Anda di halaman 1dari 31

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Bagian E

E.1. PENDEKATAN
E.1.1. Pendekatan Rasional Menyeluruh
Berkaitan dengan jangka waktu perencanaan selama 20 tahun, maka pendekatan
perencanaan yang digunakan adalah pendekatan rasional menyeluruh.
Pendekatan rasional menyeluruh atau rational comprehensive approach, yang secara
konseptual dan analitis mencakup pertimbangan perencanaan yang luas, dimana dalam
pertimbangan luas tersebut tercakup berbagai unsur atau subsistem yang membentuk
sistem secara menyeluruh. Meyerson Banfield mengidentifikasi terdapat 4 ciri utama
pendekatan perencanaan rasional menyeluruh, yaitu:
 Dilandasi oleh suatu kebijakan umum yang merumuskan tujuan yang ingin
dicapai sebagai suatu kesatuan yang utuh.
 Didasari oleh seperangkat spesifikasi tujuan yang lengkap, menyeluruh, dan
terpadu.
 Peramalan yang tepat serta ditunjang oleh sistem informasi (masukan data) yang
lengkap, andal, dan rinci.
 Peramalan yang diarahkan pada tujuan jangka panjang.
Namun demikian, pendekatan ini ternyata banyak dikritik karena dianggap memiliki
kelemahan-kelemahan seperti produk yang dihasilkan dirasakan kurang memberikan
informasi dan arahan yang relevan bagi stakeholders, cakupan seluruh unsur dirasakan
sukar direalisasikan, dukungan sistem informasi yang lengkap dan andal biasanya
membutuhkan dana dan waktu yang cukup besar, serta umumnya sistem koordinasi
kelembagaan belum mapan dalam rangka pelaksanaan pembangunan dengan
pendekatan yang rasional menyeluruh.

E.1.2. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan (Suistainable Development)


Kata sustainability sangat penting dalam sebuah kerangka pengembangan dan
pembangunan. Kata tersebut merujuk pada abilility of something to be sustained.
Pendekatan Sustainability Development saat ini umum digunakan dalam hal-hal yang
terkait dengan kebijakan lingkungan atau etika bisnis, terutama sejak dipublikasikannya
istilah ini dalam dokumen Bruntland Report oleh World Commission on Environtment
and Development (WCED), tahun 1987. Dalam dokumen tersebut, sustainability
development diartikan sebagai:

Bagian E - 1
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

"development that meets the needs of the present without compromising the ability of
future generations to meet their own needs. In a way that "promote[s] harmony among
human beings and between humanity and nature".
Dalam ekonomi, pengembangan seperti ini mempertahankan atau meningkatkan modal
saat ini untuk menghasilkan pendapatan dan kualitas hidup yang lebih baik. Modal yang
dimaksud disini tidak hanya berupa modal fisik yang bersifat privat, namun juga dapat
berupa infrastruktur publik, sumberdaya alam (SDA), dan sumberdaya manusia (SDM).
Di Indonesia, pembangunan berkelanjutan ini muncul dari pemikiran untuk menanggapi
tantangan global di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, melalui pengembangan
ketiga komponen tersebut secara sinergi. Konsep ini memperhatikan kualitas
pertumbuhan, bukan hanya kuantitasnya saja. Dengan demikian, secara singkat
pembangunan berkelanjutan ini dapat diartikan sebagai upaya menumbuhkan
perekonomian dan pembangunan sosial tanpa mengganggu kelangsungan lingkungan
hidup yang sangat penting artinya bagi generasi saat ini dan masa mendatang. Oleh
karena itu, pembangunan keberlanjutan menempatkan 3 pilar utama yang satu sama
lainnya saling terkait dan mendukung, yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi, 2) pemerataan
sosial, dan 3) pelestarian lingkungan hidup.
Dengan didasari oleh pendekatan eksternal, internal, dan sustainability, maka
diharapkan penataan ruang yang akan dilakukan merupakan:
a. Penataan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya penataan ruang yang
mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.
b. Penataan ruang yang terpadu, artinya penataan ruang yang dianalisis dan
dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang yang
dilaksanakan oleh Pemerintah maupun masyarakat.
c. Penataan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang, artinya penataan ruang yang
dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur
dan pola pemanfaatan ruang bagi persebaran penduduk antarwilayah,
pertumbuhan dan perkembangan antarsektor, antardaerah, dan antara sektor
dengan daerah.
d. Penataan ruang yang berkelanjutan, artinya penataan ruang yang menjamin
kelestarian kemampuan daya dukung sumberdaya alam.

E.1.3. Pendekatan Pengembangan Wilayah


Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga
kelestarian hidup pada suatu wilayah (Dodi,2002). Pengembangan wilayah sangat
dibutuhkan untuk mengkaji kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik dan geografis secara
terpadu yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Penerapan konsep
pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan potensi, permasalahan dan kondisi
nyata wilayah bersangkutan.
Tujuan pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan
sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada dapat
optimal mendukung peningkatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan
sasaran program pembangunan yang diharapkan. Optimalisasi berarti tercapainya
tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan
yang berkelanjutan.

Bagian E - 2
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Secara khusus perencanaan tata ruang mempunyai tiga tujuan. Pertama, meningkatkan
efisiensi penggunaan ruang sesuai daya dukungnya. Kedua, memberikan kesempatan
kepada masing-masing sektor untuk berpartisipasi dan berkembang secara maksimal
tanpa adanya konflik. Ketiga, meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata
(BPPT, 1999).
Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral.
Pengembangan wilayah lebih berorientasi pada isu-isu dan permasalahan pokok wilayah
yang saling berkaitan, sedangkan pembangunan sektor berorientasi pada tugas dan
fungsi yang bertujuan untuk mengembangkan aspek atau bidang tertentu, tanpa
memperhatikan keterkaitan dengan sektor lainnya. Meskipun dua konsep itu berbeda
dalam prakteknya keduanya saling melengkapi. Artinya pengembangan wilayah tidak
akan terwujud tanpa adanya pengembangan sektoral secara terintegrasi. Sebaliknya,
pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan
menghasilkan suatu perencanaan sektoral yang tidak optimal dan menciptakan konflik
antarsektor.

E.1.4. Pendekatan Dalam Penyusunan KLHS


A. Konsep-Konsep Dasar KLHS
Lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Keberlanjutan (sustainability), konsep keberlanjutan yang digunakan disini
berasosiasi dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang diperkenalkan oleh
World Commission on Environment and Development sebagaimana tertuang
dalam laporan Brundtland : “pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan
generasi masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam
memenuhi kebutuhan mereka”. Wikipedia mendefinisikan keberlanjutan sebagai
karakteristik suatu proses atau kondisi tertentu yang dapat terus bertahan untuk
jangka waktu yang tak terbatas. Sementara Partidario (2007) mendefinisikan
keberlanjutan sebagai suatu proses atau kondisi tertentu yang dicapai sebagai hasil
pembangunan berkelanjutan yang berlangsung dalam jangka panjang waktu yang
panjang.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa 1995), mendefinisikan strategi sebagai ilmu dan seni
menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu
di perang dan damai; atau sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus. Oxford Dictionary (2005) mendefinisikan strategis sebagai
suatu tindakan yang ditempuh dalam tahap perencanaan dengan maksud agar
tujuan atau manfaat tertentu dapat dicapai (Oxford Dictionary 2005).
Terminologi “strategis” mengandung arti perbuatan atau aktivitas yang dilakukan
sejak awal proses pengambilan keputusan yang berakibat signifikan terhadap hasil
akhir yang akan diraih. Dalam konteks KLHS, perbuatan dimaksud adalah suatu
kajian yang dapat menjamin dipertimbangkannya sejak dini aspek lingkungan hidup
dalam proses pengambilan keputusan di aras kebijakan, rencana atau program.
Bila pertimbangan lingkungan hidup dimaksud dikaji di tahap proyek, sebagaimana
dikenal sebagai AMDAL, maka kajian tersebut tidak tergolong sebagai yang bersifat
strategik.

