Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi populasi
manusia.[1] Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami,
tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis,
taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.[2] Beberapa bencana alam terjadi tidak
secara alami.[2] Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah
besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.[2] Dua jenis bencana alam
yang diakibatkan dari luar angkasa jarang mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai
matahari.[2]
Daftar isi
1 Pengertian dalam kebudayaan manusia dan pemahaman religius
2 Bencana alam sepanjang masa
o 2.1 Zaman kuno
o 2.2 Bencana alam pada abad ke-20 sampai 21
3 Jenis bencana alam
o 3.1 Bencana alam meteorologi
o 3.2 Bencana alam geologi
o 3.3 Wabah
o 3.4 Bencana alam dari ruang angkasa
4 Dampak bencana alam
5 Penanggulangan
6 Bencana alam di Indonesia dan penanggulangannya
7 Lihat pula
8 Referensi
The Last Day of Pompeii (1833), lukisan karya Karl Briullov yang menceritakan letusan
Gunung Vesuvius di Pompeii, tahun 79.
Bencana alam yang dialami oleh manusia pada masa kuno tercatat dalam kitab suci, mitos,
cerita-cerita rakyat,[5] Bencana alam yang terjadi pada zaman kuno umumnya diketahui
secara jelas lewat catatan sejarah dan hasil penelitian arkeologi.[6] Beberapa di antaranya:
Wabah Antonine, penyakit yang menyebar pada masa Kekaisaran Romawi tahun 165
M -189 M.[3] Dinamakan demikian karena salah satu korbannya adalah Marcus
Aurelius Antoninus, kaisar Romawi. Dinamakan juga Demam Galen karena
didokumentasikan dengan baik oleh Galen, seorang dokter Yunani.[3] Sejarawan
meyakini bahwa Demam Antonine tidak lain adalah wabah cacar air yang dibawa
oleh para serdadu Romawi yang pulang berperang dari timur.[3] Akibat wabah ini
lebih dari 5 juta orang tewas di Kekaisaran Romawi.[3] Seorang sejarawan bernama
Dio Cassius menulis bahwa di Roma sendiri, hampir 2000 orang meninggal setiap
harinya.[3]
Gempa Kreta dan Tsunami Alexandria, terjadi pada tanggal 21 Juli tahun 365.[7]
Dimulai dengan gempa bumi besar yang terjadi di dasar Laut Tengah dekat Pulau
Kreta, Yunani, dengan kekuatan diperkirakan mencapai 8 skala richter atau lebih.[7]
Gempa ini menghancurkan hampir seluruh kota di pulau tersebut yang kemudian
diikuti tsunami besar yang melanda Yunani, Libya, Siprus, Sisilia dan Mesir.[7]
Catatan mengenai bencana alam ini paling baik terdokumentasikan di Alexandria
(Iskandariah), Mesir.[7] Sejarawan Ammianus Marcellinus menuliskan dengan detail
bagaimana air laut menghempas dan menghancurkan kota Alexandria.[7]
Letusan Gunung Vesuvius, terjadi pada tanggal 29 Agustus 79 di Teluk Napoli, Italia.
Banjir lahar yang ditimbulkan Gunung Vesuvius mengubur kota Pompeii dan
Herculaneum yang berdekatan.[7] Awalnya dimulai dengan gempa bumi namun
diabaikan oleh warga kota tersebut.[7] Namun akhirnya menjadi lebih besar diiringi
muntahan debu, banjir lahar dan asap yang membumbung tinggi.[7] Kota Pompeii dan
Herculaneum ditemukan pada tahun 1631 setelah dilakukannya pembersihan oleh
warga setempat. Pada abad ke-20, keberadaan kota ini secara jelas terkuak dengan
jasad-jasad manusia yang telah menjadi fosil utuh.[7]
Erupsi Santorini, terjadi sekitar tahun 1645 SM.[8] Informasi bencana alam ini
umumnya diketahui lewat penelitian arkeologi.[8] Diketahui bahwa tahun 1645 SM,
gunung berapi yang meletus di Santorini menghancurkan permukiman di pulau
tersebut beserta Pulau Kreta di dekatnya.[8] Pada zaman moderen, sisa-sisa peradaban
manusia yang lenyap akibat bencana tersebut telah ditemukan dan masih terus
dipelajari.[8]
Gempa Bumi dan Tsunami Helike, terjadi pada tahun 375 SM.[8] Bencana alam ini
mengakibatkan kota Helike yang berada di Teluk Korintus, Yunani tenggelam ke
dasar laut.[8] Korban jiwa tak diketahui.[8] Penelitian terhadap reruntuhan permukiman
manusia zaman itu mulai dilakukan sejak akhir abad ke-19 dengan penemuan
reruntuhan kota, jalan-jalan dan artefak.[9]
Pemanasan Global karena suhu yang meningkat drastis selama tahun 2000-2009.
