Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TUMOR HIPOFISIS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5 - A.2 / SEMESTER IV
1. M. REZA RAHMANA ( 044 STYC 15 )
2. RISMALA PRAMUDITHA ( 058 STYC 15 )
3. SISKA MAULIDA AGUSTINI ( 068 STYC 15 )
4. SANTI LESTARI
5. SRI SUSANTI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan
nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga sampai sekarang kita bisa beraktivitas
dalam rangka beribadah kepada-Nya dengan salah satu cara menuntut ilmu.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis senandungkan kepada tauladan semua
umat Nabi Muhammad SAW, yang telah menyampaikan ilmu pengetahuan
melalui Al-Qur’an dan Sunnah, serta semoga kesejahteraan tetap tercurahkan
kepada keluarga beliau, para sahabat-sahabatnya dan kaum muslimin yang tetap
berpegang teguh kepada agama Islam.
Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Ibu Heny Rispawati, S.Kep.,
Ns., M.Kep. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Sistem Endokrin yang telah
memberikan bimbingan dan masukan sehingga Makalah “Asuhan Keperawatan
Tumor Hipofisis” ini dapat tersusun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.
Semoga amal baik yang beliau berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari
Allah S.W.T.
Akhir kata semoga Makalah ini senantiasa bermanfaat pada semua pihak
untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Mataram, 28 April 2017

Penulis,

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) ii


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN: KONSEP MEDIS
2.1 Definisi .................................................................................................. 3
2.2 Etiologi .................................................................................................. 3
2.3 Klasifikasi ............................................................................................. 4
2.4 Manifestasi Klinis ................................................................................. 6
2.5 Patofisiologi .......................................................................................... 9
2.6 Pathway ............................................................................................... 10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................... 10
2.8 Komplikasi .......................................................................................... 13
2.9 Penatalaksanaan .................................................................................. 14
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN: KASUS
3.1 Pengkajian ........................................................................................... 26
3.2 Diagnosa .............................................................................................. 32
3.3 Intervensi ............................................................................................. 34
3.4 Implementasi ...........................................................................................
3.5 Evaluasi ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 39

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) iii


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar hipofisis medula kelenjar yang sangat penting bagi tubuh
manusia, kelenjar ini mengatur fungsi dari kelenjar tiroid, kelenjar adrenal,
ovarium dan testis, kontrol laktasi, kontraksi uterine sewaktu melahirkan dan
tumbuh kembang yang linear, dan mengatur osmolalitas dan volume dari
cairan intravascular dengan memelihara resorpsi cairan di ginjal.
Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus, lobus anterior dan lobus posterior,
pada lobus anterior kelenjar ini terdapat 5 tipe sel yang memproduksi 6
hormon peptida. Sedangkan pada lobus posterior dilepaskan 2 macam hormon
peptida.
Daerah sela merupakan tempat terjadinya berbagai jenis tumor. Adenoma
hipofisis adalah yang paling umum. Sekitar 10% dari seluruh tumor
intrakranial merupakan tumor hipofisis, terutama terdapat pada usia 20-50
tahun, dengan insiden yang ditemukan seimbang pada laki-laki dan wanita.
Tumor hipofisis terutama timbul pada lobus anterior hipofisis,
sedangkan pada lobus posterior (neurohipofisis) jarang terjadi. Tumor ini
biasanya bersifat jinak.
Pituitary tumor biasanya dapat disembuhkan. Hipofisis adenomas yang
mengeluarkan adrenocorticotropic hormon sering memiliki komplikasi yang
kuat untuk kambuh. Sekitar 5% dari hipofisis adenomas menginvasi jaringan
terdekat dan tumbuh dalam ukuran besar. Metastasis tumor hipofisis sangat
jarang terjadi. Namun, karsinoma hipofisis dapat bermetastasis dan
berhubungan dengan prognosis yang buruk. Olah karena itu, pada makalah
kali ini kami akan menjelaskan lebih rinci mengenai tumor hipofisis
berdasarkan konsep medis serta konsep keperawatanya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah definisi dari tumor hipofisis?
1.2.2 Apakah etiologi dari tumor hipofisis?
1.2.3 Apa saja klasifikasi dari tumor hipofisis?

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 1


1.2.4 Bagaimanakah manifestasi klinis dari tumor hipofisis?
1.2.5 Bagaimanakah patofisiologi dari tumor hipofisis?
1.2.6 Bagaimanakah bentuk WOC dari tumor hipofisis?
1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang dari tumor hipofisis?
1.2.8 Apa saja komplikasi dari tumor hipofisis?
1.2.9 Bagaimanakah penatalaksanaan dari tumor hipofisis?
1.2.10 Bagaimanakah asuhan keperawatan dari tumor hipofisis?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memahami dan menambah wawasan mengenai konsep medis
dan asuhan keperawatan mengenai tumor hipofisis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tentang definisi dari tumor hipofisis.
2. Untuk mengetahui tentang etiologi dari tumor hipofisis.
3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi dari tumor hipofisis.
4. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis dari tumor hipofisis.
5. Untuk mengetahui tentang patofisiologi dari tumor hipofisis.
6. Untuk mengetahui tentang WOC dari tumor hipofisis.
7. Untuk mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari tumor
hipofisis.
8. Untuk mengetahui tentang komplikasi dari tumor hipofisis.
9. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan dari tumor hipofisis.
10. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan dari tumor
hipofisis.

1.4 Manfaat Penulisan


Dengan dibuatkannya makalah “Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis”
ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dalam
mengetahui dan memahami mengenai konsep medis serta konsep keperawatan
mengenai asuhan keperawatan tentang tumor hipofisis.

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 2


BAB 2
PEMBAHASAN: KONSEP MEDIS

2.1 Definisi
Pituitary tumor, pertumbuhan abnormal yang berkembang di kelenjar hipofisis
di otak, hampir selalu noncancerous (jinak). Sebagian besar tumor hipofisis
(adenomas) tidak menyebar di luar tengkorak (nonmetastatic) dan biasanya masih
terbatas pada kelenjar pituitari atau di dekatnya jaringan otak. Adenoma hipofisis
terutama timbul pada lobus anterior hipofisis, pada lobus posterior
(neurohipofisis) jarang terjadi.
Adenoma hipofisis atau disebut juga dengan adenoma hipofise merupakan
tumor yang jinak, dengan partumbuhan yang lambat, yang berasal dari sel-sel
kelenjar hipofisis. Adenoma ini diklasifikasikan berdasarkan produk sekretorinya.
Tumor fungsional (endocrine-active) termasuk hampir 70% dari tumor hipofisis
yang menghasilkan 1 atau 2 hormon. Adenoma nonfungsional adalah tumor
endocrine-inactive. Karena efek fisiologis dari hormon yang dikeluarkan, tumor
fungsional biasanya tampak lebih awal dari pada adenoma nonfungsional.
Sebaliknya, efek massa dari adenoma hipofisis yang besar (seringnya karena
tumor endocrine-inactive) dapat berakibat gejala-gejala penekanan seperti sakit
kepala, defek lapangan pandang (kehilangan penglihatan perifer), defisit saraf
kranial, hipohipofisissme (kompresi dari kelenjar hipofisis normal), apopleksi
hipofisis (perdarahan tiba-tiba atau infark perdarahan dari tumor yang meluas)
atau disfungsi stalk.
Kelainan ini berasal dari sel-sel epitel hipofisis dan mencakup 10- 15% dari
seluruh tumor intrakranial. Tumor yang berukuran 10 mm disebut makroadenoma
sedang yang berukuran kurang 10 mm disebut mikroadenoma.

2.2 Etiologi
Penyebab tumor hipofisis tidak diketahui. Sebagian besar diduga tumor
hipofisis hasil dari perubahan pada DNA dari satu sel, menyebabkan pertumbuhan
sel yang tidak terkendali. Cacat genetik, sindroma neoplasia endokrin multipel
tipe I dikaitkan dengan tumor hipofisis. Namun, account cacat ini hanya sebagian
kecil dari kasus-kasus tumor hipofisis. Selain itu, tumor hipofisis didapat dari

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 3


hasil penyebaran (metastasis) dari kanker situs lain. Kanker payudara pada wanita
dan kanker paru-paru pada pria merupakan kanker yang paling umum untuk
menyebar ke kelenjar pituitari. Kanker lainnya yang menyebar ke kelenjar
pituitari termasuk kanker ginjal, kanker prostat, melanoma, dan kanker
pencernaan.

