V.1. Kesimpulan
DM tipe 2 lebih rendah dari pada individu tanpa riwayat keluarga DM.
10. Pada individu yang mempunyai riwayat keluarga DM tipe 2, nilai HOMA-
CT.
V.2. Saran
1. Penelitian lanjutan polimorfisme gen TCF7L2 pada SNP yang lain pada
dengan kadar glukosa darha puasa (GDP) normal pada individu dengan
dan diperhatikan baik individu dengan dan tanpa riwayat keluarga DM tipe
2.
V.3. Ringkasan
1. Latar Belakang
(Singh, 2011). Riwayat alamiah untuk timbulnya DM tipe 2 yaitu terjadi interaksi
antara predisposisi faktor genetik dan faktor lingkungan. Interaksi antara faktor
paling tinggi terjadi bila salah satu atau kedua orang tuanya penderita DM
dibandingkan dengan orang tua yang bukan penderita DM. Berdasarkan penelitian
Harrison et al. (2003) bahwa risiko DM akan meningkat 2 sampai 4 kali lipat jika
salah satu atau kedua orang tua penderita DM tipe 2. Menurut Radha dan Mohan
(2007) bahwa pada keluarga dengan salah satu orang tua penderita DM tipe 2
memiliki risiko menderita DM tipe 2 dengan odds ratio (OR) 3,5 dibandingkan
dengan keluarga yang orang tuanya normal. Angka ini akan meningkat dengan
Health Organization (WHO) pada tahun 2011 sekitar 346 juta penderita diabetes
diseluruh dunia dan meningkat menjadi 438 juta pada tahun 2030. Di Indonesia,
penderita diabetes pada tahun 2000 mencapai 8,4 juta orang dan menduduki
peringkat ke-4 setelah India, Cina, dan Amerika Serikat. World Health
tahun 2030 nanti sekitar 21,3 juta (Wild et al., 2004). Di Yogyakarta merupakan
faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang
adalah akibat defisiensi kerja insulin pada jaringan target. Defisiensi kerja insulin
merupakan akibat dari sekresi insulin yang tidak adekuat atau respon jaringan
terhadap insulin menurun pada satu titik atau lebih pada jalur kerja hormon (ADA,
2013). Sekresi insulin terdiri dari dua fase. Pada fase 1, pemberian glukosa akan
menginduksi sekresi insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah dan
pankreas menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan, kadar insulin dalam
darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hepar meningkat sehingga kadar
glukosa darah puasa meningkat dan kemampuan fase 2 juga pun menurun secara
2006). Dikatakan resisten insulin bila dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak
untuk mencapai kadar glukosa darah yang normal (Merentek, 2006). Resistensi
insulin terjadi akibat gangguan respon metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya
untuk kadar glukosa plasma tertentu dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak
Resistensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan pre reseptor, reseptor dan post
et al., 2005). Danadian et al. (1999) bahwa adanya riwayat keluarga DM tipe 2
Salah satu gen yang berperan pada DM tipe 2 adalah transcription factor
7-like 2 (TCF7L2). Gen TCF7L2 mengkode faktor transkripsi yang berperan pada
jalur sinyal Wingless-type mouse mammary tumor virus (MMTV) integration site
family member (Wnt). Sinyal Wnt berperan penting dalam meregulasi ekspresi
sekresi insulin sehingga TCF7L2 secara tidak langsung berperan sebagai faktor
regulasi sekresi insulin dan homeostasis glukosa darah (Tong et al., 2009 dan Yu
terjadinya DM tipe 2 dengan frekuensi 30% - 50% untuk setiap alel (Hattersley,
2007). Wegner et al. (2008) menunjukkan pada individu dengan alel T pada
2. Tinjauan Pusataka
kadar gula darah (hiperglikemia) kronik (ADA, 2013; Smushkin et al., 2010 dan
Singh, 2011).
