Anda di halaman 1dari 12

Efektivitas probiotik sebagai perawatan lanjutan scaling dan root

planing pada pasien dengan periodontitis kronis

Disusun untuk memenuhi tugas Jurnal Reading Skill’s Lab Integrasi PSKG Unsri
2017/2018 bidang Periodonsia

Disusun oleh:

Thalya Khansaletta (04031181419001)


Dani Septama Syahrial (04031381419054)
Aina Desmarani (04031181419064)

Dosen Pembimbing:
drg. Maya Hudiyati, MDSc

Dosen Penguji:
drg. Martha Mozartha, M.Si

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017/2018
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Penyakit periodontal adalah infeksi mikroba kronis yang ditandai dengan


peradangan persisten, kerusakan jaringan ikat, dan kerusakan tulang alveolar. Baik
host maupun bakteri merupakan faktor utama dalam perkembangan penyakit
periodontal. Adanya bakteri patogen, ketiadaan bakteri yang menguntungkan,
serta kerentanan host adalah faktor etiologi utama dari penyakit periodontal.1

Terdapat keseimbangan alami antara mikroorganisme periodontal dan


sistem kekebalan host. Bila keseimbangan ini terganggu, periodontitis cenderung
terjadi. Periodontitis akan berkembang pada kondisi tertentu, misalnya seperti
peningkatan karakteristik massa atau patogen dari flora bakteri, penekanan spesies
bakteri menguntungkan dan peningkatan kerentanan host. 2

Intervensi kerentanan host umumnya sulit dilakukan, oleh karena itu


strategi pengobatan yang dilakukan saat ini adalah untuk mengeliminasi penyakit
periodontal dengan berfokus pada pengurangan bakteri patogen. Hal ini dapat
dilakukan dengan memperbaiki kebersihan mulut pasien dan debridemen mekanis
subgingival. Baru-baru ini, terdapat peningkatan ketertarikan untuk meningkatkan
jumlah bakteri menguntungkan dengan penggunaan probiotik. Probiotik
didefinisikan sebagai "mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah
yang cukup, memberi manfaat kesehatan bagi host".1

Adanya peluang dalam memanfaatkan probiotik di bidang periodontologi


membuat penulis ingin mengetahui efektivitas probiotik sebagai perawatan
lanjutan scaling dan root planing pada pasien dengan gingivitis kronis.

I.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah makalah ini antara lain apakah probiotik efektif
digunakan sebagai perawatan lanjutan scaling dan root planing pada pasien
dengan gingivitis kronis?

I.3 Tujuan

Tujuan penelitian makalah ini adalah untuk mengetahui efektivitas

probiotik sebagai perawatan lanjutan scaling dan root planing pada

pasien dengan gingivitis kronis.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penyakit Jaringan Periodontal

Jaringan periodontal merupakan sistem fungsional jaringan yang


mengelilingi gigi dan melekatkan pada tulang rahang, dengan demikian dapat
mendukung gigi sehingga tidak terlepas dari soketnya. Jaringan periodontal terdiri
dari gingiva, tulang alveolar, ligamentum periodontal, dan sementum. Setiap
jaringan memiliki peran yang penting dalam memelihara kesehatan dan fungsi
dari periodontal. Keadaan jaringan periodontal ini sangat bervariasi, bergantung
atau dipengaruhi oleh morfologi gigi, fungsi, maupun usia.3

Penyakit periodotal merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri yang terakumulasi dalam plak yang menyebabkan gingiva mengalami
peradangan. Plak adalah biofilm bakteri yang melekat kuat pada permukaan gigi,
restorasi, dan perangkat prostetik. Pertumbuhan plak merupakan proses yang khas
dan berlangsung tahap demi tahap. Plak umumnya lunak, translusen sampai putih,
dan mengandung matriks ekstraseluler yang lengket. Secara klinis, plak
diklasifikasikan berdasarkan lokasinya sebagai plak supragingiva, yang melekat
pada struktur gigi di atas gingiva dan plak subgingiva yang ditemukan di bawah
gingiva. Plak mikrobial yang persisten dapat menyebabkan perubahan warna,
karies, gingivitis, pembentukan kalkulus, resesi gingiva, dan periodontitis, serta
masalah estetik yang buruk, halitosis, hingga sepsis bakterial.3-5

Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa dijumpai, yaitu gingivitis
dan periodontitis. Gingivitis adalah infeksi bakteri campuran yang menyebabkan
peradangan dan kerusakan reversibel pada jaringan gingiva tanpa hilangnya
perlekatan jaringan ikat. Gingivitis dapat terjadi di segala usia, tetapi paling sering
muncul selama masa remaja. Gingivitis terjadi akibat keberadaan dan pematangan
plak gigi. Diagnosis gingivitis ditentukan berdasarkan perdarahan dan perubahan
warna, konsistensi, dan kontur gingiva. Ciri-cirinya mencakup gingiva tepi yang
membengkak dan merah, hilangnya stippling, papila interdental yang membulat
dan berwarna ungu-merah, serta meningkatnya aliran cairan dari sulkus gingiva.
Penyikatan gigi dan pemeriksaan dengan sonde yang ringan dapat menimbulkan
perdarahan dan sakit. Perawatan gingivitis adalah membersihkan plak bakteri
secara teratur dan sering. Gingivitis yang tidak diobati dapat berkembang menjadi
periodontitis.4,5

Periodontitis merupakan peradangan dari periodontium yang disebabkan


oleh plak mikrobial yang persisten. Periodontitis ditandai oleh hilangnya
perlekatan epitel yang progresif dan kerusakan ligamen periodontium dan tulang
alveolar. Keadaan ini didahului oleh gingivitis dan plak gigi yang mengandung
beberapa spesies anaerob. Periodontitis biasanya mengakibatkan goyangnya,
bergesernya, dan tanggalnya gigi-geligi. Periodontitis mencakup periodontitis
kronis, periodontitis agresif, periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik,
penyakit periodontitis nekrotik, abses periodontium, dan periodontitis yang
berhubungan dengan lesi endodontik. Spesies yang dominan dalam hubungannya
dengan periodontitis kronis adalah Actinomyces naeslundii, Tanerella forysthus,
Campylobacter rectus, Eikenella corrodens, Fusobacterium nucleatum, Prevotella
intermedia, Streptococcus intermedius, Porphyromonas gingivalis, dan
Treponema denticola. Spesies tertentu seperti Aggregatibacter (Actinobacillus)
actinomycetemcomitans terdeteksi paling sering pada jenis periodontitis khusus.
Faktor risiko untuk penyakit periodontitis mencakup merokok, penuaan, dan
penyakit sistemik tertentu (diabetes melitus, kelainan sel darah putih, dan
sindroma Ehlers-Danlos). Perawatan periodontitis mencakup pembersihan plak,
kalkulus, dan sementum dengan kelainan dengan instrumentasi periodontal.4,5

II.2 Scaling and Root Planning

Scaling adalah suatu proses membuang plak dan kalkulus dari permukaan
gigi, baik supragingiva maupun subgingiva. Root planing adalah proses
membuang sisa-sisa kalkulus yang terpendam dan jaringan nekrotik pada
sementum untuk menghasilkan permukaan akar gigi yang licin dan keras. Tujuan
utama scaling dan root planing adalah untuk mengembalikan kesehatan jaringan
periodontal dengan cara membuang seluruh elemen penyebab inflamasi, seperti
plak, kalkulus, endotoksin, dari permukaan gigi.3

