LANJUTAN
“Penggunaan Sistem Manajemen Biaya
Untuk Pengambilan Keputusan Strategik-
Produk.”
Dosen Pengampu :
Dr.Drs.H. Mukhzarudfa. M. S
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang Penggunaan Sistem Manajemen Biaya Untuk Pengambilan
Keputusan Strategik-Produk.
Penyusun
i
Statement of Authorship
Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah terlampir
dengan keterangan:
Adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah
disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah pada mata ajaran lain kecuali kami
menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas
yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan
mendeteksi adanya plagiarisme.
P2C317017 P2C317031
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
STATEMENT OF AUTHORSHIP..............................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Analisis Profitabilitas Produk ................................................................... 4
2.1.1 Productive eficiency ......................................................................... 4
2.1.2 Partial productivity measurement .................................................... 4
2.1.3 Total productivity measurement ....................................................... 6
2.1.4 Measurement changes in activity and process eficiency .................. 8
2.1.5 Konsep harga pokok penuh (full costing) ......................................... 9
2.1.6 Konsep harga pokok variabel (variabel costing).............................. 11
2.2. Life Cycle Costing System ......................................................................... 14
2.2.1 Target costing……………………………………………………....19
2.2.2 Customer orientation ....................................................................... 20
2.2.3 The target costing process ............................................................... 20
2.2.4 Kaizen costing………………………………………………………25
2.2.5 Alat biaya lainnya…………………………………………………...27
2.2.6 Biaya lingkungan, salvage dan pelepasan........................................ 29
PENUTUP ....................................................................................................... .31
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ .31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... .33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Keuangan : produsen biasanya akan membutuhkan dana yang signifikan untuk
melaunching produk baru dan mempertahankannya melalui tahap perkenalan.
Tapi investasi lebih lanjut pada tahap pertumbuhan dan kedewasaan sudah bisa
dibiayai dari keuntungan penjualan. Pada tahap penurunan, investasi tambahan
mungkin diperlukan untuk menyesuaikan proses manufaktur atau pindah ke
market baru. Sepanjang siklus hidup produk, perusahaan perlu
mempertimbangkan cara yang paling tepat untuk membiayai cost mereka untuk
memaksimalkan potensi profit.
Informasi : Entah itu berupa data tentang market potensial yang cocok untuk
produk baru, feedback tentang campaign pemasaran untuk melihat mana yang
lebih efektif, atau memonitoring pertumbuhan dan penurunan pasar, informasi
sangatlah penting untuk mensukseskan semua produk.
Produsen yang efisien dalam mengelola produk mereka sepanjang kurva siklus
hidup produk biasanya adalah mereka yang telah mengembangkan sistem
informasi paling efektif. Kebanyakan, produsen menerima kenyataan bahwa
produk mereka memiliki hidup yang terbatas. Meskipun tidak terlalu banyak yang
bisa mereka lakukan untuk mengubah itu, dengan berfokus pada area bisnis yang
telah disebutkan pada bagian atas, manajemen siklus hidup produk membantu
produsen untuk memastikan bahwa produk mereka akan sukses, walaupun semua
perlu proses dan waktu yang panjang.
2
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana analisis profitabilitas produk ?
2. Menjelaskan life cycle costing system
3
BAB II
PEMBAHASAN
(1) untuk campuran input yang akan menghasilkan output tertentu, tidak ada
lagi input yang digunakan daripada yang diperlukan untuk menghasilkan
output. Kondisi pertama didorong oleh hubungan teknis dan, oleh karena itu,
disebut sebagai efisiensi teknis. Melihat aktivitas sebagai masukan, kondisi
pertama mengharuskan penghapusan semua aktivitas non-nilai tambah dan
mengharuskan kegiatan bernilai tambah dilakukan dengan jumlah minimal
yang dibutuhkan untuk menghasilkan output yang diberikan.
(2) mengingat campuran yang memenuhi kondisi pertama, campuran yang
paling murah dipilih. Kondisi kedua didorong oleh hubungan harga input
relatif dan oleh karena itu, disebut sebagai efisiensi alokatif. Harga input
menentukan proporsi relatif masing-masing input yang harus digunakan.
Penyimpangan dari proporsi tetap ini menciptakan inefisiensi alokasi.
