Anda di halaman 1dari 11

A.

OBAT DIURETIK

Diuretik dibagi dalam 3 kelompok yaitu :


Berdasarkan efek yang dihasilkan diuretika dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1. Diuretika yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi
kadar elektrolit tubuh.
2. Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (Natriuretik).
3. Diuretika yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (saluretik).

Secara umum diuretika dibagi menjadi tujuh kelompok yakni diuretika


osmotik, diuretika pembentuk asam, diuretika merkuri organik, diuretika
penghambat karbonik anhidrase, diuretika turunan tiazida, diuretika hemat
kalium dan diuretika loop. Berikut penjelasan dari masing-masing kelompok
diuretika.

1. Diuretika Osmotik
Diuretika osmotik adalah senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi urin
dengan mekanisme kerja berdasarkan perbedaan tekanan osmosis.
Umumnya diuretika osmotic mempunyai berat molekul rendah, dalam tubuh
tidak mengalami metabolisme, secara pasif disaring melalui kapsula Bowman
ginjal, dan tidak diabsorpsi kembali oleh tubulus renalis.
Bila diberikan dalam dosis besar atau larutan pekat akan menarik air dan
elektrolit ke tubulus renalis, yang disebabkan oleh adanya perbedaan
tekanan osmosa, sehingga terjadi diuresis. Diuretika osmotik adalah
natriuretik, dapat meningkatkan ekskresi natrium dan air. Efek samping
diuretika osmotik antara lain adalah gangguan keseimbangan elektrolit,
dehidrasi, mata kabur, nyeri kepala dan takikardia. Contoh: manitol, glukosa,
sukrosa, dan urea.
Manitol adalah diuresis osmotik yang digunakan untuk mengatasi berbagai
keadaan sembab, bila turunan tiazida sudah tidak efektif lagi. Manitol juga
digunakan sebagai bahan diagnostic untuk mengukur kecepatan filtrasi
glomerulus. Dosis diuretik : 50-200 g/hari, diberikan melalui infuse I.V.200
mg/kg bb dengan kadar 15-25%.

2. Diuretika Pembentuk Asam


Diuretika pembentuk asam adalah senyawa anorganik yang dapat
menyebabkan urin bersifat asam dan mempunyai efek diuretik. Senyawa
golongan ini efek diuretiknya lemah dan menimbulkan asidosis hiperkloremik
sismetik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah iritasi lambung,
penurunan nafsu makan, mual, asidosis dan ketidaknormalan fungsi ginjal.
Contoh: ammonium klorida, ammonium nitrat, dan kalsium klorida.
Mekanisme kerja
dari golongan diuretika pembentuk asam ditampilkan pada Gambar 4.2.

Penggunaan ammonium klorida dalam sediaan tunggal kurang efektif karena


setelah 1-2 hari, tubuh (ginjal) mengadakan kompensasi dengan
memproduksi ammonia, yang akan menetralkan kelebihan asam,
membentuk NH4+ , yang segera berinteraksi dengan ion Clmembentuk NH4Cl
dan kemudian diekskresikan, sehingga efek diuretiknya akan menurun
secara drastis. Reaksi penetralan kelebihan asam ini ditampilkan pada
Gambar 4.3. berikut.

Diuretika Merkuri Organik


Diuretika merkuri organik adalah saluretik karena dapat menghambat
absorpsi kembali ion-ion Na+, Cl- dan air. Absorpsi pada saluran cerna rendah
dan menimbulkan iritasi lambung sehingga pada umumnya diberikan secara
parenteral. Dibanding obat diuretik lain, penggunaan diuretika merkuri
organik mempunyai beberapa keuntungan, antara lain tidak menimbulkan
hipokalemi, tidak mengubah keseimbangan elektrolit dan tidak
mempengaruhi nekrosis jaringan. Diuretika merkuri organik menimbulkan
reaksi sistemik yang berat sehingga sekarang jarang digunakan sebagai obat
diuretik. Diuretika merkuri organik mengandung ion merkuri, yang dapat
berinteraksi dengan gugus SH enzim ginjal (Na, K-dependent ATP-ase) yang
berperan pada produksi energi yang diperlukan untuk absorpsi kembali
elektrolit dalam membran tubulus, sehingga enzim menjadi tidak aktif
(Gambar 4.4.). Akibatnya absorpsi kembali ion-ion Na+ dan Cl- di tubulus
menurun, kemudian dikeluarkan bersama-sama dengan sejumlah ekivalen air
sehingga terjadi efek diuresis