Bagian E - 3
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Sejalan dengan pengertian tersebut, pendekatan strategis dalam Kebijakan, Rencana


dan Program (KRP) dengan demikian bukanlah untuk mencari tahu apa yang akan
terjadi di masa depan, melainkan untuk merencanakan dan mengendalikan
langkah-langkah yang akan ditempuh sedemikian rupa sehingga terbangun atau
terbentuk route untuk menuju masa depan yang diinginkan (Partidário 2007).
Kebijakan, Rencana dan Program (KRP), walau atribut yang membedakan ketiga
istilah seringkali tidak jelas, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai
berikut (UNEP 2002: 499; Partidário 2004):
 Kebijakan (Policy) : arah yang hendak ditempuh (road-map) berdasarkan tujuan
yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme untuk
mengimplementasikan tujuan.
 Rencana (Plan) : desain, prioritas, opsi, sarana dan langkah-langkah yang akan
ditempuh berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan
dan kesesuaian sumber daya.
 Program (Programme) : serangkaian komitmen, pengorganisasian aktivitas atau
sarana yang akan diimplementasikan pada jangka waktu tertentu dengan
berlandaskan pada kebijakan dan rencana yang telah digariskan.
Dalam prakteknya, ketiga definisi tersebut satu sama lain saling bertindih
(overlapping) dan berbeda-beda antara satu negara dan negara lain, terutama
definisi rencana dan program. Kedua istilah yang terakhir ini di beberapa negara
sering digunakan saling bergantian. Sehingga yang perlu dipahami disini cukup
definisi generik saja. Implikasinya, aplikasi KLHS di suatu negara harus disesuaikan
dengan definisi KRP yang umum dianut oleh negara yang bersangkutan.

B. Definisi KLHS
Dalam dua dekade terakhir seiring dengan semakin bertambahnya pengetahuan di
bidang kajian lingkungan, telah berkembang aneka definisi KLHS yang merefleksikan
perbedaan dalam memaknai tujuan KLHS. Sehingga boleh dikatakan tidak ada
definisi KLHS yang secara universal dianut oleh semua pihak. Namun demikian
secara umum terdapat beberapa definisi/pengertian KLHS. Berikut ini menurut
beberapa ahli terkait definisi KLHS:
a. Menurut Sadler dan Verheem (1996) :
KLHS adalah proses sistematis untuk mengevaluasi konsekuensi lingkungan hidup
dari suatu usulan kebijakan, rencana, atau program sebagai upaya untuk
menjamin bahwa konsekuensi dimaksud telah dipertimbangkan dan dimasukan
sedini mungkin dalam proses pengambilan keputusan paralel dengan
pertimbangan sosial dan ekonomi.
b. Menurut Therieval et al (1992) :
KLHS adalah proses yang komprehensif, sistematis dan formal untuk
mengevaluasi efek lingkungan dari kebijakan, rencana, atau program berikut
alternatifnya, termasuk penyusunan dokumen yang memuat temuan evaluasi
tersebut dan menggunakan temuan tersebut untuk menghasilkan pengambilan
keputusan yang memiliki akuntabilitas public.
c. Menurut DEAT dan CSIR (2000) :
KLHS adalah proses mengintegrasikan konsep keberlanjutan dalam pengambilan
keputusan yang bersifat strategis.

Bagian E - 4
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

d. Menurut Brown dan Therievel (2000) :


KLHS adalah suatu proses yang diperuntukan bagi kalangan otoritas yang
bertanggung jawab atas pengembangan kebijakan (pemrakarsa) (saat formulasi
kebijakan) dan pengambil keputusan (pada saat persetujuan kebijakan) dengan
maksud untuk memberi pemahaman holistik perihal implikasi sosial dan
lingkungan hidup dari rancangan kebijakan, dengan fokus telaahan diluar isu-isu
yang semula merupakan faktor pendorong lahirnya kebijakan baru.
e. Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Pasal 1) :
Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau
program.
Dua definisi KLHS yang pertama boleh dikatakan menggunakan kerangka fikir
AMDAL yakni menelaah implikasi atau efek dari rancangan kebijakan, rencana atau
program terhadap lingkungan hidup. Pendekatan KLHS yang menyerupai AMDAL
ini disebut juga sebagai ”EIA-based” SEA atau KLHS yang berbasis pendekatan
AMDAL (Partidario 1999).
Adapun definisi ketiga dan keempat yang diajukan oleh DEAT dan CSIR (2000)
serta Brown dan Therievel (2000) menunjukkan peran KLHS dalam memfasilitasi
lahirnya KRP yang berorientasi berkelanjutan (sustainability). Di dalam definisi ini
terkandung pengertian bahwa prinsip-prinsip dan tujuan keberlanjutan dapat
diintegrasikan dalam pengambilan keputusan sejak dini. Melalui pendekatan ini
dapat difasilitasi terbentuknya kerangka-kerja (framework) untuk berkelanjutan
yang dapat digunakan sebagai pemandu untuk rencana dan program dan/atau
untuk menelaah rencana atau program yang tengah berjalan. Pendekatan ini boleh
dikatakan merefleksikan apa yang disebut oleh Therivel et al (1992) sebagai
“sustainability-led” SEA atau KLHS yang dipandu oleh keberlanjutan.
KLHS yang berbasis pendekatan AMDAL (EIA-based SEA) maupun yang berbasis
pendekatan keberlanjutan (sustainability-led SEA) pada dasarnya hadir sebagai
respon terhadap adanya beragam kebutuhan akan KLHS. KLHS berbasis pendekatan
AMDAL muncul untuk mengatasi beberapa kelemahan yang dijumpai dalam
AMDAL yang bersifat spesifik proyek; sementara KLHS berbasis keberlanjutan
muncul sebagai sarana untuk mengimplementasikan konsep berkelanjutan (Therivel
et al 1992). Dalam KLHS yang berbasis pendekatan AMDAL kajian diperluas hingga
melampaui aras (level) proyek, yakni mengevaluasi konsekuensi positif dan negatif
dari kebijakan, rencana dan program. Sementara dalam KLHS berbasis pendekatan
keberlanjutan dapat diformulasikan visi, tujuan dan kerangka-kerja keberlanjutan
untuk memandu pengambilan keputusan KRP yang lebih baik di masa mendatang.
Bila KLHS difungsikan sebagai pemandu untuk keberlanjutan, maka implikasinya
KLHS tersebut harus dapat mengintegrasikan aspek sosial, ekonomi dan biofisik
dalam proses KRP (DEAT 2004).
Dari berbagai perkembangan definisi KLHS tersebut dapat disimpulkan beberapa
hal, antara lain :
1. Pertama, KLHS lebih tepat dipahami sebagai suatu proses generik yang di
dalamnya terkandung sekelompok instrumen dan peralatan dengan nama,
bentuk dan lingkup aplikasi yang berbeda-beda (Sadler 2005: 2).

Bagian E - 5
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

2. Kedua, KLHS untuk Menjamin Keberlanjutan Lingkungan (ESA atau


Environmental Appraisal) telah menggeser paradigma KLHS dari yang semula
berorientasi menanggulangi pengaruh negatif KRP ke arah yang berorientasi
memelihara stok sumberdaya alam.
3. Ketiga, integrasi prinsip-prinsip keberlanjutan pada KRP pada dasarnya baru
bermakna bila terlebih dahulu dilakukan evaluasi pengaruh KRP terhadap
lingkungan hidup. Hasil evaluasi ini kemudian menjadi dasar bagi integrasi atau
kedalaman intervensi prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam KRP.

Dalam definisi KLHS di atas terkandung tiga proses penting yang perlu ditempuh
dalam KLHS di Indonesia :
1. evaluasi pengaruh kebijakan, rencana dan program terhadap lingkungan hidup;
2. integrasi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kebijakan, rencana dan program;
dan
3. proses-proses kelembagaan yang harus ditempuh untuk menjamin prinsip-prinsip
keberlanjutan telah diintegrasikan dalam kebijakan, rencana dan program.

C. Tujuan dan Manfaat KLHS


Dibanding ketika pertama kali diperkenalkan pada dekade 1970an, kini tujuan
KLHS telah banyak diperkaya. Tujuan KLHS yang banyak dirujuk oleh berbagai
pustaka umumnya seputar hal berikut (modifikasi terhadap UNEP 2002:496;
Partidário 2007:12) :
1. Memberi kontribusi terhadap proses pengambilan keputusan agar keputusan
yang diambil berorientasi pada keberlanjutan dan lingkungan hidup, melalui :
a. Identifikasi efek atau pengaruh lingkungan yang akan timbul.
b. Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang ada, termasuk opsi praktek-
praktek pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
c.Antisipasi dan pencegahan terhadap dampak lingkungan pada sumber persoalan.
d. Peringatan dini atas dampak kumulatif dan resiko global yang akan muncul.
e. Aplikasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Resultante dari berbagai kontribusi KLHS tersebut adalah meningkatnya mutu
kebijakan, rencana dan program (KRP) yang dihasilkan.
2. Memperkuat dan memfasilitasi AMDAL, melalui :
a. Identifikasi sejak dini lingkup dan dampak potensial serta kebutuhan
informasi.
b. Identifikasi isu-isu dan pandangan-pandangan strategis yang berkaitan dengan
justifikasi proyek atau rencana usaha/kegiatan.
c. Penghematan tenaga dan waktu yang dicurahkan untuk kajian.
3. Mendorong pendekatan atau cara baru untuk pengambilan keputusan, melalui:
a. Integrasi pertimbangan lingkungan dan penerapan prinsip-prinsip
keberlanjutan dalam proses pengambilan keputusan.
b. Dialog dan diskusi dengan para pihak yang berkepentingan dan

Bagian E - 6
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

penyelenggaraan konsultasi publik.


c. Akuntabilitas dan transparansi dalam merancang, memformulasikan dan
memutuskan kebijakan, rencana dan program.