insulin merupakan akibat dari sekresi insulin yang tidak adekuat atau respon
jaringan terhadap insulin menurun pada satu titik atau lebih pada jalur kerja
346 juta penderita diabetes diseluruh dunia dan diperkirakan meningkat menjadi
438 juta pada tahun 2030. Di Indonesia, penderita diabetes pada tahun 2008
mencapai 5,4% atau 8,4 juta orang (Susanto et al., 2011). Diperkirakan tahun
2030 meningkat 10% atau 21,3 juta orang (WHO, 2011). Di Yogyakarta angka
ke-4 jumlah penderita DM setelah India, Cina, dan Amerika Serikat (Wild et al.,
2004). Selain itu, jumlah kasus DM terbanyak diderita yaitu DM tipe 2, sekitar 90
– 95% dari seluruh jumlah kasus DM (ADA, 2013). Diabetes melitus tipe 2
terjadi pada usia diatas 50 tahun, tetapi pada tahun-tahun terakhir dijumpai adanya
interaksi kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan (Benner et al.,
2013). Faktor risiko DM tipe 2 antara lain riwayat keluarga penderita diabetes
(orangtua atau saudara menderita DM tipe 2), obesitas (Body mass index (BMI) ≥
2
25 kg/m ), kurangnya aktivitas fisik, ras/etnik, sebelumnya diidentifikasi kadar
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) atau toleransi glukosa terggangu (TGT),
riwayat diabetes melitus gestasional (DMG) atau bayi lahir > 4 kg, hipertensi
(tekanan darah ≥ 140/90 mmHg), HDL ≤ 35 mg/dL dan trigliserida ≥ 250 mg/dL
(ADA, 2013 dan Singh, 2011). Diabetes melitus tipe 2 dapat timbul sebagai akibat
adanya polimorfisme pada gen yang mengkode ion kanal, mengatur fungsi ion
kanal atau gen pada target insulin dan diperparah dengan adanya faktor
lingkungan seperti obesitas, perubahan gaya hidup, kurangnya aktifitas fisik, dan
merokok (Ashcroft and Rorsman, 2004). Faktor genetik berperan penting dalam
oleh Erasmus et al. (2001) bahwa terjadinya DM tipe 2 dipicu oleh adanya peran
Harrison et al. (2003) bahwa diagnosa DM akan meningkat dua sampai empat kali
lipat jika salah satu atau kedua orang tua menderita DM dan sekitar 25% - 30%
Langerhans pankreas (Seino et al., 2011). Fungsi insulin adalah untuk mengatur
diferensiasi dan pertumbuhan sel melalui efek mitogenik pada insulin (Wilcox,
2005 dan Merentek., 2006). Mekanisme sekresi insulin yaitu insulin disekresikan
dari sel β pankreas sebagai respon adanya nutrien seperti glukosa, asam lemak dan
asam amino tertentu (Wilcox, 2005). Glukosa plasma yang tinggi setelah makan
masuk kedalam siklus krebs, fosforilasi oksidatif dan rantai transpor elektron
positif dari ion kalium dalam sitosol menyebabkan depolarisasi membran sel dari
pembukaan voltage dependent kanal Ca2+ sehingga terjadi influsi ion Ca2+.
Sekresi insulin oleh sel β pankreas setelah distimulasi oleh glukosa bersifat
bifasik. Fase dini (fase 1) terjadi 3-10 menit pertama setelah makan. Insulin yang
disekresikan pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel β (siap dipakai).
Fase selanjutnya atau fase 2 yaitu sekresi insulin yang dimulai 20 menit setelah
adanya stimulasi glukosa. Insulin yang disekresikan pada fase ini adalah insulin
yang baru disintesis. Pada DM tipe 2, sekresi insulin pada fase 1 tidak dapat
insulin yang lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin
(Merentek, 2006).
metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya untuk kadar glukosa plasma tertentu
disebabkan oleh gangguan pre reseptor, reseptor dan post reseptor. Gangguan pre-
reseptor dapat disebabkan oleh antibodi insulin dan gangguan pada insulin.
