Anda di halaman 1dari 44

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

ARTHRITIS RHEUMATOID

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Elfina Natalia, M.Kep

DISUSUN OLEH

TINGKAT III A

KELOMPOK 15

NAMA NIM

V. LUNAYUNITA PIDE 1511114043507

VALENTHINA TAPPI 1511114043508

VEGGI ANGRAENI 1511114043510

AKADEMI KEPERAWATAN DIRGAHAYU

SAMARINDA

2017

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................... i


Daftar Isi .......................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan ......................................................................................................... 1
1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
2. Tujuan Umum ...................................................................................................... 3
3. Tujuan Khusus ..................................................................................................... 3
Bab II Konsep Teori ....................................................................................................... 4
1. Anatomi Fisiologi ................................................................................................ 4
2. Pengerian Arthritis Rheumatoid .......................................................................... 6
3. Klasifikasi Arthritis Rheumatoid ......................................................................... 7
4. Etiologi Arthritis Rheumatoid ............................................................................. 8
5. Tanda dan Gejala Arthritis Rheumatoid .............................................................. 9
6. Patofisiologi Arthritis Rheumatoid ...................................................................... 9
7. Pathway Arthritis Rheumatoid ............................................................................ 12
8. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 14
9. Pencegahan.......................................................................................................... 14
10. Penatalaksanaan................................................................................................... 14
11. Komplikasi............................................................................................. ............. 17
Bab III Asuhan Keperawatan ........................................................................................ 10
1. Pengkajian ........................................................................................................... 19
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................ 20
3. Intervensi ............................................................................................................. 21
4. Implementasi ....................................................................................................... 36
5. Evaluasi ............................................................................................................... 37
BAB IV Penutup ............................................................................................................. 39
Kesimpulan ................................................................................................................. 39
Saran ........................................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 40

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Arthritis
Rheumatoid ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Dan juga kami berterima kasih pada:
1. Ibu Bernanda Teting., BSN., MSN selaku direktur akademi
keperawatan dirgahayu
2. Ibu Ns. Elfina Natalia,M.Kep selaku dosen pembimbing pembuatan
makalah Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Arthritis
Rheumatoid
3. Staff Perpustakaan Akademi Keperawatan Dirgahayu Samarinda
yang telah menyediakan buku sumber
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan mengenai Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Arthritis Rheumatoid
. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya Asuhan Keperawatan yang telah disusun ini
dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Penyusun

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Arthritis Rheumatoid merupakan penyakit auto imun yang


paling sering terjadi di masyarakat. Penyakit ini ditandai dengan
peradangan pada lapisan sinovium sendi. Hal itu dapat
menyebabkan kerusakan sendi jangka panjang, rasa sakit yang
berkepanjangan, kehilangan fungsi dan kecacatan (Singh et al.,
2012). Pada Arthritis Rheumatoid fokus peradangan berada di
sinovium yaitu jaringan yang melapisi sendi. Bahan kimia yang
dilepaskan oleh sistem kekebalan tubuh menyebabkan peradangan
yang dapat merusak tulang rawan dan tulang (Ruderman et al.,
2012). Penyebab dari Arthritis Rheumatoid masih belum diketahui,
ada yang menyebutkan faktor genetik dan faktor lingkungan dapat
meningkatkan resiko penyakit Arthritis Rheumatoid (Firestein et al.,
2005).

Arthritis Rheumatoid merupakan penyakit peradangan sendi


kronis dan sistemik yang mempengaruhi 0,5 % - 1% populasi
umum di Amerika. Meskipun dapat menyerang dari segala usia,
tingkat insiden lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.
Tanpa pengobatan dini yang memadai, Arthritis Rheumatoid akan
menyebabkan kerusakan sendi permanen serta cacat fungsional
yag berat dan mengarah pada penurunan kualitas hidup penderita
(Bykerk et al., 2011). Penderita Arthritis Rheumatoid di seluruh
dunia mencapai angka 355 juta jiwa di tahun 2009, artinya 1 dari 6
orang di dunia ini menderita rheumatoid arthritis (Breedveld, 2003).
Di Indonesia sendiri kejadian penyakit ini lebih rendah

5
dibandingkan dengan negara maju seperti Amerika. Prevalensi
kasus Arthritis Rheumatoid di Indonesia berkisar 0,1 % sampai
dengan 0,3 % sementara di Amerika mencapai 3% (Nainggolan,
2009).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI),
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Depkes, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta selama tahun 2006
menunjukkan angka kejadian gangguan nyeri muskuloskeletal yang
menggangu aktifitas, merupakan gangguan yang sering dialami
dalam kehidupan sehari-hari sebagian responden. Dari 1.645
responden laki-laki dan perempuan yang diteliti, peneliti
menjelaskan sebanyak 66,9% diantaranya pernah mengalami nyeri
sendi. Penyakit ini cenderung diderita oleh wanita (tiga kali lebih
sering dibanding pria). Hal ini dapat diakibatkan oleh stres,
merokok, faktor lingkungan dan dapat pula terjadi pada anak
karena faktor keturunan (Wiedya, 2013).

Tujuan dari pengobatan Arthritis Rheumatoid tidak hanya


mengontrol gejala penyakit, tetapi juga penekanan aktivitas
penyakit untuk mencegah kerusakan permanen. Pengobatan harus
multi disipliner yang melibatkan dokter, fisioterapi, pasien dan
anggota tim lainnya (British Columbia Guidelines, 2012).
Pemberian terapi Arthritis Rheumatoid dilakukan untuk mengurangi
nyeri sendi dan bengkak, meringankan kekakuan dan mencegah
kerusakan sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien. Pengobatan Arthritis Rheumatoid dilakukan hanya akan
mengurangi dampak penyakit, tidak dapat memulihkan sepenuhnya

6
2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus

1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar tentang Arthritis Rheumatoid
mahasiswa mampu memahami konsep penyakit Arthritis
Rheumatoid dan mampu memberikan Asuhan Keperawatan
dengan judul Arthritis Rheumatoid.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep penyakit Arthritis Rheumatoid
b. Mampu melakukan pengkajian sesuai dengan Asuhan
Keperawatan Arthritis Rheumatoid
c. Menentukan Masalah/Diagnosa Keperawatan
d. Menentukan perencanaan sesuai Asuhan Keperawatan
Arthritis Rheumatoid
e. Mampu melakukan Tindakan Keperawatan Arthritis
Rheumatoid
f. Mampu melakukan Evaluasi
g. Mampu Melakukan Pendokumentasian