Instrumentasi telah terbukti sangat mengurangi jumlah mikroorganisme di


subgingival dan menyebabkan pergeseran komposisi bakteri di subgingival.
Pergeseran ini terjadi dari plak yang tinggi jumlah bakteri Gram negatif anaerob,
menjadi plak yang mengandung bakteri Gram positif fakultatif anaerob, yaitu
flora normal yang terdapat pada jaringan periodontal yang sehat. Setelah tindakan
scaling dan root planing yang saksama, terjadi penurunan sejumlah besar bakteri
yang berbentuk spriochaeta, basil bergerak, dan bakteri-bakteri patogen seperti
Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Porphyromonas gingivalis, dan
Prevotella intermedia, serta meningkatnya jumlah bakteri berbentuk kokus.
Perubahan komposisi mikrobiota ini dibarengi dengan berkurangnya atau
menghilangnya inflamasi secara klinis.3

Dalam Tekce et al., Magnusson et al. menemukan bahwa meskipun


pembersihan secara mekanis menurunkan jumlah patogen jaringan periodontal,
terjadi kolonisasi kembali oleh spesies patogen dalam waktu yang singkat setelah
perawatan SRP. Hal ini memunculkan kemungkinan pendekatan terapeutik yang
berbeda, seperti agen antimikroba dan terapi laser dan fotodinamik sebagai
perawatan tambahan untuk mengurangi bakteri yang berkolonisasi kembali.
Meskipun begitu, terdapat hasil yang tidak konsisten dalam perkembangan
mikrobiologis pada perawatan tersebut, sehingga probiotik dianggap mampu
menjadi agen yang menjanjikan dalam meningkatkan jumlah bakteri bermanfaat.2

II.3 Probiotik

Berbagai pendekatan dalam perawatan penyakit periodontal, meliputi


pendekatan mekanis seperti perawatan bedah dan non-bedah, masih menjadi
perawatan pilihan untuk penyakit periodontal hingga sekarang. Perubahan
paradigma dalam patogenesis penyakit periodontal dengan evolusi teknologi
pendekatan antimikrobial seperti pre- dan pro-biotik, perawatan fotodinamik,
desinfeksi satu tahap seluruh mulut, dan pemberian obat lokal menjadi populer
beberapa tahun terakhir.1

Istilah probiotik, yang merupakan antonim antibiotik, diperkenalkan oleh


Lilly dan Stillwell pada tahun 1965 sebagai “substansi yang diproduksi oleh
mikroorganisme yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme lain”. Menurut
WHO dan Organisasi Makanan dan Agrikultur Amerika Serikat, probiotik
diartikan sebagai “organisme hidup, yang jika diberikan dengan jumlah sesuai,
akan memberikan manfaat bagi inangnya”.1

Organisme yang paling umum digunakan sebagai probiotik adalah genus


Lactobacillus, dan Bifidobacterium. Probiotik telah digunakan secara luas dalam
bidang kesehatan untuk perawatan penyakit gastrointestinal, infeksi saluran napas,
dan sebagainya. Dalam bidang kedokteran gigi, beberapa studi dewasa ini
menunjukkan efek positif probiotik dalam menurunkan risiko karies dengan
menurunkan jumlah Streptococcus mutans, yang merupakan organisme utama
dalam menginisiasi karies gigi.1
BAB III

PEMBAHASAN

Scaling dan root planing merupakan perawatan standar penyakit


periodontal yang telah terbukti dalam mengeliminasi faktor penyebab inflamasi
jaringan periodontal. Meskipun begitu, kolonisasi kembali bakteri segera setelah
perawatan SRP dapat terjadi. Hal ini menyebabkan diperlukan adanya perawatan
lanjutan setelah SRP untuk dapat mempertahankan kesehatan jaringan
periodontal. Salah satu contoh dari perawatan lanjutan yang tengah populer saat
ini adalah penggunaan probiotik.2