4
mengendalikan perubahan. Pengukuran prospektif adalah forwardlooking, dan ini
merupakan masukan untuk pengambilan keputusan strategis. Secara khusus,
pengukuran prospektif memungkinkan para manajer untuk membandingkan
manfaat relatif dari kombinasi masukan yang berbeda, memilih masukan dan
campuran masukan yang memberikan keuntungan terbesar. Langkah-langkah
produktivitas dapat dikembangkan untuk setiap masukan secara terpisah atau
untuk semua masukan secara bersama-sama. Mengukur produktivitas untuk satu
input pada suatu waktu disebut pengukuran produktivitas parsial. (Hansen,
Mowen, Gua, 2009: 534)
Produktivitas dari satu input biasanya diukur dengan menghitung rasio output
terhadap input sebagai berikut:
Karena produktivitas hanya satu input yang diukur, ukuran tersebut disebut
ukuran produktivitas parsial. Jika output dan input diukur dalam jumlah fisik,
maka kita memiliki ukuran produktivitas operasional. Jika output atau input
dinyatakan dalam dolar, maka kita memiliki ukuran produktivitas finansial.
5
Tindakan parsial memungkinkan manajer untuk fokus pada penggunaan
masukan tertentu. Langkah-langkah parsial operasi memiliki keuntungan karena
mudah ditafsirkan oleh semua orang di dalam organisasi. Akibatnya, tindakan
operasional parsial mudah digunakan untuk menilai kinerja produktivitas personil
operasi. Buruh, misalnya, dapat berhubungan dengan unit yang diproduksi per
jam atau unit yang diproduksi per pon bahan. Dengan demikian, tindakan
operasional parsial memberikan umpan balik bahwa personil operasi dapat
berhubungan dan memahami - tindakan yang berhubungan dengan masukan
spesifik yang mereka kendalikan. Selanjutnya, untuk pengendalian operasional,
standar kinerja seringkali sangat singkat dijalankan. Sebagai contoh, standar dapat
menjadi rasio produktivitas dari batch barang sebelumnya. Dengan menggunakan
standar ini, tren produktivitas dalam tahun itu sendiri dapat dilacak. (Hansen,
Mowen, Gua, 2009 : 537).
6
yang relevan. Jadi, secara praktis, pengukuran produktivitas total dapat
didefinisikan sebagai fokus pada sejumlah masukan terbatas, yang, secara total,
menunjukkan keberhasilan organisasi. Dua pendekatan yang umum digunakan
adalah pengukuran profil dan pengukuran produktivitas terkait laba. (Hansen,
Mowen, Gua, 2009 :537).
3. Price-Recovery Component.
7
The profit – linked measure menghitung jumlah perubahan keuntungan dari
periode dasar ke periode saat ini yang disebabkan oleh perubahan produktivitas.
Umumnya, ini tidak akan sama dengan total perubahan keuntungan antara kedua
periode tersebut. Perbedaan antara total perubahan laba dan perubahan
produktivitas yang terkait dengan laba disebut komponen pemulihan harga.
Komponen ini adalah perubahan pendapatan dikurangi perubahan biaya input,
dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas. Oleh karena itu, mengukur
kemampuan perubahan pendapatan untuk menutupi perubahan biaya input,
dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas.
Suatu aktivitas dapat dipandang sebagai entitas yang mengubah input menjadi
sebuah output. Masukan adalah sumber daya yang dikonsumsi oleh suatu
kegiatan. Ingat bahwa sumber daya adalah elemen ekonomi yang memungkinkan
aktivitas dilakukan. Dengan demikian, pada dasarnya, sumber daya adalah input
atau faktor produksi yang digunakan oleh suatu kegiatan untuk menciptakan
outputnya. Masukan atau sumber daya ini identik dalam konsep dengan faktor-
faktor yang digunakan untuk menghasilkan produk: bahan, tenaga kerja, modal,
energi, dan sebagainya. Dengan demikian, kunci untuk analisis produktivitas kerja
8
adalah menentukan keluaran aktivitas dan ukuran keluaran aktivitas yang sesuai.
Setelah ukuran output teridentifikasi, maka analisis produktivitas profil dan profit-
linked dimungkinkan.
Proses didefinisikan oleh aktivitas dengan tujuan yang sama. Tujuan umum
biasanya didefinisikan sebagai output yang dihasilkan oleh proses. Keluaran
proses menghabiskan aktivitas proses, yang pada gilirannya memakan sumber
daya (tenaga kerja, bahan, dll.). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
produktivitas proses didefinisikan oleh dua komponen: (1) perubahan dalam
efisiensi kegiatan yang mengkonsumsi sumber daya dan (2) perubahan efisiensi
konsumsi keluaran proses kegiatan.
Pada konsep ini setiap pusat laba dihitung besarnya laba bersih dengan
mempertemukan penghasilan setiap pusat laba dikurangi semua biaya pada pusat
9
laba yang bersangkutan baik biaya tetap maupun biaya variabel. Langkah-langkah
yang ditempuh dalam menggunakan konsep ini adalah :
Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik baik yang tetap maupun
variable dibebankan kepada produk yang diproduksi atas dasar biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan
melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk
jadi yang belum terjual, dan baru dianggap sebagai biaya apabila produk jadi
tersebut dijual.
