Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Buah (fructus) adalah salah satu bagian dari tumbuhan atau tanaman yang

paling ditunggu-tunggu oleh para petani dan semua orang yang suka buah untuk

di ambil hasilnya.

Sebelum mendapatkan buah atau hasil dari sebuah tananaman biasanya kita

mengenal istilah penyerbukan atau peristiwa jatuhnya serbuk sari ke kepala putik.

Setelah penyerbukan terjadi pada bunga dan kemudian akan diikuti pula oleh

pembuahan, maka bakal buah akan tumbuh menjadi buah dan bakal biji yang

terdapat pada bakal buah akan tumbuh menjadi bakal biji.

Pada pembentukan buah, ada kalanya bagian bunga selain bakal buah ikut dan

merupakan suatu bagian buah, sedangkan umumnya segera setelah terjadi

penyerbukan dan pembuahn bagian-bagian bunga selain bakal buah segera

menjadi layu dan gugur.

Dengan putik sendiri dengan tegas disebut hanya bakal buahnya, karena

biasanya tangkai dan kepala putiknya gugur pula seperti halnya dengan bagian-

bagian yang lain.

I.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui Klasifikasi, deskripsi, dan OPT buah Nangka dan buah

pisang

2. Untuk mengetahui cara pengendalian secara kimia dan hayati buah nangka

dan buah pisang


3. Untuk mengetahui dampak dari pengendalian buah nangka dan buah

pisang
II. PEMBAHASAN

II.1 Klasifikasi

Nangka (Artocarpus heterophyllus) adalah tanaman jenis buah tahunan yang

tergolong ke dalam famili malvales dan hanya tumbuh di daerah yang beriklim

tropis. Tanaman nangka dapat dikenali dari berbagai penampilan fisiknya yang

antara lain dari akar, batang, daun, buah, dan bunga. Klasifikasi Nangka

(Artocarpus heterophyllus), Kingdom : Plantae (Tumbuhan), Subkingdom :

Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi : Spermatophyta

(Menghasilkan biji), Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas :

Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub Kelas : Dilleniidae, Ordo : Urticales,

Famili : Moraceae, Genus : Artocarpus , Spesies : Artocarpus heterophyllus.

Pisang adalah salah satu jenis tanaman atau tumbuhan terna yang memiliki

ukuran relatif besar atau raksasa yang berdaun besar dengan suku Musaceae.

Tanaman pisang ini juga merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat

dibudidayakan dengan baik pada iklim tropis maupun sub tropis. Ada dua jenis

tanaman pisang yaitu tanaman pisang komersial dan tanaman pisang hias,

sedangkan berdasarkan pakar botani ada beberapa jenis tanaman pisang yaitu

Musa acuminat, M. Balbisiana dan M. Paradisiaca. Klasifikasi tanaman pisang,

Kingdom : Plantae ( Tumbuhan ), Subkingdom : Trachebionta ( Tumbuhan

berpembuluh ), Super divisi : Spermatophyta ( Menghasilkan biji ), Divisi :

Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga ), Kelas : Liliopsida ( berkeping satu /

monokotil ), Sub kelas : Commelinidae, Ordo : Zingiberales, Famili : Musaceae

( suku pisang – pisangan ), Genus : Musa.


II.2 Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang

dapat merusak, menggangu kehidupan atau menyebabkan kematian pada

tumbuhan. Organisme penganggu tanaman merupakan faktor pembatas produksi

tanaman baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme

pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit

dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat

produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat negara, karena

dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Masih banyak

permasalahan OPT yang belum tuntas penanganannya dan perlu kerja keras untuk

mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai

produk buah dan sayuran buah dan virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam

kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis

potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi

hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional.

A. Pengendalian tanaman pisang secara hayati dan kimia

Layu Fusarium (Agrios 2005, Booth 1985) merupakan penyakit pada

tanaman pisang yang disebabkan oleh cendawan patogen yaitu Fusarium

oxysporumSchl. f. sp. cubense. (E. F. Smith) (FOC). Layu Fusarium adalah salah

satu penyakit utama pisang yang menghancurkan pertanaman pisang bukan hanya

di Indonesia, tetapi juga dibeberapa negara penghasil pisang dunia seperti India,

Cina dan Filipina. Patogen penyebab layu Fusarium menyerang semua kultivar

pisang komersial di dunia. Hingga tahun1950-an, perkebunan pisang komersial


Gros Michel seluas 40.000 ha di Amerika Latin hancur akibat serangan patogen

itu.Diperkirakan hingga saat ini, total kerusakan lahan pisang Gros

Michel,Cavendish dan kultivar lokal lainnya didunia akibat layu Fusarium, sudah

mendekati 100.000 ha. Kerusakan tersebut terutama disebabkan oleh munculnya

perkebunan pisang skala besar di Asia dan kemudian hancursecara sporadis dalam

kurun waktu 20 tahun akibat serangan patogen penyakit layu Fusarium.