7
BAB II

LANDASAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sendi sinovial memiliki karakteristik sedemikian rupa


sehingga memungkinkan jangkauan gerakan yang luas. Sendi
sinovial diklasifikasikan berdasarkan jangkauan gerakan atau
berdasarkan bentuk bagian sendi dari tulang yang terlibat.8

Gambar 1 : Gambaran skematik dari sendi sinvial. (1) periosteum, (2) lapisan fibrous
terluar dari kapsul, (3) lapisan sinovial bagian dalam dari kapsul, (4) lemak dan jaringan
lunak longgar, (5) celah artikular, (6) kartilago, (7) tulang, (8) bare area. [dikutip dari
kepustakaan 5]
Setiap jenis sendi sinovial memiliki karakteristik yang sama, yaitu :
1. Kartilago hialin
Bagian tulang yang bersentuhan pasti dilindungi oleh kartilago
hialin yang menyediakan permukaan yang lembut dan cukup
kuat untuk menyerap gaya tekan serta menahan berat tubuh.
Lapisan kartilago memiliki ketebalan 7 mm pada orang muda
dan semakin tipis dan rentan terhadap tekanan seiring dengan
pertambahan usia. Hal ini menyebabkan bertambahnya tekanan

8
pada struktur sendi. Kartilago tidak diperdarahi tetapi menerima
nutrisi dari cairan sinovial.
2. Ligamentum kapsuler
Sendi dikelilingi dan ditutupi oleh jaringan fibrosa yang mengikat
tulang-tulang yang berkaitan. Jaringan tersebut cukup regang
sehingga pergerakan dapat dilakukan tapi juga cukup kuat
untuk dapat melindungi dari jejas.
3. Membran sinovial
Membran sinovial disusun oleh sel epitel dan berfungsi:
a. Melapisi kapsul
b. Menutupi bagian tulang di dalam sendi yang tidak ditutupi
oleh kartilago sendi
c. Menutupi seluruh struktur intrakapsuler yang tidak
menyokong berat tubuh
4. Cairan sinovial
Cairan sinovial merupakan cairan kental dengan konsistensi
menyerupai putih telur dan disekresikan oleh membran sinovial
kedalam kavitas sinovial, dan berfungsi:
a. Menyediakan nutrisi untuk struktur di dalam kavitas sinovial
b. Mengandung fagosit yang mengeliminasi mikroba dan debris
seluler
c. Berfungsi sebagai lubrikan
d. Mempertahankan stabilitas sendi
e. Mencegah terpisahnya kedua ujung tulang yang
berlengketan, seperti sedikit air yang terdapat diantara dua
permukaan kaca
5. Struktur intrakapsular lainnya
Beberapa sendi memiliki struktur-struktur yang terdapat di
dalam kapsul, tetapi berada di luar membran sinovial yang
membantu mempertahankan stabilitas, contohnya bantalan
lemak dan meniskus pada sendi lutut. Jika struktur tersebut
tidak menyokong berat tubuh, biasanya struktur tersebut tidak

9
ditutupi oleh membran sinovial
6. Struktur ekstrakapsular
a. Ligamentum, yang bergabung dengan kapsul memberikan
stabilitas lebih lagi pada kebanyakan sendi
b. Otot atau tendon, juga menyediakan stabilitas. Selain itu otot
dan tendon juga meregang melintasi sendi ketika terjadi
pergerakan. Jika otot berkontraksi, otot tersebut akan
memendek dan menarik dua tulang sehingga semakin
berdekatan.
7. Suplai darah dan persarafan
Saraf dan pembuluh darah yang melintasi sendi biasanya
bertugas menyuplai kapsul dan otot yang menggerakkannya.

B. PENGERIAN
a. Menurut Para Ahli
Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakakan, nyeri dan
sering kali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi. (Gordon,2002.)
Rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung
sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari
membran sinovial dari sendi diartroidial. (Engram, 1998.)
Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit inflamasi kronik
dengan manifestasi utama. (Arif Mansjour, 2001.)
Rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik dengan gejala
ekstra-artikuler. (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Volume 3. 2001.)
b. Secara Umum
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun (penyakit
yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh sistem kekebalan
tubuhnya sendiri) yang mengakibatkan peradangan dalam

10
waktu lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian,
biasanya mengenai banyak sendi, yang ditandai dengan radang
pada membran sinovial dan struktur-struktur sendi serta atrofi
otot dan penipisan tulang.

C. KLASIFIKASI ARTHIRITIS REUMATOID


Buffern (2010) mengklasifikasikan arthritis reumatoid menjadi 4
tipe, yaitu:
1. Arthritis reumatoid klasik
Pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Arthritis reumatoid defisit
Pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3. Probable Arthritis reumatoid
Pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
4. Possible arthritis reumatoid
Pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi
yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan
sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti,
nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan
kekauan.
b. Stadium destruksi

11
Pada stadium ini selainterjadi kerusakan pada jaringan
sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai
adanya kontraksi tendon.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan
berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara
menetap.

D. ETIOLOGI
Penyebab pasti rheumatoid arthritis tidak diketahui,
diperkirakan merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan,
hormonal dan faktor sistem reproduksi. Namun faktor pencetus
terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus.
Menurut Smith dan Haynes (2002), ada beberapa faktor risiko yang
dapat menyebabkan seseorang menderita rheumatoid arthritis
yaitu:
1. Faktor genetik
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya
rheumatoid arthritis sangat terkait dengan faktor genetik.
Delapan puluh persen orang kulit putih yang menderita
rheumatoid arthritis mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4
pada MHC yang terdapat di permukaan sel T. Pasien yang
mengekspresikan antigen HLA-DR4 3,5 kali lebih rentan
terhadap rheumatoid arthritis.
2. Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita
daripada laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini
diasumsikan karena pengaruh dari hormon namun data ini
masih dalam penelitian. Wanita memiliki hormon estrogen
sehingga dapat memicu sistem imun. Rheumatoid arthritis
sering terjadi pada orang-orang usia sekitar 50 tahun.

12
3. Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang
mudah terinfeksi secara genetik. Virus merupakan agen yang
potensial memicu rheumatoid arthritis seperti parvovirus,
rubella, EBV,borellia burgdorferi.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu
rheumatoid arthritis seperti merokok. Ada beberapa teori
penyebab rheumatoid arthritis antara lain infeksi streptokokus
hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus, endokrin,
autoimun, metabolik dan faktor genetik serta faktor pemicu
lainnya. Pada saat ini, rheumatoid arthritis diduga disebabkan
oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap
kolagen tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh virus dan
organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan
antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita
(Alamanos dan Drosos, 2005; Rindfleisch dan Muller, 2005).