Gangguan reseptor dapat disebabkan oleh jumlah reseptor yang kurang atau
oleh gangguan pada proses fosforilasi dan pada signal transduksi di dalam sel
otot. Daerah utama terjadinya resistensi insulin adalah pada postreseptor sel target
di jaringan otot rangka dan sel hati. Kerusakan postreseptor ini menyebabkan
Defronzo, 1997).
factor 4 (TCF4). TCF7L2 merupakan faktor transkripsi dari famili box high-
mobility group (HMG) yang spesifik terhadap sel T yang berikatan dengan β-
mammary tumor virus (MMTV) integration site family member (Wnt) pada
dengan siklus sel (Xavier et al., 2009). Gen ini mempunyai 215,863 basa terletak
menyatakan bahwa gen TCF7L2 terdiri dari 17 exon (Tong et al., 2009).
berkurangnya sekresi insulin, efek resistensi insulin atau penurunan proses sel
proinsulin (Yu et al., 2009). Jalur Wnt berperan penting dalam regulasi ekspresi
gen proglukagon dan sekresi produk GLP-1 pada sel L intestinal melalui aktivasi
GLP-1 berperan menginduksi sekresi insulin (Yu et al., 2009). Aktivasi sinyal
dalam intron 3 pada gen TCF7L2. Didapatkan lagi lima SNP yang berhubungan
dengan DG10S478 dalam linkage disequilibrium (LD) dari intron 3 sampai intron
4 yang menunjukkan hubungan dengan terjadinya DM tipe 2. Ada dua SNP yang
pada rs7903146 gen TCF7L2 dihubungkan dengan gangguan sekresi insulin dan
glukosa, dan nutrisi lainnya. Ketika GLP-1R berikatan dengan GLP-1 akan
ini akan mengaktivasi adenylate cyclase (AC) yang akan memproduksi cyclic
didalam intraseluler dan juga mengaktivasi protein kinase A (PKA) dan (the
depolarisasi membran dan memicu jalur sekresi insulin. Epac2 juga mengahambat
fungsi kanal K+ATP pada sel beta pankreas melalui interaksi dengan SUR1.
kelambatan repolarisasi membran dan Ca2+ mempunyai waktu yang panjang untuk
Sekresi insulin ini merupakan fase pertama terjadinya sekresi insulin (Meloni et
al., 2012).
insulin sampai konsentrasi glukosa turun dalam respon insulin (Meloni et al.,
2012).
1 sebagai sinyal dalam perkembangan sel kanker (Bomer et al., 2009). Insulin
receptor substrate-1 juga berperan penting pada proses sekresi insulin sebagai
reseptor dalam sekresi insulin yang memediasi aksi seluler insulin (Wilcox, 2005).
β–catenin berikatan dengan TCF pada elemen intron pertama dan pada daerah
3.Landasan Teori
dipengaruhi oleh interaksi genetik dan lingkungan yang ditandai oleh peningkatan
kadar glukosa dalam plasma yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin
transkripsi yang berperan dalam jalur sinyal Wnt yang berfungsi untuk meregulasi
ekspresi gen proglukagon, ekspresi gen IRS-1 dan sekresi GLP-1. Transcription
factor-7 like-2 dan β-catenin berikatan dengan promotor gen proglukagon didalam
catenin juga berikatan dengan promoter gen IRS-1 pada daerah intron sehingga
cAMP dan juga mengaktivasi protein kinase A (PKA) dan (the cAMP-regulated
tipe 2.
4.Metode Penelitian
penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok kasus adalah subyek dengan
Adapun kriteria inklusi yang digunakan adalah individu yang sehat, laki-
tipe 2, IMT ≤ 24 kg/m2 dan bersedia menjadi subyek penelitian. Penelitian ini
immunosorbent assay (ELISA) dari kit DRG insulin, dihitung nilai HOMA-β dan
dan reagen masing-masing sebanyak 1000 µL. Setelah dicampur, diinkubasi pada
suhu 25oC selama 10 menit. Kadar diukur menggunakan alat microlab 300 dengan
panjang gelombang 450 nm. Intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan
Pemeriksaan ini menggunakan plat microtiter well yang sudah berisi anti-
insulin monoclonal. Sumuran pada lajur 1 berisi 25 µL larutan standar 0-5, lajur
2-6 berisi 25 µL sampel kelompok kasus dan lajur 7-11 berisi 25 µL sampel
dicampur dengan cara well digoyang cepat selama 10 detik dan diinkubasi selama
30 menit pada suhu ruang. Setelah inkubasi, well dicuci sebanyak 3 kali
menggunakan 400 µL wash solution dan well dihentakkan pada tisu untuk
kompleks dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Setelah inkubasi, well
dicuci lagi sebanyak 3 kali menggunakan 400 µL wash solution dan well
dihentakkan pada tisu untuk membersihkan sisa reagen. Pada setiap well
suhu ruang. Setelah inkubasi, setiap well ditambahkan lagi 50 µL stop solution
dan dibaca nilai absorban pada setiap well dengan menggunakan microtiter plate
IR untuk mengetahui fungsi sel beta dan nilai resistensi insulin dengan rumus:
1,5 mL. Sampel ditambahkan 900 µL erythrocyte lysis buffer, dibolak-balik agar
tercampur rata dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 2-8oC. Setelah inkubasi,
sampel disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 13000 rpm pada suhu 10oC.