Pada butir 2 (Definisi KLHS) telah diutarakan bahwa disamping telah berkembang luas
KLHS berbasis AMDAL (EIA based SEA), kini berkembang pula KLHS untuk Penilaian
Keberlanjutan Lingkungan (atau Environmental Appraisal), dan Kajian Terpadu untuk
Penilaian Keberlanjutan (atau Sustainability Appraisal). Karena ketiga kajian tersebut
mempunyai orientasi tujuan yang relatif berbeda-beda maka masing-masing berturut-
turut dikenal sebagai KLHS yang bersifat instrumental, transformatif dan subtantif
(Sadler 2005:20, dan Partidario 2000) (lihat Tabel E.2).

Tabel E.1 Tiga Macam Sifat dan Tujuan KLHS


Sifat KLHS Tujuan (Generik) KLHS
Instrumental  Mengidentifikasi pengaruh atau konsekuensi dari kebijakan, rencana, atau program
terhadap lingkungan hidup sebagai upaya untuk mendukung proses pengambilan
keputusan
 Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, atau program.
Transformatif  Memperbaiki mutu dan proses formulasi kebijakan, rencana, dan program
 Memfasilitasi proses pengambilan keputusan agar dapat menyeimbangkan tujuan
lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi
Substantif  Meminimalisasi potensi dampak penting negatif yang akan timbul sebagai akibat dari
usulan kebijakan, rencana, atau program (tingkat keberlanjutan lemah)
 Melakukan langkah-langkah perlindungan lingkungan yang tangguh (tingkat
keberlanjutan moderat)
 Memelihara potensi sumberdaya alam dan daya dukung air, udara, tanah dan
ekosistem (tingkat keberlanjutan moderat sampai tinggi)
Sumber : Sadler 2005:20, dan Partidario 2000.

D. Relung Intervensi KLHS


Merujuk pada definisi KLHS dan makna strategi yang telah diutarakan, maka
terdapat relung aplikasi yang berbeda antara KLHS dan AMDAL sebagaimana
dipaparkan pada Gambar E.2. Bila AMDAL diaplikasikan di tingkat proyek, maka
KLHS - dengan berbagai variannya - diaplikasikan di sepanjang kontinum
kebijakan, rencana dan program. Pada aras kebijakan dapat diaplikasikan KLHS
kebijakan. Sementara pada aras rencana dan program secara berturut-turut dapat
diaplikasikan KLHS Regional (termasuk disini Tata Ruang), KLHS Program, atau
KLHS Sektor (lihat Gambar E.3). Perbedaan relung aktivitas KLHS dan AMDAL ini
membawa implikasi adanya perbedaan mendasar antara kedua instrumen ini
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel E.2.

Bagian E - 7
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Gambar E.1 Relung KLHS pada Aras Kebijakan, Rencana dan Program
(Partidario 2000:656, dengan modifikasi pada beberapa istilah)

Tabel E.2 Perbedaan AMDAL dan KLHS (UNEP 2002)


Atribut AMDAL KLHS
Posisi Tahap studi kelayakan dari Proyek Tahap Kebijakan, Rencana & Program
Keputusan Kelayakan rencana kegiatan/usaha Keputusan yang berbasis pada
dari segi lingkungan hidup prinsip pembangunan
berkelanjutan
Wilayah garapan Site based project Kebijakan, regional/tata ruang,
program, atau sektor
Kumulatif Peringatan dini akan fenomena kumulatif
Kumulatif dampak dianalisis terbatas
dampak dampak
Alternatif Terbatasnya jumlah alternatif kegiatan Mempertimbangkan banyak alternatif
proyek yang ditelaah pilihan
Kedalaman kajian Sempit, dalam, dan rinci Lebar, tidak terlampau dalam, lebih
sebagai kerangka kerja
Artikulasi Kegiatan proyek sudah terformulasi Proses muti-tahap, saling tumpang-
dengan jelas dari awal hingga akhir tindih komponen, alur kebijakan-
rencana-program masih berjalan dan
iteratif
Fokus Fokus pada kajian dampak penting Fokus pada agenda keberlanjutan,
negatif dan pengelolaan dampak bergerak pada sumber persoalan dampak
lingkungan lingkungan
Sumber : UNEP 2002.

Di Indonesia sejauh ini teridentifikasi 10 aplikasi KLHS atau mendekati KLHS.


Dikatakan mendekati KLHS karena hasil yang dicapai belum sepenuhnya
bermuara pada dihasilkannya KRP yang lebih mempertimbangkan lingkungan
hidup.

E. Prinsip Dasar dan Nilai-Nilai KLHS


Prinsip-prinsip KLHS adalah :
1. Sesuai kebutuhan (fit-for-the purpose);
2. Berorientasi pada tujuan (objectives-led);
3. Didorong motif keberlanjutan (sustainability driven);
4. Lingkup yang komprehensif (comprehensive scope);

Bagian E - 8
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

5. Relevan dengan kebijakan (decision-relevant);


6. Terpadu (integrated);
7. Transparan (transparent);
8. Partisipatif (participative);
9. Akuntabel (accountable);
10. Efektif-biaya (cost-effective).
Melihat prinsip-prinsip tersebut tampak bahwa KLHS bukan seperti studi yang
konvensional kita kenal. Juga bukan seperti AMDAL dimana partisipasi publik
dilibatkan pada dua momen yakni saat persiapan Kerangka Acuan dan saat penilaian
ANDAL, RKL dan RPL. Di dalam penyelenggaraan KLHS tidak hanya elemen
partisipasi masyarakat yang disentuh tetapi juga persoalan transparansi dan
akuntabilitas. Sebab yang dituju KLHS pada hakekatnya adalah lahirnya kebijakan,
rencana dan program yang melalui proses-proses yang partisipatif, transparan dan
akuntabel mempertimbangkan aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan.
Selain prinsip-prinsip dasar tersebut, khusus untuk Indonesia, juga terformulasi nilai-
nilai yang dipandang penting untuk dianut dalam aplikasi KLHS di Indonesia. Nilai-
nilai dimaksud adalah:
a. Keterkaitan (interdependency);
b. Keseimbangan (equilibrium);
c. Keadilan (justice).
Keterkaitan (interdependencies) digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS dengan
maksud agar dalam penyelenggaraan KLHS dipertimbangkan benar keterkaitan antara
satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau
antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan
global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya. Dengan membangun
pertautan tersebut KLHS dapat diselenggarakan secara komprehensif atau holistik.
Keseimbangan (equilibrium) digunakan sebagai nilai penting dalam KLHS dengan
maksud agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai atau dipandu oleh nilai-nilai
keseimbangan seperti keseimbangan antara kepentingan sosial ekonomi dengan
kepentingan lingkungan hidup, keseimbangan antara kepentingan jangka pendek dan
jangka panjang, keseimbangan kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan lain
sebagainya. Implikasinya, forum-forum untuk identifikasi dan pemetaan kedalaman
kepentingan para pihak menjadi salah satu proses dan metode yang penting
digunakan dalam KLHS.
Keadilan (justice) digunakan sebagai nilai penting dengan maksud agar melalui KLHS
dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan
marginalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya
pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau
pengetahuan.
Dengan mengaplikasikan nilai keterkaitan dalam KLHS diharapkan dapat dihasilkan
kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor,
wilayah global-lokal. Pada aras yang lebih mikro, yakni proses KLHS, keterkaitan juga
mengandung makna dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik berkat adanya
keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi.

Bagian E - 9
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

E.2. METODOLOGI
Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-
langkah yang ditempuh agar pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri Ilmiah.
Metodologi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah
penalaran yang tepat. Jika kita membicarakan metodologi maka hal yang tak kalah
pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang
dipergunakan dalam aktivitas ilmiah.