Gambar 4.4. Mekanisme diuretika merkuri organic


Diuretika merkuri organik mempunyai rantai yang terdiri dari 3 atom C dan
satu atom Hg pada salah satu ujung rantai, yang mengikat gugus hidrofil X.
Struktur umum diuretika merkuri organik sebagaimana terlihat pada Gambar
4.5. di bawah :
Keterangan :
R1 : gugus aromatik, heterosiklik atau alisiklik yang terikat pada rantai propil
melalui gugus karbamoil. Gugus R sangat menentukan distribusi dan
kecepatan ekskresi diuretika R2 : biasanya gugus metil, dapat pula gugus etil,
secara umum pengaruh gugus terhadap sifat senyawa adalah kecil. X :
substituen yang bersifat hidrofil. Biasanya X adalah gugus teofilin, yang dapat
menurunkan toksisitas obat, mengurangi efek iritasi setempat, meningkatkan
kecepatan absorpsi, dan juga mempunyai efek diuretik (terjadi potensiasi).
Bila X adalah gugus tiol, seperti asam merkaptoasetat atau tiosorbitol, dapat
mengurangi toksisitas terhadap jantung dan efek iritasi setempat.
Contoh senyawa diuretika merkuri organik dapat dilihat pada Gambar 4.6 –
4.8 berikut ini :

4. Diuretika Penghambat Karbonik Anhidrase


Diuretika penghambat karbonik anhidrase (CA) merupakan senyawa
golongan sulfonamid. Senyawa penghambat karbonik anhidrase adalah
saluretik, digunakan secara luas untuk pengobatan sembab yang ringan dan
moderat, sebelum ditemukannya diuretika turunan tiazida. Efek samping
yang ditimbulkan golongan ini antara lain adalah gangguan saluran cerna,
menurunya nafsu makan, parestesia, asidosis sistemik, alkalisasi urin dan
hipokalemi. Adanya efek asidosis sistemik dan alkalinisasi urin dapat
mengubah secara bermakna perbandingan bentuk terionisasi dan yang tak
terionisasi dari obat-obat lain dalam cairan tubuh, sehingga mempengaruhi
pengangkutan, penyimpanan, metabolism, ekskresi aktifitas obat-obat
tersebut. Penggunaan diuretika penghambat karbonik anhidrase terbatas
karena cepat menimbulkan toleransi. Sekarang, diuretika penghambat
karbonik anhydrase lebih banyak digunakan sebagai obat penunjang pada
pengobatan glaucoma, dikombinasi dengan miotik, seperti pilokarpin, karena
dapat menekan pembentukan aqueous humour dan menurunkan tekanan
dalam mata. Karbonik anhidrase adalah metaloensim yang berperan dalam
pembentukan asam karbonat, sebagai hasil reaksi antara air dan gas asam
arang. Asam karbonat yang terbentuk kemudian terionisasi menjadi H+ dan
HCO3-. Ion H+ inilah yang digunakan sebagai pengganti ion-ion Na+ dan K+ yang
diabsorpsi kembali ke tubulus renalis. Mekanisme kerja di atas di gambarkan
secara skematik pada Gambar 4.9 sebagai berikut:
Gambar 4.9. Mekanisme kerja diuretik penghambat karbonik
anhydrase

Bila kerja enzim dihambat maka produksi asam karbonat akan menurun,
sehingga jumlah ion H+ sebagai pengganti ion Na+ juga menurun. Akibatnya
jumlah ion Na+ yang diabsorpsi kembali akan menurun dan ion Na+ yang
tertinggal, bersama-sama dengan ion HCO3- dan air, akan meningkatkan
volume urin, yang kemudian dikeluarkan dan menyebabkan efek diuresis.