Probiotik adalah mikroorganisme hidup atau bahan makanan yang


mengandung mikroorganisme hidup yang memberikan keuntungan dalam segi
kesehatan hostketika digunakan dalam jumlah yang adekuat. Probiotik terdiri dari
berbagai jenis bakteri dan paling umum digunakan adalah Lactobacillus dan
Bifidobacterium, yang keduanya dianggap aman dan menunjukkan efektivitas dan
manfaat pada host.6 Probiotik memiliki sediaan yang bermacam-macam, salah
satunya adalah obat kumur. Dalam penelitian Penala et al., probiotik yang
digunakan terdiri dari dua sediaan, yaitu obat kumur, dan aplikasi subgingiva,
yang masing-masing memiliki kemampuan yang berbeda.1 Selain itu, terdapat
pula sediaan tablet hisap dan permen karet. Penelitian Tekce et al., dan
Vivekananda et al. dengan probiotik berupa bakteri Lactobacillus reuteri dalam
sediaan obat hisap, didapatkan hasil yang memuaskan penggunaan probiotik
sebagai perawatan tambahan SRP.2,7 Tak jauh berbeda, sediaan permen karet juga
diteliti oleh Twetman et al. dan menunjukkan hasil bahwa probiotik efektif
digunakan dalam perawatan lanjutan setelah SRP.8

Bakteri pada berbagai sediaan tersebut memiliki variasi yang beragam


sesuai kemampuannya dalam memberikan hasil terapeutik yang optimal.
Penelitian Penala et al. tentang efektivitas pemberian probiotik setelah SRP pada
32 pasien dengan periodontitis kronis menggunakan kombinasi Lactobacillus
reuteri dan Lactobacillus salivarius. Pemberian kombinasi ini dipilih karena
terdapat pendapat mengenai manfaat penggunaan dua spesies probiotik untuk
memaksimalkan efek probiotik dibanding satu spesies. Dalam Penala et al.,
Bonifait et al. mengemukakan bahwa satu spesies probiotik saja tidak cukup
untuk memberikan efek yang maksimal, sehingga dipilih metode kombinasi strain
bakteri untuk mendapatkan manfaat terapeutik yang optimal. Pada penelitian
tersebut, kedua strain probiotik Lactobacillus diketahui memiliki manfaat dalam
manajemen penyakit periodontal dan halitosis.1

Dalam penilitian Tekce et al., Lactobacillus reuteri digunakan sebagai


probiotik pilihan dikarenakan dapat memproduksi reuterin, yaitu substansi
antimikroba yang terbukti memiliki efek bakterisidal dan bakteriostatik terhadap
bateri patogen lain, ragi, fungi, protozoa, dan virus. Kemampuan ini mungkin
disebabkan mekanisme reuterin untuk menghalangi spesies patogen dengan
menginduksi stres oksidatif di sel.2 Berbeda halnya dengan penelitian Laleman et
al. yang menggunakan probiotik berisi Streptococcus oralis, Streptococcus uberis,
dan Streptococcus rattus. Penelitian ini menggunakan probiotik dengan bakteri
Streptococcus disebabkan karena spesies tersebut ditemukan paling banyak pada
rongga mulut dan dapat melakukan kolonisasi kembali segera setelah perawatan
SRP, sehingga probiotik dengan genus bakteri sama diharapkan mampu menekan
pertumbuhan bakteri Streptococcus di rongga mulut.9

Beberapa penelitian tersebut menunjukkan hasil menjanjikan penggunaan


probiotik sebagai perawatan tambahan setelah SRP. Penala et al., dan Tekce et al.
sama-sama menunjukkan bahwa pada pasien yang diberikan perawatan SRP
disertai dengan pemberian probiotik memiliki indeks perdarahan gingiva, skor
plak, dan kedalaman poket yang lebih kecil dibandingkan pasien yang hanya
mendapatkan perawatan SRP saja.1,2 Hal ini sejalan dengan penelitian
Vivekananda et al. yang juga menemukan bahwa pemberian probiotik tanpa atau
setelah SRP dapat menurunkan jumlah mikroorganisme tertentu, seperti
Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Prevotella intermedia, dan
Porphyromonas gingivalis.7 Selain itu, pemberian probiotik juga memberikan
pengaruh terhadap inflamasi dalam rongga mulut pasien. Probiotik diketahui
memiliki efek menurunkan aktivitas mediator inflamasi seperti interleukin-8 dan
TNF-α.8