2.3 Klasifikasi
Adenoma hipofisis berdasarkan gambaran radiologis dapat di klasifikasikan
dari grade 0-4 yakni:

Klasifikasi Adenoma Hipofisis berdasarkan gambaran radiologis

Grade 0 Adenoma intrahipofisis: diameter < 1 cm, sela normal

Grade 1 Adenoma intrahipofisis: diameter < 1 cm, tampak bulging


fokal atau perubahan-perubahan minor pada sela

Grade 2 Adenoma intraselar: diameter > 1 cm, sela membesar, tidak ada erosi

Grade 3 Adenoma difus: diameter > 1 cm, sela membesar, tampak


adanya destruksi/erosi yang terlokalisir

Grade 4 Adenoma invasif: diameter > 1 cm, destruksi tulang luas

Klasifikasi dibedakan berdasarkan hormon yang diproduksi oleh kelenjar


hipofisis dan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
2.3.1 Adenoma Hipofisis Non-fungsional (tidak memproduksi hormon)
Tumor ini berkisar sekitar 30% dari seluruh tumor pada hipofisis.
Biasanya muncul pada dekade ke 4 dan ke 5 dari kehidupan, dan
biasanya lebih sering ditemukan pada laki-laki daripada wanita. Nama
lain dari tumor ini yaitu Null cell tumor, undifferentiated tumor dan non
hormon producing adenoma. Karena tumor ini tidak memproduksi
hormon, maka pada tahap dini seringkali tidak memberikan gejala apa-
apa. Sehingga ketika diagnosa ditegakkan umumnya tumor sudah dalam
ukuran yang sangat besar, atau gejala yang timbul karena efek masanya.
Tumor biasanya solid walaupun bisa ditemukan tumor dengan
campuran solid dan kistik.

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 4


2.3.2 Adenoma Hipofisis Fungsional, yang terdiri dari:
a. Adenoma yang bersekresi Prolaktin
Prolaktinoma merupakan tumor hipofisis fungsional yang paling
sering ditemukan dan mewakili 30% dari semua adenoma.
Sebagian besar berupa makroadenoma yang terbentuk dari sel-sel
asidofilik atau kromofobik dengan granulasi terdispersi tipis.
Hiperprolaktinemia dapat terjasi karena penyebab lain dari
adenoma hipofisis yang ensekresikan Prl. Hiperprolaktinemia
terjadi saat hamil dan memuncak saat melahirkan.
Hiperprolaktinemia dapat juga terjadi karena hiperplasia laktotrof
yang disebabkan oleh gangguan proses inhibisi sekresi Prl normal
oleh dopamin. Inhibisi dapat terjadi karena adanya kerusakan pada
neuron-neuron dopaminergik hipothalamus, terputusnya tungkai
hipofisis misalnya karena trauma kepala, obat-obatan yang
menyekat reseptor dopamin pada sel laktotrof.
Gambaran klinis Peningkatan Prl serum menimbulkan aminore,
galaktore, penurunan libido dan infertilitas
b. Adenoma yang bersekresi growth hormon (GH)
Secara mikroskopis, adenoma yang mengandung GH terbentuk
dari sel-sel yang bergranulasi padat dan tampak asidofik dan
kromofobik dalam pemeriksaan histologi rutin terhadap potongn
jaringan. Hipersekresi GH yang persisten menstimulasi IGF-1 oleh
hati yang menimbulkan banyak manifestasi klinis. Jika adenoma
somatotrof tumbuh pada anak-anak sebelum lempeng efisis
menutup, kenaikan kadar GH menimbulkan gigantisme. keadaan
ini ditandai oleh peningkatan ukuran tubuh secara menyeluruh
dengan tungkai dan lengan yang memanjang secara tidak
proposional. Jika peningkatan GH terjadi setelah penutupan
lempeng epifisis, pasien akan mengalami akromegali dengan
pembesaran pada kepala, tangan, kaki, rahang, lidah dan jaringan
lunak.
c. Adenoma gonadotrof (memproduksi FSH dan LH)

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 5


Bentuk ini paling sering ditemukan pada pria dan wanita dalam
usia pertengahan ketika tumor mencapai ukuran yang besar untuk
menimbukan gejala neurologis misalnya gangguan pengelihatan,
nyeri kepala, diplopia atau apopleksia hipofisis. Defisiensi
gonadotrof yang terjadi paling sering berupa gangguan produksi
LH akibatnya pada pria adalah kadar testosteron rendah sehingga
terjadi penurunan libido dan energi sedangkan pada wanita terjadi
amenore.
d. Adenoma yang bersekresi adrenokortikotropik hormon (ACTH)
Sekresi oleh adenoma ini bisa menyebabkan hipersekresi
kortisol oleh kelenjar adrenal disertai hiperkortisolisme.

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis Adenoma Hipofisis non fungsional:
a. Nyeri kepala
b. Karena perluasan tumor ke area supra sella, maka akan menekan
chiasma optikum, timbul gangguan lapang pandang bitemporal.
Karena serabut nasal inferior yang terletak pada aspek inferior dari
chiasma optik melayani lapang pandang bagian temporal superior
(Wilbrand’s knee), maka yang pertama kali terkena adalah lapang
pandang quadrant bitemporal superior. Selanjutnya kedua papil akan
menjadi atrophi.
c. Jika tumor meluas ke sinus cavernosus maka akan timbul kelumpuhan
NIII, IV, VI, V2, V1, berupa ptosis, nyeri wajah, diplopia. Oklusi dari
sinue akan menyebabkan proptosis, chemosis dan penyempitan dari a.
karotis (oklusi komplit jarang)
d. Tumor yang tumbuh perlahan akan menyebabkan gangguan fungsi
hipofisis yang progressif dalam beberapa bulan atau beberapa tahun
berupa:
 Hypotiroidism, tidak tahan dingin, myxedema, rambut yang kasar
 Hypoadrenalism, hipotensi ortostatik, cepat lelah

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 6


 Hypogonadism, amenorrhea (wanita), kehilangan libido dan
kesuburan
 Diabetes insipidus, sangat jarang
Walaupun gangguan lapang pandang bitemporal dan hypopituitarism
yang berjalan progresif merupakan gejala klinik yang khas pada tumor ini,
kadang-kadang adenoma hipofisis yang besar memberikan gejala yang
akut akibat adanya perdarahan atau Infark. Tumor intrakranial yang paling
sering menimbulkan perdarahan adalah adenoma hipofisis. Adanya
perdarahan yang besar ke dalam tumor hipofisis akan menyebabkan gejala
nyeri kepala yang tiba-tiba, penurunan kesadaran gangguan penglihatan
dan insufisiensi adrenal yang akut. Pasien yang menderita abcess pada
hipofisis akan memberi gejala yang sama disertai demam. Menurut Wilson
sekitar 3% makroedenoma menunjukkan Pituitary apoplexi
Manifestasi Klinis Adenoma Fungsional
a) Adenoma yang bersekresi Prolaktin
 Hyperprolactinemia pada wanita didahului amenorhoe,
galactorhoe, kemandulan dan osteoporosis.
 Pada laki-laki biasanya asimptomatik atau timbul impotensi atau
daya sexual yang menurun.
Karena perbedaan gejala tersebut maka tumor ini pada laki-laki
biasanya ditemukan jika sudah menimbulkan efek kompresi pada
struktur yang berdekatan.
b) Adenoma yang bersekresi Growth Hormon
Gejala timbul secara gradual karena pengaruh meningginya kadar GH
secara kronik. Dari sejumlah kasus menunjukkan bahwa gejala yang
timbul lebih karena efek kompresi lokal dari masa tumor, bukan
karena gangguan somatiknya. Gejala dini berupa:
 Ukuran sepatu dan baju membesar
 Lalu timbul visceromegali
 Hiperhidrosis,
 Macroglossia,

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 7


 Muka yang kasar dan skin tags yaitu perubahan pada cutis dan
jaringan subcutis yang lambat berupa fibrous hyperplasia terutama
ditemukan pada jari-jari, bibir, telinga dan lidah. Adanya skin tags
ini penting karena hubungannya dengan keganasan pada kolon.
c) Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Kecuali untuk tumor yang bersekresi TSH, yang menunjukkan
 Hypertiroidism glycoprotein secreting adenoma tidak memberikan
gejala yang spesifik sehubungan dengan hipersekresinya, sehingga
adenoma ini biasanya baru ditemukan sesudah memberikan efek
kompresi pada struktur didekatnya seperti chiasma optikum atau
tangkai hipofisis.
 Hipertiroid yang disebabkan oleh TSH adenoma berbeda dengan
Graves disease, graves disease merupakan penyakit yang
diturunkan, dimana terdapat resistensi yang efektif terhadap
hormon tiroid yang menyebabkan pengaruh umpan balik negatif
dari hormon tiroid atau TSH lemah, sehingga timbul hipersekresi
TSH. Kelainan ini sering bersamaan dengan bisu tuli, stipled
epiphyse dan goiter, ini yang membedakan dengan hipertiroid
akibat adanya adenoma.
 Pada hipertiroid akibat TSH adenoma, biasanya lebih banyak
mengenai wanita, gejala lainnya yaitu gangguan lapang pandang,
pretibial edema dan kadar serum immunoglobulim stimulasi tiroid
jumlahnya sedikit.
d) Adenoma yang bersekresi ACTH
 Biasanya menyerang wanita sekitar usia 40 tahun
 Khas ditandai dengan truncal obesity, hipertensi, hirsutisme
(wanita), hyperpigmentasi, diabetes atau glukosa intoleran,
amenorrhea, acne, striae abdominal, buffallo hump dan moon
facies. Kelainan endokrinologik yang berat ini sudah muncul pada
tahap sangat dini dari tumornya yang menyulitkan dalam
mendeteksi dan identifikasi sumbernya.