E. TANDA DAN GEJALA


1. Gejala gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat
badan menurun dan demam.
2. Poliarthritis simetris, terutama pada sendi perifer termasuk
sendi-sendi ditangan namun biasanya tidak melibatkan sendi-
sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi di artrodial dapat
terserang
3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan
ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
kurang dari satu jam.

13
4. Artritis erosif, merupakan ciri khas arthritis rheumatoid pada
gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik
mengakibatkan erosi ditepi tulang dan dapat dilihat pada
radiogram
5. Deformitas : kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi
dengan perjalanan penyakit

F. PATOFISIOLOGI

Rheumatoid arthritis sering disebut radang selaput sinovial.


Penyebab dari rheumatoid arthritis masih belum jelas, tetapi
produksi faktor rheumatoid (RFS) oleh sel-sel plasma dalam
sinovium dan pembentukan lokal kompleks imun sering berperan
dalam peradangan. Sinovium normal tipis dan terdiri dari lapisan-
lapisan fibroblast synoviocytes dan makrofag. Pada penderita
rheumatoid arthritis sinovium menjadi sangat tebal dan terasa
sebagai pembengkakan di sekitar sendi dan tendon. Sinovium
berproliferasi ke dalam lipatan, lipatan ini kemudian disusupi oleh
berbagai sel inflamasi diantaranya polimorf yang transit melalui
jaringan ke dalam sel sendi, limfosit dan plasma sel. Lapisan sel
sinovium menjadi menebal dan hiperplastik, kejadian ini adalah
tanda proliferasi vaskuler awal rheumatoid arthritis. Peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan lapisan sinovial menyebabkan
efusi sendi yang mengandung limfosit dan polimorf yang hampir
mati (Kumar and Clark, 2009).

Sinovium hiperplastik menyebar dari daerah sendi ke


permukaan tulang rawan. Penyebaran ini menyebabkan kerusakan
pada sinovium dan tulang rawan mengalami peradangan, kejadian
ini menghalangi masuknya gizi ke dalam sendi sehingga tulang
rawan menjadi menipis. Fibroblast dari sinovium berkembang biak
dan tumbuh di sepanjang pembuluh darah antara margin sinovial
dan rongga tulang epifis dan merusak tulang (Kumar and Clark,
2009). Sistem kekebalan tubuh memiliki dua fungsi yaitu fungsi

14
humoral dan sel dimediasi. Komponen humoral diperlukan untuk
pembentukan antibodi. Antibodi ini diproduksi oleh sel-sel plasma
yang berasal dari limfosit B. Faktor rheumatoid sendiri belum
diidentifikasikan sebagai patogen, jumlah antibodi yang beredar
selalu berkolerasi dengan aktivitas penyakit. Pasien seropositif
cenderung lebih agresif dari pasien seronegatif. Imunoglobulin
dapat mengaktifkan sistem komplemen. Sistem komplemen
menguatkan respon imun dengan mendorong kemotaksis,
fagositosis, dan pelepasan limfokin oleh sel mononuklear, yang
kemudian dijabarkan ke dalam T limfosit (Dipiroet al., 2008)

Proses awalnya, antigen (bakteri, mikroplasma atau virus)


menginfeksi sendi akibatnya terjadi kerusakan lapisan sendi yaitu
pada membran sinovial dan terjadi peradangan yang berlangsung
terus-menerus. Peradangan ini akan menyebar ke tulang rawan
kapsul fibroma ligament tendon. Kemudian terjadi penimbunan sel
darah putih dan pembentukan pada jaringan parut sehingga
membran sinovium menjadi hiperatropi dan menebal. Terjadinya
hiperatropi dan penebalan ini menyebabkan aliran darah yang
masuk ke dalam sendi menjadi terhambat. Keadaan seperti ini
akan mengakibatkan terjadinya nekrosis (rusaknya jaringan sendi),
nyeri hebat dan deformitas (perubahan bentuk) (Dipiro et al., 2008).

Sendi yang paling sering terkena rheumatoid arthritis adalah


sendi tangan, pergelangan tangan dan kaki. Selain itu, siku, bahu,
pinggung, lutut dan pergelangan kaki mungkin terlibat. Peradangan
kronis dengan kurangnya program latihan yang memadai bisa
berpengaruh pada hilangnya rentang gerak, atrofi otot, kelemahan
dan deformitas. Keterlibatan tangan dan perelangan tangan adalah
umum pada pasien rheumatoid arthritis. Keterlibatan tangan
dimanifestasikan dengan nyeri, pembengkakan, ketidakstabilan,
dan atrofi dalam fase kronis. Kesulitan fungsional ditandai dengan
berkurangnya gerakan motorik halus. Deformitas tangan dapat
dilihat dengan peradangan kronis, perubahan ini dapat mengubah
15
mekanisme fungsi tangan dan mengurangi kekuatan pegangan hal
ini membuat sulit melakukan aktivitas sehari-hari (Dipiro etal.,
2008).

G. PATHWAY ARTRITIS RHEUMATOID

16
Tanda dan gejala :
1. Lelah,anoreksia,berat
badan menurun dan Proses awal antigen Akibatnya terjadi
(bakteri,mikroplasma kerusakan lapisan Terjadi peradangan
demam.
atau sendi yaitu pada yang berlangsung
2. Poliartritis simetris terus menerus.
virus)menginfeksi membran sinovial.
3. Kekakuan dipagi hari
sendi
selama 1 jam.
4. Arthritis erosif Peradangan menyebar ke
5. Deformitas tulang rawan kapsul
Nyeri akut Timbulnya reaksi
peradangan kekakuan fibroma ligament tendon

Kemudian terjadi Kurangnya informasi tentang


penimbunan sel darah proses penyakit
putih dan pembentukan
pada jaringan parut.
Defisit pengetahuan
Membran sinovial
Sehingga membran mengalami inflamasi Maka akan
sinovial menjadi Terjadi panus timbul nodus
hipertrofi dan menebal
Terjadi infiltrasi
OS.subcondris
Menyebabkan aliran
darah yang masuk ke
Kejadian ini
dalam sendi menjadi
menghalangi
terhambat
masukan gizi kedalam 17
sendi Kartilago
Keadaan seperti ini nekrosisi
akan mengakibatkan Hambatan nutrisi pada
deformitas sendi kartilago artikularis
Erosi kartilago
Tulang rawan jadi
GANGGUAN CITRA menipis
TUBUH
Menyebabkan
Adanya kekakuan Hambatan
Kerusakan kartilago adhesi pada
sendi mobilitas fisik
dan tulang permukaan sendi

