Minangkabau MINANGKABAU
berlokasi di
Sumatra Barat, Wilayah minangkabau sendiri terbagi atas wilayah
sebagian daerah darek, pasisia, dan rantau.
pesisir Barat Wilayah darek (darat) dianggap sebagai sumber dan pusat
Sumatra Utara. alam minangkabau yang terletak di daerah tinggi. Wilayah darek
terbagi atas tiga luhak (wilayah alam minangkabau). Yaitu: luhak
tanah data, luhak agam, dan luhak limo puluah koto.
Dari ketiga luhak tersebut, wilayah minangkabau meluas ke
kawasan pesisir barat pulau Sumatra bagian tengah, wilayah inilah
yang disebut dengan wilayah pasisia.
Wilayah rantau merupakan tempat merantau bagi orang-
orang zaman dahulu namun mereka tetap menerapkan adat daerah
yang ditinggalkan. Daerah ini umumnya berada di sepanjang aliran
sungai yang bermuara ke timur, bahkan termasuk rantau nan Sembilan
(negeri Sembilan, di Malaysia sekarang).
Rumah tempat tinggal Minangkabau disebut sebagai Rumah Gadang (Rumah Besar/Rumah
Buranjang). Rumah Gadang juga biasa disebut dengan nama Rumah Bagonjong oleh masyarakat
setempat. Selain Rumah Bagonjong juga masih ada lagi sebutan lainnya yaitu Rumah
Baanjuang.Dikatakan Gadang (besar) bukan karena fisiknya yang besar melainkan karena fungsinya
selain sebagai tempat kediaman keluarga.
Rumah gadang biasanya didirikan dalam kelompok-kelompok tertentu yang antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya dibatasi oleh jalan maupun kontur lahan yang berbeda.
Keterangan :
A = LABUAH GADANG
= ORIENTASI RUMAH
1. Si tinjau lauik (si tinjau taut), yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk membeli barang atau keperluan rumah
tangga yang tidak dapat dibikin sendiri. Tipenya lebih langsing dan yang lain, berdiri di atas empat tiang. Letaknya di tengah di
antara rangkiang yang lain.
Rangkiang Si tinjau lauik
2. Si bayau-bayau, yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari. Tipenya gemuk dan
berdiri di atas enam tiangnya. Letaknya di sebelah kanan.
Rangkiang Si bayau-bayau
3. Si tangguang lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat menyimpan padi cadangan yang akan digunakan pada musim
paceklik. Tipenya bersegi dan berdiri di atas empat tiangnya.
Rangkiang Si tangguang lapa
4. Rangkiang Kaciak (rangkiang kecil), yaitu tempat menyimpan padi abuan yang akan digunakan untuk benih dan
biaya mengerjakan sawah pada musim berikutnya. Atapnya tidak bergonjong dan bangunannya lebih kecil dan
rendah. Ada kalanya bentuknya bundar.
Rangkiang Kaciak
RUANG
Dalam rumah gadang
Ruang dalam rumah gadang menggunakan sistim grid, dan sangat sederhana.
Pembagian ruang di dalam rumah gadang didasarkan pada urutan dari muka ke
belakang dan dari kanan ke kiri. rumah terbagi atas 4 bagian yang disebut dengan
lanjar dimana 1 lanjar adalah jarak antara dua tiang dalam arah depan belakang
Lebar atau panjang antar tiang antara 2.5 m- 4 m . Keempat lanjar ini masing-
masing disebut dengan balai, labuah, bandua, biliak.
Pembagian lanjar terkait dengan pola kegiatan sehari-hari di rumah gadang.
rumah gadang terbagi atas ruang dengan jumlah genap namun biasanya ganjil
misalnya 5 atau 7 ruang, dimana satu ruang adalah jarak antara dua tiang dalam
arah ujung- pangkal.