Penyakit layu tersebut telah dilaporkan menyebar luas di benua Asia,

Amerika(Latin) dan Australia (Ploetz dkk.1993). Penyebab alami terjadinya

endemik layu Fusarium di Indonesia karena letaknya berdekatan dengan

khatulistiwa, hanya terdapat dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Akibatnya,

siklus penyakit berjalan terus dan kelembaban juga tinggi sehingga penyakit

tumbuh subur. Kecepatan penyebaran penyakit (epidemi) layu Fusarium dapat

mencapai 100 km per tahun.

Menurut Kusnardi (Kasubdin Bina Produksi Dinas Pertanian dan Ketahanan

Pangan (Distan) (2003) di Lampung adanya layu Fusarium, produksi

pisangmenjadi menurun dan menurunkan minat petani untuk bercocok tanam

pisang.Menurut data Dinas Pertanian Lampung, tahun 2006 produksi pisang

Lampungsebesar 523.038 ton yang dihasilkan 7.022.177 rumpun. Hingga

sekarang dari jumlah tersebut terserang penyakit sebanyak 131.942 rumpun.

Penyakit yang mendominasi adalah Fusarium atau layu daun sebanyak 56.292

rumpun. Data tersebut menunjukkan layu Fusarium pada tanaman pisang paling

merugikan secara ekonomis di antara kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit


pisang lainnya. Cendawan penyebab layu Fusarium mampu bertahan lama di

dalam tanah sebagai klamidospora sehingga sulit dikendalikan (Widono 2003).

Pengendalian yang biasa dilakukan untuk mengendalikan layu Fusarium

yaitu membongkar dan membakar tanaman yang sakit (BAPPENAS 2000),

eradikasi penyakit layu pisang yang dilakukan dengan penyuntikan minyak

tanah/glyphosat (Dir PTH 2007), secara kimiawi masih belum ditemukan karena

sampai sejauh ini belum ada pestisida yang efektif mematikan patogen tersebut.

Pengendalian hayati patogen yang diintegrasikan bersamaan dengan pengendalian

secara kultur teknis merupakan salah satu alternatif pengendalian yang

berwawasan lingkungan yang cocok untuk diterapkan pada masa sekarang ini.

Sasaran dari pengendalian hayati terpadu yaitu mengupayakan produksi tetap

tinggi dan menguntungkan (profitability), memelihara kesehatan manusia dan

kualitas lingkungan hidup (safety) dan menjamin agar hasil pengendalian bersifat

awet (durability). Menurut Cook dan Baker 1983, pengendalian hayati adalah

pengurangan jumlah inokulum atau aktifitas patogen melalui penggunaan satu

atau lebih organisme selain manusia. Pengendalian hayati dapat meningkatkan

produksi tanaman, menghindari perkembangan resistensi patogen terhadap bahan

kimia, relatif menghindarkan dari polusi dan resiko pengendalian, serta

pengendalian secara biologis mengadopsi praktek pengendalian yang kompatibel

dengan pertanian yang berkelanjutan. Organisme yang digunakan dalam praktek

pengendalian hayati meliputi individu atau populasi organisme yang avirulen.

Upaya pengendalian penyakit layu sudah banyak dilakukan termasuk

pemakaian bahan kimia yang ternyata menimbulkan dampak negatif bagi


lingkungan, untuk mengatasi masalah tersebut maka pemanfaatan pengendali

hayati menjadi sangat penting seperti penggunaan bakteri antagonis yang hidup di

daerah perakaran, mempunyai prospek yang dapat berfungsi untuk menekan

penyakit dan dapat mendorong pertumbuhan tanaman. Alternatif lain untuk

mengendalikan penyakit layu fusarium adalah dengan memanfaatkan mikroba

agen pengendali hayati. Pengendalian dengan cara ini dilaporkan cukup efektif

dan belum ada yang melaporkan timbulnya ketahanan jamur patogen terhadap

agen pengendali hayati (Freeman et al., 2002).