Gambar 4.10. Hubungan struktur diuretik karbonik anhydrase

1. Yang berperan terhadap aktivitas diuretika penghambat karbonik


anhidrase adalah gugus sulfamil bebas. Mono dan subtitusi pada
gugus sulfamil akan menghilangkan aktivitas diuretik karena
pengikatan obat – reseptor lemah.
2. Pemasukan gugusan metil pada asetazolamid ( metazolamid ) dapat
meningkatkan aktivitas obat dan memperpanjang masa kerja obat.
Hal ini disebabkan karena metazolamid mempunyai kelarutan dalam
lemak lebih besar, absorpsi kembali pada tubulus menjadi lebih baik
dan afinitas terhadap enzim lebih besar. Metazolamid mempunyai
aktivitas diuretik 5 kali lebih besar dibanding asetazolamid.
3. Modifikasi yang lain dari struktur asetazolamid secara umum akan
menurunkan aktivitas. Destilasi akan menurunkan aktivitas dan
perpanjangan gugus alkil pada rantai asetil akan meningkatkan
toksisitas Contoh :
a. Asetazolamid, diabsorpsi secara cepat dalam saluran cerna,
diekskresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah ± 70%.
Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam ± 2 jam setelah
pemberian oral, dengan waktu paruh ± 5 jam. Asetazolamid
juga digunakan untuk pengobatan glaukoma dan sebagai
penunjang pada pengobatan epilepsi petit mal,
dikombinasikan dengan obat antikejang, seperti fenitoin.
Dosis sebagai diuretic dan untuk pengobatan glaukoma : 250
mg 2 – 4 dd.
b. Metozolamid, dianjurkan sebagai penunjang pada
pengobatan glaukoma kronik. Penurunan tekanan intraokuler
terjadi 4 jam setelah pemberian oral, dengan efek puncak
dalam 6 – 8 jam.
5. Diuretika Turunan Tiazida
Diuretika turunan tiazida adalah saluretik, yang dapat menekan absorpsi
kembali ionion Na+, Cl-, dan air. Turunan ini juga meningkatkan eksresi ion-ion
K+, Mg2+ dan HCO3- dan menurunkan ekskresi asam urat. Diuretika turunan
tiasida terutama digunakan untuk pengobatan sembab pada keadaan
dekompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi
karena dapat mengurangi volume darah dan secara langsung menyebabkan
relaksasi otot polos arteriola. Turunan ini dalam sediaan sering dikombinasi
dengan obat-obat anti hipertensi, seperti reserpin dan hidralazin, untuk
pengobatan hipertensi karena menimbulkan efek potensiasi. Diuretika
turunan tiasida menimbulkan efek samping hipokalemi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan menimbulkan penyakit pirai yang akut.
Diuretika mengandung gugus sulfamil sehingga dapat menghambat enzim
karbonil anhidrase. Juga diketahui bahwa efek saluretiknya terjadi karena
adanya pemblokan proses pengangkutan aktif ion klorida, dan absorbsi
kembali ion yang menyertainya pada loop of henle, dengan mekanisme yang
belum jelas, kemungkinan karena peran dari prostaglandin turunan tiazid
juga menghambat enzim karbonik anhidrase ditubulus distalis tetapi efeknya
relatif lemah.

Gambar 4.11. Hubungan struktur dan aktivitas diuretika turunan


Tiazida
Berikut penjelasan hubungan struktur dan aktivitas diuretika turunan Tiazida
yang secara skematis ditampilkan pada Gambar 4.11. :
1. Pada posisi 1 cincin heterosiklik adalah gugus SO2 atau CO2. Gugus SO2
mempunyai aktivitas yang lebih besar.
2. Pada posisi 2 ada subsituen gugus alkil yang rendah, biasanya gugus
metil.
3. Pada posisi 3 ada subsituen lipofil, seperti alkil terhalogenasi (CH2Cl,
CH2SCH2CF3), CH2-C6H5 dan CH2SCH2-C6H5.
4. Ada ikatan C3-C4 jenuh. Reduksi ikatan rangkap pada C3-C4 dapat
meningkatkan aktivitas diuretik ± 10 kali.
5. Subtitusi langsung pada posisi 4, 5, atau 8 dengan gugus alkil akan
menurunkan aktivitas diuretik.
6. Pada posisi 6 ada gugus penarik elektron yang sangat penting, seperti
Cl dan CF3. Hilangnya gugus tersebut menyebabkan senyawa
kehilangan aktivitas. Penggantian gugus Cl dengan CF3 dapat
meningkatkan kelarutan senyawa dalam lemak sehingga
memperpanjang masa kerja obat.
7. Pada posisi 7 ada gugus sulfamil yang tidak tersubstitusi. Turunan
mono dan disubstitusi dari gugus sulfamil tidak mempunyai aktivitas
diuretic.
8. Gugus sulfamil pada posisi meta (1) dapat diganti dengan gugus-gugus
elektronegatif lain, membentuk gugus induk baru yang dinamakan
diuretika seperti tiazid (thiazidelike diuretics) seperti turunan
salisilanilid, turunan benzhidrazid dan turunan ptalimidin.