B B B B B
BD
Keterangan :
B = Biliak
BD = Bandua L
L = Labuan
BL = Balai
BL
Biasa dikatakan ruang-ruang pada rumah gadang merupakan ruang yang lepas atau
terbuka kecuali biliak sebagai ruang tidur. Biliak hanya mempunyai batas antara
biliak sedangkan untuk batas antara biliak dan bandua biasanya hanya dibatasi
dengan tirai saja. Tirai ini pun pada siang hari dibuka sehingga ruang di dalam
rumah gadang benar-benar terkesan lepas.
Jumlah ruang juga merujuk pada jumlah biliak yang ada di dalam rumah gadang,
misalnya rumah gadang lima ruang juga akan mempunyai limah biliak.
Lanjar pertama
Yaitu balai merupakan ruang yang bersifat umum atau public dan merupakan ruang
bersama bagi anggota kaum yang laki-laki. khususnya laki-laki dewasa yang hanya
datang dan berkegiatan di rumah gadang pada waktu tertentu karena mereka tidak boleh
menginap dirumah gadang. selain itu, balai juga menjadi tempat bagi mamak untuk
menasihati dan mendidik kamanakannya.
Balai
Lanjar kedua
Lanjar kedua yaitu labuah, bias dikatakan sebagai area sirkulasi utama di dalam rumah
gadang.penggunaan labuah bias dikatakan lebih bersifat bebas dan fleksibel dan dapat
dimanfaatkan oleh semua anggota keluarga dalam melakakun kegiatan sehari-hari.
labuah
Sama halnya dengan bandua, adanya ketinggian lantai juga merupakan penegas
bagi biliak yang dalam hal ini merupakan ruang yang bersifat privat. Jumlah kamar
tergantung kepada perempuan yang tinggal di dalamnya atau besarnya lanjar yang
ada. Kamar tersebut umumnya kecil, sekedar termuat sebuah tempat tidur, lemari
atau peti dan sedikit ruangan untuk bergerak. Kamar-kamar digunakan untuk tidur
dan berganti pakaian saja, dan tak mungkin digunakan untuk keperluan lain, karena
keperluan lain harus digunakan pada ruangan atau tempat yang terbuka. Kamar
untuk para gadis ialah pada bagian ujung kanan. Kamar yang di ujung kiri biasanya
digunakan oleh penganten baru atau pasangan suami istri yang paling muda.
Meletakkan mereka di sana agar bisa terhindar dari hingar bingar kesibukan dalam
rumah. bagi wanita yang telah menikah lama ,wanita yang sudah lanjut usia, anak-
anak yang perempuan serta anak laki-laki yang belum baligh atau belum dewasa
dijadikan satu kamar atau pun tidak sedangkan laki-laki dewasa yang belum
menikah tidak memiliki kamar di rumah gadang. Dahulunya, laki-laki lebih sering
tidur di surau, atau tempat lainnya. hal ini mendapat pengaruh dari system
genealogis matrilineal yang dianut. meskipun demikian, anggota kaum lainnya
serta para tamu sangat memamahi batas-batas untuk tidak masuk ke area privat ini.
Rumah Gadang pada umumya terdiri dari tiga ruang sampai sebelas ruang.
Fungsinya selain untuk menentukan batas kamar tidur dengan wilayahnya, maka
pada prinsipnya terdiri dari tiga bagian. Yakni bagian tengah, bagian kiri, dan
bagian kanan.
Apabila Rumah Gadang itu memiliki tangga di tengah bagi yang terletak di
belakang maupun di depan. Bagian tengah digunakan untuk tempat jalan dari muka
ke belakang. Bagian sebelah kiri atau kanan digunakan sebagai tempat duduk atau
makan, baik pada waktu sehari-hari ataupun pada waktu diadakan perjamuan atau
bertamu. Pada Rumah Gadang Serambi Papek yang tangganya di sebelah sisi
rumah, maka ruangannya terbagi dua, yakni ruang ujung dan ruang pangka
(pangka=pangkal). Dalam bertamu atau perjamuan ruang di ujung tempat tamu,
sedang ruang di pangkal tempat ahli rumah beserta kerabatnya yang menjadi
pangkal (tuan rumah) .