belum jernih lakukan langkah awal sampai langkah pembersihkan tube sebanyak
solution dan 100 µL protein precipitation solution dan divortex selama 20 detik.
Setelah divortex, disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 13000 rpm. Setelah
disentrifus, dituang supernatan ada tube baru yang telah berisi isopropanol,
dibolak balik hingga merata dan disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan
13000 rpm. Setelah itu, dibuang supernatan dan ditambahkan 300 µL etanol 70%
dan disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 13000 rpm. Setelah disentrifus,
etanol 70% dibuang dari dalam tube dan tube dikeringkan dalam oven 37oC
solution dan diinkubasi selama 12 jam pada suhu 4oC. Disimpan pada suhu -20oC
H2O, 2 µL primer, 2 µL DNA kedalam satu tube dan disentrifus selama 1 menit
dengan kecepatan 3500 rpm. Susunan primer yang digunakan yaitu forward
primers 5' - GAG AGC TAAGCA CTT TTT AGGTA - 3', reverse primers 5' -
Kondisi temperatur siklus PCR: Denaturasi awal pada suhu 95oC selama
15 menit. Dilanjutkan 35 siklus PCR: denaturasi pada suhu 95oC selama 30 detik,
annealing pada 54oC 30 detik, extension pada 72oC 30 detik, final extension pada
suhu 72oC selama 5 menit, dan Cooling pada suhu 4oC. PCR running selama 1
jam 36 menit.
Rsa1, 4,5 µL H2O, 1 µL buffer tango, 4 µL DNA kedalam satu tube dan
disentrifus selama 1 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Diinkubasi pada suhu
37oC selama 16 jam. Alel C terpotong menjadi 2 fragmen (91 dan 22 bp) dan alel
d. Elektroforesis
Pemeriksaan ini dimulai dengan pembuatan gel agarosa 3% dengan cara
ethidium bromide (EtBr) dan dituang kedalam baki gel agarosa hingga padat. Baki
yang berisi gel agarosa dimasukkan kedalam tangki eletroforesis yang telah berisi
larutan buffer TBE 0,5x. Setelah itu, dipipet produk PCR sebanyak 10 µL, marker
1,7 µL dan kontrol 10 µL ke dalam sumuran gel agarosa. Kabel dari sumber arus
diatur voltase sebesar 100 V dan waktu running selama 35 menit. Setelah running
transilluminator.
keluarga DM tipe 2 (orang tua DM tipe 2) sebagai subyek kasus dan individu
yang tidak mempunyai riwayat keluarga DM sebagai subyek kontrol. Semua
subyek dalam penelitian ini memliki karakteristik kondisi tubuh yang normal
(Tabel 1). Nilai kadar glukosa puasa pada semua subyek ≤ 126 mg/dL. Hal ini
sesuai dengan karakteristik subyek yaitu individu sehat (tidak menderita DM).
darah puasa (GDP) ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L), tidak obesitas (≤ 25 kg/m2)
dengan nilai rerata IMT kedua kelompok 20 kg/m2 dan memiliki nilai tekanan
penelitian ini hanya ditemukan 2 genotip pada setiap kelompok. Genotip yang
ditemukan yaitu genotip homozigot wild type (CC) yang terdiri dari 2 band DNA
dengan panjang 91 bp dan 22 bp, dan genotip mutasi heterozigot (CT) yang terdiri
dari 2 band dengan panjang 113 bp dan 91 bp. Genotip mutan homozigot (TT)
113 bp
100 bp 91 bp
M CC CC CT CC CT CC CC CC
menemukan adanya genotip TT dalam populasi Jepang dan India (Miyake et al.,
2007; Jyothi et al., 2008). Penelitian Wang et al. (2013) juga menemukan genotip
TT pada populasi Cina dan penelitian Marquizine et al. (2008) juga menemukan
pada penelitian ini karena (1) penelitian ini memeriksa subyek yang sehat (bukan
penderita DM), (2) jumlah sampel yang lebih kecil dibanding penelitian lain.