Karena biaya overhead pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif yang
ditetapkan dimuka pada kapasitas normal, maka jika dalam satu periode biaya
overhead pabrik sesungguhnya berbeda dengan yang dibebankan tersebut, akan
terjadi pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang. Metode full costing
menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap sampai produk terjual, jadi
masih dianggap aktiva. Jenis-jenis biaya dalam metode full costing diantaranya :
a. Biaya produksi, meliputi biaya dalam rangka pengolahan bahan baku
sampai dengan menjadi produk selesai siap jual. Biaya produksi meliputi
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
b. Biaya non produksi, meliputi semua biaya bukan dalam rangka
pengolahan produk. Biaya ini meliputi biaya pemasaran, biaya
administrasi, dan biaya keuangan. Biaya pemasaran ditambah biaya
administrasi dan umum disebut dengan biaya komersial. Pada pendekatan
fungsional, semua biaya non produksi adalah biaya periode.
10
a. Biaya overhead pabrik baik yang variable maupun tetap, dibebankan
kepada produk atas dasar tariff yang ditentukan dimuka pada kapasitas
normal atau atas dasar biaya overhead yang sesungguhnya.
b. Selisih biaya overhead pabrik akan timbul apabila biaya oeverhead pabrik
yang dibebankan berbeda dengan biaya overhead pabrik yang
sesungguhnya terjadi.
c. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual,
maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tersebut
digunakan untuk mengurangi atau menambah harga pokok yang masih
dalam persediaan (baik produk dalam proses maupun produk jadi).
d. Merode ini akan menunda pembebanan biaya oeverhead pabrik tetap
sebagai biaya sampai saat produk yang bersangkutan dijual.
11
b. Menggolongkan harga pokok penjualan variabel untuk setiap pusat laba.
c. Menghitung batas kontribusi kotor untuk setiap pusat laba.
d. Mengalokasikan biaya pemasaran variabel dari setiap fungsi ke dalam
setiap pusat laba.
e. Menghitung batas kontribusi (bersih) untuk setiap pusat laba.
f. Memperhitungkan biaya tetap langsung yang dapat diidentifikasikan
kepada setiap pusat biaya.
g. Menghitung laba bersih setiap pusat biaya sebelum dipertemukan dengan
biaya tetap tidak langsung dan biaya administrasi dan umum.
h. Memperhitungkan biaya tetap tidak langsung dan biaya administrasi dan
umum
i. Menghitung laba bersih.
12
untuk mengambil keputusan secara cepat mengenai persoalan-persoalan
biaya yang dihadapi setiap hari.
b. Penetapan harga jual
Harga jual produk yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, tentunya harga
jual yang dapat bersaing dipasaran. Penentuan harga jual bukan lah hal
yang mudah dilakukan. Harga jual yang terlalu tinggi dapat menyebab kan
perusahaan kalah dalam persaingan, sedangkan harga jual yang terlalu
rendah dapat berakibat tidak tercapainya tujuan perusahaan yaitu
tercapainya laba pada tingkat yang dikehendaki. Dengan variable costing
penentapan harga jual dapat lebih mudah dilakukan. Konsep margin
kontriusi memudahkan perusahaan untuk menentukan harga jual yang
dapat menutup biaya-biaya tetap seperti biaya gaji, biaya sewa, pajak dan
lain sebagainya.
c. Penentuan titik impas atau peluang produk.
Bila margin konstribusi dan biaya tetap diketahui ada cara perhitungan
yang sederhana untuk menentukan suatu keadaan perusahaan tidak
mengalami laba juga tidak mengalami rugi. Istilah keadaan yang demikian
dikenal dengan peluang pokok atau impas atau break even.
d. Alat pengendalian manajemen.
Laporan-laporan yang didaftarkan pada variable costing adalah jauh lebih
efektif daripada full costing untuk pengendalian manajemen. Hal ini
disebabkan oleh karena laporan-laporan tersebut dapat dihubungkan secara
lebih langsung dengan sasaran laba atau anggaran dalam periode yang
bersangkutan.
13
Dalam prinsip akuntansi Indonesia 1984 (Ikatan Akuntansi Indonesia)
disebutkan bahwa “harga pokok barang yang diproduksi meliputi semua
biaya bahan baku langsung yang dipakai, upah langsung serta biaya
produksi tidak langsung, dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo
akhir barang dalam pengolahan”. Hal ini berarti bahwa untuk perhitungan
dan pelaporan biaya produksi didasarkan pada konsep full costing.
Tahapan-tahapan life cycle costing (Blocher, Stout dan Cokins, 2010 : 12-13)
mencakup :
1. Penelitian dan pengembangan.
2. Desain produk, mencakup membuat prototype (bentuk dasar), target
pembiayaan, dan pengujian.
