id/ProdukdanLayanan/PenetapanHarga/ModelValuasi/tabid/134/language//Defaul
t.aspx
https://www.finansialku.com/analisa-fundamental-lo-kheng-hong/
Rubrik Finansialku
Setidaknya ada 3 alasan yang disebutkan oleh Lo Kheng Hong, mengapa dia
tertarik untuk berinvestasi saham di pasar modal:
Dilansir dari data yang dikeluarkan oleh LPS pada bulan September 2016, Uang
masyarakat Indonesia yang tersimpan di Bank adalah sebesar kurang lebih
Rp4.500 Triliun. Jumlah yang sangat besar. Namun Lo Kheng Hong
membandingkannya dengan Kapitalisasi Pasar yang dimiliki oleh IHSG.
Menggunakan data penutupan perdagangan 21 April 2017, IHSG ditutup pada poin
sebesar 5.664,47, yaitu naik sebesar 1,23%. Dengan kenaikan ini, maka
Kapitalisasi pasar di IHSG adalah sebesar sekitar Rp6.162 Triliun. Di mana nilai
seluruh saham yang ada di Bursa Efek Indonesia melebihi jumlah nilai uang
masyarakat Indonesia yang tersimpan di Bank.
Tidak sampai di situ, Lo Kheng Hong pun membandingkannya lebih jauh dengan
harga Apple Inc., sebuah perusahaan asal Amerika Serikat yang memiliki
kapitalisasi pasar terbesar di dunia, yaitu sebesar USD 750 Miliar, yang jika
dirupiahkan dengan kurs Rp13.300 per 1 USD, maka nilai Apple mencapai
Rp9.975 Triliun. Sebuah angka yang lebih besar dari IHSG untuk satu perusahaan,
dan itu pun belum melihat perusahaan-perusahaan besar lainnya.
Dari fakta yang didapat itulah kemudian Lo Kheng Hong menyimpulkan:
“Harta karun kekayaan terbesar yang ada di dunia adanya di pasar modal, bukan
di bawah laut. Nilainya nyata dan transparan. Sangat di sayangkan bila ada orang
yang tidak mengenal pasar modal”
Alasan kedua yang membuat Lo Kheng Hong tertarik berinvestasi di pasar modal
adalah bahwa perusahaan terbuka di pasar modal menawarkan produk bagi
keseharian masyarakat. Secara sederhana, Lo Kheng Hong mengungkapkan bahwa
setiap hari, mulai dari bangun pagi sampai tidur kita selalu berinteraksi dengan
produk-produk dari perusahaan terbuka.
Mulai dari bangun pagi, seseorang pergi ke toilet dan menemukan kloset bermerek
TOTO, lalu kemudian mandi menggunakan sikat gigi, sabun dan shampoo yang
diproduksi UNVR (Unilever), makan pagi memasak mie buatan INDF (Indofood),
atau sekedar menyantap kue buatan MYOR (Mayora) atau cemilan buatan AISA
(Tiga Pilar Sejahtera Food). Ketika menyalakan TV, menonton saluran TV dari
MNCN (Global TV, RCTI, MNC TV), SCMA (SCTV), VIVA (TvOne / ANTV).
Ketika mau berangkat kerja naik ke mobil, mobilnya dibeli dari ASII (Astra
Internasional) atau dari IMAS (Indomobil), kaca mobil produksi AMFG
(Asahimas Flat Glass), dan ban mobilnya diproduksi oleh GJTL (Gajah Tunggal),
MASA (Achilles), GDYR (Goodyear), per mobilnya buatan INDS (Indospring).
Mobilnya pun dibeli dengan bantuan kredit dari WOMF (WOM Finance), ADMF
(Adira). Atau jika belum memiliki mobil, maka naik TAXI (Taksi Ekspress) atau
BIRD (Blue Bird).
