Anda di halaman 1dari 7

A.4.

Hapusnya Perjanjian

Hapusnya suatu perjanjian yaitu dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Pembayaran

Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian secara sukarela.
Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan hak-hak seorang
kreditur/berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang dinamakan subrogatie.
Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan 1403 KUH Perdata. Subrogatie dapat
terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan atau penitipan uang atau barang pada
Panitera Pengadilan Negeri

Adalah suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak
pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon
kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan
penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera
Pengadilan Negeri.

Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang
akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian
hapuslah utang piutang itu.

c. Pembaharuan utang atau novasi

Adalah suatu pembuatan perjanjian baru yang menggantikan suatu perjanjian lama. Menurut Pasal
1413 KUH Perdata ada 3 macam cara melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu
yang diganti debitur, krediturnya (subyeknya) atau obyek dari perjanjian itu.

d. Perjumpaan utang atau Kompensasi

Adalah suatu cara penghapusan/pelunasan utang dengan jalan memperjumpakan atau


memperhitungkan utang piutang secara timbal-balik antara kreditur dan debitur. Jika debitur
mempunyai suatu piutang pada kreditur, sehingga antara debitur dan kreditur itu sama-sama berhak
untuk menagih piutang satu dengan lainnya.

Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan tidak membedakan
darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah terjadi, kecuali:

(i) Apabila penghapusan/pelunasan itu dilakukan dengan cara yang berlawanan dengan hukum.

(ii) Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan.

(iii) Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak
dapat disita (alimentasi).

e. Percampuran utang
Adalah apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur)
berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana
utang-piutang itu dihapuskan, misalnya: debitur menikah dengan krediturnya, atau debitur ditunjuk
sebagai ahli waris tunggal oleh krediturnya.

f. Pembebasan utang

Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian yang berisi kreditur
dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.

g. Musnahnya barang yang terutang

Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan,
atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah
perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai
menyerahkannya.

h. Batal/Pembatalan

Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua
belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim, bila salah
satu pihak yang melakukan perjanjian itu tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada
syarat sahnya perjanjian.

Menurut Prof. Subekti permintaan pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

(i) Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim;

(ii) Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk
memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.

i. Berlakunya suatu syarat batal

Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi,
menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah
tidak penah terjadi perjanjian.

j. Lewat waktu

Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu upaya untuk
memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan lewatnya suatu waktu
tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik yang bersifat
kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu
tiga puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka perjanjian yang telah dibuat tersebut
menjadi hapus.
Jenis-Jenis Perikatan

(1) Perikatan Bersyarat

(2) Perikatan Dengan Ketetapan Waktu

(3) Perikatan Manasuka (boleh pilih)

(4) Perikatan Tanggung Menanggung

(5) Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi

(6) Perikatan dengan Ancaman Hukuman

ad. (1) Perikatan Bersyarat

Perikatan Bersyarat (voorwardelijk verbintenis) adalah Perikatan yang digantungkan pada syarat.
Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadinya, baik dengan
menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa, maupun dengan membatalkan
perikatan karena terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut (Pasal 1253 KUHPerdata). Dari
ketentuan Pasal ini dapat dibedakan dua perikatan bersyarat yaitu :

a. Perikatan dengan syarat tangguh

Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksudkan itu terjadi, maka Perikatan dlaksanakan (Pasal 1263
KUHPerdata). Jadi, sejak peristiwa itu terjadi, kewajiban debitur untuk berprestasi segera
dilaksanakan.

b. Perikatan dengan syarat batal

Di sini justru perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksudkan itu
terjadi (Pasal 1265 KUHPerdata).

ad. (2) Perikatan Dengan Ketetapan Waktu

Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan


pelaksanaannya. Maksud syarat “ketepatan waktu” ialah pelaksanaan perikatan itu digantungkan
pada “waktuu yang ditetapkan”. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi
dan terjadinya itu sudah pasti, atau dapat berupa tanggal yang sudah ditetapkan.

Misalnya A berjanji kepada anak perempuannya yang telah kawin itu untuk memberikan rumahnya,
apabila bayi yang sedang dikandungnya itu telah lahir.
Dalam perikatan dengan ketepatan waktu, apa yang harus dibayar pada waktu yang ditentukan tidak
dapat ditagih sebelum waktu itu tiba. Tetapi apa yang telah dibayar sebelum waktu itu tiba tidak
dapat diminta kembali (Pasal 1269 KUHPerdata).

ad. (3) Perikatan Manasuka (boleh pilih)

Dalam perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan manasuka,
karena debitur boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satuu dari dua benda yang dijadikan
objek perikatan. Tetapi debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima sebagian benda yang
satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang
disebutkan dalam perikatan, ia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada
pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur (Pasal 1272 dan 1273
hoKUHPerdata).

ad. (4) Perikatan Tanggung Menanggung

Dalam perikatan tanggung menanggung dapat terjadi seorang debitur berhadapan dengan beberapa
orang kreditur, atau seorang kreditur berhadapan dengan beberapa orang debitur. Apabila kreditur
terdiri dari beberapa orang, ini disebut tanggung menanggung aktif. Dalam hal ini setiap kreditur
berhak atas pemenuhan prestasi seluruh hutang, dan jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitur
dibebaskan dari hutangnya dan perikatan hapus (Pasal 1278 KUHPerdata).

ad. (5) Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi

Suatu perikatan dikatakan dapat atau tidak dapat dibagi apabila benda yang menjadi objek perikatan
dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula pembagian itu tidak boleh mengurangi
hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu didasarkan pada :

a. Sifat benda yang menjadi objek perikatan,

b. Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.