3. Memproduksi, pemeriksaan, pengemasan dan pengangkutan ke gudang.
4. Memasarkan, mempromosikan dan distribusi.
5. Penjualan dan pelayanan.
produksi
ngan
Pengemba
Riset &
&distribusi
Pemasaran
pelanggan
pada
Pelayanan
14
Biaya Hulu (Upstream Cost) Biaya Hilir (Downstream Cost)
15
b. Pengujian
Proses dan materi pengujian yang dipilih biasanya dilakukan dengan
menerapkan dengan teknik-tenik ekperimental secara formal dan sekaligus
dijadikan landasan untuk tahap perencanaan berikutnya yang lebih mendetail,
yang nantinya akan diuji. Pada tahap pelaksanaan masih akan dilakukan pengujian
lebih lanjut, sampai dihasilkan produk yang benar-benar optimal hingga dapat
dianggap selesai.
c. Pengembangan Kualitas
Dalam zaman quality assurance, konsep kualitas mengalami perluasan, dari
konsep yang sempit, hanya terbatas pada tahap produksi, ke tahap desain dan
koordinasi dengan departemen jasa (seperti perencanaan dan pengendalian
produksi, pergudangan). Dalam zaman ini pula diperkenalkan konsep total quality
control (TQC) oleh armand Feigenbaum pada tahun 1956. Menurut Feigenbaum,
kualitas produk tidak hanya ditentukan oleh pekerjaan manufaktur, namun lebih
luas dari itu, keterlibatan pemasok, desain dan pengembangan produk, dan kerja
tim antar fungsi.
2. Biaya Produksi
16
c. Biaya Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan
biaya tenaga kerja langsung, contohnya seprti biaya reparasi dan pemeliharaan
aktiva tetap pabrik.
Biaya Produksi Langsung
Biaya langsung, berkaitan dengan obyek biaya tertentu dan dapat ditelusuri ke
obyek biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya).
Contoh; biaya kaleng atau botol untuk produk teh botol.
Biaya Produksi Tak Langsung
Berkaitan dengan obyek biaya tertentu namun tidak dapat ditelusuri ke obyek
biaya tersebut dengan cara yang layak secara ekonomi (efektif-biaya).
Contoh; biaya gaji supervisor
Biaya pemasaran
Biaya Pemasaran adalah meliputi semua dalam melaksanakan kegiatan pemasaran
atau kegiatan untuk menjual barang dan jasa perusahaan kepada para pembeli
sampai dengan pengumpulan piutang menjadi kas. Sesuai dengan fungsi
pemasaran, biaya pemasaran digolongkan menjadi :
1). Biaya untuk menimbulkan pesanan, contohnya seperti biaya promosi dll.
2). Biaya untuk melayani pesanan, diantaranya :
Biaya fungsi penggudangan dan penyimpanan produk selesai
Biaya fungsi pengepakan dan pengiriman
Biaya fungsi pemberian kredit dan penagihan piutang
Biaya fungsi administrasi penjualan.
Biaya Promosi
Biaya promosi merupakan sejumlah dana yang dikucurkan perusahaan ke dalam
promosi untuk meningkatkan penjualan. Biaya Promosi dapat dikategorikan
sebagai biaya langsung apabila terkait langsung dengan suatu produk atau proyek.
Tetapi apabila Biaya Promosi ini bersifat umum untuk seluruh kegiatan
perusahaan, ia dapat dikategorikan sebagai biaya operasi.
17
1. Non-recuring cost, meliputi biaya planning, designing, dan testing yang
terjadi pada tahap pengembangan suatu produk.
2. Manufacturing cost, meliputi biaya bahan, biaya tenaga kerja langsung ,
serta biaya overhead pabrik yang terjadi selama proses pembuatan produk.
3. Logistic cost, meliputi biaya iklan, biaya distribusi yang terjadi selama
proses pembuatan produk.
4. Customer’s post purchase cost meliputi biaya purna jual, garansi dan
maintenance (perawatan) yang terjadi setelah produk ada di konsumen.
Ada 3 tujuan dari penggunaan life cycle costing system (Kaplan, Anthony,
1998 : 236) adalah :
1. Life cycle costing membantu untuk mengembangkan pemahaman atas
kesadaran biaya yang dihubungkan atas suatu produk dengan maksud
untuk mengidentifikasi laba yang akan diperoleh selama siklus hidup
produk. Tahapan-tahapan ini akan mencover seluruh biaya didalam
tahapan pengembangan dan pengrestorasian. Life cycle costing juga
digunakan untuk mengidentifikasi produk yang tidak lagi menguntungkan,
ketika biaya restorasi di pabrik menjadi proses evaluasi produk.