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 8


2.5 Patofisiologi
Tumor intrakranial primer atau neoplasma adalah suatu peningkatan sel-sel
intrinsik dari jaringan otak dan kelenjar pituitari dan pineal. Tumor
sekunder/metastase merupakan penyebab tumor intrakranial, kebanyakan
merupakan metastase dari tumor paru-paru dan payudara. Prognosis untuk pasien
dengan tumor intrakranial tergantung pada diagnosa awal dan penanganannya,
sebab pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan menyebabkan
kerusakan serta kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh tumor adalah
jinak, dapat juga menyebabkan kematian bila menekan pusat vital. Gejala-gejala
dari tumor intrakranial akibat efek lokal dam umum dari tumor. Efek lokal berupa
infiltrasi, invasi an pengrusakan jaringan otak pada bagian tertentu. Ada juga yang
langsung menekan pada struktur saraf, menyebabkan degenerasi dan gangguan
sirkulasi lokal. Edema dapat berkembang dan terjadi peningkatan takanan
intrakranial (TIK). Peningkatan TIK akan dipindahkan melalui otak dan sistem
ventrikel. Dapat juga terjadi sistem ventrikel ditekan dan diganti sehingga
menyebabkan obstruksi sebagian vebtrikel. Papilledema akibat dari efek umum
dari peningkatan TIK, kematian biasanya akibat dari kompressi otak tengah akibat
herniasi

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 9


2.6 Pathway

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


2.7.1 Adenoma Hipofisis non fungsional:
a. Pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar,
lantai sella menipis dan membulat seperti balon. Jika pertumbuhan
adenomanya asimetrik maka pada lateral foto tengkorak akan
menunjukkan double floor. Normal diameter AP dari kelenjar

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 10


hipofisis pada wanita usia 13-35 tahun <11 masing-masing, sedang
pada yang lainnya normal <9 masing-masing.
b. MRI dan CT scan kepala, dengan MRI gambaran a.carotis dan
chiasma tampak lebih jelas, tetapi untuk gambaran anatomi tulang
dari sinus sphenoid CT scan lebih baik.
c. Test stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk menentukan
gangguan fungsi dari kelenjar hipofisis.
2.7.2 Adenoma Fungsional
a. Adenoma yang Bersekresi Prolaktin
Penilaian kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150 ng/ml
biasanya berkorelasi dengan adanya prolactinomas. Kadar prolactin
antara 25-150 ng/ml terjadi pada adanya kompresi tangkai hipofisis
sehingga pengaruh inhibisi dopamin berkurang, juga pada stalk
effect (trauma hypothalamus, trauma tungkai hipofisis karena
operasi).
b. Adenoma yang Bersekresi Growth Hormone
Pengukuran kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi hormon
ini yang berupa cetusan, walaupun pada keadaan adenoma. Normal
kadar basal Gh <1 ng/ml, pada penderita akromegali bisa meningkat
sampai >5 ng/ml, walaupun pada penderita biasanya tetap normal.
Pengukuran kadar somatemedin C lebih bisa dipercaya, karena
kadarnya yang konstan dan meningkat pada akromegali. Normal
kadarnya 0,67 U/ml, pada akromegali meningkat sampai 6,8 U/ml.
Dengan GTT kadar GH akan ditekan sampai <2 ng/ml sesudah
pemberian glukosa oral (100 gr), kegagalan penekanan ini
menunjukkan adanya hipersekresi dari GH. Pemberian GRF atau
TRH perdarahan infusakan meningkatkan kadar GH, pada keadaan
normal tidak. Jika hipersekresi telah ditentukan maka pastikan
sumbernya dengan MRI, jika dengan MRI tidak terdapat sesuatu
adenoma hipofisis harus dicari sumber ektopik dari GH.
c. Adenoma yang Bersekresi Glikoprotein (TSH, FSH, LH)

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 11


Hormon TSH, LH dan FSH masing-masing terdiri dari alpha dan
beta subarakhnoidunit, alpha subarakhnoid unitnya sama untuk
ketiga hormon, sedangkan betasubarakhnoid unitnya berbeda.
Dengan teknik immunohistokimia yang spesfik bias di ukur kadar
dari alpha subarakhnoid unit atau kadar alpha dan beta subarakhnoid
unit. Pada tumor ini terdapat peninggian kadar alpha subarakhnoid
unit, walaupun pada adenoma non fungsional 22% kadar alpha
subarakhnoid unitnya juga meningkat. MRI dengan gadolinium,
pada pemeriksaan ini tidak bisa dibedakan antara adenoma yang satu
dengan yang lainnya.
d. Adenoma yang Bersekresi ACTH
ACTH dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang sekresi
ACTH dari adenihipofisis, ACTH akan meningkatkan produksi dan
sekresi cortisol dari adrenal cortex yang selanjutnya dengan umpan
balik negatif akan menurunkan ACTH. Pada kondisi stres fisik dan
metabolik kadar cortisol meningkat, secara klinik sulit mengukur
ACTH, maka cortisol dalam sirkulasi dan metabolitnya dalam urine
digunakan untuk status diagnose dari keadaan kelebihan adrenal.
Cushing’s syndroma secara klinik mudah dikenal tapi sulit untuk
menentukan etiologinya.
Pengukuran plasma kortisol, kortisol urine dan derifatnya secara
basal maupun dalam respon terhadap dexametason, maupun
penentuan plasma ACTH, bisa dipakai untuk menentukan apakah
penyakitnya primer adrenal, hipofisis atau sumber keganasan ektopi.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mencakup level hormon basal dan
pengukuran hormon dinamik tergantung pada tumor yang diperiksa.
Seluruh tumor harus dilakukan skrining pengukuran hormon basal,
meliputi prolaktin, tirotropin, tiroksin, adrenokortikotropin, kortisol, LH,
FSH, estradiol, testosteron, hormon pertumbuhan, insulinlike growth
factor-1 (IGF-1), dan glikoprotein subunit alfa.. Pemeriksaan hormon
dinamik dilakukan untuk menilai fungsionalitas tumor dan membantu

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 12


diagnosis banding. Pemeriksaan ini juga untuk menilai cadangan hipofisis
anterior.
MRI
MRI adalah modalitas pencitraan pilihan untuk tumor-tumor hipofisis
dan parasela oleh karena dapat menggambarkan kompleks anatomi
disekeliling sela dengan lebih baik. Sekitar 30 varian gambaran
patologik dapat terjadi pada daerah ini, dan kebanyakan dapat
dibedakan dengan MRI. Lesi-lesi ini secara umum dibagi berdasarkan
keterlibatan dengan sekitarnya, yaitu: intrasela, infundibular, suprasela,
bagian anterior ventrikel III dan/atau kiasma optik, dan sinus
sfenoid dan/atau kavernosus. Makroadenoma dapat terlihat jelas dengan
MRI. Keuntungan MR dibandingkan CT adalah visualisasi yang lebih
baik dari arteri karotis dan kiasma optik serta memberikan gambaran
multi planar tumor dalam hubungannya dengan struktur parasela. Pada
kebanyakan pasien, gambaran MR dari makroadenoma adalah massa
jaringan lunak yang terletak di tengah fossa hipofisis dengan intensitas
sinyal intermedia (sedikit lebih gelap dari substansia grisea) pada T1WI.
Massa ini biasanya hiperintens pada T2WI dan menyangat difus setelah
pemberian kontras paramagnetik intravena. Perbedaan klinis penting
antara adenoma dan aneurisma mudah dibuat berdasarkan gambaran MR
dari darah dan pembuluh darah. Aneurisma tampak hipointens, akibat
darah yang mengalir cepat, atau hiperintens jika ada trombus. Oleh
karena itu, MR dapat menyingkirkan adanya abnormalitas vaskular yang
merupakan kontradiksi bedah transsfenoid.
Pemeriksaan lapangan pandang
Pemeriksaan lapangan pandang harus dilakukan, terutama pada tumor
yang melibatkan kiasma optik. Beratnya defek visual mengharuskan suatu
penanganan yang agresif.