B. Pengendalian tanaman Nangka secara hayati dan kimia

Ulat diaphania caesalis yaitu penggerek pucuk, membuat terowongan sampai

ke kuncup, pucuk muda, dan buah. Pemotongan bagian yang terserang

memutuskan daun hidupnya karena ulat-ulat ini akan menjadi pupa di dalam

terowongan itu; buah dilindungi dengan dibungkus atau disemprot insektisida

Thiodan 35 EC. Penggerak kulit batang; berupa ulat-ulat Indarbela tetraonis dan

Batocera rufomaculata diberantas dengan mengasap lubang-lubang

mereka/disemprot dengan insektisida sistemik yang mengandung bahan aktif

karboril (Sevin 85 S). Kumbang-kumbang belalai (weevil) coklat yang menyerang

kuncup, Ochyromera artocarpi, merupakan hama nangka yang khas.

Tempayaknya (grubs) masuk ke dalam kuncup dan buah yang masih lunak, yang

dewasa memakan daun. Bagian tanaman yang terserang dihancurkan, dan

diperlukan insektisida. Menyeruaknya kumbang bersayap selaput (spittle bug),

Cosmoscarata relata, memakan daun muda. Nimfa hidup bersama-sama dalam


suatu massa busa yang disekresi oleh mereka ; nimfa dipungut dan dihancurkan.

Larva lalat buah , Dacus dorsalis dan D. umbrosus sering menyerang buah.

Untuk menghindari serangannya, buah nangka hendaknya dibungkus; buah

yang matang atau kelewat matang jangan dibiarkan bergeletakkan di tanah, tetapi

hendaknya dikubur-kubur dalam, dan penyemnprotan pada umpan dapat

dilakukan. Hama-hama lainnya adalah bermacam-macam serangga pengisap,

seperti kutu tepung, afid, lalat putih, dan ‘thrips’, juga ulat perekat daun (leaf

webber). Hama nangka yang lain adalah kepik Helopeltis (Miridae,Hemiptera).

Nimfa dan kepik dewasa menghisap cairan bagian tanaman yang masih muda

(daun dan buah). Ukuran telurnya 1,5 m, diletakkan dengan cara ditusukkan pada

jaringan tanaman. Masa inkubasi 5-7 hari. Nimfa dan kepik dewasa warnanya

bervariasi, hijau atau kuning-kehitaman dan kuning oranye. Mengalami 5 kali

masa instar. Kepik dewasa panjangnya berkisar 6,5-7,5 mm dengan kemampuan

bertelur sampai 18 butir. Beberapa musuh alami diantaranya yang berupa parasit

adalah Euphorus helopeltis, Erythmelus helopeltis dan sebagai predator adalah

Sycanus leucomesus, Isyndrus sp. dan Cosmolestes picticeps. Untuk

pengendaliannya populasi biasanya terkendali oleh musuh alam apabila populasi

tinggi dapat dilakukan dengan insektisida misal Lannate 25 WP, Atabron 50EC.

Bakteri mati bujang (Erwinia carotovora) sering menyerang pohon nangka, juga

cempedak. Jamur tersebut pertama kali menyerang bagian pucuk dan turun pada

tajuk berikutnya. serangan yang hebat dapat mematikan pohonnya. Di India

dilaporakan serangan busuk akar dan busuk batang dilakukan oleh jamur

Rhizopus artocarpi yang menyebabkan keruguian tanaman hingga 15-30 %. Jamur


ini umunya meyerang tunas bunga. Beberapa penyakit yang cukup penting antara

lkain Colletotrichum lagenarium, Phomopsis artocarpina, Septoria artocarpi, dan

Corticium salmonicolor. Jamur tersebut kebanyakan menyerang pada musim

penghujan. Pemotongan bagian tanaman yang terserang akan banyak membantun

mengatasi serangan, di samping itu sanitasi kebun dan pemupukan dapat

meningkatkan kesehatan tanaman.