E.2.1 Tahap Persiapan dan Inventarisasi Data Awal


Tahap persiapan dasar dan inventarisasi data awal kegiatan Pekerjaan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) Mentropolitan Bandung Raya merupakan tahap awal kegiatan
dan memuat kegiatan-kegiatan pokok berupa persiapan dan mobilisasi, pengumpulan
data awal, kajian awal data sekunder, serta penyiapan desain/pedoman survey.
Tahap persiapan dan mobilisasi kegiatan pekerjaan KLHS Pusat Pertumbuhan
Rancabuaya merupakan tahap awal kegiatan dan memuat kegiatan-kegiatan pokok
sebagai berikut :

A. Persiapan dan Mobilisasi


Persiapan dan Mobilisasi pada kegiatan ini meliputi ;
1. Pemahaman KAK
Kerangka Acuan Kerja yang menjadi acuan utama dalam pelaksanaan
pekerjaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pusat Pertumbuhan
Rancabuaya harus dipahami dengan baik oleh pihak konsultan sehingga
seluruh proses pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan baik.
2. Penyelesaian Administrasi Pekerjaan
3. Persiapan Peralatan dan personil
Persiapan peralatan dilakukan pada tahap awal, baik peralatan untuk
kepentingan survey lapangan maupun peralatan untuk pekerjaan studio/
kantor. Sedangkan kantor diperlukan sejak dimulainya pekerjaan baik untuk
penyusunan laporan maupun untuk koordinasi para tenaga ahli yang dibantu
oleh staf kantor baik dalam persiapan survey maupun dalam penyusunan
program kerja.
4. Penyusunan Pendekatan dan Metodologi Studi
Penyusunan pendekatan dan metodologi dijabarkan dalam bentuk naratif
serta bagan alir yang mencakup seluruh tahapan kegiatan yang akan
dilakukan.
5. Penyusunan Detail Rencana Kerja
Penyusunan rencana kerja dilakukan agar rangkaian tahapan proses
pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih terarah sesuai dengan
maksud, tujuan, dan sasaran pekerjaan.
6. Kegiatan persiapan / perijinan
Perijinan dilakukan sebagai persiapan awal untuk melakukan survei ke
daerah.

Bagian E - 10
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

7. Inventarisasi dan Persiapan perangkat survey


Persiapan peralatan meliputi peralatan untuk kepentingan survei lapangan.
8. Mobilisasi Tim
Kegiatan mobilisasi tim (tenaga ahli) dilakukan pada tahap awal
dimaksudkan untuk mendapatkan tenaga ahli sesuai dengan yang diminta
(sesuai KAK) dengan kualitas memadai, di samping itu untuk mempercepat
koordinasi antar tenaga ahli, agar tenaga ahli tersebut mampu berkomunikasi
dan bekerjasama dalam pelaksanaan pekerjaan, hal ini dikarenakan informasi
dari setiap tenaga ahli diperlukan oleh tenaga ahli lainnya.

B. Pengumpulan Data Awal


Kegiatan ini dilakukan terutama pada pengumpulan data yang bersifat data
sekunder yang datanya banyak beredar di lembaga pemerintah maupun non
pemerintah ataupun data-data yang banyak beredar di internet. Beberapa data
yang dikumpulkan pada tahap ini diantaranya sebagai berikut:
1) Review terhadap Rencana Induk Metropolitan Bandung Raya.
2) Tinjauan literatur, mencakup tinjauan terhadap teori-teori yang terkait
dengan pekerjaan dan proyek lainnya yang pernah dilakukan.

C. Kajian Data Awal


Berdasarkan data yang dikumpulkan pada tahap awal, dilakukan kajian awal
terhadap data-data sekunder tersebut. Hasil kajian awal data sekunder ini, akan
menghasilkan beberapa kesimpulan awal tentang beberapa hal berikut:
 Gambaran umum wilayah perencanaan Kawasan Metropolitan Bandung
Raya.
 Isu dan permasalahan awal.
 Gagasan awal pelaksanaan pekerjaan.

D. Penyiapan Desain/Pedoman Survey


Rencana kerja yang telah dimantapkan berdasarkan penyempurnaan kerangka
pikir pelaksanaan pekerjaan yang telah dibuat, dipakai dasar dalam penyusunan
Desain Survey. Pada kegiatan perumusan desain survey ini, sekaligus dipersiapkan
alat-alat bantu (tools) yang dipergunakan dalam kegiatan survey, serta
penyiapan sampling. Alat-alat bantu yang telah dipersiapkan untuk kegiatan
survey. Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan pokok, meliputi :
 Penyusunan kebutuhan data dan narasumber
Penyusunan kebutuhan data meliputi persiapan daftar pertanyaan/checklist
data dilakukan pada tahap persiapan pekerjaan bermanfaat dalam
pelaksanaan survei lapangan. Hal ini disebabkan dalam daftar
pertanyaan/checklist tersebut berisi daftar data beserta narasumbernya
(instansi tersedia data) sehingga akan memudahkan dan mempercepat
pengumpulan data dan informasi di lapangan.

Bagian E - 11
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

 Penyiapan peralatan dan perlengkapan survai


 Alokasi waktu dan biaya
Penyusunan alokasi waktu dan biaya diperlukan agar waktu dan biaya
yang tersedia dapat digunakan seefektif dan sebaik mungkin.

E.2.2 Tahap Pengumpulan Data


Dalam Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pusat Pertumbuhan
Rancabuaya ada dua jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer didapat melalui hasil survei primer, sedangkan data sekunder didapat dari
data yang telah ada, hasil dari pengumpulan data pihak lain. Data dan informasi ini
akan digunakan sebagai bahan dalam proses analisis.

Tahap Pengumpulan Data Sekunder :


1. Penyediaan Citra Satelit SPOT Resolusi Tinggi Ke LAPAN untuk Peta Citra Tegak
satelit Pengideraan Jauh resolusi Tinggi), berikut dengan pengolahan data Citra
Satelit tersebut untuk menghasilkan :
 Pembuatan Peta Landuse
 Inventarisasi Data Citra Satelit Resolusi Tinggi;
 Pengukuran Ground Control Point (GCP) dengan Survey GPS Geodetik
 Pengolahan Data Citra Satelit (Quickbird);
 Digitasi data Raster menjadi data Land Use dengan skala 1: 10.000;
 Klasifikasi Atribut Tabel Landuse Berdasarkan Kawasan Lindung dan
Budidaya
 Pembuatan Peta Land Use dengan skala 1: 10.000.
2. Menginventarisasi data yang berhubungan dengan aspek geologi lingkungan.
3. (Peta dasar (topografi), Citra satelit, peta/data geologi, Peta/ Data Geologi
Teknik; Peta/Data dasar Gunung Api; Peta/data dasar Gunung api; Peta/Data
Kegempaan; Peta/Data penggunaan Lahan; data Iklim; Data terkait lainnya;
4. Interpretasi citra satelit dapat dilakukan secara digital atau manual sebagai
indirect mapping untuk mengetahui kelurusan/patahan (lineament/fault) dan
kondisi penggunaan lahan (tutupan lahan);
5. Kependudukan dan Ekonomi

Tahap Pengumpulan Data Primer :


Pengumpulan data primer adalah penyelidikan lapangan dengan kegiatan sebagai
berikut
1. Komponen Sumber Daya Geologi
 Pemetaan Morfologi
 Pemetaan Satuan Batuan
 Pemetaan Hidrogeologi

Bagian E - 12
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

2. Komponen Bahaya Geologi


 Gerakan Tanah/Batuan
 Gempa Bumi
 Letusan Gunung Api
3. Komponen Penyisih Geologi
 Zona Patahan Aktif
 Potensi Gerakan Tanah Tinggi
 Bahaya Letusan Gunung Api
4. Pengujian Peresapan Air
Untuk mengetahui nilai kemampuan lapisan tanah di bagian permukaan dan
bawah permukaan hingga kedalaman 1.5 meter di bawah muka tanah setempat
untuk meresapkan air dilakukan pada lokasi yang dipilih secara semi sistematik
pada satuan batuan dan tanah yang dianggap mewakili kondisi sifat fisiknya.
5. Pengambilan Contoh Batuan/Tanah
Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undisturb sample) akan diambil
pada setiap sumur uji yang akan dibuat maupun dari kegiayan pemboran.
Bertujuan untuk mengetahui jenis, ketebalan dan sifat fisik tanah/batuan.
6. Pengambilan Contoh Air
Pengambilan contoh Air diambil pada sumur gali, air permukaan dan mata air
untuk mengetahui kualitasnya. Contoh air yang dianggap perlu akan dikirim ke
laboratorium air untuk diuji sifat fisik sesuai kebutuhan;
7. Pengolahan Data
 Analisis Data dan Informasi;
 Analisis Laboratorium;
8. Penggambaran Peta
 Peta Tematik
Peta tematik terdiri dari tematik geologi dan peta tematik non geologi.
Kesemua peta tematik disajikan dalam skala yang sama 1 :10.000, yang
terdiri dari :
a. Peta kemiringan lereng
b. Peta Geologi;
c. Peta zonasi kelulusan batuan;
d. Peta kerapatan kelurusan;
e. Peta kerapatan sungai;
f. Peta hidrogeologi
g. Peta bencana geologi
 Peta Tematik Non Geologi terdiri dari :
a. Peta penggunaan lahan kini (Existing land use) meliputi kawasan
lindung, budi daya dan lain lain;