Funsi anjuang :
anjuang sebelah kanan merupakan kamar para gadis.
anjuang sebelah kiri digunakan sebagai tempat kehormatan bagi penghulu pada waktu
dilangsungkan berbagai upacara adat, digunakan juga untuk pernikahan. Pada hari-hari
biasa, anjungan bagian kiri digunakan untuk meletakkan peti-peti penyimpanan barang
berharga milik kaum.
RUANG DAPUR DAN KAMAR MANDI RUMAH GADANG
Letak dapur rumah gadang bervariasi. Jika tangga atau pintu masuk rumah gadang berada DI
tengah-tengah bagian depan, dapurnya berada di bagian belakang. Dari tangga tersebut ada jalan
untuk menuju ke dapur. Biasanya, jalan itu terletak antara dua kamar yang persis di tengah-
tengah rumah gadang.
Rumah gadang dengan pintu dan tangganya terletak di sebelah kiri rumah gadang, dapurnya
terpisah dengan rumah gadang. Biasanya letak dapurnya bukan di bagian belakang, tetapi berada
di pangkal.
Dahulunya di dapur tersebut tidak ada kamar mandi. Biasanya masyarakat mandi di kolam, air
pincuran atau tempat lain yang berada di belakang atau di sebelah rumah gadang tersebut.
namun, seiring dengan perkembangannya, rumah gadang sekarang sudah memiliki fasilitas yang
lengkap seperti rumah biasanya.
Tanduk kerbau, karena kerbau merupakan hewan yang dianggap sangat erat
kaitannya dengan penamaan daerah minangkabau. Hal ini terkait dengan sejarah
kemenangan masyarakat minangkabau dalam adu kerbau melawan pendatang
yang ingin menduduki wilayah mereka.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa atap rumah gadang meniru Siriah
Basusun (daun sirih yang disusun) di dalam carano. Hal ini melambangkan rumah
gadang sebagai tali penyambung silaturahim dan kekeluargaan. Sebagaimana sirih
yang biasanya digunakan sebagai simbol penyambung silaturahim.
2. Bentuk bangunan
Bentuk bangunan yang menyerupai trapezium terbalik atau segiempat tapi tidak simetris
hal ini d representasi dari kapal atau perahu. ini menurut masyarakat setempat diilhami
dari tambo, yang mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut.
Rumah gadang dilihat dari depan, sedikit miring, karena karena tonggak bagian luarnya
tidak lurus. Ini menyebabkan rumah gadang menjadi lebih besar bagian atas dibanding
bagian bawah.
3. Bagian kaki bangunan
Bagian kaki dari rumah gadang merupakan bagian kolong. Kolong tersebut menjadi
tempat penyimpanan alat-alat pertanian,kandang, atau tempat perempuan bertenun.
Seluruh kolong ditutup dengan ruang atau sasak yang berkisi jarang. Kolong ini ditutup
dengan mempergunakan bambu yang dianyam langsung.
konstruksi
Pondasi dan Tiang / Kolom:
wilayah Minangkabau rawan gempa sejak dulunya karena berada di pegunungan Bukit
Barisan, maka arsitektur Rumah Gadang juga memperhitungkan desain yang tahan gempa.
Seluruh tiang Rumah Gadang tidak ditanamkan ke dalam tanah, tetapi bertumpu ke atas batu
datar yang kuat dan lebar. Apabila terjadi bencana gempa maka rumah gadang akan bergeser
secara fleksibel seolah menari di atas batu datar atau tempat tonggak tiang berdiri. Begitu juga
setiap sambungan yang dihubungkan dengan pasak kayu. Ia akan bergerak secara fleksibel,
sehingga rumah gadang yang dibangun dengan benar maka akan dapat bertahan terhadap gempa.
Dengan desain ini, getaran tidak akan mengakibatkan rumah rubuh saat terjadi gempa berskala
besar sekalipun.