Pada abad ke-20, beberapa bencana alam yang paling umum adalah kelaparan dan wabah.[2]
Sejak awal abad ke-20, lebih dari 70 juta orang tewas akibat kelaparan, dengan korban 30
juta orang tewas selama masa kelaparan di Cina dari tahun 1958-1961.[2] Di Uni Soviet,
beberapa kali terjadi kelaparan yang diakibatkan kebijakan kolektif Stalin yang membunuh
jutaan orang.[2] Dalam sejarah, kelaparan telah mengakibatkan munculnya sifat buruk
manusia seperti kekejaman dan kanibalisme.[2] Bencana alam terburuk lainnya pada abad ke-
20 adalah wabah.[2] Pandemi terburuk terutama adalah menularnya Flu Spanyol di seluruh
dunia dari tahun 1918-1919 yang membunuh 50 juta orang, lebih banyak daripada korban
Perang Dunia I yang terjadi sebelumnya.[2]
Pada abad ke-21, bencana alam yang semakin banyak terjadi adalah bencana terkait iklim
yang disebabkan meningkatnya suhu bumi (pemanasan global).[10] Pemanasan global
sebagian besar diikuti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim dan musim yang tak bisa diramal.[10]
Perubahan iklim berpotensi meningkatkan kemiskinan dan kerentanan dalam jumlah besar.[10]
Pada saat yang sama bencana iklim semakin meningkat, lebih banyak manusia yang terkena
dampaknya dikarenakan kemiskinan, kurangnya sumber daya, pertumbuhan populasi,
pergerakan dan penempatan manusia ke daerah yang tidak menguntungkan.[10]
Bencana alam dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu bencana alam yang bersifat
meteorologis, bencana alam yang bersifat geologis, wabah dan bencana ruang angkasa.[2]
Bencana alam meteorologi atau hidrometeorologi berhubungan dengan iklim.[11] Bencana ini
umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus, walaupun ada daerah-daerah yang
menderita banjir musiman, kekeringan atau badai tropis (siklon, hurikan, taifun) dikenal
terjadi pada daerah-daerah tertentu.[11] Bencana alam bersifat meteorologis seperti banjir dan
kekeringan merupakan bencana alam yang paling banyak terjadi di seluruh dunia.[11]
Beberapa di antaranya hanya terjadi suatu wilayah dengan iklim tertentu.[11] Misalnya hurikan
terjadi hanya di Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara.[4] Kekhawatiran
terbesar pada abad moderen adalah bencana yang disebabkan oleh pemanasan global.[11]
Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti gempa
bumi, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus.[11] Gempa bumi dan gunung meletus
terjadi di hanya sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik di darat atau lantai
samudera.[11] Contoh bencana alam geologi yang paling umum adalah gempa bumi, tsunami
dan gunung meletus.[11] Gempa bumi terjadi karena gerakan lempeng tektonik.[11] Gempa
bumi pada lantai samudera dapat memicu gelombang tsunami ke pesisir-pesisir yang jauh.[11]
Gelombang yang disebabkan oleh peristiwa seismik memuncak pada ketinggian kurang dari
1 meter di laut lepas namun bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam.[11] Jadi
saat mencapai perairan dangkal, tinggi gelombang dapat melampaui 10 meter.[11] Gunung
meletus diawali oleh suatu periode aktivitas vulkanis seperti hujan abu, semburan gas
beracun, banjir lahar dan muntahan batu-batuan.[11] Aliran lahar dapat berupa banjir lumpur
atau kombinasi lumpur dan debu yang disebabkan mencairnya salju di puncak gunung, atau
dapat disebabkan hujan lebat dan akumulasi material yang tidak stabil.[11]
Wabah
Wabah atau epidemi adalah penyakit menular yang menyebar melalui populasi manusia di
dalam ruang lingkup yang besar, misalnya antar negara atau seluruh dunia.[12] Contoh wabah
terburuk yang memakan korban jiwa jumlah besar adalah pandemi flu, cacar dan
tuberkulosis.[12]
Bencana dari ruang angkasa adalah datangnya berbagai benda langit seperti asteroid atau
gangguan badai matahari.[13] Meskipun dampak langsung asteroid yang berukuran kecil tidak
berpengaruh besar, asteroid kecil tersebut berjumlah sangat banyak sehingga
berkemungkinan besar untuk menabrak bumi.[13] Bencana ruang angkasa seperti asteroid
dapat menjadi ancaman bagi negara-negara dengan penduduk yang banyak seperti Cina,
