Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan salah satu persyaratan untuk

meningkatkan produktivitas kerja karyawan, di samping itu K3 adalah hak asasi setiap tenaga

kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan hak asasi karyawan dan salah satu

syarat untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Di samping itu K3 juga

merupakan syarat untuk memenangkan persaingan bebas di era globalisasi dan pasar bebas

Asean Free Trade Agrement (AFTA),

World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacipic Economic Community(APEC). Oleh karena itu

untuk bisa ikut bersaing di pasar bebas tersebut maka program kesehatan dan keselamatan

kerja harus diterapkan di msemua tepat kerja.

Ditinjau dari segi keilmuan, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu

pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan

dan penyakit akibat kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan

di setiap tempat kerja

Keselamatan kerja termasuk dalam perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap

pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan

1
yang dikerjakan. Keselamatan kerja tidak hanya memberikan perlindungan kepada

pekerja/buruh, tetapi juga kepada pengusaha dan pemerintah

Upaya Kesehatan Kerja bertujuan untuk menunjang kegiatan perlindungan dan keselamatan

kerja, Upaya tersebut akan dilaksanakan dengan mengadakan usaha untuk menemukenali masalah

gangguan kesehatan yang ada melalui penelitian, dan dengan mengadakan percobaan serta pengem-

bangan cara-cara pencegahan dan penanggulangan penyakit secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan

dari program-program lain.

I.2 Rumusan Masalah

 Faktor penghambat dalam upaya peningkatan K3 di kalangan Swasta?

 Upaya untuk peningkatan K3 di kalangan Swasta?

 Upaya untuk peningkatan K3 di kalangan Pemerintah?

 Penyebab masalah yang terjadi di tempat kerja?

2
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Dari observasi penerapan K3 ada beberapa faktor sebagai penghambat berikut yang

mempengaruhi:

1. Petugas kesehatan dan keselamatan kerja belum mampu menunjukkan keuntungan program

kesehatan dan keselamatan kerja dalam bentuk uang pada perusahaan. Selama ini tujuan

penerapan kesehatan dan keselamatan kerja baru sampai pada tahap menciptakan tempat dan

lingkungan kerja yang sehat dan aman saja, sehingga karyawan sehat dan selamat dalam

melaksanakan pekerjaannya.

2. Manajemen perusahaan memberikan prioritas rendah dan paling belakang pada program K3 dan

dalam program kerja perusahaan.

I. Pemberian

Prioritas rendah pada prgram ergonomi dan K3 dapat dilihat dari :

 . Setiap rapat operasional/operation meeting jarang bahkan tidak pernah melibatkan

tenaga kesehatan dan keselamatan kerja.

 Posisi bagian kesehatan dan keselamatan kerja dalam struktur organisasi sering di

bawah personalia (HRD)

 Dalam pemilihan, pembelian atau pengadaan peralatan kerja maupun mesin jarang

melibatkan bagian kesehatan dan keselamatan kerja.

3
 Dalam rencana pengembangan perusahaan atau industri jarang melibatkan bagian

kesehatan dan keselamatan kerja.

 Dalam penentuan prioritas program perusahaan jarang melibatkan bagian kesehatan

dan keselamatan kerja.

 Kalau ada masalah kesehatan atau kecelakaan baru ditegur pertama adalah tenaga

kesehatan dan keselamatan kerja.

 Perhargaan dan insentif pada tenaga kesehatan dan keselamatan kerja sangat kurang.

3. Program K3 lebih banyak program kuratif dibandingkan program Preventif dan Promotif.

Dalam melaksanakan tugasnya petugas kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan adalah

upaya pencegahan dan promosi agar kesehatan dan keselamatan tenaga kerja lebih baik

sehingga mampu

bekerja lebih efisien agar produktivitas kerjanya lebih tinggi. Namun dalam prakteknya petugas

kesehatan dan keselamatan kerja jarang berkunjung ke tempat kerja karyawan, sehingga

mereka kurang memahami apa yang dilakukan karyawan sehingga tidak mampu memberikan

solusi perbaikan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja agar pelaksanaan

program K3 daan ergonomi bisa berjalan dengan baik untuk membantu peningkatan.

4. Kurangnya pengetahuan mengenai K3 dan ergonomi dari pihak manajemen maupun

karyawan. Pengetahuan manajemen dan karyawan mengenai K3 dan ergonomi masih sangat

kurang sehingga sering menjadi faktor penghambat dalam penerapan K3 dan ergonomi. Tetapi

melalui penjelasan

mengenai maksud dan tujuan diterapannya K3 dan ergonomi sering membantu memperlancar

bahkan menjadi pemacu program selanjutnya. Oleh karena itu sebelum menerapkan program

4
K3 yang harus dijelaskan dengan sebaik-baiknya maksud dan tujuan program yang akan

diterapkan kepada manajemen maupun karyawan.

5. Keterbatasan modal. Akibat program yang belum jelas manfaatnya dari sudut pengeluaran

dan keuntungan, serta terjadinya pengeluaran yang besar untuk pelaksanaan program K3 dan

ergonomi, apalagi disertai modal yang terbatas maka pelaksanaan program K3 dan ergonomi

tidak menjadi prioritas bagi manajemen

maupun karyawan. Walaupun modal terbatas kalau tujuan program sudah jelas apalagi mampu

untuk menekan pengeluaran dan bisa meningkatkan keuntungan maka modal yang terbatas

kemungkinan bias disisihkan untuk penerapan program K3.

6. Pengawasan dan penerapan sangsi yang lemah oleh pemerintah.

Penerapan peraturan yang tidak disertai dengan pengawasan dan sangsi yang ketat dan

kontinyu seperti penerapan program K3 dan ergonomi tidak akan bisa berjalan sesuai yang

diharapkan. Namun dengan adanya tuntutan konsumen atau para importir pelaksanaan K3

menjadi kategori diterima atau tidaknya produk suatu perusahaan maka mau tidak mau

program K3 harus dilaksanakan.

II.2 Agar pelaksanaan program K3 bisa berjalan dengan baik untuk membantu peningkatan

produktivitas perusahaan dan kesejahteraan masyarakat maka semua pihak harus bekerjasama

secara sinergis:

1. Pengusaha (pemberi kerja) harus menyadari bahwa pelaksanaan K3 dan ergonomi untuk

meningkatkan keuntungan perusahaan. Oleh karena itu Program K3 harus diikutkan dalam

operasional perusahaan.

5
2. Karyawan sebagai tenaga kerja harus mentaati aturan –aturan K3 dan prinsip-prinsip dengan

baik dan benar yang merupakan kewajibannya dalam melaksanakan pekerjaan.

3. Pemerintah (pengawas) harus melakukan tugas pengawasan dengan benar, konsekwen

dengan penerapan sangsi yang tegas / tanpa pandang bulu.

4. Masyarakat termasuk LSM / NGO harus ikut melalukan monitoring terutama kalau sampai

terjadi pencemaran lingkungan yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan

masyarakat. Kalau ada kecendrungan bahaya saja harus sudah dicarikan solusinya jangan

menunggu terjadinya kecelakaan atau penyakit.

5. Perguruan tinggi melalui proyek penelitian atau pengabdiannya harus ikut berpatisipasi aktif

dalam penerapan program K3 dan ergonomi untuk ikut membanntu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

 Alat pelindung / safety yang baik adalah tepat guna pada tempatnya dan ketika

digunakan tidak rusak serta tidak menimbulkan kejadian yang kurang baik. Ada 2 jalan

agar hal ini dapat berjalan dengan baik :

A.Harus diketahui apa penyebab utama penyebab terjadinya accident.

B.Harus diketahui alat pelindung apa yang paling efektif digunakan sesuai dengan kebutuhan.

II.3 Manusia melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya disebabkan oleh beberapa

hal, diantaranya :

a. pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan pekerjaannya.

b. Keadaan fisik dan mental yang belum siap untuk tugas-tugasnya

6
c. Tingkah laku dan kebiasaan ceroboh, sembrono, terlalu berani tanpa mempedulikan

petunjuk, instruksi.

d. Kurangnya perhatian dan pengawasan dari manajemen.

e. Kondisi berbahaya yang meliputi :

• Mesin, pesawat, alat, instalasi, bahan dan lain-lain

• Lingkungan kerja

• Sifat pekerjaan

• Cara kerja

• Proses produksi

Pelaksanaan system manajemen K3 dapat berjalan dengan lancar apabila terdapat

pengawasan yang maksimal dari pihak pengawas terkait untuk itu system manajemen K3

menerapkan system audit yang dilaksanakan sekurang-kurangnya satu kali dalam 3 tahun.

Pasal 181 Undang-undang No.13 Tahun 2003 mengaskan bahwa pengawas wajib :

 pertama merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan.