2. Karena pertimbangan cakupan biaya yang luas, life cycle costing akan
mengidentifikasikan konsekuensi biaya lingkungan produk dan akan
mendorong tindakan untuk mengurangi atau mengeliminasi biaya-biaya
tersebut.
3. Life cycle costing membantu untuk mengidentifikasi biaya perencanaan
dan restorasi selama siklus hidup produk serta tahapan proses desain.
Dengan maksud untuk mengontrol dan mengawasi biaya didalam setiap
tahapannya. Secara umum life cycle costing menyediakan penekanan
akuntansi atas biaya suatu produk untuk memolong management untuk
pegambilang keputusan didalam memahami kosenkuensi biaya yang akan
muncul didalam pembuatan suatu produk.
Adapun batasan-batasan didalam penerapan system life cycle costing (CMA Text
Book, 2014 : 88) adalah :
1. Ketika life cycle costing digunakan untuk memperluas biaya dari aktiva tetap
berdasarkan siklus hidup suatu produk, asumsi yang dapat dibuat bahwa
aktiva tetap akan menjadi produktif di tahun sesudahnya ketika mereka
diperbarui. Ini akan menjadi asumsi yang tidak akurat karena bagian-bagian
dari perlengkpan pada akhirnya dapat berjalan lamban, sehingga
menghasilkan output dan profut yang rendah untuk mencapai akhir siklus
hidupnya.
2. Estimasi yang akurat dari biaya operasional dan pemeliharaan untuk suatu
produk selama seluruh siklus hidupnya menjadi sangat sulit.
18
3. Peningkatan biaya atas siklus hidup produk perlu untuk dipertimbangkan.
4. Life cycle costing memerlukan waktu dan sumber yang luas sehingga
pengeluaran biaya dapat lebih banyak daripada keuntungan.
Kalkulasi biaya target (target costing) adalah suatu metode penentuan biaya
produk atau jasa berdasarkan harga (harga target) dimana pelanggan bersedia
membayarnya. Ini juga sering disebut sebagai kalkulasi biaya berdasarkan harga
(price-driven costing). Menurut metode ini, perusahaan menetapkan biaya produk
yang dianggap sesuai dengan keadaan pasar, menentukan laba yang diinginkan,
baru kemudian menentukan harga jual produk tersebut kepada masyarakat.
19
2.2.2. Customer Orientation (Orientasi Pelanggan)
20
benar-benar mulai. Keputusan tingkat yang sesuai dari target biaya untuk produk
baru memerlukan beberapa pertimbangan.
Karekteristik keempat yaitu target cost dibagi menjadi target cost untuk
fungsi-fungsi, perakitan, bagian, supplier dan desainer. Dalam karakteristik ini ada
dua metode alokasi yaitu alokasi berorientasi fungsi dan alokasi berorientasi
komponen. Karakteristik kelima yaitu implementasi target cost membutuhkan
kerjasama lintas departemen/fungsi. Perusahaan yang menggunakan target costing
harus merangsang kerjasama multidisiplin dari individu-individu yang berbeda
untuk bekerja sama. Kerjasama multidisipliner sangat penting, karena
pengurangan biaya yang berhasil harus menyeimbangkan semua pengembangan
produk baru tujuan seperti biaya, kualitas dan masalah fungsionalitas.
Karakteristik keenam yaitu adanya informasi biaya yang rinci untuk
mendukung proses pengurangan biaya. Untuk melihat dampak dari desain pada
biaya dan memantau proses pengurangan biaya maka desainer harus
memperkirakan biaya produk untuk masa depan selama proses pengembangan.
Desainer membutuhkan informasi biaya yang rinci setiap saat tidak hanya dalam
tahap pengembangan produk baru. Desainer harus selalu memperkirakan produksi
terus menerus sehingga memerlukan informasi biaya yang rinci. Karakteristik ke
tujuh yaitu target costing melibatkan perbadingan drifting cost dari produk masa
depat dengan target cost dalam tahap berbeda di pengembangan produk baru.
Dalam setiap bisnis mengikuti urutan proses yang formal, dalam hal ini biaya
selalu diestimasi dalam tahap tertentu dalam proses. Drifting cost adalah biaya
yang diestimasi berdasarkan produk yang sedang berjalan. Karakteristik terakhir
yaitu target cost tidak dapat ditingkatkan. Karakteristik ini diterapkan dengan
disiplin oleh perusahaan di Jepang. Tiga hal yang menyebabkan target cost tidak
bisa ditingkatkan yaitu kapanpun biaya meningkat selama proses pengembangan
produk baru maka harus ada penurunan biaya di tahap yang lain dengan
penjumlahan total yang sama. Kedua, mengeluarkan produk dengan biaya diatas
target tidak diperbolehkan, hanya produk yang mampu mendatangkan keuntungan
yang dilempar ke pasar. Ketiga, proses produksi dikelola dengan teliti untuk
memastikan bahwa target cost tercapai.