II.3 Dampak dari pengendalian hayati dan kimia

Namun begitu, karena pemakaian pestisida yang mudah dan langsung dapat
menanggulangi hama, ternyata petisida mempunyai dampak negatif. Adapun
damapak negatifnya yakni :
1. Hama/penyakit/gulma menjadi resisten atau kebal
Semakin sering tanaman disemprot dengan pestisida, maka tanaman semakin
kebal. Ini berarti jumlah tanaman yang mati semakin sedikit walaupun
disemprot
berkali-kali dengan dosis yang tinggi.
2. Resurgensi atau timbulnya kembali hama tersebut.
Populasi hama /penyakit/gulma tersebut malah menjadi berkembang lebih
banyak setelah diperlakukan dengan pestisida. Hal ini disebabkan karena
musuh-musuh alami mati sehingga pengaruh pestisida terhadap tanaman
tersebut tidak mampu membunuh spora yang tahan, sehingga inilah yang
nantinya akan berkembang pesat tanpa ada musuh atau saingan lainnya.
3. Timbul ledakan hama/penyakit/gulma sekunder.
Akibat penggunaan pestisida yang memusnahkan musuh alami menyebakan
timbulnya ledakan populasi hama sekunder.
4.Musuh alami musnah
Biasanya musuh-musuh alami ini lebih peka terhadap pestisidadari pada
hama/patogen/gulma sasaran. Maka pada setiap aplikasi petisida ini akan
mematikan populasinya. Padahal adanya predator akan menetukan
keseimbangan ekosistem.
5.Terbunuhnya makhluk bukan sasaran
Berbagai jenis makhluk hidup lainnya seperti serangga penyerbuk, saprofit,
dan penghuni tanah, ikan, cacing tanah, katak, belut, burung, dan lain-lain ikut
mati setelah terkena pestisida tersebut.
6.Pencemaran lingkungan hidup
Air, tanah, dan udara ikut pula tercemar oleh pestisida. Beberapa pestisida
dapat mengalami biodegradasi, dirombak secara biologis dalam tanah dan air.
7.Residual effect
Dengan aplikasi pestisida yang terlalu banyak, apalagiyang persisten, akan
meniggalkan residu dalam tanaman dan produk pertanian (buah, daun, bji,
umbi, dan lain sebaganya) tergantung dari jenis pestisida dan residu.
8.Kecelakaan manusia
Penggunaan pestisida yang kurang hati-hati dan mencelakakan si pemakai .
keracunan melalui mulut dan atau kulit sering terjadi, sehingga
membahayakan. Kasus kematian karena keelakaan ini ckup banyak.

pengendalian secara kimia, menggunakan Pestisida.

Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan


mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau
jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan
memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan
beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman.

Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur
disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi
mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses – proses dalam tubuh
tumbuhan sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang
terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas
hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Untuk membasmi hama
dan penyakit, sering kali manusia menggunakan oat – obatan anti hama. Pestisida
yang digunakan untuk membasmi serangga disebut insektisida. Adapun pestisida
yang digunakan untuk membasmi jamur disebut fungsida.
Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara
hati – hati dan tepat guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat
justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besat. Hal itu disebabkan karena
pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu
pengguna obat – obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal
dan sebijak mungkin.

`Secara alamiah, sesungguhnya hama mempunyai musuh yang dapat


mengendalikannya. Namun, karena ulah manusia, sering kali musuh alamiah
hama hilang. Akibat hama tersebut merajalela. Salah satu contoh kasus yang
sering terjadi adalah hama tikus. Sesungguhnya, secara ilmiah, tikus mempunyai
musuh yang memamngsanya. Musuh alami tikus ini dapat mengendalikan jumlah
populasi tikus. Musuhnya tikus itu ialah Ular, Burung hantu, dan elang.
Sayangnya binatang – binatang tersebut ditangkapi oleh manusia sehingga tikus
tidak lagi memiliki pemangsa alami. Akibatnya, jumlah tikus menjadi sangat
banyak dan menjadi hama pertanian.
DAFTAR PUSTAKA

Adriyani, Retno. 2006. Usaha Pengendalian Pencemaran Lingkungan Akibat

Penggunaan Pestisida Pertanian. Jurnal Kesehatan Lingkungan,

vol. 3, no. 1, Juli 2006 : 95-106.

Parry, D. 1990. Plant Pathology in Agriculture. Cambrigde University Press,

Cambrigde. 385 pp.

Widya,A, R. 2009. Fungsi Pestisida Dalam Pengendalian Penyakit Tanaman.

Reka Aksara. Yagyakarta

Anda mungkin juga menyukai