TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.4 tahun 1980, kota adalah
suatu kawasan yang memiliki batas administrasi wilayah seperti kotamadya dan kota
administratif. Kota juga merupakan suatu lingkungan kehidupan yang memiliki ciri non
agraris. Sedangkan menurut Ditjen Cipta Karya, kota adalah pemukiman yang
memiliki penduduk relatif besar, berkepadatan tinggi, luas areal terbatas dan pada
umum nya bersifat non agraris. Kota juga merupakan sekelompok orang
bertempatinggal dalam suatu wilayah geografis tertentu dengan pola hubungan
rasional, ekonomis dan individualis. Serta dalam UU No.22 tahun 1999 Tentang
Otonomi Daerah menjelaskan bahwa kota adalah kawasan yang memiliki kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
9
10
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1986 tentang Batas –
batas Wilayah Kota di Seluruh Indonesia, ciri – ciri kota dapat dilihat dari aspek sosial
dan ekonomi. Jika dilihat dari aspek fisik maka wilayah kota memiliki ciri – ciri sebagai
berikut :
Ada nya urbanisasi pun mendorong suatu kota untuk berkembang sehingga
tingkat pembangunan di kawasan perkotaan akan semakin tinggi. Perpindahan
penduduk dari desa ke kota ini pun yang membuat suatu kota menjadi semakin padat.
Dengan tinggi nya jumlah penduduk maka sudah tentu dibutuhkan banyak nya lahan
permukiman di kawasan perkotaan. Sehingga persentase lahan terbangun di
11
Maka dengan beragam aktivitas yang ada didalam nya kota merupakan pusat
dari kegiatan yang bersifat non agraris dan tempat dimana manusia dapat memenuhi
kebutuhan hidup nya. Dengan tingkat pembangunan yang pesat maka dapat
dipastikan bahwa kota menjadi dayatarik masyarakat di sekitar nya untuk tinggl disana
sehingga akan menimbulkan tingkat kepadatan yang tinggi.
Urban Heat Island (UHI) atau dalam Bahasa Indonesia pulau panas perkotaan,
adalah suatu fenomena dimana suatu kawasan metropolitan lebih panas
dibandingkan dengan kawasan pedesaan di sekitar nya. Fenomena Urban Heat
Island (UHI) ini pertamakali dijelaskan dan diselidiki oleh Luke Howard di London pada
tahun 1810-an. Howard melakukan sebuah penelitian mengenai perubahan iklim dan
suhu di kawasan Kota London.
Secara umum UHI mengacu pada peningkatan suhu udara di suatu lokasi,
tetapi UHI juga dapat berpengaruh pada material yang ada di dasar nya sehingga
menyerap panas dan memantulkan panas yang dihasilkan dari cahaya matahari. UHI
secara tidak langsung menyebabkan perubahan iklim di suatu wilayah karena
menyebabkan perubahan atmosfer dan permukaan di daerah urban.
Fenomena UHI sendiri menjadi salah satu penyebab timbul nya pemanasan
global. Meski tidak berpengaruh langsung dan tidak memiliki dampak yang besar
karena kawasan perkotaan hanyalah sebagian kecil dari seluruh permukaan bumi.
Meski begitu jika tidak diperhatikan dan terus di biarkan maka kota – kota lain yang
menyumbang udara panas juga akan menyebar dan hawa panas akan semakin
menyebar dari kota – kota lain nya.
Gambar 2.1
Fenomena UHI saat malam dan siang hari, suhu udara (garis tebal), suhu permukaan
(garis putus – putus)
Gambar 2.2
Fenomena UHI secara spasial dalam bentuk isotherm
Istilah UHI digunakan karena pola isotherm yang membentuk seperti pulau
dan besar nya pola tergantung dari berapa besar wilayah yang ter urbanisasi. Pola
ini membentuk gradien suhu yang terbentuk dari daerah ruang terbuka hijau seperti
taman kota, badan air dan seberapa banyak luas lahan yang terbangun. Besar nya
Urban Heat Island atau intensitas panas di perkotaan diukur berdasarkan perbedaan
suhu di daerah rural dan suhu tinggi di daerah urban (Voogt 2002).
Intensitas atau besaran UHI umum nya terlihat pada malam hari, dimana suhu
urban akan lebih tinggi dibandingkan suhu rural. Wilayah urban akan cenderung
mempertahan kan suhu kota dibandingkan wilayah suburban. Ketika siang hari saat
matahari terbit, suhu rural akan menyamai suhu urban. Hal ini disebabkan karena
wilayah urban memiliki bangunan tinggi yang akan menimbulkan bayangan (urban
canopy) dan karena polusi yang ditimbulkan di daerah perkotaan maka snar matahari
akan lebih terhambat pada saat pagi hari. Pada lintang rendah, efek ini dapat
memproduksi urban cool island dimana suhu rural akan lebih panas dibandingkan
suhu urban (Hermawan Erwin, Voogt 2002). Topografi daerah, iklim dan musim juga
akan mempengaruhi urban heat island pada wilayah lokal tersebut (oke 1997).