frekuensi alel wild type C juga lebih tinggi dibanding alel mutan T. Subyek
Tabel 2. Distribusi genotip (TT, CT, dan CC) dan alel (T dan C) polimorfisme rs7903146
gen TCF7L2 pada subyek dengan dan tanpa RK DM
Variabel Dengan RK Tanpa RK OR p H-W
DM n = 36 DM n = 36
Genotip CC 33 (91,7%) 34(94,4%) 0,647 0,500
CT 3 (8,3%) 2(5,6%)
TT 0 (0%) 0(0%) 1,000
Alel C 69(95,8%) 70(97,2%) 0,657 0,500
T 3(4,2%) 2(2,8%)
Uji Pearson Chi-square-Fishers Exact Test: p < 0,05: berbeda bermakna.
H-W= Keseimbangan Hardy-Weinberg.
frekuensi genotip wild type CC lebih tinggi dibanding genotip mutan CT pada
populasi Jepang, India Hyderabad, India Pima (Miyake et al., 2008; Jyothi et al.,
2013; Guo et al., 2007) Berbeda dengan penelitian pada populasi Brazil, Italia,
dan Belanda mendapatkan frekuensi genotip wild type CC lebih rendah dibanding
genotip mutan CT (Marquizine et al., 2008; Gambino et al., 2010; Vliet et al.,
2006).
Distribusi genotip rs7903146 gen TCF7L2 pada penelitian ini tidak
tipe 2 pada populasi Jawa dengan nilai OR sebesar 0,647. Hasil OR < 1
terjadinya DM tipe 2 pada subyek dengan RK DM tipe 2 pada populasi Jawa. Alel
Hasil ini sama dengan penelitian pada populasi Arab dan India Pima
OR=1,04) (Alsmadi et al., 2008 ; Guo et al., 2007). Berbeda dengan hasil
penelitian pada populasi Perancis dan Italia bahwa rs7903146 merupakan faktor
rerata kadar insulin , nilai HOMA-β dan nilai HOMA-IR antara subyek dengan
Tabel 3. Perbedaan rerata kadar insulin, HOMA-β dan HOMA-IR antara subyek dengan
dan tanpa RK DM
Variabel Dengan RK DM Tanpa RK DM p
n = 36 n = 36
Kadar Insulin (µIU/mL) 9,77±6,35 16,18±3,76 0,00
HOMA-β (%) 132,56±62,48 266,09±1,68 0,00
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Chen et al. (2012) dan Arslanian
et al. (2005) yang mendapatkan kadar insulin yang lebih rendah pada subyek
sel beta pankreas. Metode yang digunakan pada penelitian ini untuk menilai
fungsi sel beta pankreas dalam mensekresikan insulin yaitu HOMA-β. Hal ini
sejalan dengan penelitian Chen et al. (2012) yang menyatakan individu yang
Nilai HOMA-IR pada penelitian ini lebih tinggi pada subyek tanpa RK
perbedaan yang tidak bermakna. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Chen et
al. (2012) yang secara signifikan nilai HOMA-IR lebih tinggi pada individu
lebih besar risiko terjadinya resistensi insulin pada individu dengan riwayat
bermakna (p = 0,40 dan p = 0,54). Nilai HOMA-β pada genotip CC dan CT pada
= 0,53 dan p = 0,30) dan nilai HOMA-IR pada genotip CC dan CT pada subyek
dengan RK DM tipe 2 juga tidak berbeda bermakna (p = 0,34) dan juga subyek
tanpa RK DM (p = 0,75). Hal ini bisa terjadi, kemungkinan karena (1) pada
menurun, (2) pada penelitian ini menggunakan subyek sehat (subyek dengan
6. Kesimpulan
mempunyai riwayat dan tanpa riwayat keluarga DM. Nilai HOMA-β dan HOMA-
IR pada individu dengan riwayat keluarga DM tipe 2 lebih rendah dari pada
individu tanpa riwayat keluarga DM dan nilai HOMA-β dan HOMA-IR tidak