Dalam proses target costing cost analysis dan rekayasa nilai (value
engineering) sangat penting dalam melakukan pengurangan biaya. Melalui cost
analysis perusahaan melakukan beberapa aktivitas yaitu :
1. Mengembangkan daftar komponen dan mengidentifikasi fungsi produk.
Melalui aktivitas ini maka dapat diidentifikasi komponen dan fungsi mana
dari produk yang dibutuhkan untuk memuaskan pelanggan dan biaya apa
saja yang muncul akibat komponen dan fungsi produk tersebut.
21
2. Merinci biaya fungsional. Setiap komponen dan bagian dari produk
memiliki fungsi spesifik. Melalui aktivitas ini dapat diestimasi biaya yang
dikeluarkan.
3. Menentukan urutan relatif (ranking) dari kebutuhan pelanggan. Pada
tahapan ini dapat dibuat survey konsumen mengenai bagian mana yang
paling dibutuhkan/diminati pelanggan.
4. Menghubungkan bentuk dengan fungsinya. Karena setiap komponen
memiliki fungsi dari produk dan merupakan parameter desain kunci, pada
tahap ini menghubungkan ranking pelanggan yang menyatakan komponen
mana yang sesuai dengan permintaan pelanggan. Quality Function
Deployment Matrix biasanya digunakan pada tahap ini. Dalam matrix ini
terdapat informasi susunan secara sistematis tentang bentuk, fungsi, dan
evaluasi yang berkenaan dengan persaingan. Matrix ini merupakan alat
yang sangat berguna untuk target costing karena menonjolkan hubungan
antara kompetisi yang terjadi, keperluan konsumen, dan parameter desain.
5. Mengembangkan ranking fungsional secara relatif. Fungsi dari sebuah
produk sangat penting bagi konsumen sehingga dalam proses ini
perusahaan membagi persentase kontribusi dari setiap komponen untuk
kebutuhan konsumen.
Terdapat dua aktivitas dalam value engineering yaitu mengindentifikasi
komponen untuk mengurangi biaya dan menghasilkan ide pengurangan biaya.
Value engineering (rekayasa nilai) digunakan dalam target costing untuk
menganalisis fungsi-fungsi produk berdasarkan preferensi konsumen pada biaya
yang tertendah tanpa mengurangi kualitas, keamanan, kemampuan didaur ulang,
kegunaan, kemampuan, keawetan, dan keandalan produk. Value engineering
memiliki dua aktivitas yaitu mengidentifikasi komponen-komponen untuk
pengurangan biaya dan menghasilkan ide-ide untuk pengurangan biaya.
Berdasarkan kualitasnya klasifikasi produk dibagi dua kelompok, yaitu :
1. Produk yang fungsionalnya relative mudah ditambah/dikurangi merupakan
kelompok produk yang sering berubah model (dapat dikatakan mengikuti
trend dan sangat digemari oleh konsumen), contoh mobil, asesoris,
elektronik, handphone. Karena cepat sekali berubah maka life cycle
produk ini pendek sehingga produsen dituntut untuk dapat memiliki
inovasi dan kreativitas. Value engineering yang dibutuhkan untuk produk
ini adalah analisis fungsional yaitu melalui pengkajian kinerja dan biaya
dari masing-masing fungsi produk. Proses benchmarking dapat dijalankan
dalam proses ini.
2. Kelompok produk yang fungsionalitasnya relatif stabil contohnya adalah
alat-alat kedokteran, peralatan pabrik, konstruksi. Jika perusahaan
bergerak dalam industri ini maka mereka harus menghasilkan produk yang
22
memiliki fungsional sebaik mungkin. Value engineering yang digunakan
adalah analisis desain.
23
Topeon Corporation. Perusahaan kamera Olympus dalam menetapkan harga
jualnya ternyata tidak hanya menggunakan harga pesaing namun mereka juga
menggunakan produk lain untuk melakukan set up harga misalnya produk CD
maupun barang elektronik lainnya. Berbeda dengan Topcon yang menggunakan
harga berdasarkan produk milik competitor. Nissan dalam menentukan target
profit di masa depan mempertimbangkan informasi mengenai pelanggan bauran
produk (Cooper, 1994 dalam Evaraeret, 2006). Perusahaan-perusahaan ini berhasil
menerapkan target costing berdasarkan ciri khas perusahaan mereka masing-
masing. Mereka menemukan bahwa keefektifan target costing adalah pada
disiplin.
Dekker dan Amidt melakukan survey target costing di Jepang dan melaporkan
bahwa 61 persen dari perusahaan manufaktur yang diteliti digunakan target
costing. Mereka juga. melakukan survei serupa di Belanda dan menemukan
tingkat adopsi 59 persen. Namun, responden memberikan berbagai nama dan
deskripsi untuk praktek target costing, menunjuk ke banyak perbedaan antara
sistem mereka dan definisi target costing (Dekker andSmidt, 2003 di Evaraeret
dkk, 2006).
Penelitian Kroll (1997) menunjukkan bahwa target costing digunakan oeh 800
persen perusahaan Jepang yang bergerak dalam perakitan. Boer dan Etlite (1999)
menyatakan bahwa 100 persen perusahaan mobil Jepang sudah menggunakan
target costing. Sedangkan di Amerika hanya 40 persen yang menggunakan target
costing (Pierce, 2002)
Daimler Benz menggunakan target costing pada tahun 1990an ketika
mengembangkan mobil sportnya. Perusahaan melakukan wawancara dan analisis
pasar dalam menentukan harga jualnya. Perusahaan menentukan return per mobil
berdasarkan harga jual yang ditargetkan dikurangna dengan target cost. Sebagai
bagian dari target costing, perusahaan menggunakan benchmarking dalam
prosesnya untuk meningkatkan performa mobilnya. Tujuan yang ingin dicapai
yaitu meningkatkan produktivitas, kompetisi, dan kualitas serta penurunan biaya
produksi (Albright and Lam, 2006). Perusahaan Montclair Paper Mill, sebuah
perusahaan di Amerika menerapkan target costing pada departemen yang
memproduksi kertas. Hasil yang diperoleh selama menggunakan target costing
disimpulkan bahwa target costing merupakan alat yang sangat proaktif dalam
mengurangi biaya di perusahaan yang menggunakan standard costing yang tidak
efisien. Walaupun pada awalnya manajemen Montclair sama sekali tidak
mempunyai ide untuk menerapkan target costing namun pada akhirnya mereka
melihat keunggulan target costing (Shank dan Fisher, 1999).
ITT automotive menggunakan target costing untuk mempertahankan profit
dan meningkatkan market share selama masa kompetisi yang tinggi dalam dunia
otomotif. Walaupun prosesnya sulit dan sumberdaya yang ahal dibutuhkan untuk
24
memiliki target costing yang efekti, namun ITT automotive menemukan bahwa
investasi sangat penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Target costing
memiliki filosofi bottom-up dan orientasi tim. Target costing adalah metode yang
terstruktur dalam menetapkan dan mencapai tujuan. Supaya target costing
berhasil, maka penetapan tim lintas fungsional tidak cukup. Yang lebih penting
yaitu komitmen top manajemen dalam proses target costing. Senior manajer harus
mengalokasikan sumberdaya yang dibutuhkan dan harus memberdayakan tim
yang terdiri dari lintas fungsional dalam mengambil keputusan (Smelgze dan
Rolf, 1996).
Kaizen berasal dari kata KAI artinya perbaikan dan ZEN artinya baik. Kaizen
diartikan sebagai perbaikan terus menerus (continous improvement). Ciri kunci
manajemen kaizen antara lain lebih memperhatikan proses dan bukan hasil,
manajmen fungsional-silang dan menggunakan lingkaran kualitas dan perlatan
lain untuk mendukung peningkatan yang terus menerus.
Menurut Supriyono (1993), pengertian kaizen costing yaitu: “Kaizen costing
adalah perbaikan secara terus-menerus yang didukung proses pengurangan biaya
dalam tahap pemanufakturan produk yang sudah ada.” Perusahaan yang
menerapkan kaizen costing dengan melakukan perubahan secara bertahap dan
berkesinambungan, biasa disebut dengan continuous improvemen.
a. Tujuan Kaizen
b. Sasaran Kaizen
25
c. Manfaat Teori Kaizen
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penerapan Teori Kaizen dapat
berupa :
1. Setiap orang akan mampu menemukan masalah dengan cepat.
2. Setiap orang akan memberikan perhatian dan penekanan pada tahap
perencanaan.
3. Mendukung cara berfikir yang berorientasi proses.
4. Setiap orang berkonsentrasi pada masalah-masalah yang lebih penting dan
mendesak untuk diselesaikan.
5. Setiap orang akan berpartisipasi dalam membangun sistem yang baru
d. Prinsip Kaizen
26
mengontrol pemborosan sampai tingkat tertentu serta memuaskan
pelanggan.
8. Memelihara Proses Hubungan yang Benar Perusahaan jepang melakukan
segala sesuatu yang mampu mereka lakukan supaya terpelihara
keharmonisan dalam hubungan antar-manusia terutama para staff, manajer
dan para pemimpin tim. Hubungan tersebut dapat menumbuhkan loyalitas
dan komitmen dari karyawan.
