Unud 391 62850896 Tesis PDF
Unud 391 62850896 Tesis PDF
BAB I
PENDAHULUAN
insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun
negara sedang berkembang (WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Di Indonesia, 63,5
% ibu hamil dengan anema (Saifudin, 2006), di Bali 46, 2 % ibu hamil dengan
anemia (Ani dkk., 2007), dan di RSUD Wangaya Kota Denpasar 25, 6 % ibu
hamil aterm dengan anemia (CM RSUD Wangaya, 2010). Ibu hamil dengan
anemia sebagian besar sekitar 62,3 % berupa anemia defisiensi besi (ADB)
(Wiknjosastro, 2005).
Ibu hamil aterm cenderung menderita ADB karena pada masa tersebut
janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka persediaan segera
setelah lahir (Sin sin, 2008). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan
penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil dapat
2005), meningkatkan risiko berat badan lahir rendah (Karasahin et al, 2006;
dan terdapat korelasi kuat antara berat plasenta dengan berat badan lahir (Knare et
al., 2007).
Selain dampak tumbuh kembang janin, anemia pada ibu hamil juga
melaporkan bahwa berat plasenta pada ibu hamil dengan anemia adalah lebih
tinggi tanpa tergantung dengan jenis anemianya. Selain itu, anemia pada ibu hamil
terdapat hipertrofi plasenta dan villi yang mempengaruhi berat plasenta (Robert et
al., 2008).
sendiri (Asgharnia et al., 2007) dan besar plasenta juga dapat memprediksi
hamil dengan anemia sebagai faktor risiko terjadinya pertumbuhan plasenta yang
ibu hamil seperti perbaikan asupan gizi, program pemberian besi, dan pemberian
tersebut belum memuaskan. Hal ini berarti bahwa selama beberapa warsa ke
depan masih tetap akan berhadapan dengan anemia pada ibu hamil.
Gangguan pertumbuhan dan fungsi plasenta pada ibu hamil dengan anemia
terkait kuat dengan kelangsungan hidup janin. Berat lahir plasenta dapat
mencerminkan fungsi dan tumbuh kembang plasenta itu sendiri dan tumbuh
kembang plasenta terkait dengan berat badan lahir. Sampai saat ini belum ada
publikasi tentang perbedaan berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu
hamil dengan anemia dan tidak anemia termasuk dari RSUD Wangaya Kota
Denpasar.
memberikan wawasan keilmuan yang lebih luas. Selain itu, hasil penelitian ini
berikut:
1 Apakah ada perbedaan berat badan lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia
2 Apakah ada perbedaan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan
Untuk mengetahui perbedaan berat badan lahir dan berat plasenta lahir
pada ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia di RSUD
Untuk mengetahui:
1. Perbedaan berat badan lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia dan
tidak anemia.
2. Perbedaan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia dan
tidak anemia.
anemia agar kejadian anemia pada ibu hamil dapat diturunkan serta
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada
trimester II ( Depkes RI, 2009 ). Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah
untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Selama
kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi hemoglobin kurang dari 10,50
metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil
tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga untuk memproduksi energi
agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari – hari ( Sin sin, 2010 ). Fungsi
merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan
satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu
6
senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh
2007).
Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat
besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena
terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi
dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah
fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup
untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar
hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut
anemia gizi besi ( Masrizal, 2007). Menurut Evatt dalam Masrizal ( 2007) anemia
defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi
kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan
anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah
kehamilan yang paling sering terjadi dalam kehamilan akibat kekurangan zat
besi. Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam
7
pada wanita hamil adalah anemia yang disebabkan karena sumsum tulang kurang
dengan pasti kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan. Anemia
sel darah merah berlangsung lebih cepat, yaitu penyakit malaria ( Wiknjosastro,
Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan
darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004).
volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin
dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang
plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap
sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi
wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus
8
bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia
tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini
lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula,
hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat
besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari
Pola makan adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan
kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Untuk dapat
jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu Karbohidrat,
protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu.( Bobak, 2005 ). Seringnya ibu
penyerapan zat besi seperti teh, kopi, kalsium ( Kusumah, 2009 ). Wanita hamil
cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin
menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan
pertama setelah lahir ( Sin sin, 2008). Pada penelitian Djamilus dan Herlina
makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia. Hasil uji statistic juga
Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil.
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur
reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia <
20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan
diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil,
gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan
kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering
menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil
2004).
2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi
tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet
efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus
Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu
gizi dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi tidak hanya
dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk
tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi (Simanjuntak,
2004).
pada trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan
pemeriksaan antenatal kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik
lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai
memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat – zat gizi akan
terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis
11
didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia
pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali
lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah ( Djamilus
Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat
gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang
risiko 1,146 kali lebih besar terhadap kejadian anemia ( Amirrudin dan
Wahyuddin, 2004)
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan
darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara
klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna
tahap: awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin
di hati, saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang
diambil. Daya serap zat besi dari makanan sangat rendah, Zat besi pada pangan
1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih cepat untuk
12
berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata
berkunang kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat
2.1.4 Derajat anemia pada ibu hamil dan penentuan kadar hemoglobin
Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin atau darah merahnya
kurang dari 11,00 gr%. Menururt Word Health Organzsation (WHO) anemia
pada ibu hamil adalah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 % . Anemia pada ibu
hamil di Indonesia sangat bervariasi, yaitu: Tidak anemia : Hb >11 gr%, Anemia
namun cara oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara
cyanmet. Sampai saat ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih
menggunakan alat Sahli. Dan pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan
minimal dua kali selama hamil yaitu pada trimester I dan trimester III ( Depkes ,
cara ini darah dicampurkan dengan larutan drapkin untuk memecah hemoglobin
banyak dipakai di Indonesia ialah Sahli. Cara ini untuk di lapangan cukup
13
Diketahui bahwa 10% - 20% ibu hamil di dunia menderita anemia pada
anemia pada ibu hamil di Negara berkembang 43 % dan 12 % pada wanita hamil
di daerah kaya atau Negara maju ( Allen, 2007 ). Di Indonesia prevalensi anemia
kehamilan relatif tinggi, yaitu 38% -71.5% dengan rata-rata 63,5%, sedangkan
ibu hamil tahun 2007 yaitu 46,2 % (Ani dkk, 2007) Di RSUD Wangaya Kota
Denpasar ibu hamil aterm dengan anemia 25,6 % ( CM. RSUD Wangaya, 2010).
Tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil sebagian besar penyebabnya adalah
per kelahiran hidup ( KH ) di India, dan 194 per 100 000 kelahiran hidup di
Pakistan ( Allen, 2007 ). Menurut WHO 40% kematian ibu di negara berkembang
2010). Sedangkan di Kota Denpasar tahun 2008 kematian ibu 42 per KH dan
anemia pada ibu hamil dan sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat
14
besi untuk pembentukan haemoglobin. Keadaan kekurangan zat besi pada ibu
hamil akan menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel
Menrut Allen ( 2007) Transfer zat besi dari ibu ke janin di dukung oleh
peningkatan substansial dalam penyerapan zat besi ibu selama kehamilan dan
minggu yang sesuai dengan waktu puncak efisiensi penyerapan zat besi ibu.
Serum transferin membawa zat besi dari sirkulasi ibu untuk transferin reseptor
ibu. Zat besi kemudian bebas mengikat fertin dalam sel – sel plasenta yang akan
dipindahkan ke apotransferrin yang masuk dari sisi plasenta dan keluar sebagai
holotransferrin ke dalam sirkulasi janin. Plasenta sebagai transfortasi zat besi dari
ibu ke janin. Ketika status gizi ibu yang kurang, jumlah reseptor transferrin
plasenta meningkat sehingga zat besi lebih banyak diambil oleh plasenta dan
ditransfortasi untuk janin serta zat besi yang berlebihan untuk janin dapat dicegah
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
penyulit yang dapat timbul akibat anemia adalah : keguguran (abortus), kelahiran
15
kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca
bersalin, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan dekompensasi
kordis. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada
badan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa
yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat janin
dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu
gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan
mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II
operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post
partum akibat atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder
dan atonia uteri. Pada kala nifas : Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan
mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian partus lama. Ibu yang
mengalami kejadian anemia memiliki risiko mengalami partus lama 1,681 kali
lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia tapi tidak bermakna
dan pada kontrolnya ada yang kadar Hb nya diambil pada trimester 1 dan bisa saja
pada saat itu ibu sedang anemia. Ibu hamil yang anemia bisa mengalami gangguan
banyak pada anemia berat dan kehilangan meningkat sedikit pada wanita anemia
penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini akan lebih kecil
pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan
saat kehilangan darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan
janin memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%,
intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan
bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan.
Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005
adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu
hamil tri wulan III dan pengaruhnya terhadap kejadian rendahnya Scor Apgar,
didapatkan hasil bahwa ibu hamil dengan anemia < 11 gr % meningkatkan risiko
Labuan Batu oleh Simanjuntak ( 2008 ) meneliti hubungan anemia pada ibu
hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86 (53 %) anemia dari 162 kasus.
Dan yang melahirkan bayi dengan BBLR 36.0 %. Hasil penelitian Karafsahin et
al. (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia , empat kali lebih
berisiko melahirkan bayi premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat
lahir rendah (BBLR) dari pada ibu hamil yang tidak anemia.
Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan
hewani dalam jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga
masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk
mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki
zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan
zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100
dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.
bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin ( Wiknjosastro,
diminum (oral) atau dapat secara suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan
pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat.
sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2×10 ml secara intramuskulus, dapat
ini hanya berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus
gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada
pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita hamil haruslah
diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari selama
masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih banyak
Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah
yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah
adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang
lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu
Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah
rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg
(zat besi 60 mg) dan asam folat 500 µg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet
besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu
ibu hamil dapat diperhitungkan untuk peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr,
Sloan et al. ( 1992) ; cook & Redy ( 1996), dan Yp ( 1996) dalam Galegos
disamping itu serum besi lebih tinggi ditemukan pada kelompok pemberian Fe
2.2 Plasenta
2.2.1 Definisi
homeostasis cairan, nutrisi dan sinyal endokrin bagi janin selama dalam
Kenyataan ini menandai adanya kerusakan endotel atau disfungsi endotel pada
dalam pertumbuhan janin. Struktur dan fungsi plasenta akan sangat menentukan
asam amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin dan pembuangan CO2 serta
2006).
cm, berat plasenta bervariasi sesuai dengan berat bayi lahir yaitu 1/6 dari berat
bayi lahir (Simkin dkk, 2008 ; Rianti dan Resmisari, 2009). Tali pusat
berhubungan dengan plasenta dan insersinya di tengah atau insersio sentral. Bila
agak ke pinggir disebut insersi lateralis dan kalau di pinggir disebut insersi
minggu . Letak plasenta umumnya di depan atau di belakng dinding uterus agak
ke atas keatas rahim / fundus uteri. Hal ini fisiologi karena permukaan korpus
utei lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi ( Mochtar,
2004).
(2004 ) yaitu :
Bagian janin ( foetalportion) teridiri dari korion frotundum dan villi. Villi
yang matang teridri dari villi korialis, ruang – ruang intervillier ; darah ibu yang
berada di ruang intervilier berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua
pangkal dari kotiledon . Darah tersebut membajiri semua villi korialis dan kembali
Pada permukaan janin diliputi oleh amnion, di bawah lapisan amnion berjalan
beberapa lobus dan kotiledon yang terdiri dari 15-20 kotiledon. Desidua basalis
berjalan ke ruang intervilli melalui tali pusat. Pertukaran terjadi melalui sinsitial
300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada
150 -200 ml. Permukaan semua villiaris diperkirakan seluas 11 meter pesegi,
Tali Pusat merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin.
Pajangnya rata-rata 50-55 cm dengan diameter 1 – 2.5 cm , dan terdiri dari 2 arteri
Adapun fungsi plasenta adalah sebagai alat memberi makan pada janin,
alat memberi zat asam ( O2 ) dan mengeluarkan CO2 ( respirasi), sebagai alat
dapat pula dilewati kuman- kuman dan obat tertentu (Wiknjosastro, 2005).
serum ibu pada hari ke 8 – 10 setelah konsepsi. Hormon ini menjadi dasar tes
yang menstimulasi metabolisme ibu dan digunakan untuk menyuplai nutrient yang
suatu uji klinis untuk mengetahui fungsi plasenta, d). Estrogen, merangsang
produksinya meningkat pada akhir kehamilan sebagai salah satu penyebab awtitan
persalinan.
protein, lemak dan vitamin berpindah dari suplai darah ibu melalui membrane
nutrien dalam kadar lebih tinggi demikian pula glukosa, Mekanisme yang dipakai
untuk memudahkan melekul yang lebih besar seperti albumin dan gamma
immunoglobulin ibu yang memberi janin imunitas pasif dini. Produk limbah
metabolic menembus membrane plasenta dari darah janin ke dalam darah ibu, dan
plasenta yang dapat membahayakan janin seperti alkohol, kefein, nikotin dan
substansi toksik lain, seperti asap rokok dan obat – obatan, mudah menembus
plasenta. Fungsi plasenta bergantung pada tekanan darah ibu yang menyuplai
sirkulasi.
informasi penting tentang apa yang telah terjadi pada janin. Berat plasenta
faktor ibu yaitu : usia ibu, usia kehamilan, riwayat DM dan Preeklamsia, lama
persalinan, faktor janin : berat badan lahir, apgar score yang rendah, gawat janin.
Dan faktor lain yang mempengaruhi berat plasenta adalah paritas ibu yang tinggi
Berat plasenta yang tidak proporsional dapat terjadi karena kondisi ibu
seperti : anemia, merokok, social ekonomi rendah. Sebaliknya berat plasenta yang
kecil tidak proporsional dapat menunjukkan pasokan gizi yang kurang ke plasenta
atau hipoksia yang menyebabkan gangguan fungsi plasenta ( Robert et al., 2008).
Pasokan nutrisi yang kurang ke plasenta atau hipoksia akan dapat mengganggu
2005). Bakker et al. dalam Agharnia et al., (2007) menyatakan bahwa besar
ukuran plasenta dapat menunjukkan tekanan darah tinggi dikemudian hari baik
pada bayi laki maupun perempuan. Berat plasenta yang normal adalah rata-rata
500 gram.
status gizi, merokok ( Robert et al., 2008 ; Asgharnia et al, 2007). Adapun
Usia ibu saat hamil > 35 tahun merupakan salah satu factor risiko tinggi
ibu hamil. Banyak wanita yang menunda usia kehamilan bahkan sampai usia 40
mempegaruhi kondisi ibu, usia ibu hamil > 35 tahun memiliki hubungan yang
tahun akan memepengaruhi vaskularisasi yang berkurang pada desidua atau atrofi
bertambahnya usia, sehingga aliran darah ke plasenta tidak cukup maka akan
Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita. Umur
reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 – 35 tahun. Kehamilan diusia <
20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan
diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil,
gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan
kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering
menimpa diusia ini. Hasil penelitianya didapatkan bahwa umur ibu pada saat
Wahyuddin, 2004). Ibu hamil dengan anemia akan berhubngan dengan fungsi
plasenta karena terjadi gangguan penyaluran O2 dan zat makanan dari plasenta ke
plasenta lebih tinggi pada usia >35 tahun dan lebih rendah pada usa < 19 tahun.
Paritas adalah jumlah anak yang dikandung dan dilahirkan oleh ibu. Pada
ibu dengan paritas yang tinggi, vaskularisasi yang berkurang atau perubahan
27
atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau sehingga aliran darah ke
plasenta tidak cukup, hal ini akan dapat mengganggu fungsinya yang akan
dengan paritas yang tinggi lebih memungkinkan melahirkan berat plasenta yang
gas pada janin. Preeklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Eklampsia adalah kelainan akut
pada wanita hamil, dalam persalinan yang ditandai dengan kejang dan koma.
Kondisi tersebut dapat mempengaruhi plasenta dan uterus karena aliran darah ke
janin, sehingga mudah terjadi partus premature, pada hipertensi yang lebih
pendek dapat tejadi gawat janin sampai kematian karena kekurangan oksigenasi.
dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Pada preeklamsia yang jelas
pada pembuluh darah, dan stroma. Arteria spiralis mengalami kontriksi dan
penyempitan akibat arterosis akut ( Wiknjosastro, 2005). Ibu yang hipertensi dua
darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk
mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat plasenta pada ibu hamil dengan
Anemia pada ibu hamil adalah suatu keadaan yang menunjukkan kadar
hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah dari nilai normal yaitu 11 g/100 ml.
Kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah dan membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Selama hamil volume
lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah
2010 ). Penelitian lain yang dilakukan tentang efek dari jenis dan jangka waktu
(30%) ibu anemia dari 100 orang ibu hamil. Berat plasenta meningkat tidak
tergantung pada type anemia. Pada villi plasenta ditemukan insiden fibrosa dari
400 villi, 100 vlli yang fibrosis. Dari penelitiannya dinyatakan bahwa berat
29
plasenta menjadi meningkat pada anemia, histological villi fibrosis yang menjadi
Amerika Serikat tahun 2008 tentang faktor risiko ibu (umur, pendidikan,
21.5 % anemia pada ibu hamil dari 34.345 ibu hamil dan lebih memungkinkan
seorang ibu terhadap infeksi, namun keparahan setiap infeksi berhubungan dengan
efeknya terhadap janin. Infeksi mempunyai efek langsung dan tidak langsung
pada janin. Efek tidak langsung timbul karena mengurangi oksigen darah ke
2005 ). Plasenta dengan infeksi malaria akan dapat melahirkan BBLR karena
fungsi plasenta terganggu sehingga berat plasenta kecil. Malaria pada ibu sering
secara langsung maupun oleh nutrisi yang kurang ataupun tidak langsung akibat
fungsi plasenta terganggu. Status gizi dan nutrisi ibu sangat berpengaruh pada
pertumbuhan plasenta dan janin. Wanita yang kurus dan kehilangan berat badan
30
ataupun mempunyai pertambahan berat badan sangat rendah selama hamil , maka
dan janin. Pengaruh terbesar adalah ibu yang memiliki berat badan rendah
sehingga cadangan nutrisi juga sedikit ( Setiawan dan Dasuki, 1995 ). Dengan
demikian akan terjadi kompetisi antara ibu, janin dan plasenta untuk
mendapatkan nutrisi dan hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan plasenta
serta janin yang akan berdampak pada berat lahir bayi dan berat plasenta.
kebutuhan nutrisi saat kehamilan. Asupan nutrisi yang kurang pada ibu hamil
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan plasenta dan janin. Ibu rumah tangga
lahir secara utuh, dan merupakan plasenta yang lengkap memiliki tali pusat yang
mengandung dua arteri dan satu vena. Plasenta berbentuk hampir bulat dengan
ketebalan yang tidak merata, sehingga diambil satu ukuran dengan jangka sorong
31
yang dianggap mewakili tebal plasenta. Diameter plasenta diukur dengan meteran,
dan belum dicuci serta sebelum ditimbang jarum timbangan menunjukan angka
ketelitian nol, catat berat pasenta pada angka yang telah ditunjukkan jarum
pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur.
cairan tubuh. Berat badan dipakai sebagai indikator terbaik pada saat ini untuk
gestasi. Berat bayi lahir yang normal rata-rata adalah antara ≥ 2500 – 4000 gram,
dan bila di bawah atau kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram) dikatakan
Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ). Berat badan bayi lahir adalah berat bayi saat
lahir yang ditimbang segera setelah lahir. Pengukuran berat badan bayi lahir
dapat dilakukan dengan menggunakan timbangan yang relatif murah, mudah dan
tidak memerlukan banyak waktu. Berat badan bayi lahir dapat diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu berat badan lahir rendah dan berat badan lahir normal (BBLN ),
bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
(259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan dari 37 minggu
sampai dengan 42 minggu (259 -293 hari), dan bayi lebih bulan adalah bayi
Koesoemawati, 2002 ).
BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran
kurang dari 2500 gram ( sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini dikatakan premature
kemudian disepakati disenut Low birth weigth infant atau Berat Bayi Lahir
Rendah. Karena bayi tersebut tidak selamanya prematur atau kurang bulan tetapi
dapat cukup bulan maupun lebih bulan. (Bobak, 2005 ; Wikjosastro, 2005;
Depkes, 2009 ).
Dari pengertian di atas maka bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu : a). Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan
untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa
kehamilan, b). Dismaturitas atau Kecil untuk masa kehamilan adalah bayi lahir
dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa kehamilan.
Hal ini karena janin mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan ( KMK ), (Wiknjosastro, 2005)
menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah mudah
33
istilahkan dengan kelompok resiko tinggi, karena pada bayi berat lahir rendah
menunjukan angka kematian dan kesehatan yang lebih tinggi dengan berat bayi
lahir cukup. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lain. Riskedas 2007, mendata berat badan bayi baru lahir 12 bulan
terakhir. Tidak semua bayi diketahui berat badan hasil penimbangan waktu baru
lahir. Dari bayi yang diketahui berat badan hasil penimbangan waktu baru lahir,
berdasarkan SKRT dan Riskedas 2007 bahwa 11,5 % lahir dengan berat badan
faktor yaitu : faktor janin diantaranya kelainan janin, faktor etnik dan ras
diantaranya disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan, serta faktor kelainan
pertumbuhan sehingga berat badan lahirnya rendah. Selain itu faktor ibu juga
janin yaitu besar dan berat plasenta, tempat melekat plasenta pada uterus, tempat
insersi tali pusat, kelainan plasenta. Kelainan plasenta terjadi karena tidak
oksigen dalam plasenta. Lepasnya sebagian plasenta dari perlekatannya dan posisi
tali pusat yang tidak sesuai dengan lokasi pembuluh darah yang ada di plasenta
34
2006 ).
Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui
yang dapat mempengaruhi berat badan lahir adalah : a). Faktor Internal, yaitu
meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu
Eksternal, yaitu meliputi kondisi lingkungan, dan tingkat sosial ekonomi ibu
Usia Ibu hamil. Umur ibu erat kaitannya dengan berat badan lahir. Pada
fisiologinya belum optimal. Hamil usia remaja , karena pada kelompok usia ini
sendiri dan juga untuk janinya dan plasenta. hal ini akan dapat mempengaruhi
berat badan bayi saat dilahirkan. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup
matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi
tinggi, lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup
Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka anak yang dilahirkan akan
semakin ringan. Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan
diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan, sangat berbahaya. Mengingat mulai
usia ini sering muncul penyakit salah satu seperti hipertensi yang akan
eklampsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan
naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen
terjadi gawat janin yang akan berdampak pada berat bayi lahir (Mochtar, 2004).
Ibu dengan katagori umur berisiko ( < 20 tahun dan > 35 tahun ) mempunyai
peluang untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang umurnya tidak
Paritas dan jarak kelahiran. Paritas adalah jumlah anak yang dikandung
dan dilahirkan oleh ibu. Pada ibu dengan paritas yang tinggi, vaskularisasi yang
berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau
sehingga aliran darah ke plasenta tidak cukup, hal ini akan dapat mengganggu
Ibu dengan paritas > 4, melahirkan bayi dengan BBLR 20,2% (Simanjuntak,
berencana ( BKKBN ) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, karena
jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk
36
yang pendek cenderung akan menguras nutrisi ibu dari kehamilan dan hilangnya
darah selama melahirkan, juga selama laktasi yang dapat menguragi nutrisi ibu
melaui pemberian Asi. Sehingga ibu hamil ini cenderung menderita status gizi
kurang sampai buruk yang dapat berkorelasi dengan berat lahir bayi, dan sering
melahirkan bayi berat badan lahir rendah ( Syaifudin, 2006 ). Sistiarni, ( 2008 )
juga menyatakan jarak kelahiran < 2 tahun memilki peluang untuk melahirkan
BBLR 5,11 kali dibandingkan dengan ibu yang melahirkan anak dengan jarak > 2
tahun.
yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar
bawaan, atau janin lahir dengan berat badan yang rendah (Depkes, 2009).
Keadaan ini disebabkan karena kurangnya suplai oksigen dan nutrisi pada
janin. Hasil pnelitian Hilli AL. (2009) menyatakan adanya hubungan yang linier
antara anemia ibu hamil dengan berat badan bayi lahir. Berat badan bayi lahir
rendah dtemukan pada ibu hamil dengan anemia berat, sementara berat badan
lahir masih dalam batas normal pada ibu hamil dengan anemia ringan dan anemia
sedang meskipun lebih rendah dibandingkan dari ibu hamil tidak anemia.
Status Gizi Ibu Hamil. Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama
hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu
37
gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu
pertumbuhan janin terganggu baik secara langsung maupun oleh nutrisi yang
kurang ataupun tidak langsung fungsi plasenta terganggu. Status gizi dan nutrisi
ibu sangat berpengaruh pada pertumbuhan janin. Wanita yang kurus dan
memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan janin. Pengaruh terbesar adalah ibu yang
memiliki berat badan rendah, sehingga cadangan nutrisi juga sedikit. Dengan
demikian akan terjadi kompetisi antara janin dan ibu untuk mendapatkan nutrisi
dan hal ini akan berpengaruh terhadap pertumuhan janin yang akan berdampak
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir
diantaranya adalah Diabetes melitus (DM), cacar air, dan penyakit infeksi
insulin/tidak dapat menggunakan insulin yang ada. Bahaya yang timbul akibat
prematur, bayi lahir mati, bayi mati setelah lahir ( kematian perinatal) karena bayi
yang dilahirkan terlalu besar lebih dari 4000 gram dan kelainan bawaan pada bayi.
Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu
sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat menganggu janin yang dikandungnya.
Bayi yang dikandung tersebut mungkin akan terkena katarak mata, tuli,
limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental,
hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata, dan beberapa jenis penyakit
Ibu yang mengalami penyakit memilki risiko melahirkan BBLR 2,91 kali
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami penyakit selama hamil
lingkungan yang kurang akan dapat berdampak pada kesehatan ibu hamil yang
pada daerah dataran ketinggian akan dapat terjadi gangguan transportasi oksigen
Beban kerja ibu hamil adalah kondisi yang ditandai dengan pekerjaan
yang banyak dan berat, kegiatan ini meliputi : pekerjaan rumah tangga, pertanian,
mengurus anak, menimba air dan mencari kayu bakar. Kegiatan ini menyebabkan
pengeluaran energy tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap berat badan ibu
pengertian mereka akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil maupun bayinya.
