal.
Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernafasan,
hipotensi, letargi dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat.
Diazepam juga mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernafasan,sebab
itu setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam. 2,3,

II.11.2 Mencari dan Mengobati Penyebab


Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk meyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama. Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi
lumbar harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan
pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu
dilakukan untuk mencari penyebab.1,2,3

II.11.3 Pengobatan profilaksis 7


Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Antikonvulsan
Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

20
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat
badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5
mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu
diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

Pemberian obat antikonvulsan rumatan


Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek.
Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang.Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

21
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk
kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak
tidak sedang demam.

II.12 Prognosis 7
 Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan
sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan
mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang
lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang
mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi
kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.

 Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya
kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama

22
 Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu
tahun. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan
meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada
kejang demam.

 Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka
kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana
dengan perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.

II.13 Pencegahan
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada
sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu
digunakan obat anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang
sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.
Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat
menderita demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun
melalui rektal).

II.14 Edukasi
Berikut beberapa pesan edukasi yang diberikan pada orangtua pasien
dengan kejang. 7

23
 Edukasi pada orangtua
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada
saat kejang, sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya akan
meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara diantaranya:
1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumya mempunyai
prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang
memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.

 Beberapa hal yang harus dikerjakanbila anak kejang


1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil)
lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5
menit. Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya
boleh diberikan satu kali oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti
dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau
terdapat kelumpuhan.

24
BAB III
ANALISA KASUS

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.7 Pada pasien ini diagnose kejang demam kompleks ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pasien adalah seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 2 bulan yang datang
dengan keluhan kejang sejak 5 jam SMRS. Menurut Consensus Statement on
Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak,
biasanya terjadi antara umur antara umur 6 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi.1,2
Kejang yang terjadi pada pasien bersifat tonik klonik dengan durasi kejang
± 5 menit dan berulang selama 24 jam mengambarkan bahwa pasien mengalami
kejang demam kompleks. Sebelum kejang juga ibu pasien mengatakan bahwa
pasien pilek, hal ini menunjukkan kemungkinan fokus infeksi penyebab demam
pada pasien. Walaupun penyebab utama demam pada kejang demam belum
diketahui secara pasti, namun demam pada anak sering disebabkan oleh infeksi
saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
saluran kemih. 1,2,3
Hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien dan mendukung
penegakkan diagnosis kejang demam kompleks adalah tidak adanya defisit
neurologis pasca kejang, adanya peningkatan suhu tubuh, dan tidak ditemukannya
refleks patologis.
Hasil pemeriksaan darah rutin menunjukan peningkatan jumlah leukosit
menjadi 17.610 /mm3. Leukositosis ini menggambarkan bahwa terdapat fokus
infeksi sebagai penyebab demam pada pasien. Pada hasil hitung jenis leukosit
didapatkan peningkatan jumlah monosit yakni 8,1% yang menunjukkan bahwa
infeksi disebabkan oleh bakteri.
Dari pemeriksaan glukosa darah sewaktu menunjukkan hasil dalam batas
normal (145mg/dL) menunjukkan bahwa kejang yang terjadi bukan karena

25
hipoglikemia. Hasil pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya peningkatan
klorida yakni 122mEq/L , hal ini bukan merupakan penanda utama kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit karena secara klinis pasien kejang didahului oleh
demam.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang maka pasien
didiagnosis dengan diagnosis masuk kejang demam kompleks. Selain itu terdapat
diagnosa sekunder yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan lab yakni
leukositosis, hiperkloremia, diare akut dan bronkhopneumonia.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa pengobatan kausatif,
suportif dan simptomatik. Pada pasien diberikan terapi cairan KAEN 3B 15 tpm
makro, Cefotaxim inj 3x 500mg, Paracetamol syrup 4x1cth, Sibital inj 2x25mg,
Orezinc syrup 1 x 1 cth, Depakene syrup 2 x 2 ½ ml. Ibu pasien juga diberikan
edukasi mengenai pencegahan terjadinya kejang dan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan dirumah saat anak mengalami demam tinggi dan juga kejang.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan


Kedua. BP. IDAI. Jakarta: 2000; Hal 244-251.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak.
Bagian IKA FK UI. Jakarta: 1985; Hal 847-855.
3. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000;
Hal 434-437.
4. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi
Keenam. Jilid Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-63.
5. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi
15. EGC. Jakarta: 1999;
6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; Hal 210-211.
7. Ismael, Sofyan. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Cetakan
Pertama. BP. IDAI. Jakarta: 2016; Hal 1-12
8. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit
Anak. Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta:
2007; Hal 252

27

Anda mungkin juga menyukai