Bagian E - 13
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

b. Peta Infrastuktur
c. Peta Potensi Resapan Air
d. Peta Rekomendasi Pemanfaatan Ruang Lahan

Gambar E.2 Metode Pengumpulan Data

E.2.3 Tahap Pengolahan Data dan Analisis


Data yang telah dikumpulkan dari pengumpulan data sekunder dan primer, selanjutnya
diolah dan dianalisis.
1) Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Metropolitan Bandung
Raya
a. Perhitungan Daya dukung dan Daya Tampung Air (Sumber Air Tanah dan
Air Permukaan);
- Melakukan inventarisasi data sekunder maupun primer berkaitan
dengan ketersediaan air tanah (Q), keberadaan situ dan debitnya;

Bagian E - 14
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

- Melakukan pengukuran debit di anak anak sungai di Pusat


Pertumbuhan Rancabuaya ;
b. Perhitungan Daya Dukung pemanfaatan lahan di Metropolitan Bandung
Raya;
c. Perhitungan Run off di Pusat Pertumbuhan Rancabuaya ;
d. Perhitungan Daya Dukung Lingkungan di Metropolitan Bandung Raya;

2) Tahapan Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis


a. Pengkajian Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap
Kondisi Lingkungan Hidup di wilayah perencanaan, meliputi kegiatan
sebagai berikut:
1. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya. Tujuan
identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
 menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan
dalam pelaksanaan KLHS;
 menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan
UU PPLH;
 menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau
penerimaan oleh publik;
 agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan
akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan
pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui
proses penyelenggaraan KLHS
2. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan. Tujuannya:
 penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi
aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan
antar ketiga aspek tersebut;
 pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
 membantu penentuan capaian tujuan pembangunan
berkelanjutan.
Identifikasi isu pembangunan berkelanjutan didukung oleh data dan
informasi yang mendeskripsikan sebaran, intensitas, tingkatan dan
kecenderungannya.
3. Identifikasi Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) Rencana
Induk Pembangunan Pusat Pertumbuhan Rancabuaya yang
berpotensi mempunyai pengaruh terhadap pembangunan
berkelanjutan. Tujuannya untuk mengetahui dan menentukan
muatan dan substansi rancangan kebijakan, rencana, dan/atau
program yang perlu ditelaah pengaruhnya terhadap lingkungan
hidup dan diberi muatan pertimbangan aspek pembangunan
berkelanjutan.
4. Telaah Pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program Rencana
Induk Pembangunan Pusat Pertumbuhan Rancabuaya terhadap

Bagian E - 15
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Kondisi Lingkungan Hidup di wilayah perencanaan dan sekitarnya.


Tujuannya untuk mengetahui kemungkinan dampak/pengaruh
kebijakan, rencana, dan/atau program Rencana Induk Pembangunan
Pusat Pertumbuhan Rancabuaya terhadap isu pembangunan
berkelanjutan di wilayah perencanaan dan sekitarnya.
5. Kajian pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program Rencana
Induk Pembangunan Pusat Pertumbuhan Rancabuaya terhadap
Kondisi Lingkungan Hidup di wilayah perencanaan dan sekitarnya
dilakukan secara lebih detil dengan menggunakan salah satu atau
kombinasi dari kajian berikut ini:
 Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
untuk pembangunan;
 Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
 Kinerja layanan/jasa ekosistem;
 Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
 Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi perubahan iklim;
 Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati
6. Perumusan Alternatif Penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau
Program. Tujuannya untuk mengembangkan berbagai alternatif
perbaikan muatan kebijakan, rencana, dan/atau program dan
menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian, dan
disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji
potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan
berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan beberapa alternatif
untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana
dan/atau program yang ada.
7. Rekomendasi Perbaikan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program dan
Pengintegrasian Hasil KLHS. Tujuan rekomendasi adalah
mengusulkan perbaikan muatan kebijakan, rencana dan/atau
program berdasarkan hasil perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana dan/atau program. Rekomendasi perbaikan
rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program ini dapat berupa:
perbaikan rumusan kebijakan, perbaikan muatan rencana dan
perbaikan materi program.
8. Komunikasi dan Negosiasi. Selain mengikuti proses
teknokratik/ilmiah, KLHS ini juga dilaksanakan melalui proses
partisipatif. Untuk itu perlu dilakukan pembahasan, komunikasi dan
negosiasi dengan para pemangku kepentingan untuk membahas
beberapa isu secara khusus. Beberapa metode komunikasi dan
negosiasi yang dapat dilakukan antara lain focus group discussion
(FGD) dan konsultasi publik.
9. Dokumentasi Proses dan Hasil KLHS. Seluruh proses dan hasil-hasil
KLHS didokumentasikan secara terstruktur. Dokumentasi tersebut
meliputi:
 Proses dan hasil identifikasi pemangku kepentingan dan hasil
identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan;

Bagian E - 16
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

 Proses dan hasil pengkajian pengaruh kebijakan, rencana,


dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup suatu
wilayah yang signifikan, serta alternatif penanggulangannya;
 Proses dan hasil rumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana, dan/atau program;
 Proses dan hasil rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program;
 Rangkaian urutan tahapan pelaksanaan KLHS yang
dikerjakan; dan
 Laporan pelaksanaan dan kesimpulan dari setiap pembahasan
dan konsultasi publik

3) Tahapan Pelingkupan (Scouping)


Tahap pelingkupan bertujuan untuk membatasi luas dan dalamnya cakupan
KLHS. Aspek-aspek yang dilingkup meliputi batasan wilayah dan jangka waktu
KLH serta isu-isu strategis penataan ruang dan pembangunan berkelanjutan.
Tahap pelingkupan meliputi kegiatan:
a. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya
Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
- menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan KLHS;
- menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU
PPLH;
- menjamin bahwa hasil perencanaan kebijakan, rencana dan/atau
program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
- agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses
untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan
pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses
penyelenggaraan KLHS.
b. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
- penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga
aspek tersebut;
- pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
- membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perumusan isu pembangunan berkelanjutan dilakukan melalui 5 (lima)
tahap yaitu:
- penghimpunan isu pembangunan berkelanjutan berdasarkan
masukan dan kesepakatan pemangku kepentingan;
- pengelompokan isu pembangunan berkelanjutan;

Bagian E - 17
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

- konfirmasi isu pembangunan berkelanjutan dengan memanfaatkan


data dan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah;
- pelaksanaan kajian khusus untuk isu tertentu yang dianggap
penting;
- penetapan isu pembangunan berkelanjutan yang akan dijadikan
dasar bagi kajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program.
c. Identifikasi Kebijakan, Rencana, dan/atau Program
Tujuan identifikasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang akan
disusun adalah mengetahui dan menentukan muatan dan substansi
rancangan kebijakan, rencana, dan/atau program yang perlu ditelaah
pengaruhnya terhadap lingkungan hidup dan diberi muatan
pertimbangan aspek pembangunan berkelanjutan.
Setiap kebijakan, rencana, dan/atau program memiliki unsur korelasi satu
sama lain yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dipahami unsur
korelasi tersebut, serta pada tingkatan apa (apakah pada tingkatan
kebijakan, rencana, atau program) pengaruh terhadap isu pembangunan
berkelanjutan dapat terjadi. Contoh kekhasan unsur korelasi tersebut
adalah pada rencana tata ruang wilayah, dimana di dalamnya terdapat
kebijakan, rencana, maupun program, dan korelasi satu sama lain adalah
bahwa kebijakan menjadi arahan bagi rencana, serta rencana (yang
berupa rencana pola ruang dan rencana struktur ruang) menjadi arahan
bagi indikasi program.
4) Tahapan Kajian (Assesment)
Pada tahap kajian (assessment) dilakukan pengkajian terhadap pengaruh
Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap kondisi lingkungan hidup di
wilayah kajian. Kajian pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program
terhadap kondisi lingkungan hidup bertujuan untuk mengetahui kemungkinan
dampak kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap isu pembangunan
berkelanjutan di satu wilayah. Pada tahap ini, dilakukan telaahan terhadap isu
pembangunan berkelanjutan dan atau kondisi lingkungan di suatu wilayah yang
sudah diidentifikasikan pada tahap sebelumnya. Telaahan pengaruh ini diawali
melakukan identifikasi dan memahami komponen apa saja dalam kebijakan,
rencana, dan/atau program yang potensial berpengaruh terhadap isu
pembangunan berkelanjutan.
5) Tahap Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tahap ini merumuskan upaya mitigasi terhadap KRP yang berpotensi
menimbulkan pengaruh/dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Perumusan
alternatif penyem-purnaan KRP dilakukan jika pengaruh/ dampak negatif suatu
KRP tidak dapat dimigasi.
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau
program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan muatan kebijakan,
rencana, dan/atau program dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah
dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program
yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada pembangunan
berkelanjutan, maka dilakukan pengembangan beberapa alternatif untuk
menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau
program yang ada.