Pendidikan ibu juga akan berpengaruh terhadap prilaku ibu dalam pencarian
masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil
dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik
dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita
dapat segera mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan
jain yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga kesehatan (Depkes,
40
melahirkan BBLR 5,85 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang kwalitas
Berat badan bayi baru lahir yang ditimbang sesuai cara penimbangan bayi
baru lahir menurut Bobak ( 2005 ) yaitu : 1) Periksa timbangan bayi dalam
ketelitian angka nol (0). 3) Bayi ditimbang dengan posisi ditidurkan tanpa kain
atau pakaian bayi. 4) Catat berat badan bayi baru lahir pada angka yang telah
Alat ukur berat badan bayi baru lahir yang dipergunakan adalah timbangan
2.4 Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Berat Badan Lahir
Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya
organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang ( Depkes RI, 2009 ). Anemia
dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu maupun janin yang
Pertumbuhan janin tergantung pada nutrisi yang baik dari ibu ke janin oleh
karena itu dibutuhkan perfusi uterus yang baik sehingga akan berpengaruh
terhadap kelahiran berat badan bayi . Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin
memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smitht
et al., 2010 ). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran
oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi
tumbuh kembang janin (Cunningham et al., 2005). Ibu hamil dengan anemia
sangat berhubungan dengan berat badan lahir. Hasil penelitian Hilli. (2009)
menyatakan adanya hubungan yang linier antara anemia ibu hamil dengan berat
badan bayi lahir. Berat badan bayi lahir rendah dtemukan pada ibu hamil dengan
anemia berat, sementara berat badan lahir masih dalam batas normal pada ibu
hamil dengan anemia ringan dan anemia sedang meskipun lebih rendah
ibu hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86 (53 %) anemia dari 162 kasus,
dan yang melahirkan bayi dengan BBLR 36.0 %. Hasil penelitian Karasahin et al.
(2006) juga menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia , empat kali lebih
berisiko melahirkan bayi premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat
2.5 Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Berat Plasenta Lahir
pertumbuhan janin, oleh karena janin mendapat nutrisi dari plasenta. Berat
plasenta yang tidak proporsional, hipertropi plasenta dapat terjadi oleh karena
penurunan konsentrasi Hb. Pada ibu hamil dengan anemia akan terjadi hipoksia
nutritif, oksigenasi, dan ekskresi. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin
memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smitht
et al., 2010 ). Anemia pada ibu hamil juga mengakibatkan terjadinya gangguan
(Wiknjosastro, 2005). Berat plasenta pada ibu hamil dengan anemia adalah lebih
tinggi tanpa tergantung dengan jenis anemianya. Berat plasenta meningkat tidak
tergantung pada type anemia. Dari penelitiannya dinyatakan bahwa berat plasenta
menjadi meningkat pada anemia, histological villi fibrosis yang menjadi ciri khas
Amerika Serikat tahun 2008 tentang factor risiko ibu terhadap pertumbuhan
ditemukan 21.5 % anemia pada ibu hamil dari 34.345 ibu hamil dan lebih
berat plasenta.
2.6 Perbedaan Berat Berat Badan Lahir dan Berat Plasenta Lahir pada Ibu
dan berat badan janin. Fungsi dan struktur plasenta sangat menentukan
pertumbuhan janin. Berat plasenta saling berkorelasi positif dengan ukuran bayi
dan ada hubungan yang signifikan secara statistik antara berat plasenta dengan
berat badan lahir bayi ( Asgharnia et al., 2008 ). Berat plasenta relatif lebih besar
pada bayi aterm dibandingkan bayi premature. Berat plasenta berkorelasi dengan
berat bayi lahir rendah yaitu rata rata berat plasenta 469 gram dan pada bayi aterm
Fungsi Plasenta pada Ibu hamil dengan anemia akan terganggu yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dan berat badan lahir bayi. Suplai darah
pada anemia ibu hamil berkurang ke plasenta dan janin, sehingga mengakibatkan
uterus akan menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke plasenta dan ke janin
terganggu ( Karasahin, 2007 ; Robert et al., 2008 ). Hipoksia yang terjadi pada
44
pertumbuhan janin intra uterin dan kelahiran bayi berat badan lahir rendah
Anemia pada ibu hamil berkorelasi dengan kejadian berat badan lahir
rendah, telah banyak dilaporkan dari beberapa penelitian. Risiko tinggi kelahiran
premature berkorelasi dengan kekurangan zat besi saat hamil ( Allen, 2007 ).
Ada hubungan yang signfikan antara aemia pada ibu hamil dengan kejadian
Hilli ( 2009 ) menyatakan bahwa ada hubungan linier antara anemia pada
ibu hamil dengan berat bayi baru lahir. Berat bayi baru lahir rendah ditemukan
pada ibu anemia berat, sementara berat badan bayi yang masih dalam batas
normal ditemukan pada ibu hamil dengan anemia yang ringan dan sedang
walaupun lebih rendah dibandingkan berat badan bayi dari ibu hamil tidak
anemia. Hasil ini sesuai dengan yang ditemukan pada studi yang dilakukan oleh
Singla et al dalam Hilli (2009 ) juga menyatakan bahwa berat lahir bayi, berat
plasenta secara signifikan berkurang pada ibu hamil dengan anemia berat.
yang bermakna antara berat badan bayi lahir pada ibu hamil dengan anemia dan
Anemia pada ibu hamil berpengaruh terhadap berat plasenta namun tidak
tergantung pada jenis anemia dan durasi anemia. Ibu hamil dengan anemia
yaitu 540,5 gram dan anemia makrositik rata – rata 592, 1 gram. ( Agboola,
1979). Berat plasenta yang tidak proporsional disebabkan karena kondisi ibu
seperti anemia dan pasokan gizi yang kurang atau hipoksia yang dapat
BAB III
Penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah asupan gizi dan zat besi
selain umur, paritas, jarak kelahiran, pola makan, kepatuhan konsumsi besi dan
hamil seperti sosial ekonomi budaya, paparan rokok. Sementara, ibu hamil dengan
prematuritas, partus lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin. Anemia
pada ibu hamil sebagian besar berupa ADB terutama pada aterm karena pada
masa tersebut janin menimbun cadangan besi untuk dirinya dalam rangka
persediaan segera setelah lahir. Pada ibu hamil aterm dengan anemia
dan infark sehingga terjadi gangguan fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin. Selain itu, anemia pada ibu hamil terdapat hipertrofi
plasenta dan villi yang juga mempengaruhi berat plasenta. Plasenta berfungsi
dan perkembangan plasenta itu sendiri. Pada ibu hamil dengan anemia sebagai
47
asupan gizi ke plasenta sehingga terjadi hipoksia plasenta yang pada akhirnya
mengganggu fungsinya sehingga terjadi BBLR dan berat plasenta lahir abnormal
(BPLA).
berikut:
Tumbuh kembang
janin:
Ibu hamil Sirkulasi
aterm BBL
uteroplasenta
dengan dan nutrisi
anemia
Pertumbuhan
plasenta:
BPL
Umur, paritas,
penyakit, kurang
gizi, pendapatan ibu,
merokok
Keterangan :
Gambar kerangka konsep dapat dijelaskan bahwa ibu hamil aterm dengan
aterm dengan anemia sebagai faktor risiko terhadap berat badan lahir dan berat
plasenta lahir. Pada ibu hamil aterm dengan anemia akan terjadi gangguan
dapat mengganggu fungsi plasenta sebagai nutritif, oksigenasi dan ekskresi yang
Tumbuh kembang janin dan plasenta dapat diukur dengan berat badan lahir dan
lahir dan berat plasenta juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan
variable perancu yang tidak diteliti seperti : umur, paritas, jarak kelahiran
1. Ada perbedaan berat badan lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia dan
tidak anemia.
2. Ada perbedaan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia
BAB IV
METODA PENELITIAN
yaitu melakukan pengukuran terhadap variabel bebas yaitu ibu hamil aterm
dengan anemia dan variabel tergantung yaitu berat badan lahir dan berat
plasenta lahir, dilakukan sekali dalam waktu yang bersamaan dan tidak
1. Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah ibu hamil aterm yang
melahirkan.
2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini yaitu ibu hamil aterm yang
1. Penentuan sampel
ibu hamil aterm dengan anemia dan kelompok ibu hamil aterm yang tidak
a. Kriteria inklusi
b. Kriteria eksklusi
hipertensi.