Dalam perjalanan menuju tempat kerja, melewati jalan tol yang dioperasikan
JSMR (Jasa Marga) atau CMNP (Citra Marga). Jalan tolnya dibangun oleh
kontraktor WIKA (Wijaya Karya), WSKT (Waskita Karya), atau ADHI (Adhi
Karya). Semen yang digunakan pun dari INTP (Indocement), SMGR (Semen
Indonesia), atau dari SMCB (Holcim). Beton yang digunakan pun merupakan
produk WTON (Wika Beton), atau WSBP (Waskita Beton). Baja yang dipakai
pun dipasok dari KRAS (Krakatau Steel).
Sampai di tempat kerja, mau meeting, menelepon klien dengan bantuan provider
TLKM (Telkom), ISAT (Indosat), atau EXCL (XL). Setelah menelepon,
memutuskan untuk meeting di Mall yang dibangun oleh perusahaan properti
seperti APLN (Agung Podomoro), CTRA (Ciputra), BSDE (BSD). Mall-nya
dibangun oleh kontraktor PTPP (PP) atau TOTL (Total). Setelah meeting,
bertransaksi melalui Bank seperti BBCA (BCA), BBRI (BRI), BMRI (Bank
Mandiri), BBNI (BNI), BNGA (Bank CIMB Niaga), atau bank lainnya.
[Baca Juga: Investor Pemula, Mari Kenali Apa itu Saham Blue Chip!]
Dari Ilustrasi di atas sangat jelas bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai
masyarakat tidak akan lepas dan dikelilingi oleh produk perusahaan terbuka.
Namun pertanyaannya, apakah kita sudah mulai berpikir mendapatkan keuntungan
dari usaha yang mereka tawarkan? Dengan berinvestasi di pasar modal, maka siapa
saja bisa berkesempatan memiliki saham dari perusahaan-perusahaan besar yang
disebutkan di atas.
Disclaimer: Penyebutan merk hanya sebagai sarana edukasi, bukan untuk
rekomendasi saham atau sejenisnya. Finansialku tidak berafiliasi dengan merek-
merek di atas.
Ada yang disorot oleh Lo Kheng Hong dari masyarakat umum mengenai
penggunaan uang, yaitu antara membeli barang konsumtif dibandingkan
berinvestasi saham. Lo Kheng Hong membandingkan bila uang yang kita punya
dipakai untuk membeli barang konsumtif, dengan bila uang yang kita punya
dipakai untuk membeli saham.
Misalkan pada tahun 2009, Pak John membeli mobil mewah seharga Rp500 juta,
di waktu yang sama Pak Ronald membeli saham dengan modal sebesar Rp500 juta,
di saham CPIN (Charoen Pokphand) seharga Rp100 per lembar. Setelah 5 tahun
Mobil yang dibeli pak John berkurang nilainya menjadi setengahnya, yaitu Rp250
juta. Di sisi lain, saham CPIN yang dibeli oleh Pak Ronald telah bertumbuh dan
harganya berada di kisaran Rp5.000 per lembarnya. Nilai aset pak Ronald telah
bertumbuh sebesar 50 kali lipat yaitu menjadi Rp25 Miliar.
Setelah 5 tahun, ternyata dari yang tadinya sama-sama sebesar Rp500 juta, kini
nilai aset pak Ronald telah menjadi 100 kali lipat lebih besar dari Pak John. Dari
ilustrasi ini, maka Lo Kheng Hong pun sangat menekankan pentingnya
berinvestasi saham dibandingkan hanya membeli barang konsumtif, baginya
berinvestasi adalah menunda kenikmatan.
[Baca Juga: Mengenal Risiko dan Keuntungan Berinvestasi Saham]
Disclaimer: Penyebutan merek atau kode saham hanya sebagai sarana edukasi,
bukan untuk rekomendasi saham atau sejenisnya.
Menurut Lo Kheng Hong, investor haruslah mempunyai nafas dan daya tahan yang
panjang untuk bermain sampai bertahun-tahun hingga menghasilkan keuntungan
signifikan. Karenanya, ia sangat menyarankan untuk tidak memakai uang hutang,
atau uang sehari-hari dalam berinvestasi.