Adapun senyawa yang termasuk dalam turunan tiazida adalah senyawa


turunan klorotiazid dan hidroklorotiazid, sebagaimana yang tersaji dalam
tabel di bawah ini :

1. Turunan klorotiazida

Gambar 4.12. Struktur senyawa turunan klorotiazida

2. Turunan hidroklorotiazida

Gambar 4.13. Struktur diuretika turunan hidroklorotiazida

6. Diuretika Hemat Kalium


Diuretika hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktifitas natriuretik
ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+ senyawa tersebut bekerja
pada tubulus distalis dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion H+
dan K+, menyebabkan retensi ion K+ dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan air,
aktifitas diuretiknya relatif lemah, biasanya di berikan bersama-sama dengan
diuretika turunan tiasida. Kombinasi ini menguntungkan karena dapat
mengurangi sekresi ion K+ sehingga menurunkan terjadinya hipokalemi dan
menimbulkan efek aditif, obat golongan ini menimbulkan efek samping
hiperkalemi, dapat memperberat penyakit diabetes dan pirai, serta
menyebabkan gangguan pada saluran cerna. Diuretika hemat kalium bekerja
pada saluran pengumpul,dengan mengubah kekuatan pasif yang mengontrol
pergerakan ion-ion, memblok absorbsi kembali ion Na+ dan ekskresi ion K+
sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cl- dalam urine. Berdasarkan
efek yang ditimbulkannya, diuretika hemat kalium dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu:
1. Diuretika dengan efek langsung
Contoh senyawa obat yang termasuk dalam kelompok diuretika
hemat kalium dengan efek langsung adalah Amilorid dan Triamteren.
Berikut penjelasan lebih detail tentang Amilorid dan Triamteren.

a. Amilorid HCl, merupakan diuretika turunan pirazin. Selain bekerja


melali mekanisme kerja diatas, Amilorid HCl juga dapat mengubah
permeabilitas membran terhadapion Na+ dan menyebabkan retensi
ion K+ dan H+. Amilorid digunakan untuk mengontrol sembab dan
hipertensi. Awal kerja amilorid terjadi 2 – 3 jam setelah pemberian
secara oral, kadar serum tertinggi dicapai dalam 3 – 4 jam, waktu paro
± 6 jam dan mempunyai masa kerja cukup panjang ± 24 jam.
Penggunaan obat dapat dalam bentuk tunggal atau dikombinasikan
dengan diuretika turunan tiazida. Dosis oral untuk diuretik adalah 5
mg 1 – 2 dd, sedangkan dosis oral untuk mengontrol hipertensi adalah
5 mg 1 dd. Struktur molekul Pirazin dan Amilorid ditampilkan pada
Gambar 4.14. berikut

b. Triamteren, adalah diuretika turunan pteridin, absorpsi dalam


saluran cerna cepat tetapi tidak sempurna. Ketersediaan hayatinya
sebesar 30 – 70%, pada cairan tubuh ± 45 – 75% dan terikat oleh
protein plasma. Kadar protein tertinggi obat dicapai dalam 1 – 2 jam
setelah pemberian oral, dengan waktu paruh biologis 2 – 4 jam. Dosis
diuretik Triamteren adalah 150 – 300 mg/hari. Struktur molekul
Pteridin dan Traimteren ditampilkan pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15. Struktur molekul Pteridin dan Traimferen