2. Besar sampel
berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan
51
anemia dan tidak anemia, maka besar sampel dihitung dengan asumsi
rata-rata berat badan lahir pada 50 ibu hamil dengan anemia yaitu 3,1 kg
(± 0,35) dan rata-rata berat badan lahir pada 40 ibu hamil yang tidak
menggunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda rata-rata pada 2
n₁ - n₂ = 2 𝛔² Z ₁ - 𝑎/z + Z ₁ - β ²
(𝛍 ₁ - 𝛍 ₂ ) ²
Keterangan :
0,842.
𝛍 ₁ - 𝛍 ₂ adalah rata – rata populasi berat badan lahir pada ibu hamil
dengan anemia yaitu 3,1 dan rata – rata berat badan lair pada ibu
𝛔² adalah standar deviasi dari beda rata- rata. Yang diperkirakan dari
54, 5 ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia. Jadi jumlah
sampling yaitu ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia yang
52
tahun 2011 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sampai jumlah
ketinggian, merokok.
1. Ibu hamil aterm dengan anemia adalah ibu hamil tunggal hidup dengan
dan ibu hamil aterm yang tidak anemia adalah ibu hamil tunggal hidup
anemia
2. Berat badan lahir adalah berat badan bayi baru lahir dalam gram yang
bayi merk Tanita dengan ketelitian 0,01 kg di ruang Elang bersalin RSUD
3. Berat plasenta lahir adalah berat plasenta baru lahir komplit dalam gram
normal adalah 1/6 dari berat badan lahir. Skala pengukuran : rasio.
kadar hemoglobin.
2. Timbangan bayi merk Tanita yang sudah standar dengan ketelitian 0,01
3. Timbangan bayi merk Tanita yang sudah standar dengan ketelitian 0,01
responden dan hasil pengukuran berat badan lahir dan berat plasenta
lahir.
data hemoglobin dengan cara pengukuran dari bahan darah vena kubiti di
laboratorim BLU RSUD Wangaya Kota Denpasar, data berat badan lahir dan
badan dan berat plasenta segera setelah bayi dan plasenta lahir.
1. Persiapan
RSUD.W.
55
3. Anamnesa
4. Informed concent
56
consent
Berat badan lahir dan berat plasenta lahir baik pada ibu hamil aterm
7. Analisis data.
Persiapan
Pemilihan sampel:
kriteria inklusi dan
eksklusi
Anamnesa
Informed consent
Pemeriksaan
hemoglobin
Analisis data
1. Kadar hemoglobin.
Berat badan bayi segera setelah lahir diukur dengan cara menimbang
berat badan bayi dengan timbangan bayi merk Tanita dengan ketelitian
angka nol, bayi ditimbang dalam posisi tidur tanpa pakaian. Catat berat
dengan teliti.
angka nol, plasenta ditimbang, dan catat berat plasenta pada angka
bertugas di Ruang Elang bersalin RSUD Wangaya Kota Denpasar dan memberi
penjelasan cara pengukuran berat badan bayi baru lahir dan berat plasenta lahir
komputer.
Pada penelitian ini data dianalisis dengan uji statistik antara lain :
2. Analisis normalitas berat badan lahir dan berat plasenta lahir antara
kemaknaan 5 %.
3. Analisis homogenitas berat badan lahir dan berat plasenta lahir antara
kelompok ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia dengan
4. Analisis perbedaan rerata berat badan lahir dan berat plasenta lahir
BAB V
HASIL PENELITIAN
analitik cross-sectional study yang dilakukan pada ibu hamil aterm yang
penelitian dibedakan berdasarkan kadar Hb ibu hamil aterm yaitu 55 ibu hamil
aterm dengan anemia yang dikatagorikan kadar Hb < 11 gram % dan 55 ibu
Selama penelitian, 110 orang ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak
anemia dijadikan sampel dalam penelitian setelah memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi. Karakteristik subjek antara ibu hamil aterm dengan anemia dan
Tabel 5.1
Karakteristik Subjek antara Ibu Hamil Aterm dengan Anemia dan Tidak
Anemia
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rerata umur ibu hamil aterm dengan anemia
adalah 27,09 ± 4,89 tahun, lebih kecil dibandingkan umur ibu hamil aterm dengan
anemia dan tidak anemia adalah 27,49 ± 4,90 tahun. Hasil analisis dengan uji
Mann-Whitney menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan umur antara ibu hamil
aterm dengan anemia adalah 11,07 ± 2,28 tahun, lebih kecil dibandingkan pada
ibu hamil aterm tidak anemia adalah 11,29 ± 2,05 tahun. Dimana subyek rata -
bahwa tidak ada perbedaan pendidikan antara ibu hamil aterm dengan anemia dan
Rerata paritas pada ibu hamil aterm dengan anemia adalah 1,78 ± 0,83
lebih kecil dibandingkan pada ibu hamil aterm tidak anemia adalah 1,82 ± 0,80.
perbedaan paritas antara ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia (p >
0,05).
Rerata umur kehamilan pada ibu hamil aterm dengan anemia adalah
39,13 ± 1,22 minggu, lebih kecil dibandingkan ibu hamil aterm tidak anemia
orang lebih kecil dibandingkan ibu hamil aterm tidak anemia sebanyak 33 (60 %)
orang, dan berjenis kelamin perempuan pada ibu hamil aterm dengan anemia
63
sebanyak 27 (49,01 %) orang lebih besar dibandingkan pada ibu hamil tidak
anemia sebanyak 22 (40 %) orang. Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi-
Square didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan jenis kelamin bayi yang
dilahirkan secara bermakna (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa karaktersitik
subjek tidak berpengaruh terhadap berat badan lahir dan berat plasenta lahir.
Sedangkan rerata Hb pada ibu hamil aterm dengan anemia adalah 9,92 ±
0,55 g %, lebih kecil dibandingkan ibu hamil aterm tidak anemia adalah 11,84 ±
perbedaan secara bermakna antara ibu hamil aterm dengan anemia dan ibu hamil
Perbedaan berat badan lahir diuji berdasarkan rerata berat badan lahir bayi
antar ibu hamil aterm dengan anemia dan tidak anemia. Hasil analisis kemaknaan
Tabel 5.2
Perbedaan Berat Badan Lahir antara Ibu Hamil Aterm dengan Anemia dan
Tidak Anemia
Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa rerata berat badan lahir pada ibu
hamil aterm dengan anemia adalah 2735,45 ± 239,54 gram, lebih kecil namun
64
masih dalam batas normal dibandingkan pada ibu hamil aterm tidak anemia
bahwa nilai U = 83,00 dan p = 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan rerata berat badan lahir bayi secara bermakna ( p < 0,05).
Perbedaan berat plasenta lahir diuji berdasarkan rerata berat plasenta lahir
Tabel 5.3
Perbedaan Berat Plasenta Lahir antara Kelompok Ibu Hamil Aterm dengan
Anemia dan Tidak Anemia
Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa rerata berat plasenta lahir pada
kelompok ibu hamil dengan anemia adalah 490,91 ± 36,12 dan pada kelompok
ibu hamil tidak anemia adalah 535,45 ± 32,42. Dimana berat plasenta ibu hamil
dengan anemia lebih rendah dibandingkan berat plasenta lahir ibu hamil aterm
dengan anemia dan tidak anemia. Analisis dengan uji Mann-Whitney didapatkan
bahwa nilai U = 1392,00 dan p = 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
BAB VI
PEMBAHASAN
Subjek berasal dari ibu hamil aterm yang melahirkan di Ruang Elang
RSUD Wangaya Kota Denpasar Tahun 2011. Setelah memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi maka dilakukan pengambilan darah vena kubiti untuk pemeriksaan
aterm dengan anemia bila kadar Hb < 11 gram % dan tidak anemia bila kadar Hb
≥ 11 gram %, serta dilakukan pengukuran berat badan lahir dan berat plasenta
lahir dengan cara menimbang berat badan lahir dan berat plasenta lahir setelah
6.1 Perbedaan Berat Badan Lahir pada Ibu Hamil Aterm dengan Anemia
Pada penelitian ini ditemukan bahwa rerata berat badan lahir pada ibu
hamil aterm dengan anemia adalah 2735,45 ± 239,54 gram, lebih rendah dari pada
ibu hamil aterm tidak anemia namun masih dalam batas normal dan rerata berat
badan lahir pada ibu hamil aterm tidak anemia adalah 3382,73 ± 256,62 gram.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa nilai U = 83,00 dan p = 0,001. Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata berat badan lahir bayi secara
bermakna (p < 0,05). Namun dari semua ibu hamil aterm dengan anemia yang
Perbedaan berat badan lahir antara ibu hamil aterm dengan anemia dan
tidak anemia secara bermakna oleh karena pada ibu hamil dengan anemia terjadi
66
dalam darah berkurang maka janin akan mengalami hipoksia yang berakibat
lahir. Smit et al, (2010) menyatakan bahwa saat kehamilan memerlukan aliran
darah yang cukup untuk memenuhi nutrisi dalam rangka mendukung pertumbuhan
tidak seimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan dan enzim-enzim yang
Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada
masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai
persediaan bulan pertama setelah lahir ( Sin sin, 2008). Akibat anemia akan dapat
menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke plasenta dan janin terganggu sehingga
terhambat dan janin lahir dengan BBLR (Desfauza, 2007 ; Suharjo dan Dalarto,
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hilli, (2009) yang menyatakan bahwa berat badan lahir masih dalam batas normal
pada ibu hamil dengan anemia ringan yaitu rerata BBL 3,1 ± 0,35 (p=0,1) dan
anemia sedang rerata BBL 2,7 ± 0,09 (p=0,02) meskipun lebih rendah
dibandingkan dari ibu hamil tidak anemia yang diperoleh rerata BBL 3,3 ± 0,40.