Membeli saham pun tidak boleh seperti membeli kucing dalam karung, setiap
investor haruslah mengetahui apa yang dia beli, dan membeli apa yang dia ketahui.
Seringkali, saham yang dibeli seorang investor bukannya untung, tapi malah
memberikan kerugian yang tidak sedikit, karena kurangnya pengetahuan investor
tersebut akan apa yang dibelinya, karena itu Lo Kheng Hong pun mengungkapkan:
“Tuhan itu maha pengampun, tapi bursa saham tidak mengenal belas kasihan.
Bursa saham tidak akan memberi ampun pada investor yang tidak mengenal apa
yang dia beli”
#3 Cari Perusahaan yang Labanya Besar Melalui Rasio NPM dan ROE
NPM adalah Net Profit Margin, yaitu rasio Keuntungan bersih yang didapat
dibandingkan dengan total penjualannya. Sementara ROE adalah Return to Equity,
yang berarti rasio keuntungan bersih dibandingkan dengan kekayaan bersih
perusahaan. Bagaimana cara melihatnya dan menghitung kedua rasio tersebut?
Mari ambil contoh laporan keuangan berikut.
[Baca Juga: Analisis Laporan Keuangan dengan Rasio Keuangan: Internal
Liquidity dan Operating Perfomance]
Dari perhitungan di atas, di dapat NPM dari PT Telkom sebesar 25,07%. Semakin
tinggi NPM suatu perusahaan maka semakin efisien manajemen perusahaan
tersebut dalam mengelola keuntungannya.
Dari perhitungan di atas, di dapat ROE dari PT Telkom sebesar 27,64%. Ekuitas
melambangkan kekayaan bersih sebuah perusahaan. Nilai Ekuitas merupakan
jumlah Aset dikurangi oleh Liabilitas (Kewajiban). Semakin besar keuntungan
suatu perusahaan dibandingkan dengan kekayaan bersihnya, maka semakin baik
perusahaan itu untuk diinvestasikan.
an
PBV
Sebelum membahas mengenai PER dan PBV, ada baiknya kita ketahui EPS dan
BV terlebih dahulu. EPS adalah Earning Per Share, yaitu jumlah Net Profit dibagi
total lembar sahamnya. Sedangkan BV adalah Book Value, yaitu kekayaan bersih
perusahaan (Ekuitas) dibagi total lembar sahamnya.
Diketahui PT Telkom memiliki 100.799.996.400 lembar saham, maka perhitungan
EPS dan BV-nya:
Total Ekuitas : Jumlah Lembar Saham = Book Value per Share (BV)
Sehingga nilai EPS dari PT Telkom sebesar Rp289,4 per lembar saham, dan nilai
Book Value-nya sebesar Rp1047,06 per lembar saham
Berikutnya baru mari kita bahas mengenai PER dan PBV. PER adalah Price
Earning Ratio, yaitu rasio harga saham dibandingkan dengan Net Profit per
lembar sahamnya (EPS). Sementara PBV adalah Price to Book Value, yaitu rasio
harga saham dibandingkan kekayaan bersih per lembar sahamnya.
Diketahui harga saham PT Telkom pada penutupan akhir tahun 2016 adalah
sebesar Rp4.130 per lembar saham. Maka berikut perhitungan PER dan PBV-nya:
Harga Saham : Book Value Per Share = Price to Book Value (PBV)
Sehingga valuasi PER dari PT Telkom sebesar 14,27x, dan valuasai PBV-nya
sebesar 3,95x.
Perusahaan yang memiliki rasio PER semakin rendah, dianggap semakin bagus. Lo
Kheng Hong sendiri menyarankan untuk membeli saham yang memiliki rasio PER
sebesar 5x atau ke bawah. Secara umum, saham yang rasio PER-nya sebesar 10x
sudah dianggap murah. Sementara dari valuasi PBV, yang dianggap murah adalah
yang PBV-nya kurang dari 1x. Bila rasio PBV lebih dari 1x, maka sahamnya
dihargai lebih tinggi dari kekayaan bersihnya.