Bagian E - 18
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

6) Tahap Rekomendasi Perbaikan KRP


Rekomendasi perbaikan KRP dan pengintegrasian hasil KLHS. Tujuan
rekomendasi adalah mengusulkan perbaikan muatan kebijakan, rencana
dan/atau program berdasarkan hasil perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana dan/atau program. Rekomendasi perbaikan rancangan
kebijakan, rencana, dan/atau program ini dapat berupa:
 perbaikan rumusan kebijakan;
 perbaikan muatan rencana;
 perbaikan materi program.

Bagian E - 19
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Gambar E.3 Metodologi Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Metropolitan Bandung Raya

Bagian E - 20
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

E.3. METODE DAN TEKNIK ANALISA


Beberapa metode/teknik analisis yang dapat digunakan dalam pekerjaan ini adalah
sebagai berikut :

E.3.1 Analisis Aspek Kebijakan Pengembangan Kawasan


Analisis ini diperlukan untuk lebih mengefisienkan pengembangan kawasan. Hal ini
disebabkan oleh letak objek dan atraksi wisata yang tersebar, sehingga perlu adanya
pengelompokan. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengelolaan dan
pengembangan objek dan atraksi wisata, serta memudahkan wisatawan untuk
menentukan pilihan kunjungan.
Analisis Cluster merupakan teknik untuk mereduksi dengan cara mengelompokan
sejumlah data menjadi beberapa kelompok data berdasarkan homogenitas/kesamaan.
Analisis yang digunakan dalam studi ini berkaitan erat dengan tujuan penilaian karakter
penyebaran lokasi objek wisata berdasarkan factor-faktor lokasi yang
mempengaruhinya.
A. Analisis Kebijakan Pembangunan
Analisis ini bertujuan:
 Memahami arahan kebijaksanaan pembangunan kawasan perencanaan
dalam sistem perwilayahan pembangunan kota
 Mengantisipasi dan mengakomodasi program-program pembangunan
sektoral yang akan dilaksanakan.
 Teknik yang digunakan dalam analisis kebijakan, antara lain: Analisis
kandungan (content analysis): kebijakan diurai untuk memahami ciri-ciri dan
coraknya, kemudian Analisis Institusional: memeriksa konstruksi dan
implikasi suatu kebijakan.
B. Analisis Regional
Tujuan analisis ini adalah untuk memahami kedudukan dan keterkaitan
Kawasan Kawasan Kota dalam sistem regional dalam aspek-aspek: sosial,
ekonomi, lingkungan dan budaya. Termasuk dalam lingkup kajian ini adalah:
 Analisis satuan wilayah sungai dan daerah aliran sungai (DAS);
 Analisis ekosistem wilayah;
 Sistem jaringan transportasi;
 Sistem pergerakan barang dan modal;
 Pola-pola migrasi penduduk;
Teknik analisis yang digunakan mengikuti aspek yang dikaji. Sebagai contoh,
teknik analisis satuan wilayah sungai adalah dengan delineasi wilayah
berdasarkan morfologi dan pola aliran.

E.3.2 Analisis Daya Dukung Fisik dan Lingkungan


Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana daya dukung fisik dan lingkungan
pada wilayah kajian, yang meliputi wilayah potensi pengembangan, wilayah kendala
dan wilayah limitasi. Analisis terhadap kondisi fisik kawasan merupakan salah satu faktor

Bagian E - 21
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

yan penting dalam mendukung pengembangan suatu kawasan. Kondisi fisik dapat
dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
 Fisik dengan limitasi pengembangan; suatu kondisi fisik yang tidak dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan.
 Fisik dengan kendala pengembangan; suatu kondisi fisik yang dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan akan tetapi terdapat berbaai kendala.
 Fisik dengan kemungkinan pengembanan; suatu kondisi fisik yang dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan tanpa ada kendala.
Untuk mendapatkan kondisi fisik di atas, maka analisis yang perlu dilakukan adalah
analisis superimpose (overlay) dari beberapa kondisi fisik, yaitu:
 Kondisi topografi
 Kondisi geologi
 Kondisi hidrologi
 Kondisi hidrogeologi
 Kondisi jenis tanah
 Dan lain-lain.
Dalam analisis tiap kondisi fisik ini juga diperlukan kriteria-kriteria serta berbagai
pertimbangan untuk mendapatkan hasil kondisi fisik yan sebenarnya. Faktor yang
penting dalam analisis kondisi fisik ini adalah untuk mendapatkan daerah rawan
bencana (tanah longsor, gempa bumi, banjir dll). Dengan diketahui daerah rawan
bencana tersebut maka dapat diantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

Gambar E.4 Proses Analisis Daya Dukung Dan Kesesuaian Lahan

TOPOGRAFI
GEOLOGI
ANALISIS
HIDROLOGI SUPERIMPOSE
(OVERLAY)
HIDROGEOLOGI

JENIS TANAH

LIMITASI KENDALA KEMUNGKINAN


PENGEMBANAN PENGEMBANAN PENGEMBANAN

WILAYAH
WILAYAH POTENSIAL
PERLINDUNGAN PENGEMBANGAN

KRITERIA KRITERIA KEGIATAN


ANALISIS
KESEUAIAN LAHAN FUNGSIONAL KAB.
WILAYAH
- Iklim - Permukiman perkotaan
- Vegetasi - Permukiman Pedesaan
- Potensi SDA - Prasarana & Sarana
- dll WILAYAH WILAYAH - dll
PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN
POTENSI KEGIATAN
SUMBERDAYA FUNGSIONAL
ALAM (SDA) KABUPATEN

Bagian E - 22
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Bertujuan untuk memahami kondisi dan daya dukung lingkungan dan memahami
tingkat pemanfaatan sumber daya. Pemahaman ini diperlukan untuk merumuskan dan
menempatkan zonasi ruang di wilayah perencanaan seperti kawasan lindung dan
kawasan budidaya, hutan lindung, dan hutan produksi. Sumber daya alam utama yang
akan dibahas dalam kajian ini adalah: sumber daya tanah, sumber daya air, sumber daya
udara, sumber daya hutan, dan sumber daya lainnya.
Analisis kesesuaian lahan bertujuan mengidentifikasi potensi pengembangan berdasarkan
kesesuaian tanah dan merekomendasikan peruntukannya bagi kawasan budidaya dan
kawasan lindung. Secara diagramatis alur analisis salah satu aspek sumber daya tanah,
yaitu analisis kesesuaian lahan pada gambar 3.10.
Analisis evaluasi lahan dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat
kesesuaian, tingkat kemampuan, dan tingkat ketersediaan lahan untuk kawasan lindung
dan budidaya. Teknik analisis yang dipergunakan di dalam evaluasi lahan ini adalah
teknik scoring dan teknik overlay peta yang didasarkan kepada kriteria penetapan
kawasan lindung dan budidaya. Nilai akhir dari kesesuaian lahan diperoleh dengan
operasi matematis scoring dan overlay peta tersebut.
Kriteria penentuan kawasan budidaya dan non budidaya tersebut dilakukan berdasarkan
Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang penetapan kawasan lindung, penetapan kriteria
dan pola pengelolaan kawasan budidaya (BAPPENAS, 1995), FAO (1976) tentang
Kerangka Kerja Evaluasi Kesesuaian Lahan, PPTA (1993). Rangkuman kriteria tersebut
dapat digambarkan pada Tabel F.2. Kriteria Fisik Lingkungan Kawasan Budidaya dan
Kawasan Lindung.