Pada penelitian ini rerata Hb pada ibu hamil aterm dengan anemia 9,92 ± 0,55
merupakan derajat anemia ringan, yang melahirkan bayi dengan berat badan lebih
rendah dari ibu hamil atern tidak anemia tetapi masih dalam batas normal. Hal ini
sesuai pendapat Rockwel, 2003 dalam Lestari, 2006) yang menyatakan walaupun
penambahan sel dan peningkatan cabang arteri sebagai bentuk adaptasi terhadap
kekurangan suplai O2, agar tetap dapat memenuhi kebutuhan O2 dan nutrisi janin
sehingga janin dapat bertumbuh normal. Tetapi berat plasenta akan bertambah
(Lestari, 2006).
meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah janin dan
plasenta. Penurunan konsentrasi Hb akan lebih kecil pada ibu hamil yang
kebutuhan perfusi dari uteroplasenta ( Smith et al., 2010 ). Untuk itu diperlukan
makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat
makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : minum teh saat
ada perbedaan yang bermakna antara berat badan bayi lahir pada ibu hamil
dengan anemia dan tidak anemia (p < 0,05). Hasil yang serupa ditemukan dalam
studi yang dilakukan oleh Singla et al dalam Hilli, (2009) menyatakan bahwa
berat badan lahir, secara signifikan berkurang pada ibu hamil dengan anemia.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitin Simanjuntak (2008)
yang menyatakan bahwa ibu hamil dengan anemia 36,0 % melahirkan bayi
hamil dengan anemia berisiko 1,9 kali melahirkan bayi dengan BBLR
dibandingkan ibu hamil tidak anemia. Pada penelitian ini ditemukan ada 6 orang
anemia yang melahirkan bayi dengan BBLR adalah ibu hamil telah mengalami
anemia sejak awal kehamilan, namun pada penelitian ini tidak mengukur dan
mengumpulkan variabel Hb dari awal kehamilan. Wheeler et al, dalam Ming Zhon
et al, (1998) menyatakan bahwa perkembangan plasenta dan janin berjalan dengan
baik saat awal kehamilan oleh karena kandungan O2 dalam darah cukup tinggi.
Demikian pula halnya dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Allen, 2007
bahwa ibu dengan anemia pada awal kehamilan memiliki 1,75 kali lipat lebih
69
menunjukkan bahwa risiko kelahiran prematur dua kali lipat pada ibu hamil
triwulan II tetapi tidak berisiko pada kehamilan triwulan III. Peneitian yang
serupa dilakukan di Nepal dinyatakan bahwa wanita hamil dengan anemia pada
triwulan I dan II berisiko 1,87 kali lebih tinggi untuk melahirkan bayi prematur.
pekerjaan. Pada penelitian ini ditemukan ibu hamil aterm dengan anemia yang
melahirkan BBLR bekerja sebagai ibu rumah tangga 5 oang (9,095) dan sebagai
buruh 1 orang (1,82%). Beban kerja ibu hamil adalah kondisi yang ditandai
dengan pekerjaan yang banyak dan berat, kegiatan ini meliputi : pekerjaan rumah
tangga, pertanian, mengurus anak, menimba air dan mencari kayu bakar. Kegiatan
berat badan ibu selama hamil yang berkontribusi untuk melahirkan BBLR.
((Anonim, (“tt”) ).
berat badan sangat rendah selama hamil, maka akan menggunakan protein
tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan janin. Pengaruh terbesar
adalah ibu yang memiliki berat badan rendah sehingga cadangan nutrisi juga
sedikit ( Setiawan dan Dasuki, 1995 ). Dengan demikian akan terjadi kompetisi
antara ibu, janin dan plasenta untuk mendapatkan nutrisi dan hal ini akan
pada berat lahir bayi dan berat plasenta (Anonim, (“tt”)). Kebutuhan energi pada
triwulan I adalah secara maksimal dan bertambah terus sampai masa bersalin,
70
volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, triwulan III tambahan energi
6.2 Pebedaan Berat Plasenta Lahir pada Ibu Hamil Aterm dengan Anemia
Hasil analisis menunjukkan bahwa rerata berat plasenta lahir pada ibu
hamil aterm dengan anemia adalah 490,91 ± 36,12 dan pada ibu hamil aterm
didapatkan bahwa nilai U = 1392,00 dan p = 0,034. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan rerata berat plasenta lahir bayi secara bermakna (p < 0,05).
Berat plasenta rata – rata lebih rendah pada ibu hamil aterm dengan
anemia dibandingkan dengan ibu hamil aterm tidak anemia, hal ini disebabkan
oleh karena pada ibu hamil dengan anemia terjadi hipoksia dan kekurangan aliran
plasenta (Deafauzia, 2007). Berat plasenta yang kecil tidak proporsional dapat
yang cukup untuk memenuhi nutrisi (Smith et al, 2010). Walaupun terjadi
adaptasi terhadap kekurangan suplai O2 dan nutrisi (Rockwel et al, 2003 dalam
Lestari, 2006).
71
Berat plasenta rata-rata lebih rendah pada ibu hamil aterm dengan anemia
dibandingkan ibu hamil aterm yang tidak anemia, namun kalau dilihat dari
kejadian hipertropi plasenta ( berat plasenta > 1/6 berat badan lahir) maka pada
penelitian ini tampak bahwa pada ibu hamil aterm dengan anemia lebih banyak
mengalami hipertropi plasenta yaitu 45 (81,8%) dari pada ibu hamil aterm tidak
bermakna (p<0,05). Hal ini disebabkan karena pada ibu hamil dengan anemia
berpengaruh terhadap pertumbuhan janin, plasenta, dan berat badan lahir bayi
serta berat plasenta lahir. Pada ibu hamil dengan anemia suplai darah berkurang
kehamilan, bahkan berhenti tumbuh saat telah sempurna, tetapi ada kalanya
plasenta dapat terus tumbuh dan meningkat ukurannya jika berhadapan dengan
72
berkurang oleh karena mekanisme tersebut janin dapat tetap terpenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisinya sehingga dapat tumbuh normal (Rockwel et al, 2003
dalam Lestari, 2006). Tetapi berat plasenta akan bertambah (Lestari, 2006).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan tentang efek
dari jenis dan jangka waktu anemia terhadap berat plasenta dan histology villi
di Nigeria ditemukan 32 (30%) ibu anemia dari 100 orang ibu hamil. Berat
plasenta meningkat tidak tergantung pada type anemia. Pada villi plasenta
ditemukan insiden fibrosa dari 400 villi, 100 vlli yang fibrosis. Dari penelitiannya
villi fibrosis yang menjadi ciri khas dari plasenta pada anemia ( Agboola, 1979).
Bila terjadi defisiensi zat besi pada ibu hamil maka plasenta akan berupaya
mengambil lebih banyak zat besi untuk kebutuhan janin (Allen, 2007). Hipoksia
dan Parker dalam Huliah, 2006). Oleh karena arteri lebih banyak maka hal ini
Robert et al., (2008) menyatakan bahwa ibu hamil dengan anemia lebih
berat plasenta. Berat plasenta yang tidak proporsional disebabkan karena kondisi
73
ibu seperti anemia dan pasokan gizi yang kurang atau hipoksia yang dapat
sendiri (Asgharnia et al., 2007) dan plasenta yang besar juga dapat memprediksi
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa plasenta hipertropi pada ibu
hamil aterm yang tidak anemia lebih kecil 7(12,7%) dibandingkan pada ibu hamil
aterm dengan anemia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Janthanapan et al,
dengan peningkatan berat badan lahir pada kehamilan normal, terbukti secara
statistik dengan nilai r 0,450 dan p <0,05. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
penelitian Sanin et al, (2001) yang menyatakan bahwa hubungan antara berat
badan dan berat plasenta lahir secara signifikan dan ditemukan bahwa untuk
setiap gram kenaikan BBL maka berat plasenta meningkat 1,98 gram. Kenaikan
berat plasenta ini bisa merupakan indikator dari gizi. Sistiarini (2008) menyatakan
diet yang cukup akan mempengaruhi pertumbuhan plasenta dan janin. Dengan
asupan nutrisi yang cukup maka kebutuhan Fe juga cukup dan konsentrasi Hb
Dengan demikian upaya perbaikan gizi pada ibu hamil akan memberi andil yang
cukup besar baik untuk kesehatan ibu maupun janin, dan secara langsung maupun
74
tidak langsung berperan pada kelangsungan hidup janin dalam kandungan dan
setelah lahir.
awal kehamilan yang dapat mempengaruhi berat badan lahir dan berat plasenta
BAB VII
7.1 Simpulan
1. Ada perbedaan antara berat badan lahir pada ibu hamil aterm
2. Ada perbedaan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan
anemia dan tidak anemia, dimana berat plasenta lebih rendah pada
ibu hamil aterm dengan anemia dibandingkan pada ibu hamil aterm
tidak anemia.
7.2 Saran
sehari-hari.
76
DAFTAR PUSTAKA.
Agboola, 1979, Effect of type and Duration of Anemia on Placenta Weight and
Villous Histology, 1979 Journal of The National Medical Assotiation
Vol. :71. No.11, Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pdf/jnma00031-0031.pdf
Allen H., , 2007, Anemia and Irron deficiency : Efect on pregnancy out come
2000 American Journal of clinical Nutritions.ol 71, No 5.1280S.1284s.
Mei 2000, Available from; http ://www.ajcn.org/content/71/5/1280S.full
Amirudin, Wahyuddin, 2004, Studi Kasus Kontrol Ibu Anemia, 2007 Jurnal
Medical UNHAS , Available from ; http://
med.unhas.ac.id/index.php?...studi-kasus-kontrol...anemia-ibu...
Ani, L., S.,I. M. Bakta, Suryadi INT.,Bagiada Agus IN.,, 2007 Pengaruh
Pemberian Tablet Besi Terhadap Kadar Feritin Serum Dan Haemoglobin
Pada Wanita Pra Hamil Dengan Anemia Defisinsi Besi Derajat Ringan Di
Bali, 2007 journal.unud.ac.id.
Ariawan. 1998. Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. Jakarta :
Fakutas Kesehatan Masyarakat Universita Indonesia.
Asgharnia M., Esmailpour N., Poorghorban M., and Atrkar – Roshan, , 2007,
Placental Weight And Its Assosiations With Maternal And
Neonatal Characteristics, 2008 Acta Medica Iranica, Vol.: 46, No. 6
Available from ; journals.tums.ac.ir/pdf/12697
Brien O K., Nelly Zavaleta, Laura E Caulfied, Dong- Xiao Yang, and Steven A
Abrams, , 1999, Influence Of Prenatal Iron And Zinc Supplments on
Supplemental Iron Absorbtion, And Iron StatusIn Pregnant Peruvian
Women; 1998 An J Clin Nutr, 69-609-15. Printed in USA .1999 American
Sociaty for Clinical Nutrition, Available from ;
www.idpas.org/pdf/657InfluenceOfPrenatalIron%20.pdf
78
Budiwiningtjastuti, Surjono A, Hakimi M., 2001, Anemia Ibu Hamil Tri Wulan
III dan Pengaruhnya terhadap kejadian Rendahnya Scor Apgar, Pasca
Sarjana UGM. 2005 Sain Kesehatan 18 Januari : Available from ;
http://obstetriginekologi.com/artikel/penelitian+pada+ibu+hamil.html/page
Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C.,
Wenstrom, K.D. 2005. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC, pp:
18-20, 91, 146-49, 191-93, 1463-72.
Depkes RI, 2003, Program Penanggulangan gizi pada wanita Usia Subur (WUS)
, Direktorat Gizi Masyarakat & Binkesmas , Jakarta ;Depkes RI
Depkes RI., 2007. Prioritas pada Angka Kematian Ibu dan Bayi,
http:/www.tenaga-kesehatan.or.id/publikasi.
Depkes RI., 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, Jakarta : Depkes RI
Djamilus, Herlina, 2008, Faktor Risiko Kejadian Anemia Ibu Hamil Di Wilayah
Kerja Puskesmas Bogor, Artikel , Available from : http://www.
motekar.tk/topik/pengkajian-anemia-pada-ibu-hamil.html
Fried Michal, Richad D. Muga, Ambrose O., Misore and Petrick C., Duffy 1998,
Malaria Elcits Type 1 Cytokines In The Human Placeta : IF-y
And TNF – a Assotiated With Pregnancy Outcomes, 1998 The Journal Of
Immunology: 160; 2523 – 2530, Available from :
http://www.jimmonolorg/ content/160/5/2523 full.html.
Hilli A. L. 2009, The Effect of Maternal Anaemia on Cor Blood Haemoglobin &
Newborn Birth Weight ; 2010 Kabala Journal of Medical, 2 ( 8-9).
Available from : www.uobabylon.edu.iq/
Huliah, 2008, “Gambaran ultra Struktur Endotil Tali Pusat dan Kapiler Terminal,
Villi Plasenta pada Kehamilan dengan Pertumbuhan Janin Terhambat dan
Preekamsi Berat “ (Thesis). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
79
Indryani dan Amirudin, 2006, Faktor Risiko Kejadian Partus lama Di RSIA Siti
Fatimah Makasar , Artikel Ilmiah, 31 Mei 2007, available from ;
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/31/faktor-risiko-partus-
lama-di-rsia-siti-fatimah-makassar/
Karasahin E., Seyit Temed Ceyhan, Umit Goktolga, Ugur Keskin, Iskender
Baser, 2006, Maternal anemia and Perinatal Out Come, 2007
Perinatal Journal. Vol : 15, Issue 3 December , Available from ;
http://www.perinataljournal.com/journal_files/pd-971.pdf
Kusumah, 2009, “Kadar Haemoglobin ibu hamil triwulan II-III dan Faktor –
factor Yang Mempengaruhinya di RSUP H Adamalik Medan “ (thesis).
Sumatra.: Universitas Sumatra.
Maisyaroh, 2009,” Perbedaan Antropometri Bayi Baru Lahir Antara Ibu Anemia
80
dan Tidak Anemia ( Studi pada Ibu Hamil Trimester III di Rumah Sakit
Umum Daerah Muara Bungo Kabupaten BungoProvinsi Jambi)” (thesis).
Semarang: Universitas Semarang.
Masrizal, 2007, Anemia Defisiensi besi, 2007 Jurnal Kesehatan Masyarakat, II (I),
available from; http://www.searchinpdf.com.
Ming Zhon, Win Wei yang, Jia Seng Hua, Chin Qin Deng, Xuguang Tao and
Rebecca J Stolsifus, 1998, Relation of Hemoglobin Measuredat Diferent
Times in Pregnancy to Preterm Birth and Low Birth Weight in Shiang Hai;
1998 American Journal of Epidemiology, Vol 148.
Mutalazimah, 2005, Hubngan Lingkar Lengan Atas dan Hemoglobin ibu hamil
dengan Berat Badan Lahir di RSUD Moewardi Surakata, 2005 Jurnal
Penelitian Sains dan Teknologi, Vol 6 no 2, 114-126, Available from:
http://www.eprints.ums.ac.
Rianti, S.P., dan Resmisari, 2009, Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9,
Jakarta : EGC
Robert B K., Caroin M Salafia, Wanda K Nicholson, Anne Dugan, Nae Yuh
Wang, Frederich L Brancati, 2008, Maternal risk factor for abnormal
placenta growth : 2008 The National Collaboran Perinatal Projec,
available from ; http:// www.biomedcentral.com/1471-2393/8/44
Salin E.L., Sandra Reza Lopez, Edit Tufirio Olivaries, Martha Coiral Terrazas,
Miigual Angel Robles Silva, Margareta Levario Carrio, 2001, Relation
Between Birth Weight and Placenta Weight ; 2001 Biology of The
Neonatale 80 , Vol No. 2
Saspriyana, 2010, Anemia Ibu Hamil, Mengapa harus dicegah , Available :
http://dokterkade.wordpress.com/2010/03/24/anemia-dalam-kehamilan-
mengapa-harus-dicegah-2/
Simanjuntak, 2008, “Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian BBLR
di BP RSU Rantaurapat”(Thesis). Medan: Universitas Sumatra Utara.
Sin – sin, 2008, Masa Kehamilan dan Persalinan, Jakarta : PT Alex Media
Komputindo
Sistiarini, 2008, “Faktor Maternal dan Kwalitas Pelayanan Antenaal yang Berisiko
terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah “ (Thesis ) ; Universitas
Diponogoro Semarang.