Tendon dan Ankilosis tulang


ligamen melemah
Keterbatasan
Hilangnya gerakan sendi
kekuatan otot

Defiit perawatan diri


Resiko cedera

18
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Faktor rheumatoid, fiksasi lateks, reaksi-reaksi aglutinasi.
2. Laju endap darah : umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h)
mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.
3. Protein C-reaktif : positif selama masa eksaserbasi.
4. Sel darah putih : meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
5. Hemoglobin : umumnya menunjukkan anemia sedang.
6. Ig (Ig M dan Ig D) : peningkatan besar menunjukkan autoimun
sebagai penyebab AR.
7. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakkan
pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang
yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi
formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio.
Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan
8. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium.
9. Artroskopi langsung, aspirasi cairan sinovial.
10. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi
dan perkembangan panas.

I. PENCEGAHAN
Karena termasuk dari penyakit autoimun, maka tidak ada
tindakan spesifik mencegah arthritis rhematoid. Tapi kita tetap
dapat berusaha mencegah agar tidak jatuh dalam kondisi berfaktor
resiko terutama yang telah memiliki faktor resiko keturunan. Seperti
merubah gaya hidup agar lebih sehat dengan cara istirahat yang
cukup, diet sehat, hindari stres berat, dan rutin berolahraga. Juga
termasuk diantaranya berhenti merokok dan menjauhi asap rokok.

19
J. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi
akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat
diberikan :
1) Aspirin : pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan
dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikan 0,3-0,6 g per
minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik.
Dosis terapi 20-30 mg/minggu.
2) Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan
sebagainya.
b. DMARD (disease-modiflying antirheumatic drugs) digunakan
untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses
destruksi akibat arhtritis rheumatoid. Mula khasiatnya baru
terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun,
maka efektivitasnya dalam menekan proses rheumatoid
akan berkurang. Jenis-jenis yang digunakan adalah :
1) Klorokuin : paling banyak digunakan karena harganya
terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah
dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin
fosfat 250 mg/hari, hidrosiklorkuin 400 mg,hari.
2) Sulfatsalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric
digunakan dalam dosis 1x500 mg/hari, ditinggalkan 500
mg per minggu, sampai mencapai dosis 4x500 mg.
Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1
g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai
tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan
tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti
dengan yang lain, atau dikombinasi.
3) D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat
lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari,
kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar

20
250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x250-300
mg,hari.
4) Garam emas adalah gold standar bagi DMARD.
Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul
efeksamping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan
intramaskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama
sebesar 10 mg, seminggu kemudian dosis kedua 20 mg.
Seminggu kumudian diberikan dosis penuh
50mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan
dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu
sampai 3 minggu sampai keadaan remis tercapai.
5) Obat imunosupresif atau imunoregulator, memotreksat
sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif
pendek. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila
dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus
ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20mg/minggu.
Penggunaan siklosprorin untuk artritis reumatoid masih
dalam penelitian.
6) Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan artritis
reumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam
jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek
samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti
prednison 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat
sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis
sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian
dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan
kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan
berat. Sebelumnya infeksi harus disingkirkan terlebih
dahulu.
c. Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-
obatan tidak berhasil mencegah dan memperlambat
kerusakan sendi. Pembedahan dapat mengembalikan

21
fungsi dari sendi anda yang telah rusak. Prosedur yang
dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon,
sinovektomi
1) Sinovektomi
pengambilan jaringan konektiv yang rusak yang melapisi
ruang (kapsul) sendi dan ini akan mengurangi nyeri,
pembengkakan, dan kerusakan lebih lanjut dari sendi
yang meradang. Setelah dilakukan sinovektomi, tubuh
akan ber-regenerasi dan jaringan yang sehat akan
menggantikan jaringan yang rusak tadi
2) Arthrotomi
operasi penggantian sendi atau penggantian sendi
3) Arthrodesis
operasi fusi tulang belakang. Ini merupakan prosedur
pembedahan untuk mencangkok tulang untuk
menyatukan dua ujung sendi untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri tulang dan sendi.
4) Arthroplasty
Pembedahan yang dilakukan untuk merekonstruksi
atau penggantian sendi yang bermasalah (sakit)
dengan sendi tiruan dari bahan dasar metal, karet
silikon atau plastik
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan
penatalaksaan yang akan dilakukan sehingga terjalin
hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien.
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk menggembalikan
tingkat kemampuan pasien AR dengan tujuan :
1) Mengurangi rasa nyeri
2) Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak
sendi

22
3) Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot
4) Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri
5) Mempertahankan kemandirian sehingga tidak
bergantung kepada orang lain.
6) Rehabilitasi dilaksanakan dengan mengistirahatkan
sendi yang terlibat, latihan serta dengan
menggunakan modalitasi terapi fisis seperti
pemasan , pendinginan, peningkatan ambang rasa
nyeri dengan arus listrik.

K. KOMPLIKASI
1. Struktur muskuloskeletal. Dapat menyebabkan otot menciut
(atrofi), kerusakan tendon dan tulang, dan mencetus
osteoarthiritis serta carpal tunnel syndrome.
2. Jantung. Dapat terjadi kerusakan dijantung karena adanya
tumpukan cairan disekitar jantung (pericardial effusion)
sebagai hasil dari adanya peradangan ditubuh. Hal ini dapat
merusak otot jantung, katup jantung dan pembuluh-pembuluh
darah dijantung, yang akhirnya mengarah ke suatu serangan
jantung.
3. Paru-paru. Dengan cara yang sama terjadi penumpukan
cairan di sekitar paru (efusi pleura) dan terbentuk pleuritis juda
dapat terjadi pulmonary fibrosis.
4. Darah. Dapat terjadi anemia akibat adanya peradangan kronis
didalam tubuh.
5. Kulit. Terbentuk nodul-nodul kecil dibawah kulit pada sekitar
sendi yang disebut rhematoid nodules. Warnanya gelap yang
terbentuk akibat perdarahan dibawah kulit yang pembuluh
darahnya rusak akibat penyakit ini.
6. Ginjal dan salurn pencernaan juga dapat menjadi koraban
akibat obat-obatan antiinflamasi yang diberikan kepada
penderita.