14
Tabel 2.1
Klasifikasi Tutupan Lahan
Tingkat I Tingkat II
1 Perkotaan atau Lahan 1.1 Permukiman
Terbangun 1.2 Perdagangan dan jasa
1.3 Transportasi, komunikasi dan sarana
umum
Tingkat I Tingkat II
3.3 Lahan peternakan camouran
4 Lahan Hutan 4.1 Lahan hutan gugur dan musiman
4.2 Lahan hutan yang selalu hijau
4.3 Lahan hutan campuran
5 Air 5.1 Sungai dan kanal
5.2 Danau
5.3 Waduk
5.4 Teluk dan muara
6 Lahan Basah 6.1 Lahan hutan basah
6.2 Lahan basah bukan hutan
7 Lahan Gundul 7.1 Dataran garam kering
7.2 Gisik
7.3 Daerah berpasir selain gisik
7.4 Batuan singkap gundul
7.5 Tambang terbuka, pertambangan dan
tambang kecil
7.6 Daerah peralihan
7.7 Daerah gundul campuran
8 Padang Lumut 8.1 Padang lumut dan semak belukar
8.2 Rerumputan lumut
8.3 Padang lumut tanah gundul
8.4 Padang lumut basah
8.5 Padang lumut campuran
9 Es atau Salju Abadi 9.1 Kawasan salju abadi
9.2 Glaiser
Sumber : USGS.GOV, 1992
Maka konsep pengelolaan secara berkelanjutan terhadap sumber daya alam perlu
diperhatikan sebagai upaya dalam penyediaan sumber daya alam untuk masa
mendatang. Upaya ini dilakukan dengan cara mengenali dan mengadaptasi
ketergantungan dan keterbatasan kondisi biofisik yang dapat diperbaharui atau
tergantikan (Everdendilek dan Doygun, 2000).
Alihfungsi lahan sendiri pada dasarnya merupakan hal yang tidak dapat
dihindari dalam pelaksanaan pembangunan (Lisdiyono, 2004). Pertumbuhan yang
pesat serta terus meningkat nya kebutuhan akan lahan sedangkan ketersediaan lahan
sangat terbatas sering kali menimbulkan benturan kepentingan atas penggunaan
lahan. Sehingga terjadi ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dengan rencana
peruntukannya (Khadiyanto, 2005). Lahan sendiri tidak dapat bertambah kecuali
dengan adanya kegiatan reklamasi (Sujarto, 1985 dalam Untoro, 2006).
Kota – kota besar umum nya menjadi penyebab terjadi nya kenaikan bahan
polutan ke atmosfer. Bangunan – bangunan yang ada di perkotaan akan menyerap
radiasi gelombang pendek dari matahari dan radiasi gelombang panjang bumi
sehingga meningkatkan pemanasan. Hal ini mengakibatkan kenaikan suhu kota
seiring dengan perkembangan suatu kota. Menurut Fukui Y (2003), pembangunan
kota dapat menaikan suhu lokal sebanding dengan laju pembangunan kota tersebut.
Tabel 2.2
Klasifikasi PET
PET (0C) Persepsi Termal Tekanan Fisiologi
Citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom,
dengan x dan y merupakan kordinat spasial, dan amplitudo f dalam titik kordinat (x,y)
merupakan intensitas dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y dan nilai amplitudo
f secara keseluruhan berhingga dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra
tersebut adalah citra digital.
Pembentukan citra digital dilalui dengan beberapa tahapan, yaitu akuisisi citra,
sampling dan kuantisasi.
2.7.2.2 Sampling
2.7.2.3 Kuantisasi
Ilham Guntara dalam publikasi ilmiah nya yang berjudul “Analisis Urban Heat
Island Untuk Pengendalian Pemanasan Global di Kota Yogyakarta Menggunakan
Citra Penginderaan Jauh” membahas mengenai bagaimana analisis urban heat island
ini diterapkan sebagai alat analisis untuk mengendalikan pemanasan yang berada di
Kota Yogyakarta. Analisis ini menggunakan citra penginderaan jauh melalui
pemrosesan dengan menurunkan data Land Surface Temperature (LST). Observasi
lapangan pun dilakukan dengan metode purposive sampling terhadap faktor fisik yang
20
mempengaruhi UHI. Penelitian ini menunjukan data UHI dalam periode tiga tahun
(2013-2015) di Kota Yogyakarta. Hasil nya menunjukan nilau suhu tertinggi berada
pada lahan terbangun dengan kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang kurang baik.
Pengendalian pemanasan global pun dilakukan pada area yang memiliki UHI tinggi,
dengan peluasan RTH, penerapan bangunan ramah lingkungan, pengadaan
transportasi publik dan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor pribadi
Heni Masruroh dalam jurnal nya yang berjudul “Hubungan Ruang Terbuka
Hijau dengan Suhu dan Kelembaban dalam Kajian Iklim Mikro Kota Malang”
membahas mengenai apakah terdapat hubungan antara kondisi Ruang Terbuka Hijau
(RTH) terhadap suhu dan penurunan kelembaban udara. Hasil nya menunjukan
bahwa keberadaan RTH mampu mengendalikan suhu Kota Malang karena dengan
nada nya tumbuhan hijau di kawasan perkotaan dapat meredam panas dan
menghasilkan oksigen yang bersifat dingin. Maka diperlukan nya pengelolaan RTH
secara serius untuk mengurangi peningkatan suhu di Kota Malang.
Laras Turisilowati yang berasal dari Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan
Iklim LAPAN, dalam jurnal nya yang berjudul ”Urban Heat Island dan Kontribusinya
Pada Perubahan Iklim dan Hubungan nya Dengan Perubahan Lahan” membahas
alasan nya mengapa Urban Heat Island disinyalir menjadi penyebab meningkat nya
temperatur permukaan maupun temperatur udara dalam beberapa tahun terakhir.
Penelitian mengenai UHI di beberapa kota di Indonesia dengan menggunakan citra
satelit menunjukan ada nya perubahan temperatur yang merupakan salah satu
indikasi ada nya perubahan iklim. Hal ini ada hubungan nya dengan perubahan lahan
yang terjadi akibat ada nya urbanisasi.