2.8 Komplikasi
Komplikasi akan muncul jika adenoma hipofisis tidak ditangani segera
walaupun sesungguhnya adenoma hipofisis ini bersifat jinak, namun karena tidak

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 13


mendapatkan penanganan yang baik, adenoma akan bermetastasi pada organ lain
yang akan menimbulkan kanker dan organ yang terdekat dapat diserang adalah
otak yang mengakibatkan menjadi tumor ataupun kanker otak. Komplikasi pada
pembedahan Hemoragik, peningkatan CSS, diabetes insipidus, infeksi pasca
operasi. Komplikasi lainnya: Hypotiroidism, hypoadrenalism, hypogonadism, dan
hyperprolactenemia.

2.9 Penatalaksanaan
Evaluasi terpenting adalah membedakan apakah tumor ini bersifat hiposekresi
atau yang hipersekresi, karena akan berpengaruh pada pemberian terapi pengganti
hormon dan keputusan untuk perlunya sebuah tindakan operasi atau radiasi. Pada
beberapa penderita pemberian terapi yang intensif terkadang tidak dilakukan
karena akan membuat lesi yang luas pada tumor bila hendak dilakukan reseksi
oleh karenanya dipertimbangkan pengobatan terhadap defisiensi hormon dengan
tetap melakukan kontrol terhadap tanda, gejala, pemeriksaan darah, dan
pemantauan foto rontgen serial. Tatalaksana untuk tumor hipofisis harus secara
komprehensif dan individual. Keberhasilan pengobatan tergantung pada derajat
invasi tumor, ukuran dan perluasannya.
2.9.1 Adenoma Hipofisis non fungsional
 Operasi
- Operasi secara mikroskopik transsphenoidal, dengan indikasi adanya
visual loss dan hypopituitarism yang progressif
- Pada pasien dengan gangguan fungsi tiroid atau ACTH, operasi
ditanguhkan 2-3 mg sampai pasien mendapat terapi tiroid atau terapi
pengganti hidrocortison
- Pada pasien dengan visual loss yang akut atau adenoma yang
berhubungan dengan perdarahan atau abcess maka operasi segera
perlu dipikirkan.
Tujuan utama dari operasi transphenoidal yaitu mengangkat adenoma
sekomplit mungkin, tetapi adanya invasi ke dura dan sinus kavernosusu
menyulitkan hal tersebut.
 Radiasi

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 14


Indikasi: pada pasien dengan usia yang lanjut dengan kesehatan yang
tidak stabil, pada pasien post operasi dengan residual tumor yang besar
atau tumor yang tumbuh kembali.
Dosis: 4000-5000 c Gy selama 5-6 minggu.
Komplikasi terapi radiasi bisa menyebabkan nekrosis jaringan dan
selanjutnya timbul gangguan penglihatan yang progresif dan gangguan
fungsi endokrin yang progresif sampai panhypopituitarism yang
memerlukan terapi hormonal oleh seorang endokrinologist.
Pada keadaan tumor menginvasi ke dural, pada kebanyakan kasus,
tanpa terapi radiasi pasien tetap sehat untuk jangka lama. Terapi dengan
teknik radiasi berfokus seperti Gamma Knife, Proton beam dan Linac
acceleration sudah dilakukan dan hasilnya masih belum bisa ditentukan.
 Obat-obatan
Dimasa mendatang terapi obat-obatan akan berperan pada penderita
adenoma non fungsional, dimana pada kenyataannya ternyata adenoma
ini memproduksi hormon glikoprotein atau subarakhnoid unit dari salah
satu hormon tersebut. Terapi dengan somatostatin dan Gonadotropin
releasing hormon antagonis mungkin menjadi kenyataan.
2.9.2 Adenoma Hipofisis Fungsional
a. Adenoma yang bersekresi Prolaktin
 Obat-obatan
Bromocrptine (parlodel) suatu dopamin agonist, merupakan terapi
pilihan untuk prolactin secreting adenoma, menggantikan terapi operasi.
Obat ini secara langsung akan merangsang dopamin reseptor pada
lactotrops (prolactin screeting cells). Respon terhadap terapi
bromocrpitin sangat jelas, kadar prolactin akan menurun dalam beberapa
hari, disertai dengan membaiknya lapang pandang, fungsi endokrin akan
kembali normal, siklus mens kembali teratur dan fungsi libido pada laki-
laki membaik. Selain kehamilan dan perburukan yang cepat dari fungsi
penglihatan, tidak ada kontra indikasi lain dari pemakaian obat ini.
Bromocriptine bukan merupakan tumoricidal sehingga kemungkinan
tumor tumbuh kembali bisa terjadi setelah terapi dihentikan, sehingga

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 15


setelah terapi berlangsung beberapa tahun perlu dievaluasi apakah terapi
perlu dilanjutkan.
Efek samping, mual dan muntah, efek teratogenik pada wanita hamil.
Wanita yang mempunyai ukuran tumor > 12 masing-masing sebaiknya
menjalani operasi reseksi sebelun dia hamil, untuk mencegah rangsangan
pembesaran tumor oleh karena kehamilannya.
 Operasi
Indikasi: pasien yang intoleran atau respon yang minimal terhadap
bromocriptine, pasien dengan perburukan yang cepat dari fungsi
penglihatan dan pasien sesudah 2 bulan terapi medis tidak ada kemajuan.
Terapi awal dengan bromocriptine untuk mengecilkan tumor lalu
dioperasi, tidak memberikan hasil yang baik, karena sesudah pemakaian
yang lama dari bromocriptin akan menimbulkan fibrosis yang
menyulitkan dalam operasi.
Pada pasien dengan microprolactinoma yang asimptomatik apakah
perlu diterapi masih kontraversil. Beberapa pasien tanpa terapi ternyata
ukuran tumor dan kadar prolactinnya menurun setelah beberapa tahun.
 Radiasi
Indikasi primer: pasien usia lanjut atau debil yang mempunyai tumor
yang besar yang mengancam struktur neurovaskuler dimana dengan
terapi medis tidak menolong. Sebagai terapi tambahan sesudah operasi,
dimana masih terdapat residual tumor yang tidak membaik dengan
bromocriptin.
b. Adenoma yang bersekresi growth hormon
Penderita acromegali yang tidak diterapi umumnya akan berakibat
fatal, pasien akan menderita kegagalan jantung, DM, disfigurement dan
kemungkinan kebutaan yang semuanya ini akan memperpendek umur
harapan hidupnya.
Dengan operasi diharapkan adanya perbaiakn klinik, kadar GH < 5
ng/ml dan level somatomedin C yang normal. Beberapa jam atau hari
post optikus 95% kadar GH akan kembali normal, tetapi untuk

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 16


somatomedin C memerlukan beberapa minggu sampai bulan untuk
kembali normal.
Dengan terapi obat-obatan seperti estrogen, klorpromazin dan anti
serotonergic agents menunjukkan efek yang sedikit. Pada pemberian
bromokriptin dengan dosis yang lebih tinggi dri pada yang diperlukan
untuk mengontrol prolactinomas, bisa menurunkan kadar GH 5-10 ng/ml
pada > 20% pasien, keluhan somatik membaik, pembengkakan jaringan
lunak berkurang dan jumlah keringat menurun.
Idealnya hipersekresi dari GH ini bisa ditekan dengan pemberian
somatostatin, tetapi ini memerlukan dosis yang multipel karena half life
dari somatostatin yang sangat pendek. Sekarang dipakai analog
somatostatin yaitu octreotide (sandostatin) yang mempunyai half life
yang lebih panjang sehingga pemberian bisa dilakukan 3x/heroin 100-
200 mg SC, pada acromegaly obat ini 90% efektif, efek sampingnya
yaitu diarhea dimana insidennya meningkat seiring dengan bertambah
lamanya pemakaian.
Terapi radiasi pada pasien ini mempunyai resiko yang besar, dimana >
25% akan menyebabkan hypopituitarism, gangguan pada N opticus dan
chiasma. Lethargy, gangguan daya ingat, cranial nerve palsies dan
nekrosis tumor disertai perdarahan. Banyak pasien kadar Ghnya tetap
tinggi sesudah terapi radiasi.
c. Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Operasi sebaiknya dikombinasikan dengan terapi radiasi, walaupun
hasilnya tidak menggembirakan sehingga indikasi terapi radiasi tetap
kontroversi. Terapi percobaan dengan somatostatin analog dan
bromocriptin hasinya tidak sebaik pada prolactinoma atau pada
acromegali.
d. Adenoma yang bersekresi ACTH
 Operasi
Operasi mikro transphenoidal explorasi dari kelenjar hipofisis dengan
selektif adenomectomy atau partial atau hemihyposectomy.pada tumor
yang sangat besar atau invasive maka sesudah operasi dilanjutkan dengan