India, Amerika Serikat, Jepang, dan Asia Tenggara.[13]
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan
lingkungan.[14] Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam
bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan
komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang
melindungi daratan.[14] Salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak paling
besar, misalnya gempa bumi, selama 5 abad terakhir, telah menyebabkan lebih dari 5 juta
orang tewas, 20 kali lebih banyak daripada korban gunung meletus.[11] Dalam hitungan detik
dan menit, jumlah besar luka-luka yang sebagian besar tidak menyebabkan kematian,
membutuhkan pertolongan medis segera dari fasilitas kesehatan yang seringkali tidak siap,
rusak, runtuh karena gempa.[11] Bencana seperti tanah longsor pun dapat memakan korban
yang signifikan pada komunitas manusia karena mencakup suatu wilayah tanpa ada
peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana alam lain terutama gempa bumi,
letusan gunung berapi, hujan lebat atau topan.[4]
Manusia dianggap tidak berdaya pada bencana alam, bahkan sejak awal peradabannya.[3]
Ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan
kerugian dalam bidang keuangan, struktural dan korban jiwa.[15]. Kerugian yang dihasilkan
tergantung pada kemampuan manusia untuk mencegah dan menghindari bencana serta daya
tahannya.[15] Menurut Bankoff (2003): "bencana muncul bila bertemu dengan
ketidakberdayaan".[15] Artinya adalah aktivitas alam yang berbahaya dapat berubah menjadi
bencana alam apabila manusia tidak memiliki daya tahan yang kuat.[15]
Penanggulangan
Konstruksi rumah yang menggunakan sistem pegas untuk persiapan terjadinya gempa bumi.
Penanggulangan bencana alam atau mitigasi adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi
dampak bencana terhadap manusia dan harta benda.[16] Lebih sedikit orang dan komunitas
yang akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan program ini.[16] Perbedaan
tingkat bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program mitigasi
yang berbeda-beda sesuai dengan sifat masing-masing bencana alam.[16]
Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitas yang dilakukan sebelum
terdeteksinya tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang
tersedia, meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang
paling baik.[16] Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level komunitas lokal.[16]
Jika sumber daya lokal kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat meminta bantuan ke
tingkat nasional dan internasional.[16]
Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban
jiwa di Provinsi Aceh (NAD) dan Sumatera Utara memaksa diadakannya upaya cepat untuk
mendidik masyarakat agar dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi bencana
alam.[17] Namun, upaya yang dilaksanakan tidak efektif karena persiapan menghadapi
bencana alam belum menjadi mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia.[17] Materi-
materi pendidikan yang berhubungan dengan bencana alam juga tidak banyak.[17]
Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa masyarakat di kawasan Asia Pasifik
4 kali lebih rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di wilayah Afrika
dan 25 kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa.[18] Laporan PBB tersebut
memperkirakan bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana alam di Indonesia dari
tahun 1980 sampai 2009.[18] Dari laporan yang sama Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai
salah satu negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari tahun
1980-2009.[18] Laporan Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga
memberikan peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap
manusia – peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk tsunami.[18]
Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan provinsi diharuskan berada
di garis depan dalam manajemen bencana alam.[18] Sementara Badan Nasional