Pasak (sandi)
Tiang-tiang pada bangunan rumah gadang menggunakan pohon juha yang telah tua dan lurus
dengan diameter antara 40-60 cm. pohon juha ini di pilih sebagai bahan tiang karena terkenal
akan kayunya yang keras dan kuat. Namun batang pohon juha tersebut tidak langsung digunakan
melainkan harus direndam dalam kolam milik kaum atau keluarga besar terlebih dulu selama
bertahun-tahun sebelum akhirnya digunakan. Batang pohon yang telah direndam selama
bertahun-tahun kemudian akan menjadi sangat keras dan tidak biasa dimakan oleh rayap.
Sehingga batang pohon tersebut dapat bertahan sebagai tonggak tuo (tiang utama) selama ratusan
tahun.
Tiang Rumah Gadang berbentuk dasar bulat yang dibuat bersegi-segi. Tidak ada tiang rumah
Gadang yang terbuat dari kayu bulat. Tiang merupakan bagian penting dari bangunan. Segi-segi
dari tiang tidak sama besarnya. Tiang yang berada di tengah bangunan dibuat bersegi 8 dan
ukuran yang paling besar. Hal ini disebabkan karena tiang ini merupakan tiang utama yang
menyangga bangunan Rumah Gadang dan menghubungkan antara tiang-tiang yang lain
sedangkan yang terletak di samping bersegi 5.
Tiang utama rumah didirikan tegak, tiang luar rumah lebih tua agak condong ke luar sedikit.
Hal itu untuk memberi sentuhan garis. Untuk menghubungkan tiang-tiang dan bagian rumah
tidak digunakan paku, melainkan pasak dari bambu (Yurnaldi, 2000).
Menurut kepercayaan masyarakat, tonggak yang seolah-olah manumpu pada satu titik di dasar
bumi ini diangap sebagai akar dari rumah gadang yang menandakan betapa rumah gadang
tersebut sangat tertanam ke bumi. Hal ini selanjutnya dipercayai dapat menambah ketahanan
rumah gadang terhadap goncangan-gonjangan seperti gempa.
Sandi rumah gadang
Antara lantai dan sandi-sandi yang
merupakan tempat berdirinya tiang
rumah disebut dengan kandang. Maka
antara tiang-tiang dari atas sendi ke
lantai diberi sasak, yakni ditutup atau
dipagar dengan bambu yang dianyam
sehingga pagar itu satu dengan yang
lainnya saling terikat.
Lantai:
Rumah Gadang bisa dikatakan sebagai rumah panggung, karena lantainya terletak jauh di atas
tanah. Ketinggian panggung atau platform Rumah Gadang adalah sekitar 1-2 meter di atas
permukaan tanah. Pada Rumah Gadang yang asli, lantai tidak terbuat dari kayu, akan tetapi
dibuat dari bambu yang dipecah dan didatarkan yang disebut dengan palupuah. Jadi tidak
menggunakan paku di dalam pemasangannya tetapi hanya menggunakan rotan yang telah
dibelah untuk mengikat sehingga lantai tersebut tidak terlepas dan bercerai berai (Syamsidar,
1991).
Adat Caniago (Lantai Datar, bersifat demokratis dan semua orang memiliki kedudukan
yang sama)
Koto Piliang (Terdapat beberapa level lantai sesuai dengan kedudukan orang yang
menempatinya)
Tangga:
Pada Rumah Gadang yang asli tangganya terbuat dari kahu15. Induk dari tangga tersebut
dilobangi dengan mempergunakan pahat sebanyak 7 atau 9 buah atau yang merupakan angka
ganjil, gunanya untuk kedudukan anak tangga. Lobang itu harus dibuat miring, agar nanti tangga
itu ditegakkan akan datar kembali.
Dinding
Dinding rumah gadang terdiri dari dua lapis yang dipisahkan oleh tonggak-tonggak terluar.
Sedangkan material yang digunakan untuk dinding terdiri dari dua jenis yaitu : papan dan bambu
yang dianyam (sasak bugih). Kedua jenis material ini digunakan pada bagian dinding yang
berbeda.
Papan digunakan pada lapisan dinding bagian dalam di keempat sisi, pada lapisan luar
dinding bagian depan, dan dinding pembatas antar biliak.
Sasak bugih digunakan pada lapisan dinding bagian luar kedua sisi samping dan
belakang.
Barrier: Sebuah barrier membagi satu tempat dengan yang lain. Bisa berupa dinding, tapi
bisa juga berupa pagar.
o Barrier pada bangunan Rumah Gadang berupa dinding
penyekat. Bangunan dinding rumah yang membesar ke atap
disebut dengan silek membebaskannya dari terpaan tempian(
berupa dinding ).
o Di bawah lantai terdapat ruang kosong yang dinamakan
kolong Seluruh kolong ditutup dengan ruang atau sasak yang
berkisi jarang. Kolong ini ditutup dengan mempergunakan
bambu yang dianyam langsung.
Gambar 12: Perbedaan bahan untuk dinding
penutup kolong dan ruang utama
Jendela dan pintu:
Jendela
sebagai bukaan sirkulasi udara serta pencahayaan pada dasarnya jendela rumah gadang
hanya terdapat di dinding bagian depan.
Dinding lainnya khususnya dinding bagian belakang (pada biliak) tidak dibuatkan
jendela dengan alasan untuk menjaga privasi dan melindungi anak gadis yang tinggal di
rumah gadang. Jendela rumah gadang memiliki 2 daun jendela di tiap ruangan dengan
lebar sekitar 70-80cm.
Pintu
Pintu memiliki 2 daun pintu terletak ditengah dengan lebar sekitar 1 meter.
Hanya ada satu pintu di Rumah Gadang. Hal ini disebabkan karena Rumah Gadang
merupakan rumah panggung yang membutuhkan tangga untuk memasukinya. Karena
tangga yang tersedia hanya satu, maka hanya di situlah letak pintu yang ada. Karena
merupakan sebuah pemborosan jika dibangun tangga yang lebih dari satu.
Atap
Atap terbuat dari ijuk. Saga ijuk diatur susunannya dengan nama Labah Mangirok atau Labah
Maraok dan Bada Mudiak. Atap Rumah Gadang terdiri dari beberapa puncak. Puncak-puncak ini
dinamakan gonjong. Jumlah gonjong berdasarkan jumlah anggota keluarga didalamnya.
Rangkiang
Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atapnya bergonjong dan dibuat dari
ijuk. Tiang penyangganya sama tinggi dengan tiang rumah gadang. Pintunya kecil dan terletak pada
bagian atas dan salah satu dinding singkok (singkap), yaitu bagian segi tiga lotengnya. Tangga bambu
untuk menaiki Rangkiang dapat dipindah-pindahkan untuk keperluan lain dan bila tidak digunakan
disimpan di bawah kolong rumah gadang.
Seiring dengan perkembangan zaman, mulai ada perubahan pada material yang digunakan
seperti penggunan semen. Meskipun demikian, penggunan semen ini sebatas hanya pada
tangga sedangkan bagian bengunan lainnya tetap menggunakan material yang berasal dari
alam seperti kayu.selain semen, penggunana material yang berkembang ialah
digunakannya seng sebagai pengganti ijuk pada bagian atap gonjong.
Cara pendirian rumah gadang dikerjakan dengan tahapan awal menyusun kerangka rumah
terlebih dahulu . Pertama-tama setelah disiapkan lahan dan batang kayu, disusun 1 baris kolom
yang terdiri dari 5 tiang. Setelah diberi ikatan balok lantai dan balok ring, barisan tiang didirikan
dengan cara ditarik beramai-ramai. Selanjutnya, barisan tiang dirangkai menjadi satu kesatuan
dengan memberi ikatan balok lantai dan balok ring pada arah membujur rumah.
Sketsa tahap pembangunan rumah gadang
Sumber: Laporan KKL ITB (1979, p.278)
Bentuk ornament
Pada bagian dinding depan rumah gadang terbuat dari bahan papan, sedangkan pada bagian
belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang secara vertical dan Untuk menambah unsur
seni semua papan yang menjadi dinding ataupun bingkai diberi ukiran. Sehingga seluruh dinding
yang terbuat dari papan akan terdapat ukiran. Pada dasarnya ukiran dalam rumah gadang
merupakan ragam hias sebagai pengisi dinding dalam bentuk garis melingkar ataupun persegi.
Dalam masyarakat minangkabau dikenal 3 macam jenis ukiran. Ketiga ukiran tersebut
terinspirasi dari alam. Perbedaannya didasarkan pada sumber inspirasinya, yaitu:
1. Ukiran yang terinspirasi dari tumbuhan (contoh: Aka Duo Gagang, Aka Barayun, Kaluak
Paku jo Kacang Balimbiang, Pucu Rebung, Siriah Gadang).
2. Ukiran yang terinspirasi dari hewan (contoh: Itiak Pulang Patang, Ruso Balari dalam
Ransang, Tupai Managun).
3. Ukiran yang terinspirasi dari benda dalam kehidupan sehari-hari (contoh: Ampiang
Taserak, Limpapeh, Ambun Dewi)
Setelah itu ukiran akan dicat dengan warna warna khas minangkabau, kombinasi merah,
hitam, kuning dan hijau.
filosofi
Falsafah hidup orang minangkabau yang
utama adalah Alam Takambang Jadi Guru.
Jadi semua hal selalu memalui proses
meniru dan belajar dari lingkungan alam
sekitar. Tak terkecuali ketika membangun
tempat tinggal.
Ungkapan tetua-tetua adat tersebut kurang lebih seperti ini :”rumah gadang basa batuah. Tiang
banamo kato hakikat. Pintunyo banamo dalil kiasan. Banduanyo sambah-manyambah. Bajanjang
naik batanggo turun. Dindingnyo panutuik malu. Biliaknyo aluang bunian”.
Dari ungkapan tersebut dapat kita pahami bahwa fungsi rumah gadang mencakup bagian
keseluruhan kehidupan maupun keseharian orang minangkabau, baik itu sebagai :
Secara sederhana, rumah gadang sebagai rumah tradisional minangkabau adalah rumah tinggal
yang dimiliki oleh keluarga besar segaris keturunan ibu atau menurut system matrilineal dan
digunakan untuk kepentingan bersama. Lebih luas lagi, rumah gadang merupakan representasi dari
pola dan cara hidup masyarakat minangkabau yang juga sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai
dan pandangan hidup yang dianut oleh masyarakat minangkabau itu sendiri.
Untuk mendirikan sebuah Rumah Gadang, masyarakat tidak bisa langsung memutuskan
sendiri. Sebelumnya harus dimulai dengan permusyawarahan antara orang-orang yang
sekaum. Dalam permusyawarahan tersebut akan dikaji patut tidaknya pembangunan Rumah
Gadang tersebut dilaksanakan. Hal ini dilihat dari segi kepentingan tidak rusaknya adat.
Misalnya ketentuan adat mengatakan bahwa mendirikan Rumah Gadang pada suatu tempat
tertentu atau komunitas tertentu memiliki peraturan yang berbeda dengan tempat dan
komunitas lain dalam menentukan bentuk dan ukuran serta gonjong Rumah Gadang tersebut.
Gambar 5: Rumah Gadang bergonjong empat Gambar 6: Rumah Gadang bergonjong dua
Gonjong adalah bagian yang paling tinggi dari setiap ujung atap yang menghadap ke atas, dan
merupakan ujung turang yang dibalut dengan timah yang berbentuk:
• 2 labu-labu di bagian bawah
• 1 kelimbing di atas labu-labu
• 1 anting-anting di atas belimbing
• 1 ujung yang tajam di atas anting-anting
Ciri Khas lain dan Nilai Filosofis Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah
milik keluarga induk dan hanya dimiliki dan diwariskan secara turun temurun dari dan
kepada kaum perempuan saja. Aturan ini memiliki nilai filosofi bahwa derajat kaum
perempuan dalam budaya suku Minang sangatlah dijunjung tinggi.
FILOSOFIS RANGKIANG : Rangkiang seringkali disebut juga dengan istilah Lumbung. Baik rangkiang
maupun lumbung keduanya meiliki arti yang sama, yaitu tempat penyimpanan (Padi). Istilah rangkiang
sendiri diadaptasi dari akar kata Ruang Hyang Dewi Sri. yang berarti ruang penyimpanan dewi sri-padi.