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 17


terapi radiasi, terapi obat-obatan dan kadang-kadang adrenalectomy.
Angka kesembuhan penyakit ini sesudah menjalani terapi operasi < 90%.
Kurang dari 10% pasien dengan ACTH hipofise yang berlebihan
disebabkan karena basophilik hiperplasia yang meliputi seluruh kelenjar.
3,7-9,3% pasien akan mengalami rekurensi, karena sel-sel sekitar
peritumor tidak terangkat atau etiologi primernya bukan pada tumornya
tetapi karena stimulasi yang berlebihan dari CRH nya sehingga
ACTHnya tetap berlebih. Insiden kekambuhan besar pada pasien yang
menjalani operasi selektif adenomectomy. Pasen yang tidak membaik
sesudah menjalani operasi selektif terjadi pada:
- pasien dengan adenoma yang invasive
- pasien dengan microadenoma yang tidak teridentifikasi
- pasien dengan hyperplasia corticotrop
- pasien dengan ektopik sekresi ACTH atau CRH
Pada operasi pengangkatan tumor secara komplit maka akan timbul
hypocortisolemia untuk 3-6 bulan, jika cortisolnya tetap normal maka
akan cenderung mengalami rekurensi.
 Radiasi
Steretactic radiasi digunakan secara tersendiri atau kombinasi dengan
operasi, dilaporkan angka kesembuhannya bervariasi antara 50-100%.
Karena diperlukan waktu yang lama untuk mencapai efek kesembuhan
dan karena tingginya insiden hipopituitarism maka indikasi terapi radiasi
hanya ditujukan jika operasi gagal.
 Obat-obatan
Terapi dengan obat-obatan bertujuan untuk memblok ACTH atau
produksi cortisol, dimana terapi hanya mengobati gejalanya saja tanpa
menghilangkan tumornya. Hal ini seringkali perbaikan yang didapat tidak
lengkap dan sangat potensil untuk timbulnya efek samping yang
berbahaya. Obat-obatan yang digunakan sebagai berikut:
- Ketoconazole
Merupakan obat anti jamur yang poten, akan menghambat adrenal
steroidogenesis dengan memblok 11 beta hydroksilase (dan enzim lain

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 18


yang terlibat pada produksi cortisol dan endosteron) umumnya
ditoleransi dengan baik, walaupun kadang-kadang yimbul sedasi jikan
mungkin dosis dinaikkan secukupnya sampai tercapai eucortisolemia,
ini sulit. Sering ada maksudnya untuk mencapai sukresi adrenal tapi
suatu saat tambahan terapi steroid terus dimakan karena berbagai step
dalam produksi steroid berhenti, pengaruh terhadap kolesterol,
viatmin D, mineralocorticoid, produksi estrogen dan endogren
memerlukan evaluasi yang ketat sebelum ketococonacole digunakan
untuk jangka panjang. Obat ini digunakan jika diagnosa sudah tegak
tapi terapi operasi terapi ditangguhkan, atau pada keadaan diamana
etiology yang pasti dari Caushing’s disesase masih kabur dan terapi
sementara ini cocok.
- Cyproheptadin
Merupakan obat anti serotonin (maupun anti histamin dan anti
cholinergic), diduga menurut Kriger et al bisa digunakan untuk
mengatur pelepasan ACTH, tetapi dari berbagai laporan obat ini
mengecewakan.
- Bromocriptine
Obat ini digunakan terutama untuk menurunkan produksi prolastin,
dilaporkan penggunaan obat ini dengan atau tanpa cyproheptadin akan
menormalkan produksi cortisol pada penderita Caushing’s syndrome,
terutama pada pasien dengan intermediate lobe Caushing’s disesase
dimana sering bersama dengan meningginya kadar prolastin. Efek
samping yang terjadi yaitu kelemahan, mual, aneroksia dan pening
kepala.

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 19


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Sekunder
a. Identitas
Terjadi pada wanita dan pada laki-laki dengan pefalensi seimbang dan
mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.
b. Keluhan Utama
Klien mengeluhkan sakit kepala pada satu atau keduanya, atau di tengah
dahi kabur atau penglihatan ganda; kehilangan samping (perifer) visi,
ptosis yang disebabkan oleh tekanan pada saraf yang menuju ke mata,
perasaan mati rasa pada wajah, demensia, perasaan mengantuk, kepala
membesar, makan berlebih atau berkurang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan kepalanya sering mengalami sakit pada kepalanya,
dan pandangan kabur.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah sebelumnya klien pernah mengalami tumor pada bagian
tubuh, Kaji apakah klien pernah mengalami cedera kepala berat ataupun
ringan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit tumor hipofisis.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
1) Klien tampak mengalami pembesaran yang abnormal pada seluruh
bagian tubuh (jika timbul saat usia dini)
2) Klien tampak mengalami akromegali atau pembesaran yang abnormal
pada ujung-ujung tubuh seperti kaki, tangan, hidung, dagu (timbul
pada saat usia dewasa)
3) Klien tampak mengalami diplopia (pandangan ganda)
4) Tampak atropi pada pupil Klien tampak susah membedakan warna
5) Klien tampak susah menggerakkan organ-organ tubuh karena

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 20


kelemahan otot.
b. Palpasi :
1) Terdapat nyeri kepala
2) Terdapat kelemahan otot tonus otot
3. Pengkajian Data Dasar
a. Aktifitas /istirahat :
1) Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
2) Sakit kepala yang hebat saat aktivitas.
3) Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan
penglihatan.
4) Kelemahan otot.
b. Sirkulasi
1) Edema pada ekstermitas kaki dan tangan.
2) Takikardi.
c. Integritas ego
1) Ketidakberdayaan/putus asa sehubungan dengan perubahan penampilan
fisik.
d. Eliminasi.
1) Perubahan pola berkemih.
2) Perubahan warna urin contoh kuning pekat.
e. Makanan/cairan :
1) Nafsu makan menurun
2) Malnutrisi
3) Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot.
4) Perubahan pada kelembababn/turgor kulit, edema.
f. Neurosensori.
1) Pening, disorientasi (selama sakit kepala), tidak mampu berkonsentrasi.
2) Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan penekanan korteks serebri di hipotalamus.
2) Hipertermi berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 21


tumor hipofisis
3) GSP, Penglihatan berhubungan dengan penekanan pada ciasma optikum
4) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan metabolic ( hipermetabolik)
5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air akibat peningkatan
sekresi ADH
6) Kelemahan berhubungan dengan ketidakmampuan menyokong tubuh
7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik

B. RENCANA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan penekanan korteks serebri di hipotalamus
Tujuan : Nyeri dapat dihilangkan/ditangani
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri berkurang
b. Klien tampak tenang
c. Skala nyeri 2-4
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, perhatiakan lokasi, itensitas, dan waktu nyeri.
Rasional : Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-
tanda perkembangan komplikasi.
2. Letakan kantung es pada kepala klien.
Rasional : Meningkatkan vasokontriksi, penumpulkan resepsi sensori
yang selanjutnya akan menurunkan nyeri atau sakit kepala.
3. Dorong pengungkapan perasaan klien.
Rasional : Dapat mengurangi ansietas, sehingga mengurangi persepsi
akan intensitas rasa nyeri.
4. Lakukan tindakan paliatif. Misalnaya pengubahan posisi.
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
5. Berikan analgesik/antipiretik, analgesic narkotik sesuai dengan indikasi.
Rasional : Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman.

2) Hipertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 22


tumor hipofisis ditandai dengan suhu tubuh diatas normal (diatas 36-37,5),
kulit tampak kemerahan, klien mengeluhkan badannya panas
Tujuan : Perubahan suhu tubuh yang normal

Kriteria hasil : Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,50 – 37,50C)

Intervensi :
1. Pantau suhu tubuh pasien (derajat dan pola) perhatikan adanya
menggigil.
Rasional : Demam biasanya terjadi karena proses inflamasi tetapi
mungkin merupakan komplikasi darikerusakan pada hipotalamus.
2. Pantau suhu lingkungan. Batasi penggunaan selimut.
Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal
3. Berikan kompres hangat jika ada demam.
Rasional : Kompres air hangat menyebabkan tubuh dingin melalui proses
konduksi.
4. Pantau masukan dan haluaran. Catat karakteristik urine, turgor kulit, dan
membrane mukosa.
Rasional : Hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan
meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun
/munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.
5. Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol).
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus, berguna juga untuk membatasi pertumbuhan
organismdan meningkatkan autodestruktif dari sel-sel yang terinfeksi.