23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, tekan tekan yang
memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan sendi pada pagi
hari terjadi secara bilateral dan simeteris. Keterbatasan
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas,
istirahat, dan pekerjaan.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot,
kulit; kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
2. Kardivaskuler
Gejala : fenomena raynaud jari tangan/kaki, misal pucat
intermitten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum
warna kembali normal
3. Integritas Ego
Gejala : faktor-faktor stres akut/kronis, misal finansial,
pekerjaan, ketidakmampuan dan ketidakberdayaan. Ancaman
pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri misal ketergantungan
pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh
4. Makanan dan cairan
Gejala : ketidakmampuan untuk mengkonsumsi
makanan/cairan adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk
mengunyah

24
Tanda : penurunan berat badan dan membran mukosa
kering
5. Higiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi secara mandiri. Ketergantungan pada orang
lain.

6. Neurosensori
Gejala : kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan
Tanda : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai/tidak disertai
pembengkakan jaringan lunak pada sendi ). Rasa nyeri kronis
dan kekakuan (terutama pada pagi hari)
8. Keamanan
Gejala : kulit mengilat,tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit,
ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan
rumah tangga. Demam ringan menetap, kekeringan pada mata
dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain,
perubahan peran dan isolasi

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien
arthritis rheumatoid(Doenges,2002) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat
akumulasi cairan/proses inflamasi,destruksi sendi.

25
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas
atau penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh/perubahan penampilan peran
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan
tugas-tugas umum,peningkatan penggunaan energi atau
ketidakseimbangan mobilitas
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal,penurunan kekuatan,daya tahan,nyeri saat
bergerak atau depresi.
5. Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
berhubungan dengan proses penyakit degeneratif jangka
panjang, sistem pendukung tidak adekuat
6. Kurang pengetahuan/kebutuhan belajar mengenai
penyakit,prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan
kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
Sementara carpenito(1995) merumuskan diagnosa keperawatan
klien arthritis rheumatoid adalah sebagai berikut :
1. Kelemahan berhubungan dengan penurunan mobilitas
2. Resiko tinggi kerusakan membran mukosa oral berhubungan
dengan pengaruh obat dan syndrom Sjogren.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri,fibrosistis.
4. Resiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan kelemahan dan
kesulitan ambulasi
5. gangguan proses keluarga berhubungan dengan
kesulitan/ketidakmampuan klien.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perubahan fisik dan
psikologis akibat penyakit.

26
C. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan pada pasien arthritis rheumatoid
dibawah ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan,tindakan
keperawatan, dan rasionalis(Doenges,2000) :

1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri akut/kronis berhubungan dengan


distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi,destruksi
sendi.

Tindakan Rasional

Mandiri

1. Kaji keluhan nyeri,skala 1. Membantu dalam


nyeri,serta catat lokasi dan menentukan kebutuhan
intensitas,faktor-faktor yang manajemen nyeri dan
mempercepat dan respon efektivitas program
rasa sakit nonverbal
2. Berikan matras/kasur yang 2. Matras yang empuk/lembut,
empuk/lembut. Tinggikan bantal yang besar akan
tempat tidur sesuai menjaga pemeliharaan
kebutuhan kesejajaran tubuh yang
tepat, menempatkan stres
pada sendi yang sakit.

27
Peninggian tempat tidur
menurunkan tekanan pada
sendi yang nyeri.

3. Biarkan klien mengambil 3. Pada penyakit yang


posisi yang nyaman waktu berat/eksaserbasi, tirah
tidur atau duduk dikursi. baring mungkin diperlukan
Tingkatkan istirahat ditempat untuk membatasi
tidur sesuai indikasi nyeri/cedera

4. Tempatkan/pantau 4. Mengistirahatkan sendi-


penggunaan bantal. sendi yang sakit dan
mempertahankan posisi
netral
5. Anjurkan klien untuk sering 5. Mencegah terjadinya
mengubah posisi. Bantu klien kelelahan umun dan
untuk bergerak ditempat kekakuan sendi.
tidur, sokong sendi yang sakit Menstabilkan sendi,
diatas dan dibawah, serta mengurangi gerakan/rasa
hindari gerakan yang sakit pada sendi
menyentak.

6. Anjurkan klien untuk mandi 6. Meningkatkan relaksasi otot


air hangat. Sediakan waslap dan mobilitas, menurunkan
hangat untuk kompres sendi rasa sakit, dan
yang sakit. Pantau suhu air menghilangkan kekakuan
kompres, air mandi dan pada pagi hari. Sensitivitas
sebagainya. pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermal
dapat disembuhkan
7. Berikan masase yang lembut 7. Meningkatkan
relaksasi/mengurangi

28
tegangan otot.
8. Dorong penggunan 8. Meningkatkan relaksasi,
manajemen stres misal memberikan rasa kontrol
relaksasi progresif, sentuhan nyeri dan dapat
terapeutik, biofeedback, meningkatkan kemampuan
visualisasi, pedoman koping.
imajinasi, hipnosis diri dan
pengendalian napas
9. Libatkan dalam aktivitas 9. Memfokuskan kembali
hiburan sesuai dengan perhatian, memberikan
jadwal aktivitas klien stimulasi dan meningkatkan
rasa percaya diri dan
perasaan sehat
10. Beri obat sebelum dilakukan 10. Meningkatkan
aktivitas/latihan yang relaksasi,mengurangi
direncanakan sesuai tegangan otot/spasme,
petunjuk. memudahkan untuk ikut
serta dalam terapi

2. Diagnosa keperawatan : Hambatan mobilitas fisik berhubungan


dengan deformitas skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi
terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.

Tindakan Rasional

Mandiri
1. Tingkat aktivitas/latihan tergantung
1. Evaluasi/lanjutkkan
dari perkembangan resolusi proses
pemantauan tingkat
inflamasi
inflamasi/rasa sakit
pada sendi

2. Pertahankan istirahat 2. Istirahat sistemik dianjurkan selama

29
tirah baring/duduk jika eksaserbasi akut dan seluruh fase
diperlukan. Buat penyakit yang penting, untuk
jadwal aktivitas yang mencegah kelelahan dan
sesuai dengan mempertahankan kekuatan.
toleransi untuk
memberikan periode
istirahat yang terus
menerus dan tidur
malam hari yang tidak
terganggu
3. Mempertahankan/meningkatkan
3. Bantu klien latihan
fungsi sendi, kekuatan otot, dan
rentang gerak
stamina umum. Latihan yang tidak
pasit/aktif, demikian
adekuat dapat menimbulkan
juga latihan resistif
kekakuan sendi,karenanya aktiitas
dan isometrik jika
yang berlebihan dapat merusak
memungkinkan
sendi

4. Menghilangkan tekanan pada


4. Ubah posisi klien
jaringan dan meningkatkan
setiap dua jam
sirkulasi. Mempermudah perawatan
dengan bantuan
diri dan kemandirian klien. Teknik
personel yang cukup.
pemindahan yang tepat dapat
Demonstrasikan/bantu
mencegah robekan abrasi kulit.
teknik pemindahan
dan penggunaan
bantuan mobilitas

5. Meningkatan stabilitas
5. Posisikan sendi yang
jaringan(mengurangi resiko cedera)
sakit dengan bantal
dan mempertahankan posisi sendi

30
yang diperlukan dengan
kesejajaran tubuh.