Pada penelitian Penala et al., ditemukan bahwa setelah 3 bulan, terjadi


peningkatan spesies periodontopatogen pada kelompok uji dengan atau tanpa
probiotik obat kumur. Hal ini dikarenakan pemberian probiotik sebagai perawatan
tambahan hanya dilakukan sampai 4 minggu, dan dapat terjadi rekolonisasi
bakteri setelah waktu tersebut. Penurunan kedalaman poket (PDR) dan
peningkatan clinical attachment (CAG) diketahui tidak memiliki hasil yang
signifikan baik dalam kelompok perlakuan, maupun kelompok kontrol dengan
placebo. Hal ini dianggap terjadi karena kurang terjadinya penetrasi obat kumur
serta terbatasnya retensi pada aplikasi probiotik subgingiva.1 Adapun pada
penelitian Laleman et al., hasil akhir menunjukkan bahwa hampir tidak terdapat
efek dari penggunaan tablet probiotik berisi spesies Streptococcus sebagai
perawatan tambahan setelah SRP secara klinis dan mikrobiologis.9

Mekanisme probiotik di dalam rongga mulut dianggap kurang lebih sama


dengan mekanisme probiotik dalam sistem pencernaan. Probiotik bekerja dengan
kompetisi area adhesi, kompetisi nutrisi, dan mempengaruhi respons imun host.
Ketiga mekanisme aksi ini menunjukkan sifat antagonis probiotik terhadap
patogen, dan menurunkan inflamasi serta kerusakan jaringan. Hal ini membuat
probiotik menjadi perhatian peneliti sebagai perawatan tambahan setelah scaling
dan root planing, untuk mendapatkan jaringan periodontal yang sehat.6
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa penggunaan probiotik sebagai


perawatan lanjutan SRP memiliki efek yang baik dibandingkan hanya perawatan
SRP saja. Penelitian lebih lanjut mengenai bakteri yang digunakan sebagai
probiotik, bentuk aplikasi serta dosisnya diperlukan untuk mendapatkan informasi
yang lebih detail mengenai perbedaan hasil dalam beberapa penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Penala S, Kalakonda B, Pathakota KR, Jayakumar A, Koppolu P, Lakshmi


BV, et al.. Efficacy of local use of probiotics as an adjunct to scaling and
root planing in chronic periodontitis and halitosis: a randomized controlled
trial. J of Res in Pharm Pract, 2016; 5(2): 86–93.
2. Tekce M, Ince G, Gursoy H, Dirikan Ipsi S, Cakar G, Kadir T, et al..
Clinical and microbiological effects of probiotic lozenges in the treatment
of chronic periodontitis: a 1-year follow-up study. J Clin Periodontol,
2015; 42: 363–372.
3. Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. Ilmu Pencegahan Penyakit
Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC, 2013.
4. Langlais RP, Miller CS, Nield-Gehrig JS. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang
Sering Ditemukan. Jakarta: EGC, 2014.
5. Pintauli S, Hamada T. Menuju Gigi & Mulut Sehat. Medan: USU Press,
2012.
6. Haukioja A. Probiotics and oral health. European J Dent, 2010; 4: 348–55.

7. Vivekananda S, Algan S, Gursoy H, Noyan U, Kuru BE, Kadir T. Effect of


the probiotic Lactobacillus reuteri (Prodentis) in the management of
periodontal disease: a preliminary randomized clinical trial. J of Oral
Microbiol, 2010; 2: 1–10.
8. Twetman S, Derawi B, Keller M, Ekstrand K, Yucel-Lindberg T, Stecksen-
Blicks C. short-term effectof chewing gums containing probiotic
Lactobacillus reuteri on the levels of inflammatory mediators in gingival
crevicular fluid. Acta Odontologica Scandinavica, 2009; 67: 19–24.
9. Laleman I, Yilmaz E, Ozcelik O, Haytac C, Pauwels M, Herrero ER, et al..
The effect of a streptococci containing probiotic in periodontal therapy: a
randomized controlled trial. J Clin Periodontol, 2015; 42: 1032–1041.

Anda mungkin juga menyukai