3) GSP, Penglihatan berhubungan dengan penekanan pada ciasma optikum


Tujuan : Penglihatan klien dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin.
Kriteria hasil
a. Penurunan tajam dan lapang pandang klien semakin membaik.
b. Klien mangatakan pandangan kabur dan ganda mulai berkurang bahkan
hilang.
Intervensi

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 23


1. Tentukan ketajaman penglihatan, catat satu atau kedua mata terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab
kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif.
2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan. Staf, orang lain di areanya.
Rasional : Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan.
3. Gunakan obat tetes mata dan pelindung
Rasional : Memberikan lubrikan dan melindungi mata.
4. Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan
penglihatan.
Rasional : Menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan perubahan
lapang pandang.

4) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan gangguan metabolic ( hipermetabolik)
Tujuan : Nutrisi klien adekuat
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan berat badan yang stabil
b. Bebas tanda dari malnutrisi.
Intervensi :
1. Pantau masukan makanan setiap hari.
Rasional: Mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi
2. Ukur tinggi, berat badan. Timbang berat badan setiap hari atu sesuai
indikasi.
Rasional: Membantu dalam identifikasi malnutrisi protein kalori,
khususnya bila berat badan kurang dari normal.
3. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient, dengan
masukan cairan adekuat.
Rasional : Kebutuhan jaringan metabolic ditingkatkan.
4. Tinjau ulang pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengidentifikasi derajat ketidakseimbangan
biokimia/malnutrisi dan mempe garuhi pilihan intervensi diet.
5. Berikan obat sesuai indikasi, Vitamin khususnya A, D, E, dan B

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 24


Rasional: Mencegah kekurangan karena penurunan absorpsi vitamin larut
dalam lemak.

5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi air akibat peningkatan


sekresi ADH.
Tujuan : Membuat/mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
klien.
Kriteria hasil : Menunjukan haluaran urin tepat dengan berat jenis/hasil
laboratorium mendekati normal.
Intervensi :
1. Awasi denyut jantung dan tekanan darah.
Rasional : Takikardi terjadi kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urin.
2. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
Rasional : Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian
cairan, dan penurunan resiko kelebihan cairan
3. Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema.
Rasional : Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada
tubuh. Contoh tangan dan kaki.
4. Awasi kadar natrium serum. Batasi pemasukan natrium sesuai indikasi.
Rasional : Kadar natrium tinggi berhubungan dengan kelebihan cairan.

6) Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik,


malnutrisi.
Tujuan : Menunjukan perbaikan kemampuan klien untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan perbaikan rasa berenergi.
b. Berpatisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
1. Evaluasi laporan kelemahan, kesulitan menyelesaikan tugas. Perhatikan
kemampuan istrahat/tidur dengan tepat.
Rasional: Menentukan derajat dari efek ketidakmampuan.
2. Kaji kemampuan untuk berpatisipasi pada aktivitas yang

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 25


dibutuhkan/ diinginkan.
Rasional: Mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pilihan
intervensi.
3. Rencanakan priode istrahat adekuat.
Rasional: Mencegah kelelahan berlebihan dan menyimpan energy untuk
penyembuhan.
4. Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan ambulansi
Rasional: Memberikan keamanan pada pasien

7) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.


Tujuan : Harga diri klien ditingkatkan.
Kriteria hasil :
a. Menunjukan adaptasi awal pada terhadap perubahan tubuh.
b. Mulai mengembangkan rencana untuk perubahan pola hidup.
Intervensi
1. Diskusikan arti perubahan dengan pasien. Identifikasi persepsi
situasi/harapan yang akan dating.
Rasional: Mengidentifikasi/mengartikan masalah untuk memfokuskan
perhatian dan intervensi secara konstruktif.
2. Catat reaksi emosi, contoh kehilangan, depresi, marah.
Rasional : Pasien dapat depresi cepat setelah perubahan penampilan
fisik. Penerimaan perubahan tak dapat dipaksakan.
3. Susun batasan pada prilaku maladaptif, bantu pasien untuk
mengidentifikasi prilaku positif yang akan membaik.
Rasional: Penolakan dapat mengakibatkan penurunan harga diri dan
mempengaruhi gambaran penerimaan diri yang baru
4. Dorong orang terdekat untuk mengobati pasien secara normal dan tidak
sebagai orang cacat.
Rasional : Penyimpangan harga diri dapat disadari penguatanya.
5. Rujuk pasien kesumber pendukung. Contoh, ahli terapi psikologis.
Rasional : Pendekatan menyeluruh diperlukan untuk membantu pasien
menghadapi rehabilitasi dan kesehatan.

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 26


KASUS
NY.M (45thn) MRS kemarin di ruang Bedah dengan keluhan nyeri kepala dan
mual sejak 5 hari yang lalu, muntah sebanyak 3 kali sehari sebelum MRS, Pasien
mengalami intoleransi terhadap suhu dingin, berkeringat, poliuri, konstipasi sejak
4 hari yang lalu, oligomenhorrea dan juga insomnia.Pasien direncanakan akan
menjalani operasi hipofisektomi lusa pagi. TD:150/90mmHg, HR:88x/mnt,
RR:20x/mnt, Suhu: 36,80C. Hasil pemeriksaan Lab menunjukan adanya
peningkatan Na serum. Hasil pemeriksaan EKG saat MRS menunjukan adanya
superventricular tachycardia, atrial fibrilation.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. M


DENGAN DIAGNOSA MEDIS ADENOMA HIPOFISIS PRE OP
DI RS X DENPASAR
TANGGAL: 23-25 SEPTEMBER 2012

I. PENGKAJIAN
Tanggal Masuk : 23-09-2012
Tanggal Pengkajian : 24-09-2012
No. Register : 12345
Diagnosa Medis : Tumor Hipofisis
1) Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 45 thn
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : jln kecak
b. Identitas Penanggung Jawab

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 27


Nama : Ny.T
Umur : 50 tahun
Hub. dgn Pasien : Saudara kandung
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jl.letda reta
2) Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Pasien mengeluh nyeri kepala.
2. Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Pasien mual sejak 5hari yang lalu,muntah sebanyak 3x sebelum masuk
MRS dan pasien mengalami intoleransi terhadap suhu dingin, pasien
tampak berkeringat.
3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Pasien di bawa ke rumah sakit X pada tanggal 23 september 2012.
b. Status Kesehatan Masa Lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan pernah sakit batuk, pilek.
2. Pernah dirawat
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat.
3. Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi.
4. Kebiasaan (merokok/ kopi/ alkohol dll)
Pasien mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok, minum kopi dan
minum alkohol.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan.
d. Diagnosa Medis dan therapy
Adenoma Hipofisis pre-op hipofisektomi.
3) Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan.
Pasien mengatakan percaya penyakitnya karena masalah medis.

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 28


b. Pola Nutrisi-Metabolik
- Sebelum sakit: Pasien makan dengan 3x sehari lengkap dengan lauk
pauk.
- Saat sakit: Pasien mengalami mual sejak 5 hari yang lalu dan muntah
sebanyak 3x sehari sebelum masuk rumah sakit
c. Pola Eliminasi
1. BAB
- Sebelum sakit: Pasien mengatakan bab dengan normal 1x sehari
dengan bau khas feces, warna coklat dan konsistensi lembek
- Saat sakit: Pasien dikatakan mengalami konstipasi, sejak 4 hari yang
lalu.
2. BAK
- Sebelum sakit: Pasien mengatakan kencing 6x sehari warna kuning
bau khas urin.
- Saat sakit: Pasien dikatan mengalami poliuri.
d. Pola aktivitas dan latihan
1. Aktivitas
Kemampuan
0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
Ket: 0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang
lain dan alat, 4: tergantung total

2. Latihan
- Sebelum sakit: Pasien mampu menggerakan ekstremitasnya
- Saat sakit: Pasien mampu menggerakan ekstremitasnya
e. Pola kognitif dan Persepsi
Pasien mengerti mengenai penyebab penyakitnya.
f. Pola Persepsi-Konsep diri
Pasien mengatakan tidak malu terhadap penyakitnya.
g. Pola Tidur dan Istirahat

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 29


- Sebelum sakit: Pasien mengatakan tidur dengan nyenyak, pada malam
hari tidur dari pikul 23.00 - 06.00.
- Saat sakit: Pasien dikatakan mengalami insomnia.
h. Pola Peran - Hubungan
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dengan saudara dan suaminya
di RS pasien tidak ada masalah dengan perawat.
i. Pola Seksual-Reproduksi
- Sebelum sakit: Pasien sudah menikah, mempunyai 2 anak dan menstruasi
pasien teratur.
- Saat sakit: pasien mengalami oligomenhore.
j. Pola Toleransi Stress-Koping
Pasien mengatakan jika ada masalah bercerita kepada suami dan
saudaranya.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien mengatakan agama hindu dan sembahyang 1x sehari.
4) Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum: sedang
Tingkat kesadaran: komposmetis
GCS: verbal:5; Psikomotor: 6; Mata :4
b. Tanda-tanda Vital:
Nadi = 88x/menit
Suhu = 36,8oC
TD = 150/90mmHg
RR = 20x/menit.
c. Keadaan fisik
1. Kepala dan leher:
 Inspeksi: kepala pasien simetris, tidak ada benjolan, bengkak,
distribusi rambut rata, tidak ada ketombe dan kutu pasien mengeluh
nyeri pada kepala.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2. Dada:
- Paru