6. Gunakan bantal 6. Mencegah fleksi leher

kecil/tipis dibawah
leher
7. Memaksimalkan fungsi sendi,
7. Dorong pasien untuk
mempertahankan mobilitas
mempertahankan
postur tegak ketika
duduk,berdiri dan
berjalan
8. Menghindari cedera akibat
8. Berikan lingkungan kecelakaan/jatuh
yang amanmisalnya
menggunakan
pegangan tangga
pada toilet,
penggunaan alat
bantu mobilitas/kursi
roda

Kolaborasi
9. Berguna dalam memformulasikan
9. Konsultasi dengan
latihan/aktivitas yang berdasarkan
ahli terapi
pada kebutuhan individual dan
fisik/okupasi dan
dalam mengidentifikasi
spesialis vakosional
alat/bantuan mobilitas

10. Menurunkan tekanan pada jaringan


10. Berikan matras yang mudah pecah untuk
busa/pengubah mengurangi resiko imobilitas/terjadi

31
tekanan dekubitus

11. Obat-obatan
11. Berikan obat-obatan Krisoterapi(garam emas) dapat
sesuai indikasi ( agen menghasilkan remisi dramatis/terus
antireumatik, misal menerus tetapi dapat
garam emas,natrium mengakibatkan inflamasi rebound
tiomaleat dan steroid bila terjadi penghentian atau dapat
terjadi efek samping serius, misal
krisis nitrotoid seperti pusing,
penglihatan kabur, kemerahan
pada tubuh, dan berkembang
menjadi anafilaktik

3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan citra tubuh/perubahan


penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan
untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan
energi atau ketidakseimbangan metabolik.
Tindakan Rasional

Mandiri

1. Dorong klien 1. Memberikan kesempatan


mengungkapkan untuk mengindetifikasi rasa
perasaannya mengenai takut/kesalahan konsep dan
proses penyakit dan mampu menghadapi masalah
harapan masa depan. secara.

2. Diskusikan arti dari 2. Mengidentifikasi bagaimana


kehilingan /perubahan pada penyakit memengaruhi

32
klien/orang terdekat. persepsi diri dan interaksi
Pastikan bagaimana dengan orang lain akan
pandangan pribadi klien menentukan kebutuhan
dalam berfungsi dalam gaya terhadap intervensi/konseling
hidup sehari-hari, termasuk lebih lanjut.
aspek-aspek sosial.
3. Diskusikan persepsi klien 3. Istirahat verbal/nonverbal
mengenai bagaimana orang orang terdekat dapat
terdekat menerimana memengaruhi bagaiman klien
keterbatasan klien. memandang dirinya sendiri.
4. Akui dan terima perasaan 4. Nyeri konstan akan
berduka,bermusuhan serta melelahkan, perasaan marah
ketergantungan. dan bermusuhan umum
5. Observasi perilaku klien terjadi.
terhadap kemungkinan 5. Dapat menunjukkan
menarik diri, menyangkal emosional atau metode
atau terlalu memperhatikan koping maladaptif,
tubuh membutuhkan intervensi lebih
lanjut/dukungan psikologis.
6. Susun batasan pada prilaku 6. Membantu klien untuk
maladaptif. Bantu pasien mempertahankan kontrol diri,
untuk mengidentifikasikan yang dapat
perilaku positif yang dapat meningkatkanperasaan harga
membantu mekanisme diri.
koping yang adaptif.

7. Ikut sertakan klien dalam 7. Meningkatkan perasaan


merencanakan perawatan kompetensi/harga diri,
dan membuat klien jadwal mendorong kemandirian, dan
aktivitas. mendorong partisipasi dalam
terapi.

33
8. Bantu kebutuhan perawatan 8. Mempertahankan penampilan
yang diperlukan klien. yang dapat meningkatkan
citra diri.

9. Memungkinkan klien untuk


9. Berikan respons/pujian
merasa senang tehadap
positif bila.
dirinya sendiri. Menguatkan
perilaku positif dan
meningkatkan rasa percaya
diri.
Kolaborasi

10. Rujuk pada konseling 10. Klien/orang terdekat mungkin


psikiatri, misal perawat membutuhkan dukungan
spesialis psikiatri/psikolog. selama berhadapan dengan
Pekerja sosial. proses jangka
panjang/ketidakmampuan.

11. Berikan obat-obatan sesuai 11. Mungkin dibutuhkan pada


petunjuk, misal antiansietas saat munculnya depresi hebat
an obat-obatan peningkat sampai klien mampu
alam perasaan. mengembangkan
kemampuan koping yang
lebih efektif.

4. Diagnosa Keperawatan : kurang perawatan diri (uraikan)


berhungan dengan kerusakan muskulo skeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.

Tindakan Rasional

Mandiri

34
1. Diskusikan dengan klien 1. Klien mungkin dapat
tingkat fungsional umum melanjutkan aktivitas umum
sebelum dengan melakukan adaptasi
timbulnya/eksaserbasi yang diperlukan pada
penyakit dan resiko keterbatasaan saat ini.
perubahan yang diantisipasi. 2. Mendukung kemandirian
2. Pertahankan mobilitas, fisik/emosional klien.
kontrol terhadap nyeri, dan 3. Menyiapkan klien untuk
program latihan. meningkatkan kemandirian,
3. Kaji hambatan klien dalam yang akan meningkatkan
partisipasi perawatan diri. harga diri.
Identifikasi/buat rencana
untuk modifikasi lingkungan.
Kolaborasi

4. Konsultasi dengan ahli terapi 4. Berguna dalam menentukan


okupasi. alat bantu untuk memenuhi
kebutuhan individual, misal
memasang kancing,
menggunakan alat
bantu,memakai sepatu atau
5. Mengatur evaluasi menggantungkan pegangan
kesehatan dirumah sebelum untuk mandi pancuran.
dan setelah pemulangan. 5. Mengindentifikasi masalah-
masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat
ketidakmampuan aktual.
Memberikan lebih banyak
keberhasilan usaha tim
dengan orang lain yang ikut
6. Membuat jadwal konsultasi
serta dalam perawatan,
dengan lembaga lainnya,
misalnya tim terapi okupasi.
misal pelayanan perawatan

35
dirumah, ahli nutrisi. 6. Klien mungkin membutuhkan
berbagai bantuan tambahan
untuk partisipasi situasi di
rumah.

5. Diagnosa Keperawatan : risiko tinggi kerusakan penatalaksaan


pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses penyakit
degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.

Tindakan Rasional

Mandiri

1. Kaji tingkat fungsional fisik 1. Mengidentifikasi tingkat


klien. bantuan/dukungan yang
diperlukan.
2. Evaluasi lingkungan sekitar 2. Menentukan kemapuan
untuk mengkaji kemampuan susunan yang
klien dalam melakukan ada/perubahan susunan
perawatan diri sendiri. rumah untuk memenuhi
kebutuhan klien.
3. Menjamin bahwa kebutuhan
3. Tentukan sumber-sumber
klien akan dipenuhi secara
finansial untuk memenuhi
terus-menerus.
kebutuhan situasi indiviual.
Identifikasi sistem
pendukung yang tersedia
untuk klien, misalnya
membagi perbaikan/tugas-
tugas rumah tangga antara
anggota keluarga atau
pelayanan.
4. Memberikan kesempatan
4. Identifikasi peralatan yang
untuk mendapatkan

36
diperlukan untuk mendukung peralatan sebelum pulang
aktivitas klien, peningkatan untuk menunjang aktivitas
dudukan toilet, kursi roda. klien dirumah.
Kolaborasi
5. Bermanfaat untuk
5. Koordinasikan evaluasi
mengidentifikasi peralatan,
dirumah tanggal dengan ahli
cara-cara untuk megubah
terapi okupasi.
berbagai tugas dalam
mempertahankan
kemandirian.

6. Identifikasi sumber-sumber 6. Memberikan kemudahan

komunitas, misal pelayanan berpindah pada/mendukung

pembantu rumah tangga, kontinuitas dlaam situasi

pelayanan sosial bila(bila dirumah.

ada).

6. Diagnosa Keperawatan : kurang pengetahuan/kebutuhan belajar


mengenai penyakit,prognosis, dan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajan/mengingat, kesalahan interpretasi
informasi.

Tindakan Rasional

Mandiri

1. Tinjau proses penyakit, 1. Memberikan pengetahuan


prognosis, dan harapan dimana klien dapat membuat
masa depan. pilihan berdasarkan informasi
yang disampaikan.
2. Diskusikan kebiasaan klien 2. Tujuan kontrol penyakit
dalam penatalaksanan adalah untuk menekan

37
proses sakit melalui diet, inflamasi sendi/jaringan lain
obat-obatan, serta program guna mempertahankan
diet seimbang, latihan dan fungsi sendi dan mencegah
istirahat. deformitas.
3. Bantu klien dalam 3. Memberikan struktur dan
merencanakan jadwal mengurangi ansietas pada
aktivitas yang terintegrasi waktu menangani proses
yang realistis, periode penyakit kronis yang
istirahat, perawatan diri, kompleks.
pemberian obat-obatan,
terapi fisik, dan manajemen
stres.
4. Tekankan pentingnya 4. Keuntungan dari terapi obat-
melanjutkan manajemen obatan tergantung ketepatan
farmakoterapeutik. dosis, misal aspirin harus
diberikan secara reguler
untuk mendukung
kadarterapeutik darah 18-25
mg.

5. Rekomendasikan 5. Preparat bersalut/dibufer

penggunaan aspirin dicerna dengan makanan,

bersalut/dibuper enterik atau meminimalkan iritasi gaster,

salisilat (anthropan) atau mengurangi resiko

kolin magnesium trisalisilat pendarahan. Produk

(trilisate). nonasetil sedikit dibutuhkan


untuk mengurangi iritasi
lambung.

6. Anjurkan klien untuk 6. Membatasi iritasi gaster.

mencerna obat-obatan Pengurangan nyeri akan

dengan makanan, susu atau meningkatkan kualitas tidur

antasida. dan meningkatkan kadar


darah serta mengurangi

38
kekakuan dipagi hari.
7. Memperpanjang dan
7. Identifikasi efek samping
memaksimalkan dosis aspirin
obat-obatan yang
dapat mengakibatkan takar
merugikan, misal tinitus,
lajak (overdosis). Tinitus
intoleransi lambung,
umumnya mengindikasikan
perdarahan gastrointestinal,
kadar terapeutik darah yang
dan ruam purpurik.
tinggi. Jika terjadi tinitus,
dosis umumnya diturunkan
menjadi satu tablet setiap
tiga hari.
8. Banyak produk
8. Tekankan pentingnya
mengandungsalisilat
membaca label produk dan
tersembunyi (misal obat
mengurangi penggunaan
diare, pilek) yang dapat
obat yang dijual bebas tanpa
meningkatkan resiko
persetuan dokter.
overdosis obat/efek samping
yang berbahaya.

9. Tinjau pentingnya diet yang 9. Meningkatkan perasaan

seimbang dengan makanan sehat umum dan perbaikan

yang banyak mengandung /regenerasi sel.

vitamin, protein, dan zat


besi.
10. Dorong klien yang obesitas 10. Penurunan berat badan akan

untuk menurunkan berat mengurangi tekanan pada

badan dan berikan informasi sendi, terutam pinggul, lutut,

penurunan berat badan pergelangan kaki dan telapak

sesuai kebutuhan. kaki.

11. Berikan informasi mengenai 11. Mengurangi paksaan untuk

alat bantu, misal bermain menggunakan sendi dan

barang-barang yang memungkinkan individu untuk

39
bergerak, tongkat untuk ikut serta secara lebih
mengambil, piring-piring nyaman dalam aktivitas yang
ringan, tempat duduk toilet dibutuhkan.
yang dapat dinaikan, pelang
keaman.
12. Diskusikan teknik
12. Mencegah, kepenatan ,
menghemat energi, misal
memberikan
duduk lebih baik dari pada
kemudahanperawatan diri,
berdiri dalam menyiapkan
dan kemandirian.
makanan dan mandi.
13. Dorong klien untuk
13. Mekanika tubuh yang baik
mempertahankan posisi
harus menjadi bagian dari
tubuh yang benar, baik saat
gaya hidup klien untuk
istirahat maupun saat
mengurangi tekanan sendi
aktivitas, misal menjaga
dan nyeri.
sendi tetap meregang, tidak
fleksi.