Persoalan dapat atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu terdapat
lebih dari seorang debitur atau lebih dari seorang kreditur. Jika hanya seorang kreditur saja dalam
perikatan itu, maka perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi, meskipun prestasinya dapat
dibagi. Menurut ketentuan Pasal 1390 KUHPerdata, tak seorang debitur pun dapat memaksa
kreditur menerima pembayaran hutangnya sebagian demi sebagian, meskipun hutang itu dapat
dibagi-bagi.

ad. (6) Perikatan dengan Ancaman Hukuman


Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur apabila ia lalai memenuhi
prestasinya. Ancaman hukuman ini bermaksud untuk memberikan suatu kepastian atas pelaksanaan
isi perikatan seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak. Di
samping itu juga sebagai usaha untuk menetapkan jumlah ganti kerugian jika betul-betul terjadi
wanprestasi. Hukuman itu merupakan pendorong debitur untuk membebaskan kreditur dari
pembuktian tentang besarnya ganti kerugian yang telah dideritanya.

Menurut ketentuan PAsal 1304 KUHPerdata, ancaman hukukam itu ialah untuk melakukan sesuatu
apabila perikatan tidak dipenuhi, sedangkan penetapan hukuman itu adalah sebagai ganti kerugian
karena tidak dipenuhinya prestasi (Pasal 1307 KUHPerdata). Ganti kerugian selalu berupa uang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ancaman hukuman itu berupa ancaman pembayaran
denda. Pembayaran denda sebagai ganti kerugian tidak dapat dituntut oleh kreditur apabila tidak
berprestasi debitur itu karena adanya keadaan memaksa (overmacht).

Menurut ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata, ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu :

a. Karena pembayaran

Pengertian Pembayaran di sini tidak saja meliputi penyerahan sejumlah uang meliputi juga
penyerahan suatu benda.

b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

Apabila debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan Notaris atau Jurusita,
kemudian kreditur menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditur itu kemudian debitur
menitipkan pembayaran itu kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk disimpan. Dengan demikian
perikatan menjadi hapus (Pasal 1404 KUHPerdata).

c. Pembaharuan hutang (Novasi)

Pembaharuan hutang terjadi dengan jalan mengganti hutang lama dengan hutang baru, debitur
lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan kreditur baru. Dalam hal hutang lama diganti
dengan hutang baru terjadilah penggantian objek perjanjian, yang disebut “novasi objektif”. Dalam
hal terjadi penggantian orangnya disebut “novasi subjektif”. Di sini hutang lama lenyap.

d. Perjumpaan hutang (Kompensasi)


Perjumpaan hutang terjadi apabila hutang piutang debitur dan kreditur secara timbal balik dilakukan
perhitungan. Dengan perhitungan ini hutang piutang lama menjadi lenyap.

e. Percampuran hutang

Menurut Pasal 1436 KUHPerdata, percampuran hutang terjadi apabila kedudukan debitur dan
kreditur itu menjadi satu, artinya berada dalam satu tangan. Dalam percampuran hutang ini hutang
piutang menjadi lenyap.

f. Pembebasan hutang

Pembebasan hutang terjadi apabila kreditur dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi
prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pemenuhan perikatan.

g. Musnahnya benda yang terhutang

Menurut Pasal 1444 KUHPerdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek perikatan itu musnah,
tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, di luar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai
menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan, maka perikatannya menjadi hapus.

h. Pembatalan

Menurut Pasal 1446 KUHPerdata, hanyalah mengenai soal pembatalan saja, tidak mengenai
kebatalan. Syarat untuk pembatan yang disebutkan itu adalah syarat-syarat subjektif yang
ditentukan tidak dipenuhi, maka perikatan itu dapat dibatalkan (vernietigbar, voidable).

i. Berlaku syarat batal

Pengertian syarat disini adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat
mana yang jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal (nietig, void). Sehingga perikatan
menjadi hapus.

j. Lampau waktu (daluarsa)

Menurut Pasal 1946 KUHPerdata, lampau waktu adalah untuk memperoleh sesuatu atau untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal ini dapat diketahui ada dua macam lampau
waktu, yaitu :

1) Lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu benda disebut “acquisitieve verjaring”,
2) Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan, disebut
“extinctieve verjaring”.

Anda mungkin juga menyukai