Padi yang dipanen dibagi-bagi berdasarkan prioritas keperluan, kemudian disimpan di dalam rangkiang.
Apabila ditinjau dari filosofinya, rumah gadang disebut gadang atau besar bukan hanya karena
bentuknya yang besar saja, namun jika diamati dari fungsi juga sangat besar. Hal ini tertuang
dalam ungkapan yang sering kita engar dari tetua-tetua adat ketika membicarakan masalah
rumah gadang tersebut.
Ditinjau dari bentuk, ukuran, Rumah Gadang mempunyai nama yang beraneka ragam.
Menurut Gaya Kelarasan aliran Koto Piliang, bentuk Rumah Gadangnya diberi nama Garudo
Tabang , karena di kedua ujung rumah diberi beranjang (gonjong).
Sedangkan Rumah Gadang dari Kelarasan Bodi Caniago lazimnya disebut Garudo Mengerami
Anak.
kemudian dari segi perancangan rumah Gadang merupakan Rumah Panggung. Hal ini bisa jadi
disebabkan karena daerah Sumatra Barat yang merupakan lokasi masyarakat Minangkabau
bermukim merupakan lokasi yang rawan binatang buas, jadi didirikan rumah panggung adalah
dengan maksud sebagai tempat perlindungan dari binatang buas. Selain itu rumah panggung
berarti bahwa kedudukan manusia memiliki derajat yang lebih tinggi daripada hewan mengingat
kolong di bawah rumah diperuntukkan sebagai kandang hewan peliharaan.
Ruang
untuk nilai filosofi
Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri.
Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap
perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara
perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja
memperoleh kamar bersama di ujung yang lain.
Selain itu, hirarki dalam Rumah Gadang juga berdasarkan siklus kehidupan wanita, dan
membentuk perjalanan dari pusat menuju ke anjuang, kemudian biliak, dan terakhir dapur.
Selain persyaratan tempat yang berhubungan dengan peraturan dan luas perkampungan, terdapat pula
persyaratan yang bersifat teknis. Rumah Gadang tidak boleh didirikan pada tanah yang basah, rendah atau
labil, atau di atas lahan pertanian. Masyarakat Minangkabau dituntun dalam penggunaan lahan dan
tanaman harus disesuaikan dengan kondisi dan sifat masing-masing. Hal ini dikarenakan Rumah Gadang
tidak memiliki pondasi yang ditanam, sehingga harus diletakkan di tanah yang stabil. Setiap tahapan dari
proses pendiriannya diperhitungkan dengan cara seksama dan dapat dilihat sebagai sebuah pola dari
penggunaan tanah dan tumbuh-tumbuhan.
Dinding rumah gadang umumnya dihiasi dengan beragam motif ukiran yang diberi
warna kuning, merah, dan hitam. Motif ukiran tersebut biasanya adalah motif-
motif flora dan fauna, seperti motif tumbuhan merambat, akar berdaun, dan lain
sebagainya. Motif-motif tersebut melambangkan bahwa masyarakat Minang adalah
masyarakat yang dekat dengan alam.
kesimpulan
Sebagai karya arsitektural yang merupakan reresentasi dari kehidupan budaya, rumah gadang
tidak hanya dilihat sebagai sebuah obyek melainkan juga sebagai suatu produk dari proses
berbudaya yang telah mengalami banyak penyesuaian terhadap kondisi masyarakat dan kondisi
alam. Dengan mempelajari rumah gadang, secara tidak langsung kita akan memahami
bagaimana masyarakat minangkabau membentuk jati diri sesuai dengan pandangan hidup
mereka dan mengekspresikannya ke dalam wujud arsitektural.
Nah, demikianlah pemaparan sekilas kami tentang rumah adat Sumatera Barat beserta gambar,
filosofi, dan penjelasannya. Semoga dapat menjadi referensi bagi kita untuk semakin mengenal
budaya masyarakat suku Minang