Untuk melihat suatu perusahaan murah atau mahal secara valuasinya, investor
dapat membandingkan dengan kompetitornya. Belilah saham yang valuasinya
masih murah (PER / PBV di bawah rata-rata sektor). Kesempatan emas untuk
membeli saham bagus yang murah pun biasanya juga datang di tengah kondisi
krisis.
Total aset UNTR pada akhir 1998 adalah Rp3,8 triliun dengan jumlah saham
beredar sebanyak 138 juta. Pada harga pasar Rp250 per saham, total kapitalisasi
pasar UNTR hanya sebesar Rp34,5 miliar saja. Padahal selama 1998, pendapatan
UNTR mencapai Rp3,6 triliun, dan laba usahanya adalah Rp1 triliun.
[Baca Juga: Cara Mengambil Keuntungan dari Tren Pergerakan Harga dan
Siklus di Pasar Saham]
Tidak banyak investor yang mengetahui hal ini, sehingga tidak banyak yang beli,
akibatnya harga MBAI terlalu murah. Perlahan tapi pasti, pasar pun mulai sadar
akan nilai sebenarnya saham ini dan mulai mengereknya naik. Hasilnya setelah Lo
Kheng Hong menyimpannya selama 6 tahun, harganya naik menjadi Rp31.500 dan
dijualnya di tahun 2011, dia memperoleh keuntungan sebesar 12.500%.
Lo Kheng Hong juga pernah punya saham PT Timah (Persero) Tbk (TINS). Dia
membelinya di tahun 2002 seharga Rp290. Dalam dua tahun harganya naik ke
Rp2.900, dan dijual olehnya dengan keuntungan 10 kali lipat, dan meraup
keuntungan sebesar Rp63 miliar.
TINS adalah badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang
pertambangan atau eksplorasi timah. Lo Kheng Hong tertarik membeli saham
TINS karena pada 2002 nilai buku ekuitasnya Rp1,5 triliun, sedangkan kapitalisasi
pasarnya pada harga saham Rp290 hanya Rp150 miliar.
PT Rig Tenders Tbk RIGS 800 1.350 <1 Tahun 1993 – 1993 68%
PT United Tractor Tbk UNTR 250 15.000 6 Tahun 1998 – 2004 5900%
PT Timah (Persero) Tbk TINS 290 2.900 2 Tahun 2002 – 2004 900%
PT Multibreeder Adirama
MBAI 250 31.500 6 Tahun 2005 – 2011 12500%
Indonesia Tbk
PT Polychem Indonesia Tbk ADMG 200 600 3 Tahun 2008 – 2011 200%
PT Panin Finansial Tbk PNLF 100 260 1,5 Tahun 2011 – 2013 160%
PT Bumi Resources Tbk BUMI 50 500 1,5 Tahun 2015 – 2017 900%
Disclaimer: Penyebutan merek atau kode saham hanya sebagai sarana edukasi,
bukan untuk rekomendasi saham atau sejenisnya.
Apakah Anda pernah berinvestasi atau trading saham? Bagaimana pendapat Anda
mengenai Analisa Fundamental Ala Lo Kheng Hong dalam berinvetasi saham?
Silahkan tulis pendapat Anda pada kolom komentar berikut. Terima kasih.
Sumber Referensi:
Lo Kheng Hong. 2015. Strategi Investasi Bersama Lo Kheng Hong. – https://goo.gl/AvK985
Lukas Setia Atmaja. 2011. Who Wants To Be A Smiling Investor. Jakarta: Kompas Gramedia
Pengusaha.Us. 2016. Kisah Sukses Orang Miskin Maen Saham. – https://goo.gl/fUQlUW
SwaOnline. 2014. Lo Kheng Hong, Sang Value Investor yang Bebas Finansial. –
https://goo.gl/nRmK8i
Teguh Hidayat. 2016. The Calm Investor. Jakarta: Kompas Gramedia
Wikipedia. 2016. Lo Kheng Hong. – https://goo.gl/ld1tcT
Sumber Gambar: