Anda di halaman 1dari 10

3.

1 Definisi

Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh

virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,

DEN-3, DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat

serotipe dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak

berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DEN-2.

3.2 Epidemiologi

Pada saat ini, jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25 per 100.000 penduduk,

namun angka kematian telah menurun bermakna <2%. Umur terbanyak yang terkena infeksi

dengue adalah kelompok umur 4-10 tahun, walaupun makin banyak kelompok umur lebih

tua. Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi (1) gejala klinis paling ringan tanpa

gejala (silent dengue infection), (2) Demam Dengue (DD), (3) Demam Berdarah Dengue

(DBD) dan (4) demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS).

3.3 Patogenesis

Virus dengue masuk ke sirkulasi perifer manusia melalui gigitan nyamuk. Virus akan

berada di dalam darah sejak fase akut/fase demam hingga klinis demam menghilang. Secara

klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi tiga yaitu demam (febrile), fase kritis dan

fase penyembuhan.

Antigen dengue ditemukan di berbagai sel, termasuk monosit, Kupffer, makrovag

alveoli, limfosit darah tepi dan limpa, juga sel endotel di hepar dan paru-paru. Pada tahap

awal virus dengue akan menyerang sel-sel makrofag dan bereplikasi dalam sel Langerhans
dan makrofag di limpa. Pada tahap berikutnya terjadi secara simultan reaksi silang antibodi

dengan trombosit, reaksi silang antibodi dengan plasmin dan produk spesifik. Proses ini

kemudian akan meningkatkan peran antibodi dalam meningkatkan titer virus dan di sisi lain

antibodi bereaksi silang dengan endoteliocytes. Pada tahap berikutnya terjadi efek replikasi

sel mononuclear. Di dalam sel endotel, terjadi infeksi dan replikasi selektif dalam

endoteliocytes sehingga terjadi apoptosis yang menyebabkan disfungsi endotel. Selain

disfungsi endotel, mediator sitokin lain juga dapat menyebabkan gangguan koagulasi.

Pada DBD terjadinya disfungsi endotel dan gangguan koagulasi mengakibatkan

peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan kebocoran plasma ke jaringan,

sedangkan pada demam dengue tidak terjadi hal ini. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan

syok hipovolemik. Peningkatan permeabilitas vaskular akan terjadi pada fase kritis dan

berlangsung maksimal 48 jam. Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa cairan diberikan

maksimal 48 jam.

3.4 Fase klinis DBD

Fase demam berlangsung pada demam hari ke-1 hingga 3, fase kritis terjadi pada

demam hari ke-3 hingga 7, dan fase penyembuhan terjadi setelah demam hari ke-6 sampai 7.

Perjalanan penyakit tersebut menentukan dinamika perubahan tanda dan gejala klinis pada

pasien dengan infeksi demam berdarah dengue (DBD).


3.5 Diagnosis

3.5.1 Anamnesis

 Demam tinggi mendadak, selama 2-7 hari

 Disertai lesu, tidak mau makan, dan muntah

 Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut

 Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan

Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah, nyeri

kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah

lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih mencolok pada DD daripada DBD.

Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering ditemukan pada DBD.

Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas kapiler

sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia dan syok.

3.5.2 Pemeriksaan Fisik

 Tanda perdarahan

 Uji bendung positif

 ptekhie, epistaksis, gusi berdarah, melena ataupun hematuria

 Hepatomegali

3.5.3 Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium (sesuaikan dengan perjalanan penyakit)

Pada hari ke-3 umumnya leukosit menurun atau normal, hematokrit mulai

meningkat (hemokonsentrasi), dan trombositopenia terjadi pada hari ke-3 sampai 7.

Pada pemeriksaan jenis leukosit, ditemukan limfositosis (peningkatan 15%) mulai

hari ke-3, ditandai adanya limfosit atipik.

b. Radiologis

 Pemeriksaan rontgen thoraks (dilakukan atas indikasi)

o Dalam keadaan klinis ragu-ragu : kemungkinan efusi pleura

o Pemantauan klinis, sebagai pedoman terapi cairan

3.5.4 Kriteria Klinis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO tahun

1997):

 Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari.

 Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena.

 Hepatomegali

 Trombositopenia

 Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20%

3.6 Diagnosis Banding

Diagnosis Banding DBD yaitu penyakit dengan gejala demam akut, yaitu ISPA, ISK,

campak, dan malaria.


3.7 Derajat DBD

Derajat derajat infeksi dengue diklasifikasikan menjadi lima yaitu:

Grade Tanda dan Gejala Pemeriksaan Laboratorium

Demam Demam dengan minimal dua kriteria berikut:  Leukopenia


Dengue  Nyeri kepala (<5.000/mm3)
 Nyeri retroorbita  Trombositopenia
 Mialgia (<100.000/mm3)
 Artralgia  Peningkatan
 Tidak ada bukti kebocoran plasma hematokrit (5-10%)
 Tidak ada bukti
kebocoran plasma.

Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu- Trombositopenia


satunya manifestasi perdarahan ialah uji (<100.000/mm3);
bendung. Peningkatan hematokrit
≥20%

Derajat Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan Trombositopenia


II di kulit dan atau perdarahan lain. (<100.000/mm3);
Peningkatan hematokrit
≥20%

Derajat Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi Trombositopenia


III cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 (<100.000/mm3);
mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis Peningkatan hematokrit
di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan ≥20%
anak tampak gelisah.