Simkin P., Jannet Whelley, Ana Keppler, 2008, Panduan Lengkap Kehamilan,
Melahirkan dan Bayi, Jakarta : EGC
Widodo Y., Bambang Udji Djoko, Zulaela, 2005, Pertumbuhan Bayi yang
Mendapat Asi Eklusif dan Asi Tidak Ekslusif ; 2005 Sains Kesehatan, 18
( 3 ), Juli.Available from : i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=61
82
Lampiran 1
WAKTU PELAKSANAAN
KEGIATAN YANG
Juni’ Juli’ Agus’ Sept’ Okt’ Nov’ Des’ Jan’ Feb’
DILAKUKAN
11 11 11 11 11 11 11 12 12
A.Persiapan
1.Penyusuan proposal
2.Seminar proposal
3.Revisi proposal
4.Pengumpulan proposal
B.Pelaksanaan
1.Pengurusan izin
2.Pengumpulan data
3.Pengolahan data
C.Tahap Akhir
1.Penyusunan laporan
2.Presentasi laporan
3.Revisi laporan
4.Pengumpulan tesis
83
Lampiran 2
BIAYA PENELITIAN
A. Persiapan
B. Pelaksanaan
C. Tahap Akhir
Rp.3.800.000
84
Lampiran 3
Di Tempat
Dengan hormat,
penelitian ” Perbedaan berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu hamil
aterm dengan anemia dan tidak anemia”. Penelitian ini dilaksanakan sebagai
tugas akhir semester IV. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan
berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu hamil aterm dengan anemia
dan tidak anemia. Untuk maksud tersebut, peneliti mohon partisipasinya untuk
Denpasar, 2011
Peneliti
Lampiran 4
Udayana, tentang perbedaan berat badan lahir dan berat plasenta lahir pada ibu
untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini tanpa paksaan dari orang lain.
Denpasar,
No Responden : ..............................
86
Lampiran 5
TANGGAL PENGISIAN :
A. Karakteristik Responden
1. Ibu Hamil
Nama :
Hb : gr %
Umur : tahun
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :
Hamil yang ke :
2. Bayi
Tanggal lahir :
Jenis kelamin :
Anak ke
87
Lampiran 6
Lampiran 7
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Umur Hamil Aterm dengan Anemia *
.094 55 .200 .935 55 .005
Hamil Aterm tanpa Anemia .127 55 .027 .932 55 .004
Paritas Hamil Aterm dengan Anemia .299 55 .000 .760 55 .000
Hamil Aterm tanpa Anemia .266 55 .000 .786 55 .000
Umur_ Hamil Aterm dengan Anemia .200 55 .000 .916 55 .001
Kehamil
an Hamil Aterm tanpa Anemia .396 55 .000 .242 55 .000
*
Hb Hamil Aterm dengan Anemia .085 55 .200 .969 55 .159
Hamil Aterm tanpa Anemia .135 55 .015 .965 55 .110
BBL Hamil Aterm dengan Anemia .082 55 .200 *
.978 55 .392
Hamil Aterm tanpa Anemia .144 55 .006 .931 55 .003
BPL Hamil Aterm dengan Anemia .174 55 .000 .916 55 .001
Hamil Aterm tanpa Anemia .405 55 .000 .666 55 .000
a. Lilliefors Significance Correction
92
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Umur Hamil Aterm dengan Anemia *
.094 55 .200 .935 55 .005
Hamil Aterm tanpa Anemia .127 55 .027 .932 55 .004
Paritas Hamil Aterm dengan Anemia .299 55 .000 .760 55 .000
Hamil Aterm tanpa Anemia .266 55 .000 .786 55 .000
Umur_ Hamil Aterm dengan Anemia .200 55 .000 .916 55 .001
Kehamil
an Hamil Aterm tanpa Anemia .396 55 .000 .242 55 .000
*
Hb Hamil Aterm dengan Anemia .085 55 .200 .969 55 .159
Hamil Aterm tanpa Anemia .135 55 .015 .965 55 .110
BBL Hamil Aterm dengan Anemia .082 55 .200* .978 55 .392
Hamil Aterm tanpa Anemia .144 55 .006 .931 55 .003
BPL Hamil Aterm dengan Anemia .174 55 .000 .916 55 .001
Hamil Aterm tanpa Anemia .405 55 .000 .666 55 .000
*. This is a lower bound of the true significance.
93
Lampiar 8
Group Statistics
Std.
Deviatio Std. Error
Kelompok N Mean n Mean
Hb Hamil Aterm dengan Anemia 55 9.922 .5500 .0742
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 11.836 .4192 .0565
Lampiran 9
Group Statistics
Std. Error
Kelompok N Mean Std. Deviation Mean
Umur Hamil Aterm dengan Anemia 55 27.09 4.885 .659
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 27.49 4.895 .660
Paritas Hamil Aterm dengan Anemia 55 1.78 .832 .112
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 1.82 .796 .107
Umur_Keha Hamil Aterm dengan Anemia 55 39.13 1.218 .164
milan
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 39.16 4.906 .661
BBL Hamil Aterm dengan Anemia 55 2735.45 239.535 32.299
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 3382.73 256.619 34.603
BPL Hamil Aterm dengan Anemia 55 490.91 36.115 11.612
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 535.45 32.416 7.068
95
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Umur Hamil Aterm dengan
55 54.19 2980.50
Anemia
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 56.81 3124.50
Total 110
Paritas Hamil Aterm dengan
55 54.65 3005.50
Anemia
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 56.35 3099.50
Total 110
Umur_Kehamilan Hamil Aterm dengan
55 47.23 2597.50
Anemia
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 63.77 3507.50
Total 110
BBL Hamil Aterm dengan
55 29.51 1623.00
Anemia
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 81.49 4482.00
Total 110
BPL Hamil Aterm dengan
55 57.69 3173.00
Anemia
Hamil Aterm tanpa Anemia 55 53.31 2932.00
Total 110
Test Statisticsa
Group Statistics
Std. Std. Error
Kelompok N Mean Deviation Mean
Pendidikan Hamil Aterm dengan 55 11.07 2.276 .307
Anemia
Hamil Aterm tanpa
Anemia 55 11.29 2.052 .277
Ranks
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
Pendidikan Hamil Aterm dengan
Anemia 55 54.35 2989.50
Test Statisticsa
Pendidikan
Mann-Whitney U 1449.500
Wilcoxon W 2989.500
Z -.454
Asymp. Sig. (2-tailed)
.650
Lampiran 10
BPL_kat
Hipertrophy Normal Total
Kelompok Hamil Aterm Count 45 10 55
dengan Anemia
Expected Count 26.0 29.0 55.0
% within Kelompok 81.8% 18.2% 100.0%
Hamil Aterm tanpa Count 7 48 55
Anemia Expected Count 26.0 29.0 55.0
% within Kelompok 12.7% 87.3% 100.0%
Total Count 52 58 110
Expected Count 52.0 58.0 110.0
% within Kelompok 47.3% 52.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Uji Chi-Square
Jenis_Kelamin * Kelompok
Crosstab
Kelompok
Hamil Aterm Hamil Aterm
dengan Anemia tanpa Anemia Total
Jenis_Kela L Count 28 33 61
min
Expected Count 30.5 30.5 60.0
% within Kelompok 50.9% 60.0% 54.5%
P Count 27 22 49
Expected Count 24.5 24.5 49.0
% within Kelompok 49.1% 40.0% 44.5%
Total Count 55 55 110
Expected Count 55.0 55.0 110.0
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pendidikan * Kelompok
Crosstab
Kelompok
Hamil Aterm Hamil Aterm
dengan Anemia tanpa Anemia Total
Pendidikan D1 Count 2 1 3
Expected Count 1.5 1.5 3.0
% within Kelompok 3.6% 1.8% 2.7%
PT Count 1 0 1
Expected Count .5 .5 1.0
% within Kelompok 1.8% .0% .9%
S1 Count 0 2 2
Expected Count 1.0 1.0 2.0
% within Kelompok .0% 3.6% 1.8%
SD Count 5 3 8
Expected Count 4.0 4.0 8.0
% within Kelompok 9.1% 5.5% 7.3%
SMA Count 36 38 74
Expected Count 37.0 37.0 74.0
% within Kelompok 65.5% 69.1% 67.3%
SMP Count 11 11 22
Expected Count 11.0 11.0 22.0
% within Kelompok 20.0% 20.0% 20.0%
Total Count 55 55 110
Expected Count 55.0 55.0 110.0
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Pekerjaan * Kelompok
Crosstab
Kelompok
Hamil Aterm Hamil Aterm
dengan Anemia tanpa Anemia Total
Pekerjaan Buruh Count 2 0 2
Expected Count 1.0 1.0 2.0
% within Kelompok 3.6% .0% 1.8%
Ibu rumah Count 38 43 81
tangga
Expected Count 40.5 40.5 81.0
% within Kelompok 69.1% 78.2% 73.6%
Mahasiswa Count 1 0 1
Expected Count .5 .5 1.0
% within Kelompok 1.8% .0% .9%
PNS Count 0 2 2
Expected Count 1.0 1.0 2.0
% within Kelompok .0% 3.6% 1.8%
Pegawai swasta Count 13 10 23
Expected Count 11.5 11.5 23.0
% within Kelompok 23.6% 18.2% 20.9%
Pegawai Count 1 0 1
kontrak
Expected Count .5 .5 1.0
% within Kelompok 1.8% .0% .9%
Total Count 55 55 110
Expected Count 55.0 55.0 110.0
% within Kelompok 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests