Anda di halaman 1dari 4

Sikap komunikasi pustakwan yang efektif terhadap

pemustaka

Berbicara tentang komunikasi, mungkin itu sudah tidak asing lagi didengar oleh telinga
kita, karena setiap waktu maupun itu detik, menit dan hari tidak akan pernah terlepas dengan
yang namanya komunikasi itu sendiri, baik itu di rumah, di kampus, di tempat kerja, maupun di
perpustakaan. Sebagaimana kita ketahui perpustakaan adalah pusat informasi yang menyediakan
pengetahuan dan informasi yang siap akses bagi para pemakainya. Dan di setiap layanan
perpustakaan disediakan dengan dasar kesamaan akses untuk semua orang tanpa memandang
perbedaan umur, ras, gender, agama, bahasa, kebangsaan dan status social, (Christiva Gettasari,
2011). Selanjutnya, Safrudin Azis mengemukakan bahwa perpustakaan merupakan suatu
lembaga penyedia jasa informasi yang sebagian besar bertujuan tidak untuk mencari keuntungan
atau nirlaba. Jika dihubungkan dengan pendidikan, perpustakaan adalah organisasi dan penyedia
layanan publik (service provider) yang memiliki peran strategis dalam sistem pendidikan yang
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, (Safrudi Aziz, 2012).
Melalui perpustakaan, tenaga pendidik, peserta didik dan seluruh sivitas akademika
memperoleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuannya dengan
memanfaatkan sumber-sumber informasi yang tersedia di dalam perpustakaan. Perpustakaan
memberikan layanan informasi kepada pemustaka atau masyarakat umum dengan
mengutamakan kepuasan pengguna (customer satisfaction). Perpustakaan sebagai sumber
informasi merupakan pintu gerbang pengetahuan yang menyediakan kebutuhan dasar bagi
pembelajaran sepanjang hayat. Peran perpustakaan bagi pengguna atau pemustaka juga berubah
seiring dengan kebutuhan penggunanya, (Endang Fatmawati, 2010).
Perpustakaan dan pustakawan merupakan sesuatu yang tidak akan terpisahkan, seperti
dua sisi mata uang, di mana ada perpustakaan, maka idealnya disitu juga harus ada pustakawan.
Tugas pustakawan adalah melayani pemustaka dengan sebaik mungkin, sehingga dituntut untuk
dapat mengakomodir kebutuhan pemustaka. Listen to your user (dengarkan keinginan
pengguna), kata ini tepat untuk menggambarkan bahwa pustakawan dituntut untuk
mendengarkan pemustaka. Sehingga kebutuhan pemustaka dapat dipahami dan dimengerti
kemudian diakomudir kebutuhan mereka, (Jazimatul Husna, 2013).
Sumber daya manusia di perpustakaan atau dikenal dengan sebutan pustakawan
hendaknya dalam bekerja selalu mementingkan kebutuhan penggunanya dengan prinsip selalu
siap sedia dalam memberikan pertolongan pada saat diperlukan. Prinsip tolong-menolong ini
merupakan salah satu ajaran Islam yang harus diperhatikan, sebagaimana firman Allah dalam
surat al-Maidah ayat dua (2) yang artinya “dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
(Safrudi Aziz, 2012).
Banyak sekali aspek yang menentukan kualitas layanan perpustakaan ideal. Salah
satunya adalah tercapainya aspek komunikasi efektif pustakawan pada saat melayani. Model
hubungan komunikasi pustakawan, bisa antara pustakawan dengan pimpinan, pustakawan
dengan pustakawan, maupun pustakawan dengan pengguna. Komunikasi merupakan salah satu
kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial, dan merupakan bagian penting dalam
perpustakaan, khususnya dalam melayani pemustaka, (Endang Fatmawati, 2010).
Kemampuan berkomunikasi dalam konteks pelayanan terhadap pemustaka dilakukan
dengan mengedepankan prinsip-prinsip etika berkomunikasi. Sikap ini merupakan pilar yang
sangat vital karena menjunjung tinggi nilai etika dan kelemah lembutan sebagai pegangan dalam
berkomunikasi membentuk karakter pribadi yang baik dan santun, yang pada gilirannya akan
terciptalah suasana tenang, nyaman dan memuaskan setiap pengguna, (Safrudin, Aziz, 2012).
Membangun komunikasi dengan orang lain akan menghilangkan kesombongan,
kekecewaan, kepenatan, yang biasanya akan menjadi faktor penghambat dalam pergaulan sehari-
hari. Komunikasi sangat penting untuk memperlancar tugas-tugas baik di kantor maupun dalam
pergaulan sehari-hari. Komunikasi bisa dilakukan dengan cara dialog, sehingga dapat saling
memberi dan menerima (take and gave) pendapat. Komunikasi bisa menghilangkan salah
pengertian (misunderstanding) dalam pergaulan. Begitu juga sebaliknya, komunikasi bisa
mendatangkan simpati, empati, kepercayaan dari orang lain. Dalam pergaulannya pustakawan
harus mengembangkan komunikasi dengan orang lain, terutama komunikasi dua arah, agar bisa
menghilangkan persepsi yang salah menjadi benar, (Rachman Hermawan dan Zulfikar Zen,
2006).
Komunikasi merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh dalam usaha agar bisa
berhasil, selain itu juga bisa menimbulkan perubahan sikap yang lebih besar, apabila sumber
dianggap mempunyai kridibilitas tinggi, dapat dipercaya, dan atau pada umumnya disenangi oleh
target, (Mar’at, 1982). Sikap adalah cara seseorang menerima atau menolak sesuatu yang
didasarkan pada cara dia memberikan penilaian terhadap suatu objek tertentu yang berguna
maupun tidak berguna bagi dirinya, (Lusi Nuryanti, 2008). Dalam studi kepustakaan mengenai
sikap diuraikan bahwa sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang
bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya, (Mar’at, 1982).
Proses komunikasi seseorang dipengaruhi oleh gaya komunikasi, yaitu suatu kekhasan
yang dimiliki setiap orang. Gaya komunikasi antara orang yang satu dengan yang lainnya
berbeda. Dalam konteks daerah ataupun Negara, maka gaya komunikasi yang digunakan oleh
seseorang dalam berkomunikasi juga berbeda-beda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara
satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi,
tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan
atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi, (Endang Fatmawati, 2010).
Begitu juga pustakawan yang ada di perpustakaan, pada realitanya gaya komunikasi
yang ditampilkan pun berbeda-beda, ada yang banyak berbicara dengan suara yang keras, ramah
atau bersahabat, santai, penuh perhatian, ada yang ketika berkomunikasi menimbulkan
perselisihan, ada yang menggunakan kata-kata yang indah (dramatis), menggunakan gerakan-
gerakan anggota tubuh, terbuka, ada sekali berbicara langsung meninggalkan kesan atau sangat
berkesan bagi yang mendengarkannya, serta ada juga seseorang ketika berkomunikasi, bisa
dengan mudah mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi pendengarnya atau komunikannya,
atau di dalam ilmu perpustakaan disebut dengan pemustaka (user). Sebagaimana yang dikatakan
oleh Robert W. Norton dan Loyd S. Pettegrew. yaitu “components communicator style that are
dominant, open, dramatic, relaxed, contentious, animated, friendly, attentive, and impression-
leaving, and communicator image” (Robert W. Norton dan Loyd S. Pettegrew, 1997).
Setiap gaya komunikasi di atas, yang diitampilkan oleh pustakawan ketika
berkomunikasi dengan pemustaka (melayani pemustaka) maka akan menimbulkan efek baik segi
positif maupun negatif. Misalnya, ketika pustakawan berkomunikasi dengan pemustaka
menampilkan gaya komunikasi yang baik seperti, menanyakan apa yang diinginkan pemustaka
dan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang dikatakan oleh pemustaka, serta
menjelaskan dengan santai, tegas dan membantu pemustaka sampai informasi yang diinginkan
ditemukan. Maka pemustaka akan memberikan respon yang positif dalam artian pemustaka akan
senang dan akan kembali lagi ke perpustakaan tersebut. Begitu juga dengan sebaliknya, apabila
pustakawan ketika berkomunikasi dengan pemustaka, menampilkan gaya komunikasi yang tidak
menyenangkan, misalnya pustakawan marah-marah dan mukanya kelihatan tidak ikhlas serta
ketika berbicara menyebabkan perselisihan, maka respon pemustaka akan negatif, serta
pemustaka akan enggan untuk berkunjung kembali ke perpustakaan tersebut.
Jadi, gaya komunikasi pustakawan di perpustakaan itu sangat penting sekali, di mana
kita ketahui bahwa tugas pustakawan itu adalah melayani, maka salah satu kompetensi yang
harus dimiliki oleh pustakawan adalah komunikasi lebih khususnya gaya komunikasi yang
ditampilkan oleh pustakawan itu sendiri. Apabila gaya komunikasi yang ditampilkan oleh
pustakawan tersebut baik dan sesuai dengan keinginan pengguna atau pemustaka, maka
pemustaka tersebut akan loyal terhadap perpustakaan, dan akan sering berkunjung ke
perpustakaan.

Anda mungkin juga menyukai