Derajat Syok berat (profound shock), nadi tidak Trombositopenia


IV dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur. (<100.000/mm3);
Peningkatan hematokrit
≥20%

Tanda-tanda syok:

 Anak gelisah, sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis

 Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba

 Tekanan darah turun, tekanan nadi <10 mmHg

 Akral dingin, capillary refill test menurun

 Diuresis menurun sampai anuria


3.8 Tatalaksana

Berdasarkan rekomendasi WHO 2011, prinsip umum terapi dengue adalah sebagai

berikut:

a. Pemberian cairan kristaloid isotonik selama periode kritis, kecuali pada bayi usia < 6

bulan yang disarankan menggunakan NaCl 0,45%

b. Penggunaan cairan koloid hiperonkotik, misalnya dekstran 40, dapat

dipertimbangkan pada pasien dengan kebocoran plasma yang berat, dan tidak ada

perbaikan yang adekuat setelah pemberian kristaloid.

c. Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan rumatan (maintenance)

ditambah 5% dehidrasi. Jumlah tersebut hanya untuk menjaga agar volume

intravaskular dan sirkulasi tetap adekuat.

d. Durasi pemberian terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24-48 jam pada kasus

syok. Pada kasus tanpa syok, durasi terapi tidak lebih dari 60-72 jam.

e. Pada pasien obesitas, perhitungan volume cairan sebaiknya menggunakan berat

badan ideal.

f. Pemberian cairan selalu disesuaikan dengan kondisi klinis. Kebutuhan cairan

intravena pada anak berbeda dengan dewasa.

Laju pada anak Laju pada dewasa

(mL/kgBB/jam) (mL/jam)

Setengah rumatan 1,5 40-50

Rumatan 3 80-100

Rumatan + defisit 5% 5 100-120

Rumatan + defisit 7% 7 120-150

Rumatan + defisit 10% 10 300-500


g. Pemberian transfusi trombosit tidak direkomendasikan pada anak.

Terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian, (1) Suspek DBD (2) Demam

Dengue (DD) (3) DBD derajat I dan II (4) DBD derajat III dan IV.

3.8.1 DBD tanpa syok (derajat I dan II)

a. Medikamentosa

 Antipiretik, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.

 Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati, apabila terdapat perdarahan

saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.

 Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati

b. Suportif

 Mengatasi kehilangan cairan plasma

 Cairan intravena diperlukan apabila (1) anak terus-menerus muntah, tidak mau

minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya syok, (2)

nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

Cairan diberikan sejumlah kebutuhan rumatan (untuk 1 hari) + defisit 5% (oral

maupun intravena) selama 48 jam. Sebagai contoh, anak dengan berat badan 20

kg, maka defisit 5% = 50 mL/kgBB x 20 kg = 1.000 mL. Kebutuhan rumatan

ialah 1.500 mL untuk 1 hari, dengan demikian total pemberian cairan 2.500 mL,

yang diberikan selama 48 jam. Jumlah cairan tersebut disesuaikan dengan

kondisi klinis, tanda vital, kelluaran urin dan kadar hematokrit.

3.8.2 DBD disertai syok (Sindrom syok dengue, derajat III dan IV)
 Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20

ml/kgBB dalam 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap diberikan ringer

laktat 20 ml/kgBB ditambah koloid 20-30 ml/kgBB/jam, maksimal 1.500ml/hari.

 Pemberian cairan 10 ml/kgBB/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume

cairan diturunkan menjadi 7 ml/kgBB/jam, selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila

tanda vital dan diuresis baik.

 Jumlah urin 1ml/kgBB/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.

 Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.

 Oksigen 2-4 l/menit dan koreksi asidosis metabolik pada DBD syok.

 Indikasi transfusi darah:

 Terdapat perdarahan secara klinis

 Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit

turun, diduga telah terjadi perdarahan, transfusi PRC 10 ml/kgBB

 Apabila kadar hematokrit tetap > 40%

3.8.3 Tatalaksana DBD Ensefalopati

Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah

teratasi, cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3- dan jumlah cairan

segera dikurangi. Larutan ringer laktat ditukar dengan larutan NaCl 0,9% : glukosa 5% = 3:1

3.9 Pemantauan

3.9.1 Indikasi rawatan

3.9.2 Pemantauan selama rawatan


Tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, tanda perdarahan saluran cerna,

tanda ensefalopati harus dimonitor dan dievaluasi untuk menilai hasil pengobatan. Balans

cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung dan jumlah perdarahan.

3.9.3 Kriteria memulangkan pasien DBD

 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

 Nafsu makan membaik

 Secara klinis tampak perbaikan

 Tiga hari setelah syok teratasi

 Tidak dijumpai distres pernapasan

 Jumlah trombosit > 50.000/ml

 Hematokrit stabil

3.10 Komplikasi

 Ensefalopati dengue: edema otak dan alkalosis

Dapat terjadi baik pada syok maupun tanpa syok

 Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan

 Edema paru akibat pemberian cairan berlebihan

3.11 Vaksin Dengue

Protein E Dengue sangat penting bagi pengembangan vaksin karena memediasi

masuknya virus dengan berinteraksi pada reseptor permukaan sel pejamu dan jg merupakan

target primer penetralan antibodi. Para peneliti berhasil membuat komplemen DNA-RNA

virus yang infeksius dengan kloning E.coli, sebagai bentuk dasar pengembangan vaksin.

Penelitian vaksin kiniberfokus pada penggunaan vaksin tetravalen hidup yang dilemahkan,

vaksin chimaera intertipe, dan vaksin rekombinan DNA dengan dasar vektor virus flavi dan
non virus flavi. Vaksin tetravalen hidup telah berhasil memenuhi uji klinis tahap 2 karena

menunjukkan imunogenik dan keamanannya.

Anda mungkin juga menyukai