2. Diuretika Antagonis Aldosteron


Aldosteron, adalah mineralokortikoid yang dikeluarkan oleh korteks
adrenalis. Merupakan senyawa yang sangat aktif untuk menahan
elektrolit, dapat meningkatkan absorpsi kembali ion Na+ dan Cl- seta
ekskresi ion K+ dalam saluran pengumpul. Contoh senyawa obat yang
termasuk dalam kelompok diuretika antagonis aldosteron adalah
Spironolakton. Senyawa yang mempunyai struktur mirip dengan
aldosteron, seperti spironolakton bekerja sebagai antagonis melalui
mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor pada saluran
pengumpul, dimana terjadi pertukaran ion Na+ dan K+. penghambatan
tersebut menyebabkan peningkatan ekskresi ion Na+ dan Cl-, serta
retensi ion K+. Anda mungkin dapat menduga bahwa penghambatan
pertukaran Na+ dalam cairan luminal dengan K+ dan H+ intraseluler
dapat menyebabkan retensi ion K+ dan H+ pada individu tertentu. Efek
merugikan yang penting pada Spironolakton antara lain hyperkalemia
dan asidosis metabolik ringan khususnya pada individu dengan fungsi
ginjal yang buruk. Oleh sebab itu, pasien yang menggunakan
Spironolakton harus diperingatkan untuk tidak mengonsumsi
suplemen K+. Penggunaan spironolakton bersama obat lain seperti
inhibitor enzim pengonfersi angiotensis (ACE), antagonis reseptor
angiotensis II, bloker B-adrenergik perlu mendapatkan perhatian
karena dapat menimbulkan peningkatan konsentrasi [K+] plasma.
Selain itu, spironolakton dapat menyebabkan ginekomastia pada pria
dan payudara melunak serta gangguan menstruasi pada wanita
karena aktifitas residu hormonalnya. Ginekomastia terjadi pada
sekitar 6-10% pria yang diberikan dosis 50 mg/hari atau kurang hingga
52% pria yang diberikan dosis lebih dari 150 mg/hari. Efek merugikan
lainnya antara lain gejala gastrointestinal minor dan ruam.
Spironolakton dapat digunakan secara tunggal sebagai diuretik yang
sangat lemah untuk mengeluarkan cairan edema pada individu gagal
jantung kongestif, sirosis hati yang disertai dengan asites, atau
sindrom nefrotik atau sebagai senyawa antihipertensi. Namun,
penggunaan utamanya adalah kombinasi dengan diuretik yang
bekerja pada tempat 2 atau 3 dalam upaya mengurangi hilangnya K+
dalam urine yang disebabkan oleh golongan diuretic tempat 2 atau 3.

7. Diuretika LOOP
Diuretika loop merupakan senyawa saluretik yang sangat kuat, aktifitasnya
jauh lebih besar dibanding turunan tiasida dan senyawa saluretik lain.
Turunan ini dapat memblok pengangkutan aktif NaCl pada loop Henle
sehingga menurunkan absorbsi kembali NaCl dan meningkatkan ekskresi
NaCl lebih dari 25% . Model kerja diuretika loop pada tingkat molekul belum
diketahui secara pasti, tetapi ada 3 hipotesis yang kemungkinan dapat
digunakan untuk menjelaskan model kerja tersebut yaitu:
1. Penghambatan enzim Na+, K+, ATP-ase;
2. Penghambatan atau pemindahan siklik-AMP;
3. Penghambatan glikolisis.

Diuretika loop menimbulkan efek samping yang cukup serius, seperti


hiperurisemi,
hiperglikemi, hipotensi, hipokalemi, hipokloremik alkalosis, kelainan
hematologis, dan
dehidrasi. Biasanya diuretika loop digunakan untuk pengobatan sembab paru
yang akut, sembab arena kelainan jantung, ginjal atau hati, sembab karena
keracunan kehamilan, sembab otak dan untuk pengobatan hipertensi ringan.
Diuretik loop dapat digunakan berkombinasi dengan obat antihipertensi,
seperti L-α-metildopa untuk pengobatan hipertensi yang cukup berat dan
berat. Struktur kimia golongan ini bervariasi dan secara umum dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Turunan Asam Fenoksiasetat. Contoh senyawa obat yang termasuk dalam


kelompok diuretika loop dari turunan asam fenoksiasetat adalah Asam
Etakrinat. Struktur molekul Asam Etakrinat ditampilkan pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16. Struktur molekul Asam Etakrinat

Asam Etakrinat menimbulkan aktivitas diuretik karena dapat berinteraksi


dengan gugus sulfhidril enzim yang bertanggungjawab pada proses absorpsi
kembali Na+ di tubulus renalis. Gugus yang berperan pada interaksi tersebut
adalah gugus α, β-ikatan rangkap tidak jenuh. Pada turunan fenoksiasetat
aktivitas optimal dicapai bila:

a. Gugus asam oksiasetat terletak pada posisi 1 cincin benzene


b. Gugus akriloil sufhidril yang reaktif terletak pada posisi para dari gugus
asam oksiasetat.
c. Gugus aktivasi (CH3 atau Cl) terletak pada posisi 3 atau posisi 2 dan 3
d. Substituen alkil dari 2 sampai 4 panjang atom C terletak pada posisi a dari
karbonil pada gugus akriloil.
e. Atom-atom H terletak pada posisi ujung –C=C- dari gugus akriloil.