 Kedua tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Yang berhak melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja adalah dokter yang ditunjuk

oleh pimpinan tempat perusahaan / kerja dan yang disetujui oleh Departemen Tenaga Kerja.

Pelaksanaan pengawasan kesehatan kerja ditujukan kepada :

1. Tempat Kerja, yaitu :

a. Kebersihan dan perawatannya

b. Kondisi lingkungan kerja

7
2. Proses kerja yaitu perlu diteliti bagaimana proses kerjanya dimulai dari gudang bahan baku,

persiapan pengolahan pengepakan sampai pendistribusian.

3. Tenaga Kerja / Pekerja, yaitu yang perlu diperhatikan :

a. Alat pelindung diri

b. Sikap kerjanya

c. Jenis kelamin

d. Usia

e. Baban kerja

f. Gizi tenaga kerja

4. Pelayanan kesehatan kerja

5. Fasilitas kesehatan

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, aturan-aturan kesehatan ini bersifat memaksa.

Dan pihak perusahaanlah yang pada umumnya diwajibkan melaksanakan aturan kesehatan

kerja dan bertanggung jawab atas pelaksanaannya.

 Pengawasan represif dilakukan oleh pegawai pengawasan perburuhan dengan cara

mengunjungi tempat kerja pada pada waktu tertentu. Dengan mengunjungi tempat

kerja, pegawai pengawas mepunyai tugas :

8
1. Melihat dengan jalan memeriksa dan menyelidiki sendiri ketentuan peraturan

perundangan dijalankan oleh perusahaan dan jika tidak, pegawai pengawas dapat

mengambil tindakan yang wajar demi menjamin pelaksanaannya.

2. Membantu baik pihak pekerja maupun pengusaha atau pimpinan perusahaan dengan

jalan memberi penjelasan teknis dan nasehat yang mereka perlukan agar mereka

memahami apa dan bagaimana pelaksanaan peraturan perundangannya.

3. Menyelidiki keadaan perburuhan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk

menyusun perundang-undangan perburuhan dan penetapan kebijakan pemerintah.

Pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelakasanaan K3 tidak akan efektif apabila tidak

dibarengi dengan sanksi-sanksi bagi pelanggarnya. Sayangnya Undang-undang

Ketenagakerjaan tidak ada mengatur tentang ketentuan pidana terhadap pelanggaran

pelaksanaan K3. Tetapi terdapat ketentuan sanksi administratif . .

9
Sistem menajemen K3 berdasarkan permenaker No.5 tahun 1996 Sistem Manajemen K3

di lingkungan kerja adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi

struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan

sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan

pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan

produktif. Pendekatan manajemen secara professional tidak akan efektif apabila tidak

memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Manajer harus memperhatikan adanya alat pelindung (safety) dan kesehatan (health).

Beberapa problem seperti ini 85% dapat dikontrol oleh pihak manajemen.

2. Manajer berpengaruh terhadap peluang perusahaan untuk mendapatkan

keuntungan. Menekan kerugian dapat meningkatkan keuntungan.

3. Manajemen control kerugian akan menguntungkan seluruh strategi operasional

manajemen.

Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem

keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen,

tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah

dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja

yang aman, efisien, dan produktif.

10
BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

 Program K3 bisa berjalan dengan baik untuk membantu peningkatan

produktivitas perusahaan dan kesejahteraan masyarakat .

 Pelaksanaan system manajemen K3 dapat berjalan dengan lancar apabila

terdapat pengawasan yang maksimal dari pihak pengawas terkait untuk

itu system manajemen K3 menerapkan system audit yang dilaksanakan

sekurang-kurangnya satu kali dalam 3 tahun.

11
DAFTAR PUSTAKA

 Adiputra, N.;Sutjana, D.P.; Suyasning, H.I.;Tirtayasa, K. (2001). ”Gangguan

Muskuloskeletal Karyawan Beberapa Perusahaan Kecil di Bali”. Jurnal Ergonomi

Indonesia. Vol.1 No.1 Juni: 6-9.

 Arjani, I.A.M.S. (2003). “Penggunaan Meja Conveyor Menurunkan Beban Kerja dan

Keluhan Muskuloskeletal Serta Meningkatkan Produktivitas kerja Pekerja Penggergajian

Kayu Dengan mesin Benso di Desa Sangeh”. Tesis. Prgram Magiester Prgogram

Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

12

Anda mungkin juga menyukai