14. Tinjau perlunya inspeksi


14. Mengurangi resiko
sering pada kulit dan lakukan
iritasi/keruskan kulit.
perawatan kulit lainnya
dibawah,bebat, gips, alat
penyokong. Tunjukkan
pemberian bantalan yang
tepat.
15. Diskusikan pentingnya obat-
15. Terapi obat-obatan
obatan lanjutan/pemeriksaan
membutuhkan
laboratorium, misal LED,
pengkajian/perbaikan yang
kadar salisilat, PT.
terus menerus untuk
menjamin efek optimal dan
mencegah overdosis, serta

40
efek samping yang
berbahaya, misal aspirin
yang memperpanjang PT,
peningkatan resiko
pendarahan. Krisoterapi akan
menekan trombosit, potensi
resiko untuk
16. Berikan konseling seksual trombostitopenia.
sesuai kebutuhan. 16. Informasi mengenai posisi-
posisi yang berbeda dan
teknik dan/atau pelihan lain
untuk pemenuhan seksual
mungkin dapat meningkatkan
hubungan pribadi dan
perasaan harga diri/percaya
diri.

17. Identifikasi sumber-sumber 17. Bantuan/dukungan dari orang


komunitas, misal yayasan lain dapat meningkatkan
artritis (bila ada) pemuliahan maksimal.

D. Implementasi
Fase implementasi dari proses keperawatan mengikuti
rumusan dari rencana keperawatan. Implementasi mengacu pada
pelaksanaan rencana keperawatan yang sudah disusun.
1. Rencana keperawatan menjadi landasan untuk implementasi
2. Sasaran jangka pendek,mengengah,dan panjang digunakan
sebgai fokus untuk implementasi dari intervensi keperawatan
yang dibuat.

41
3. Saat mengimplementasi asuhan keperawatan,perawat secara
berkesinambungan mengkaji pasien dan responnya tehadap
asuhan keperawatan.
4. Perubahan dibuat dalam rencana keperawatan sesuai
perubahan kondisi,masalah dan respon paien dan jika di
butuhkan penyususnan ulang prioritas.
Implementasi mencakup pelaksanaan intervensiyang ditujukan
untuk mengatasi diagnosa keperawatan. Dan masalah-masalah
kolaboratif pasien serta memenuhi kebutuhan pasien.
Yang termasuk dalam intervensi keperawatan adalah
membantu dalam perawatan higienis,meningkatkan
kenyamanan fisik dan psikologis,mendukung fungsi
keperawatan dan eliminasi,memfasilitasi pencernaan
makanan,cairan dan nutrien,mengatur lingkungan sekitar
pasien,memebrikn pendidikan kesehatan,meningktkan
hubungan terapeutik dan menjalankan aktivitas keperawatan
yang terapeutik. Keterampilan memutuskan,berpikir kritis,dan
pengambilan keputusan merupakn hal penting dalam pemilihan
intervensi keperawatan yang sesuai yang didasarkan pada
prinsip-prinsip ilmiah.
1. Semua intervensi keperawatan di fokuskan pada paien dan
diarahkan pada tujuan. Intervensi tersebut didasarkan pada
prinsip-prinsip ilmiah dimplementasikan dengan kasih sayang,
percaya diri,dan keinginan untuk menerima dan memahami
respon pasien.
Banyak tindakan keperawatan yang sifatnya mandiri. Tindakan
yang lain sifatnya interdependen,seperti menjalankan
pengobatan sesuai indikasi dan terapi dan berkolaborasi
dengan anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai hasil
akhir yang diharapkan untuk memantau serat menangani
komplikasi yang mungkin terjadi. Fungsi interdependen ini lain

42
seharusnya tidak diikuti secara membuta tetapi harus dikaji
secara kritis dan dipertanyakan bila perlu.
Mencatat hasil
Fase implementasi dari proses keperawatan di akhiri ketika
intervensi keperawatan sudah di selesaikan dan respon pasien
terhadap intervensi tersebut sudah dicatat.pencatatan dibuat
secara ringkas,jelas,dan objektif dan memenuhi kriteria berikut
ini :
1. pencatatan menunjukan diagnosa keperawatan dan masalah-
masalah kolaboratif.
2. pencatatan menggambarkan intervensi keperawatan dan
respon pasien terhadap intervensi tersebut.
3. pencatatan mencakup semua data tambahan yang relefan.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhhir darinproses keperawatan
dan diarahkan untuk menentukan respon pasien terhadap
intervensi keperawatan dan sebats mana tujuan-tujuan sudah
tercapai. Rencana keperawatan memberikan landasan bagi
evaluasi, doagnosa keperawatan,maslah-masalah
kolaboratif,tujuan-tujuan,intervensi keperawatan ,dan hasil yang
diperkirakan membarikan panduan yang spesifik yang menentukan
fokus evaluasi.

43
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arthritis Rheumatoid merupakan penyakit auto imun yang
paling sering terjadi di masyarakat. Penyakit ini ditandai dengan
peradangan pada lapisan sinovium sendi. Hal itu dapat
menyebabkan kerusakan sendi jangka panjang, rasa sakit yang
berkepanjangan, kehilangan fungsi dan kecacatan
Penyebab dari Arthritis Rheumatoid masih belum diketahui,
ada yang menyebutkan faktor genetik dan faktor lingkungan dapat
meningkatkan resiko penyakit Arthritis Rheumatoid
Pemberian terapi Arthritis Rheumatoid dilakukan untuk
mengurangi nyeri sendi dan bengkak, meringankan kekakuan dan

44
mencegah kerusakan sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien. Pengobatan Arthritis Rheumatoid dilakukan hanya
akan mengurangi dampak penyakit, tidak dapat memulihkan
sepenuhnya
B. Saran
1. Sebagai calon perawat hendaknya kita mengerti dan memahami
tentang rheumatoid arthritis
2. Dengan memahami tentang rheumatoid arthritis diharapkan kita
dapat melaksanakan asuhan keperawatan tentang penyakit
tersebut dengan benar

DAFTAR PUSTAKA

AMK, Drs.H.Syaifuddin2006..Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa


Keperawatan edisi 3.Jakarta:EGC

45

Anda mungkin juga menyukai