Hubungan struktur dan aktivitas pada asam etakrinat sebagai diuretik


dijelaskan sebagai berikut:
a. Reduksi gugus α,β-keton tidak jenuh akan menghilangkan aktivitas, karena
senyawa tidak mampu berinteraksi dengan gugus SH enzim;
b. Substitusi H pada atom Cα dengan gugus alkil akan menurunkan aktivitas;
c. Adanya gugus etil pada atom Cβ membuat senyawa mempunyai aktivitas
maksimal. Makin besar jumlah atom C, aktivitasnya makin menurun;
d. Substitusi pada cincin aromatik. Adanya gugus Cl pada posisi orto c incin
aromatik, dapat meningkatkan aktivitas lebih besar dibandingkan substitusi
pada posisi meta, karena efek induktif gugus penarik elektron tersebut dapat
menunjang serangan nukleofil terhadap gugus SH. Disubstitusi gugus Cl atau
metil pada posisi orto dan meta akan lebih meningkatkan aktivitas. Adanya
gugus pendorong elektron kuat pada cincin aromatik, seperti gugus amino
atau alkoksi, akan menurunkan aktivitas secara drastis;
e. Adanya gugus oksiasetat pada posisi para dapat meningkatkan aktivitas,
letakgugus pada posisi orto atau meta akan menurunkan aktivitas.
2. Turunan Sulfamoil Benzoat, Turunan sulfamoil benzoat dibagi menjadi dua
golongan yaitu turunan asam 5- sulfamoil-2-aminobenzoat dan asam 5-
sulfamoil-3-aminobenzoat. Contoh asam 5-sulfamoil- 2-aminobenzoat adalah
furosemid, dan azosemid, sedangkan contoh asam 5-sulfamoil-3
aminobenzoat adalah bumetanid, dan piretanid.

Hubungan struktur dan aktivitas turunan sulfanoil benzoat sebagai diuretik


dijelaskan sebagai berikut :
a. Substituen pada posisi 1 harus bersifat asam, gugus karboksilat mempunyai
aktivitas diuretik optimum.
b. Gugus sulfamoil pada posisi 5 merupakan gugus fungsi untuk aktivitas
diuretic yang optimum
c. Gugus aktivasi pada posisi 4 bersifat penarik elektron, seperti gugus-gugus
Cl dan CF3, dapat pula diganti dengan gugus fenoksi (C6-H5-O-), alkoksi,
anilino (C6H5-NH-), benzil, benzoil, atau C6H5-S-, dengan disertai penurunan
aktivitas
d. Pada turunan asam 5-sulfamoil-2-aminobenzoat, substituen pada gugus 2
amino relatif terbatas, hanya gugus furfuril, benzil dan tienilmetil yang
menunjukkan aktivitas diuretik optimal.
e. Pada turunan asam 5-sulfamoil-3-aminobenzoat, substituen pada gugus 3
amino relatif lebih banyak tanpa mempengaruhi aktivitas diuretik optimal.
Contoh senyawa obat diuretika LOOP yang merupakan turunan sulfamoil
benzoate adalah :

a. Furosemid, merupakan diuretika saluretik yang kuat, aktivitasnya 8 – 10


kali diuretika tiazida. Awal kerja obat terjadi dalam 0,5 – 1 jam setelah
pemberian oral, dengan masa kerja yang relatif pendek ± 6 – 8 jam. Absorpsi
furosemid dalam saluran cerna cepat, ketersediaanhayatinya 60 – 69% pada
subyek normal, dan ± 91 – 99% obat terikat oleh plasma protein. Kadar darah
maksimal dicapai 0,5 – 2 jam setelah pemberian secara oral, dengan waktu
paro biologis ± 2 jam. Furosemid digunakan untuk pengobatan hipertensi
ringan dan moderat, karena dapat menurunkan tekanan darah.

Gambar 4.17. Struktur molekul Furosemida

b. Bumetanid, merupakan diuretic yang kuat dengan masa kerja pendek (±4
jam). Pemindahan gugus amin dari posisi 2 ke posisi 3 dapat meningkatkan
aktivitas diuretic sampai ±50 kali, tetapi masa kerjanya pendek.

Gambar 4.18. Struktur molekul Bumetanida


B. OBAT KARDIOVASKULER

Anda mungkin juga menyukai