9. Mengembangkan Disiplin Pribadi Disiplin pribadi di tempat kerja
merupakan sifat alamiah orang Jepang
10. Memberikan Informasi pada Semua Karyawan Berbagi informasi
merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan Kaizen. Dengan
memberikan informasi yang penting pada setiap orang maka tantangan
perusahaan berubah menjadi tantangan pribadi. Informasi ini juga
merupakan langkah penting untuk menciptakan budaya berdasarkan
pengetahuan.
11. Memberikan Wewenang Kepada Setiap Karyawan Dalam pelaksanaan
kaizen, setiap karyawan diberikan wewenang untuk melakukan perubahan
kearah yang lebih baik dengan kata lain melibatkan peran karyawan dalam
melakukan peningkatan.
e. Penerapan Kaizen
1. Cost Of Quality
Biaya kualitas (costs of quality) merupakan biaya yang terjadi atau mungkin
akan terjadi karena adanya kualitas yang rendah. Berdasarkan definisi tersebut
maka biaya kualitas dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu biaya kualitas
yang berkaitan dengan aktivitas pengendalian (control activity) dan biaya yang
27
berkaitan dengan aktivitas kegagalan (failure activity). Aktivitas pengendalian
dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas. Sedangkan aktivitas
kegagalan terjadi karena adanya kegagalan dalam menjalankan aktivitas atau
adanya produk yang berkualitas rendah. Pemahaman biaya kualitas akan
membantu perusahaan dalam menganalisis dan meningkatkan kesesuaian kualitas
produk yang akan berguna dalam mengembangkan layanan dan brand image
produk. Hal tersebut sangat penting bagi pencapaian tujuan untuk menjadi
perusahaan yang berhasil.
Ada dua kelompok biaya kualitas yaitu biaya pengendalian dan biaya
kegagalan. Kedua kelompok tersebut dapat dipecah lagi dalam empat
subkelompok biaya, yaitu :
1. Biaya pencegahan ( prevention cost) adalah biaya yang terjadi karena
adanya usaha untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam menjalankan
aktivitas jasa dan/atau produk yang berkualitas rendah. Pada umumnya,
peningkatan biaya pencegahan diharapkan akan menghasilkan penurunan
biaya kegagalan.
2. Biaya penilaian (appraisal cost) adalah biaya yang terjadi karena
dilakukannya penentuan apakah produk dan/atau jasa yang dihasilkan
telah sesuai dengan permintaan atau kebutuhan konsumen.
3. Biaya kegagalan internal (internal failure cost) adalah biaya yang terjadi
pada saat produk dan/atau jasa yang dihasilkan tidak sesuai dengan
permintaan atau kebutuhan konsumen. Ketidaksesuaian ini terdeteksi pada
saat produk masih berada di pihak perusahaan atau sebelum dikirimkan ke
pihak luar perusahaan.
4. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost) adalah biaya yang terjadi
pada saat produk dan/atau jasa yang dihasilkan tidak sesuai dengan
permintaan atau kebutuhan konsumen dan diketahui setelah produk berada
di luar perusahaan atau sudah di tangan konsumen.
2. Taguchi Cost
L(y) = k(y-T)2
Keterangan:
28
K = konstanta proporsional yang tergantung pada struktur biaya kegagalan
eksternal perusahaan. Symbol k merupakan nilai yang diestimasi dan
dihitung dengan membagi nilai biaya tersetimasi dengan pangkat
penyimpangan dari nilai target dihitung denagan cara: k = c ÷d2
29
2. Fokus perhatian pada pengembangan produk yang memiliki biaya
dekomisioning dan pengambilan kembali yang lebih rendah (dengan
mengidentifikasi besaran biaya ini)
3. Meningkatkan upaya untuk mendaur ulang atau memproduksi
kembali limbah produk yang ada
30
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
31
Memaksimalkan pendapatan. Memahami prosedur untuk menerapkan LCC
termasuk pengembangan Biaya Siklus Hidup model untuk berbagai
aplikasi.
Memahami latar belakang teoritis nilai waktu uang dan analisis risiko serta
dampaknya terhadap proses pengambilan keputusan.
Ribuan produk baru mulai dijual setiap tahun, dan produsen
menginvestasikan banyak waktu, tenaga dan uang dalam mencoba untuk
memastikan bahwa setiap produk baru yang mereka meluncurkan akan sukses.
Menciptakan produk yang menguntungkan bukan hanya tentang berhasil melewati
semua tahapan dalam mengembangkan produk baru, tetapi juga tentang
memanajemen produk setelah diluncurkan sama masa hidup produk tersebut.
Product life cycle ini melibatkan berbagai pemasaran dan strategi produksi, semua
diarahkan dari kurva product life cycle yang walaupun lama prosesnya tapi dapat
menciptakan profit dengan sesegera mungkin
32
DAFTAR PUSTAKA
33