Tabel E.3 Kriteria Fisik Lingkungan Kawasan Budidaya dan Kawasan Lindung
Kawasan Kawasan Lindung
Kualitas/Karakteristik Lahan
Budidaya (salah satu sifat atau lebih)
Iklim (Schmidt&Ferguson, 1951) A, B, C, D, E, F G, H
Ketinggian (m dpl) < 2000 > 2000
Bentuk wilayah Datar – Berbukit Bergunung
Kelerangan (%) < 40 > 40
Singkapan Batuan (%) < 50 > 50
Bahaya Banjir - > 1 x /th
Bahaya longsor/erosi Stabil Labil
Sphagnofibrist, Tropofibrist, Tropofolist,
Jenis Tanah (Soil Taxonomy, Halaquepts, Natrabolls, Natraquoll,
Lainnya
1994) Lithic,Natrustolls, Natraqualfs, Natustalfs,
Hyrdaquents, Psamments
Sumber : Diolah dari Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang penetapan kawasan lindung, penetapan
kriteria dan pola pengelolaan kawasan budidaya (BAPPENAS, 1995), FAO (1976) tentang
Kerangka Kerja Evaluasi Kesesuaian Lahan, PPTA (1993)

Bagian E - 23
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Gambar E.5 Alur Analisis Kesesuaian Lahan

Pengumpulan data
(Studi Pustaka dan Survai
Lapangan)

Data Tanah, iklim, Peta Peta Peta Syarat


dan hidrologi Tanah Topografi Hidrologi Tumbuh

Overlay

Elaborasi
kriteria
Elaborasi: Unit Kriteria
Karakteristik Evaluasi Lahan
Lahan dan

Kualitas Evaluasi
Lahan Lahan
(Komparati

Peta
Kesesuaian

Sesuai Sesuai bersyarat Tidak sesuai

Kawasan
Kawasan Budidaya
Lindung

 Kawasan resapan air


 Permukiman;  Sempadan pantai, sungai,
 Perdagangan sekitar danau dan waduk,
 Industri sekitar mata air, dan kawasan
 Fasilitas Sosial terbuka hijau kota
 Perkantoran pemerintah  Cagar alam/pelestarian alam,
dan niaga; dan suaka margasatwa;
 Pertanian  Taman hutan raya, dan taman
 Perkebunan wisata alam lainnya;
 Kawasan cagar budaya;
 -Kawasan rawan bencana

Dari Analisis dan Kriteria tersebut di atas, maka dapat dibangun model persyaratan
penggunaan lahan bagi jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan melalui metoda
pohon keputusan. Pohon keputusan ini terdiri dari seperangkat persyaratan penggunaan
lahan dengan masing-masing karakteristik-karakteristik pencirinya, dimana satu sama lain
(karakteristik pendiri) saling berpengaruh terhadap potensi lahan bagi jenis penggunaan
lahan yang dipertimbangkan, sehingga hasil akhir pemanfaatan lahan dapat tertuang
dalam rencana secara lebih akurat dan terukur.
Penilaian kelas kesesuaian lahan agregat (satuan lahan) secara umum ditentukan
berdasarkan faktor pembatas yang paling berat (maximum limiting factors, FAO, 1976).

Bagian E - 24
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Evaluasi dilakukan pada satuan lahan sesuai dengan ketersediaan data. Masing-masing
satuan lahan di wilayah studi terdiri dari campuran dua jenis tanah atau lebih. Batasan
antara dua jenis tanah atau lebih ini tidak dapat didelineasi pada peta yang digunakan,
sehingga perlu dilakukan kajian survey pemetaan tanah lebih lanjut pada tingkat
kedetilan yang lebih tinggi. Jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan berdasarkan
pengelompokkan jenis komoditas yang mempunyai kemiripan (similar land use
requirements).
Stratifikasi hasil evaluasi lahan disesuaikan dengan kedalaman data yang tersedia yaitu
pada tingkat subkelas dengan disertai pencantuman faktor pembatas masing-masing
kelas:
 Sesuai (S), bila lahan sesuai untuk penggunaan tertentu dengan pembatas
ringan dan dapat diusahakan secara berkelangsungan tanpa menimbulkan
kerusakan sumberdaya lahan.
 Sesuai bersyarat (CS), bila lahan sesuai untuk penggunaan tertentu dengan
pembatas cukup berat, tetapi masih dapat diusahakan secara
berkelangsungan dengan masukan tinggi.
 Tidak sesuai (N), bila lahan tidak sesuai untuk penggunaan tertentu dengan
pembatas berat dan tidak ada teknologi untuk mengatasinya, sehingga kalau
diusahan akan
Kualitas lahan yang menjadi faktor pembatas kesesuaian diantaranya sebagai berikut:
 Hidrologi (h)
 Tipe Iklim (i)
 Elevasi (k)
 Media perakaran (r)
 Terrain (s)
 Temperatur Udara (t)
 Ketersediaan air (w)
 Toksisitas (x)
Setiap faktor pembatas tersebut ditentukan oleh karakteristik-karakteristik penciri
masing-masing kualitas lahan dan signifikan menjadi pembatas dalam pengembangan
jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan.

E.3.3 Analisis Penggunaan Lahan


Analisis ini diperlukan untuk mengetahui pola, luas dan persebaran penggunaan lahan yang
ada di wilayah kajian serta kecendrungan perkembangan penggunaan lahan di masa yang
akan datang. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui pengusaan, peruntukan,
pemanfaatan dan penggunaan lahan/tanah dalam rangka mengendalikan pemanfaatan
ruang.
Secara lebih rinci analisis penggunaan lahan dimaksudkan untuk melakukan kajian-kajian
terhadap :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi pemanfaatan/penggunaan lahan/tanah,
distribusi penggunaan lahan serta interest/kecenderungan swasta dan masyarakat
dalam penguasaan/pemilikan/penggunaan lahan, baik karena pengaruh aspek

Bagian E - 25
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

fisik/lokasi, ekonomi, harga tanah, aksesibilitas, keunggulan kompetitif, keunggulan


komparatif, keterkaitan sosial maupun aspek lainnya.
2. Bentuk-bentuk penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan lahan yang dilakukan
masyarakat dan swasta.
3. Bentuk-bentuk intervensi pemerintah dalam rangka pengendalian pemanfaatan baik
berupa insentive misalnya berupa rangsangan pemerintah kepada swasta untuk
menanamkan modal, maupun bentuk disinsentif misalnya berupa
penguasaan/pengaturan yang dilakukan pemerintah antara lain larangan, pengenaan
pajak yang tinggi, perijinan bersyarat, dsb.
Pendekatan proses permodelan pekerjaan ini, salah satu tekniknya menggunakan perangkat
komputer melalui program GIS (Geographic Information System) atau biasa dikenal dengan
nama SIG ( Sistem Informasi Geografis ). Substansi materi GIS yang akan mengawali
pekerjaan ini merupakan salah satu bentuk system informasi yang mengelola data dan
menghasilkan informasi yang beraspek spasial, bergeoferensi dan berbasisi komputer dengan
kemampuan memasukan, menyusun, memanipulasi dan menganalisis data serta
menampilkan sebagai suatu informasi.
Setiap feature (titik, garis dan polygon) disimpan dalam angka koordinat X, Y dan untuk
konsep layernya disimpan dalam bentuk coverage. Secara umum dijelaskan sebagai berikut:
Setiap layer pada GIS dalam bentuk coverage terdiri dari feature geografi yang dihubungkan
secara topologi dan berkaitan dengan data atribut, sebagaimana dapat terlihat pada gambar
berikut.

Gambar E.6 Permodelan Dunia Nyata Dalam Data Spasial GIS

Layer data Model data vektor :


 Titik, garis, poligon
 Hasil dari digitasi, vektorisasi

Integrasi informasi spasial


dan non-spasial (atribut)
Model data raster :
 Pixels
 Foto udara, scanned image,
Dunia Nyata citra satelit

E.3.4 Analisis Neraca Air


Kebutuhan air merupakan salah satu faktor penting bagi pengembangan suatu kawasan.
Ketersediaan air yang cukup akan menjadi dukungan bagi pemenuhan kebutuhan dalam
jangka panjang. Metode yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan air adalah
dengan rumus :
Qs (t) = Qs (o) – ( q1 + q2 +…..+qn )
Dimana :
Qs (t) = Debit / cadangan air setelah ada kegiatan ( m3/dt )

Bagian E - 26
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Qs (o) = Debit sumber sebelum ada kegiatan ( m3/dt )


q = Debit pemakaian ke-1 s/d ke-n
q air bersih = lt/or/hari x jumlah jiwa
q irigasi = lt/dt/Ha x luas daearah irigasi
q perikanan = lt/dt/Ha x luas tambak
q industri = lt/dt/Ha x luas daerah industri