Penanggulangan Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang dibutuhkan.[18] Namun,
kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal.[18] Badan
penanggulangan bencana daerah direncanakan di semua provinsi namun baru didirikan di 18
daerah.[18] Selain itu, kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan
kurangnya sumber daya dan kecakapan pemerintah daerah yang masih bergantung kepada
pemerintah pusat.[18]
Geofisika adalah metoda yang mempelajari Bumi dan Batuan
menggunakan pendekatan-pendekatan Fisika dan Matematika. Ilmu Geofisika
merupakan gabungan dari konsep-konsep Ilmu Geologi dan Fisika. Ilmu
geofisika memiliki cakupan yang luas, dimulai dari Fisika ujungnya pada
Geologi Eksplorasi, malah mungkin masuk ke Domain Tambang dan Petroteur
Engineer, Domain yang termasuk “Pure Geophysics” atau “Theoritical
Geophysics”, digeluti pada bidang Ilmu Fisika, Ilmu Geofisika yang
mempelajari bumi secara umum juga disebut Global geophysics yang
mengamati dan menganalisa bumi, interior, gempa, dll, diketahui di bidang lain
“Solid Eart Geophysics”. Aplikasi geofiisika unutk eksplorasi disebut
Eksploration Geophysics, atau Geofisika eksplorasi atau Geofisika terapan.
2.Metode Magnetik
3.Metode Seismik
Anggapan yang dipakai untuk medium bawah permukaan bumi antara lain :
Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan gelombang
seismik dengan kecepatan berbeda.
Makin bertambahnya kedalaman batuan lapisan bumi makin kompak.
Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran
listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya di permukaan bumi.
Dalam hal ini meliputi pengukuran potensial, arus dan medan elektromagnetik
yang terjadi baik secara alamiah ataupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Ada
beberapa macam metoda geolistrik, antara lain : metode potensial diri, arus
telluric, magnetoteluric, elektromagnetik, IP (Induced Polarization), resistivitas
(tahanan jenis) dan lain-lain. Dalam bahasan ini dibahas khusus metode
geolistrik tahanan jenis. Pada metode geolistrik tahanan jenis ini, arus listrik
diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus.Kemudian beda
potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda yang berbeda
kemudian dapat diturunkan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan
di bawah titik ukur (sounding point). Metoda ini lebih efektif jika digunakan
untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di
kedalaman lebih dari 1000 feet atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang
digunakan untuk eksplorasi munyak tetapi lebih banyak digunakan dalam
bidang engineering geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar,
pencarian reservoar air, juga digunakan dalam eksplorasi
geothermal.Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda arus, dikenal
beberapa jenis metode resistivitas tahanan jenis, antara lain :
Konfigurasi Schlumberger
Konfigurasi Wenner
Konfigurasi Dipole-dipole
Konfigurasi Pole-dipole
Konfigurasi pole-pole
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam prospeksi geofisika adalah
metode elektromagnetik. Metode elektromagnetik biasanya digunakan untuk
eksplorasi benda-benda konduktif. Perubahan komponen-komponen medan
akibat variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawah
permukaan. Medan elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan
sengaja membangkitkan medan elektromagnetik di sekitar daerah observasi,
pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif. Contoh metode ini
adalah Turam elektromagnetik. Metode ini kurang praktis dan daerah observasi
dibatasi oleh besarnya sumber yang dibuat. Teknik pengukuran lain adalah
teknik pengukuran pasif, teknik ini memanfaatkan medan elektromagnetik yang
berasal dari sumber yang tidak secara sengaja dibangkitkan di sekitar daerah
pengamatan. Gelombang elektromagnetik seperti ini berasal dari alam dan dari
pemancar frekuensi rendah (15-30 Khz) yang digunakan untuk kepentingan
navigasi kapal selam. Teknik ini lebih praktis dan mempunyai jangkauan daerah
pengamatan yang luas.