E.3.5 Analisis Prasarana


A. SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH
Salah satu contoh formula perhitungan kebutuhan sarana dan prasarana wilayah
adalah kebutuhan akan air bersih pada suatu wilayah. Analisis kebutuhan air bersih
dilakukan dengan menghitung tingkat ketersediaan sumber air bersih dengan
proyeksi kebutuhan akan air bersih untuk jangka waktu 5 tahun ke depan. Tingkat
ketersediaan air bersih didekati dari sisi jumlah sumber mata air, danau, dan
keberadaan badan air (sungai dan atau anak sungai) dengan asumsi sungai tersebut
kondisinya masih layak untuk dijadikan sebagai sumber air bersih. Debit
ketersediaan air bersih dari sumber air didekati dengan perhitungan:

Qtot = (n1 A1 V1) + (n2 A2 V2) +(n3 A3 V3) +…..+ (nn An Vn)
Dengan:
Qtot = debit air total dari semua sumber air yang ada
nn = jumlah sumber air yang ada untuk satu sumber (mis sungai, danau dll)
AnVn = debit air untuk masing-masing sumber air

Sedangkan proyeksi kebutuhan akan air bersih dihitung berdasarkan hasil proyeksi
penduduk, dengan rincian kebutuhan untuk fasilitas umum dan kebutuhan
domestik. Besaran perkiraan kebutuhan air dilakukan dengan menghitung jumlah
konsumen (masyarakat, perkantoran, fasilitas ibadah, fasilitas pendidikan,
perdagangan dll) dikalikan dengan standar kebutuhan air bersih untuk masing-
masing konsumen.

Perkiraan Kebutuhan air bersih = (Kf+Kd)

Dengan :
Kf = proyeksi kebutuhan air bersih untuk berbagai fasilitas yang didapat
dengan cara mengalikan standard kebutuhan (antara 80 L/hr/orang – 120
L/hr/orang) dengan banyaknya fasilitas dan banyaknya orang yang terdapat
pada fasilitas tersebut.
Kd = proyeksi kebutuhan air domestik untuk rumah tangga. Diperoleh dengan cara
mengalikan standar kebutuhan (antara 60 L/hr/orang – 80 L/hr/orang) dengan
besarnya jumlah penduduk pada suatu peruntukan tertentu.

Penilaian cakupan pelayanan (CP) dan kebutuhan pengembangan sistem :

Bagian E - 27
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

(jumlah SR x jiwa/rumah) + (jumlah HU x jiwa/HU)


CP = x 100%
Jumlah penduduk

Perhitungan kebutuhan air didasarkan kepada :


 Jumlah penduduk dan proyeksi di daerah bersangkutan;
 Jenis kawasan dan luasnya;
 Rencana cakupan pelayanan dan jenis sambungan berdasarkan minat dan
kemampuan penduduk daerah pelayanan;
 Kebutuhan per orang per hari;
 Jumlah jiwa/rumah;
 Target cakupan yang akan dipenuhi;
 Kebutuhan khusus kawasan potensial.

B. SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH


Penilaian Cakupan Pelayanan (CP) :

Jumlah Prasarana (i) Jumlah Pemakai /Prasarana


CP = x 100%
Jumlah Penduduk

C. SISTEM SARANA DRAINASE


Penilaian kondisi eksisting, mencakup inventarisasi sistem drainase yang telah ada,
kondisi topografi, pengumpulan data hidrologi, peta, kependudukan, pelayanan-
pelayanan yang ada (untuk drainase mikro maupun makro), keadaan fisik alami
untuk pemilihan teknologi (tipe tanah dan topografi), kasilitas-fasilitas lain, data
banjir, data pasang surut, genangan dan banjir yang terjadi.

E.3.6 Analisis Kependudukan dan Sosial Budaya


Analisis kependudukan bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai aspek-aspek
kependudukan, terutama yang memiliki pengaruh timbal balik dengan perkembangan
sosial dan ekonomi, seperti: kondisi demografi wilayah perencanaan saat ini (laju
pertumbuhan, jumlah dan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin, tingkat
pendidikan, agama, angkatan kerja, kepadatan penduduk, dependensi rasio dan struktur
matapencaharian) dan proyeksi atau perkiraan kondisinya pada waktu 5 tahun ke
depan.
Analisis ini diarahkan untuk memperkirakan jumlah dan struktur penduduk (menurut
umur, jenis kelamin, pendidikan, dan mata pencaharian) dikaitkan dengan rencana-
rencana yang lain, seperti rencana pengembangan dan kapasitas/daya tampung suatu
kawasan.

Bagian E - 28
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

Analisis sosial demografi merupakan masukan dalam penyusunan rencana


pengembangan sarana dan prasarana wilayah, rencana penyebaran penduduk, dan
rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang.
Perencanaan disusun untuk masa depan, karena itu perlu diketahui keadaan penduduk
di masa depan. Analisa kependudukan merupakan faktor utama untuk mengetahui ciri
perkembangan suatu daerah atau kota. Data penduduk masa lampau sampai tahun
terakhir sangat diperlukan dalam memproyeksikan atau memperkirakan keadaan di
masa yang akan datang.

Gambar E.7 Alur Analisis Demografi

Beberapa teknik analisis yang digunakan untuk menghitung perkembangan penduduk


antara lain:
- Analisis digunakan untuk mengetahui jumlah dan tingkat kepadatan penduduk
dikaitkan dengan sumberdaya lahan yang tersedia. Pengukuran kepadatan dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
1. Kepadatan Penduduk Kasar
Angka kepadatan ini biasanya disebut pula sebagai Kepadatan Penduduk Matriks,
merupakan ratio antara jumlah penduduk persatuan luas wilayah.

Bagian E - 29
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

2. Kepadatan Penduduk Halus


Kepadatan penduduk halus adalah jumlah penduduk per luas kawasan terbangun.

- Komposisi Penduduk
Komposisi penduduk dibedakan menurut umur dan jenis kelamin. Komposisi
dimaksud dibutuhkan dalam perencanaan pengembangan fasilitas pelayanan sosial
dan ekonomi.
- Teknik analisis yang digunakan untuk menghitung perkiraan laju pertumbuhan
penduduk.
Perkiraan laju pertumbuhan penduduk diperlukan dalam perencanaan pembangunan
daerah, untuk: (i) memperkirakan jumlah dan jenis fasilitas pelayanan sosial ekonomi
yang dibutuhkan selama kurun waktu pelaksanaan rencana, dan (ii) merubah
kecenderungan laju pertumbuhan penduduk dalam rangka menanggulangi dinamika
penduduk yang terlalu pesat. Pertumbuhan penduduk di suatu daerah dipengaruhi
oleh: (1) besarnya kelahiran, (2) besarnya kematian, dan (3) besarnya migrasi masuk
dan migrasi keluar.
Keadaan penduduk pada tahun tertentu dapat dilukiskan sebagai benikut :

Dengan :
Pt = jumlah penduduk pada tahun t
Po = jurnlah penduduk pada tahun dasar
B = jumlah kelahiran
D = Jumlah kematian
Mi = jumlah migrasi masuk
Mo = jumlah migrasi keluar
(B-D) = pertumbuhan penduduk alamiah
(Mi-Mo) = pertumbuhan penduduk migrasi (neto)

Model analisis kependudukan yang dipergunakan sebagai alat bantu dalam


pemperkirakan keadan peduduk pada masa yang akan datang. Tujuan dari analisis
ini adalah untuk mengetahui seberapa besar perkiraan penduduk di masa yang akan
datang, yaitu :
1. Metode Bunga Berganda

Pn = P (1+R
)n
Pn = Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun n
P = Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun dasar
R = Tingkat (prosentase) pertambahan penduduk rata-rata setip tahun

Bagian E - 30
KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) PUSAT PERTUMBUHAN RANCABUAYA

(diperoleh dari data masa lalu)

2. Model Analisis regresi linier

Pt = a + bx

Pt = Jumlah penduduk daerah yang diselidiki pada tahun t


X = Nilai yang diambil dari variabel (a,b)

a = P X - P XP
N X - (X)

b = N XP - P XP
N X - (X)

3. Model Analisis Migrasi Penduduk


Ada dua jenis migrasi menurut CSIS (Centre of Strategic and International Studies)
yaitu migrasi selama hidup (Live Time Migration) dan migrasi sementara waktu.
Tujan dari analisis ini adalah untuk mengetahui sejauh mana migrasi penduduk di
kawasan, baik yang masuk atau keluar kawasan. Model analisis ini adalah
menggunakan Model Analisis Ravenstein, secara matematis adalah :

Mij = Pij . f (Zj)


Dij

Mij = Migrasi daerah i ke daerah j


Pij = Penduduk daerah i ke daerah j
F (Zj) = Beberapa fungsi Zj, dan Zj ukuran daya tarik daerah

Bagian E - 31

Anda mungkin juga menyukai