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 30


a. Inspeksi: Dada pasien simetris,pasien tidak menggunakan otot
bantu napas, tidak ada luka pada dada, tidak ada lesi
b. Palpasi: tidak ada nyeri tekan, vocalpremitus sama
c. Perkusi: terdengar sonor
d. Auskultasi: suara napas pasien vasikuler
- Jantung
 Inspeksi: ictus cordis terlihat berdenyut di ICS4, Tidak ada
deformits pada dada.
 Palpasi: tidak ada nyeri tekan, iktus cordis teraba lemah.
 Perkusi: terdengar dulnes
 Auskultasi : terdengar suara S1 dan S2 reguler
3. Payudara dan ketiak:
 Payudara
- Inspeksi: tidak ada benjolan,payudara kanan dan kiri simetris.
- Palpasi: tidak ada masa dan nyeri tekan.
 Ketiak
- Inspeksi: ketiak pasien bersih, terdapat bulu dan tidak ada
pembesaran kelenjar limfe.
- Palasi: tidak ada nyeri tekan.
4. Abdomen:
- Inspeksasi: tidak ada tanda-tanda asites, abdomen px tampak distensi
- Auskultasi: bising usus px 3x/mnt
- Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar, limpha,
dan ginjal dan tidak ada tanda-tanda apendik
- Perkusi: terdengar timpani
5. Genetalia:
Pasien mengatakan mengalami menstruasi yang tidak teratur
6. Integumen :
- Inspeksi: pasien mengatakan mengalami intoleransi terhadap suhu,
dingin, tidak ada luka, kemerahan, ruam, kulit pasien elastis.
- Palpasi: kulit pasien teraba hangat.
7. Ekstremitas:

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 31


Atas
- Inspeksi: tangan kanan dan kiri pasien simetris, tidak ada fraktur,
kekuatan otot pasien normal.
- Palpasi: teraba hangat, elastisitas kulit bagus, CRT <3detik.
Bawah
- Inspeksi: tangan kanan dankiri pasien simetris, tidak ada fraktur,
kekuatan otot pasien normal.
- Palpasi: teraba hangat, elastisitas kulit bagus, CRT<3detik.
8. Neurologis
 Status mental dan emosi
Keluarga pasien mengatakan pasien sering gelisah karena rasa sakit
pada kepala.
 Pengkajian saraf kranial
o Fungsi nervus olfaktorius pasien baik, pasien masih mampu
mengenali bau-bauan.
o Fungsi nervus okulomotoris, troklearis dan abdusen pasien masih
baik otot bola mata pasien baik, reflek cahaya baik, tidak terdapat
strabismus dan nistagmus.
o Fungsi nervus trigeminus pasien baik, pasien bisa membedakan
rangsangan tumpul, tajam, dan lembut, tonus muskulus masketer
pasien baik.
o Nervus facialis (VII), Fungsi nervus facialis pasien baik, pasien
mampu mengembungkan pipi, tidak terjadi parese nervus cranial
VII.
o Nervus vestibulu “Acusticus (VIII), Fungsi nervus vestibulo
Acusticus px baik pasien mampu mendengarkan bisikan.
o Nervus gloso faringeus (IX), Fungsi glosofaringeus px baik, px
mampu membedakan rasa.
o Nervus vagas (X), Nervus vagus px baik, kejernihan suara px baik
dan fungsi reflek muntah px baik.
o Nervus Assesorius (XI), Fungsi nervus assesorius pasien baik

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 32


o Nervus Hipoglosus (XII), Fungsi nervus hipoglosus px mampu
menjulurkan lidah dan mampu mendorong pipi dengan lidah tidak
terjadi parese n.XII dekstra sentral
 Pemeriksaan refleks
o Reflek trisep
Reflek trisep px baik baik terjadi gerakan menyentak dari kontraksi
trisep.
o Reflek patella
Reflek patella px baik, terjadi kontraksi otot kuadtisep
o Reflek brakhiradialis
Reflek brakhiradialis baik, terjadi gerakan menyentak pada tangan.
o Reflek babinski px negatif (-)
d. Pemeriksaan Penunjang
 Data laboratorium yang berhubungan
Terjadi peningkatan pada Na serum
 Pemeriksaan penunjang diagnostic lain
Hasil pemeriksaan EKG menunjukan adanya superventricular
tachycardia, atrial fibrillati.

II. DIAGNOSA
A. Analisa Data

Symtomp Etiologi Problem


Ds : pasien mengeluhkan Tumor makroadenoma Nyeri akut
nyeri kepala
Peregangan duramater
Do: pasien tampak
meringis Sakit kepala

Ds : pasien mengeluh defisiensi ADH Perubahan nutrisi


mual dan muntah sejak 5 kurang dari
hari yang lalu, muntah Diabetes Insipidius kebutuhan tubuh
sebanyak 3x sehari
sebelum MRS Gangguan metabolisme
KH, lipid dan protein
Do : pasien tampak mual
dan muntah Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 33


Ds : pasien mengatakan Disfungsi ACTH Resiko tinggi
intoleransi terhadap suhu penurunan curah
dingin, berkeringat Ketika terjadi stres jantung

Do : Peningkatan norepinefrin
- TD: 150/90mmHg dan epinefrin
- EKG menunjukan
adanya Vasokontriksi pembuluh
superventricular darah
tachycardia
Peningkatan tekanan
darah
Ds : pasien mengatakan Kadar LH dan FSH Konstipasi
mengalami konstipasi terganggu
sejak 4 hari yang lalu
Meningkatnya hormon
Do : progresteron dan estrogen
- pasien tampak tidak
nyamana Penurunan peristaltik usus
- abdomen pasien
tampak distensi konstipasi
- bising usus px 3x/mnt

Ds : pasien mengatakan Sekresi hormon terganggu Gangguan eliminasi


mengalami kencing terus- urin
terusan (poliuri ) Defisit ADH

Do: Na serum meningkat Ketidak mampuan ginjal


mereabsobsi urin

Poliuri

Ds : pasien mengatakan Disfungsi sel gonadotrof Disfungsi seksual


mengalami menstruasi
yang tidak teratur Kadar LH dan FSH
terganggu
Do: pasien tampak
megalami Oligomenhnorhea
oligomenhnorrhea
Ds : pasien mengatakan Defisit ADH Insomnia
mengalami insomnia
Ketidak mampuan ginjal
Do: pasien tampak lemas mereabsobsi urin

Poliuri

Terbangun terus menerus

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 34


pada malam hari karena
ingin kencing

Gangguan pola tidur

B. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Tinggi Penurunan curah jantung b/d vasokontriksi d/d TD:
150/90mmHg. EKG menunjukan adanya superventricular tachycardia
b. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan tumor hipofised/d pasien
mengeluhkan nyeri kepala
c. Gangguan eliminasi urin b/d disfungsi reabsobsi ginjal d/d poliuria
e. Resiko Tinggi Terhadap Disfungsi seksual b/d perubahan kadar hormon
LH dan FSH d/d oligomenhorea.
f. Perubahan nutrisi b/d gangguan metabolik d/d pasien mengeluh mual
dan muntah sejak 5 hari yang lalu, muntah sebanyak 3x sehari sebelum
MRS.
g. Konstipasi b/d perubahan hormon d/d pasien mengeluh mengalami
konstipasi.
h. Insomnia b/d faktor internal: poliuria d/d pasien mengalami insomnia.

III. INTERVENSI
Tujuan &
No Dx Intervensi Rasional
kriteria hasil
1 Dx 1 Setelah diberikan Mandiri  peningkatan TD merupakan
asuhan keperawatan  Observasi tanda vital manisfestasi awal sebagai
selama 3x24 jam pasien: Terutama nadi dan kompensasi hipovolemia dan
Diharapkan TD TD penurunan curah jantung
pasien dalam batas  Observasi suhu tubuh,  hiperpiraksia yang tiba-tiba
normal dengan KH: catat bila ada perubahan dapat terjadi yang diikuti oleh
 TD Pasien dalam yang mencolok dan tiba- hipotermi sebagai akibat dari
batas normal tiba. ketidakseimbangan hormonal,
120/90mmHG cairan, dan elektrolit yang
 Pemeriksaan EKG mempengaruhi FJ dan curah
menunjukan jantung.
perbaikan/normal  kaji warna kulit, suhu,  pucat, kulit yang dingin,
 Nadi pasien dalam pengisian kapiler, dan pengisian kapiler yang
batas normal 60- nadi perifer. memanjang, nadi yang lambat
100x/mnt dan lemah merupakan indikasi

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 35


 Suhu tubuh pasien terjadi syok.
dalam batas  ukur jumlah haluaran  walaupun biasanya ada
normal 360c- urine. poliuria ,penurunan haluaran
37,50c urine menggambarkan
penurunan perfusi ginjal oleh
penurunan curah jantung
 lakukan pengukuran CVP.  CVP memberikan gambaran
pengukuran yang langsung
terhadap volume cairan dan
berkembangnya komplokasi
Kolaborasi
 kolaborasi pemberian  tiazid mungkin digunakan
obat-obatan sesuai sendiri atau dicampur dengan
indikasi contoh: diuretik obat lain untuk menurunkan
tiazid TD pada pasien

2 Dx 2 Setelah diberikan 1. Observasi adanya tanda a. Merupakan indikator derajat


asuhan keperawatan nyeri non verbal. nyeri secara tidak langsung
selama 3x24 jam Misalnya ekspresi wajah,
Diharapkan:pasien gelisah, menangis
tidak mengeluh nyeri 2. kaji tanda-tanda adanya b. bermaanfaat dalam evaluasi
dengan KH: nyeri baik verbal maupun nyeri ,menentukan pilihan
a. skala nyeri pasien non verbal, catat lokasi, intervensi,menetukan
hilang atau intensitas (skala 0-10), efektivitas terapi.
terkontrol 1-10. dan lamanya.
b. Menunjukan
penggunan 3. Berikan kompres dingin c. Meningkatkan rasa nyaman
keterampilan pada kepala. dengan menurunkan
relaksasi dan vasodilatasi
aktivitas 4. Berikan kompres panas/ d. Meningkatkan sirkulasi pada
terapeutik sesuai lembab pada leher, lengan otot yang meningkatkan
indikasi sesuai kebutuhan relaksasi dan mengurangi
ketegangan

5. Kolaborasi pemberian e. Penanganan nyeri secara


obat analgetik sesuai umum kadang bermanfaat
indikasi yang disebabkan karena
gangguan vaskuler.

3 Dx 3 Setelah diberikan  Observasi dan catat warna - Untuk memantau kondisi


asuhan keperawatan urin pasien
selama 3x24 jam  Kaji haluaran urin dan - Retensi dapat terjadi karena
Diharapkan: system kateter/drainase, edema area bedah, bekuan
1. Berkemih dengan khususnya selama irigasi darah, dan spasme kandung
jumlah normal kandung kemih kemih.
tanpa retensi.  Awasi elektrolit terutama - Dapat menunjuka tejadinya
2. Menunjukkan natrium gangguan fungsi ginjal
perilaku yang  Ukur volume residu bila - Meningkatka tonus kandung

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 36


meningkatkan ada kateter suprapubik kemih dan bantuan latihan
control kandung ulang kandung kemih
kemih/ urinaria  Dorong pasien untuk - Berkemih dengan dorongan
3. Nilai Na serum berkemih bila terasa mencegah retensi urin.
pasien dalambatas dorongan tetapi tidak lebih Keterbatasn berkemih untuk
normal dari 2-4 jam per protocol tiap empat jam (bila
ditoleransi)
 Dorong pemasukan cairan - Mengawasi keefektihan
3000 ml sesui toleransi. pengosongan kandung
Batasi cairan pada malam, kemih. Residu lebih dari 50
setelah kateter dilepas ml menunjukan perlunya
kontinuitas kateter sampai
tonus kandung kemih
membaik
 Instruksikan pasien untuk - Mempertahankan hidrasi
latihan paringeal, cont: adekuat dan perpusi gunjal
mengencangkan bokong, untuk aliran urin.
menghentikan dan “penjadwalan” masukan
memulai aliran urin cairan menurunkan
kebutuhan berkemih/
gangguan tidur selama
malam hari
 Pertahankan irigasi - Mencuci kandung kemih dari
kandung kemih kontinu bekuan darah dan debris
(continous bladder untuk mempertahankan
irrigation) sesui indikasi patensi kateter/ aliran urin
pada periode pasca operasi
dini

4 Dx 4 Setelah diberikan - Memberika keterbukaan a) Dapat mengalami ansietas


asuhan keperawatan pda pasien/ orang terdekat tentang efek bedah dan dapat
selama 3x24 jam untuk membicarakan menyembunyikan
Diharapkan: tentang masalah perntanyaan yang diperlukan.
a) Pasien tampak inkontinensia dan fungsi Ansietas dapat
rileks dan seksual mempengaruhi kemampuan
melaporkan untuk menerima informasi.
ansietas menurun - Instruksikan latihan b) Meningkatkan peningkatan
sampai tingkat parineal dan interupsi/ control otot kontinensia
dapat diatasi. kontinu aliran urin urinaria dan fungsi seksual
b) Menyatakan - Berikan informasi akurat c) Mengetahui kondisi seksual
pemahaman tentang harapan
situasi individual kembalinya fungsi seksual
c) Menunjukan - Rujuk ke penasehat d) Masalah menetap atau tidak
keterampilan seksual sesuai indikasi teratasi memerlukan
pemecahan intervensi professional
masalah
Dx 5 Setelah diberikan Mandiri 1. Kekurangan kortisol dapat
asuhan keperawatan 1. Kaji apakah ada nyeri menyebabkan gejala

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 37


selama 3x24 jam perut, mual atau gastrointestinal berat yang
diharapkan nutrisi muntah.dan auskultasi mempengaruhi pencernaan
pasien seimbang dan bising usus dan dan absorpsi dari makanan.
terpenuhi dengan Kh: 2. Catat adanya kulit yang 2. Gejala hipoglikemia dengan
- Mendemonstrasik dingin atau basah, timbulnya tanda tersebut
an pemeliharaan perubahan tingkat mungkin perlu pemberian
atau kemajuan kesadaran, nadi yang glukosa dan mengindikasikan
peningkatan BB cepat peka rangsang, nyeri pemberian tambahan
sesuai tujuan kepala, sempoyongan. glukokortikoid.
- Tidak mengalami 3. Pantau pemasukan 3. Perhatikan: berat badan yang
mal nutrisi makanan dan timbang meningkat dengan cepat
- Nilai Hb dan berat badan setiap hari. merupakan indikasi
albumin daam terjadinya retensi cairan atau
batas normal pengaruh dari pemberian
- Pasien tidak mual glukokortikoid.
dan muntah 4. Catat muntah mengenai 4. anoreksia, kelemahan dan
jumlah kejadian, atau kehilangan pengaturan
karakteristik lainnya. metabolisme oleh kortisol
terhadap makanan dapat
mengakibatkan penurunan
berat badan dan terjadinya
malnutrisi yang serius.
5. Berikan atau bantu 5. ini dapat membantu untuk
perawatan mulut. menentukan derajat
kemampuan pencernaan atau
absorpsi makanan. Mulut
yang bersih dapat
meningkatakan nafsu makan.
6. Berikan lingkungan yang 6. dapat meningkatkan nafsu
nyaman untuk makan makan dan memperbaiki
contoh bebas dari bau pemasukan makanan.
tidak sedap, tidak terlalu
ramai, udara yang tidak
nyaman.
7. berikan informasi tentang 7. perencanaan menu yang
menu pilihan. disukai pasien dapat dapat
menstimulasi nafsu makan
dan meningkatkan
pemasukan makanan.
8. pantau hasil laboratorium 8. Untuk mengetahui
terutama albumin dan Hb. perkembangan kondisi pasien

Dx 6 Setelah diberikan 1. Tinjau ulang pada diet dan 1. Masukan adekuat dari serat
asuhan keperawatan jumlah/tipe masukan dan makanan kasar
selama 3x24 jam cairan. memberikan bulk, dan cairan
diharapkan pasien adalah faktor penting dalam
tidak konstipasi lagi menentukan konsistensi
dengan kH: feces

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 38


1. Membuat pola 2. Pastikan kebiasaan 2. Membantu dalam
eliminasi sesuai detekasi pasien dan gaya pembentukan jadwal irigasi
kebutuhan fisik hidup sebelumnya. efektif.
dan gaya hidup 3. Auskultasi bising usus. 3. Kembalinya fungsi, G1
dengan ketepatan mungkin terlambat oleh efek
jumlah dan depresan dari anaestesi.
konsistensi. 4. Kolaborasi pemberian 4. Mungkin perlu untuk
2. BAB 1x sehari pelunak feces, supositoria merangsang peristaltik
dengan gliserin sesuai indikasi. dengan perlahan/ evakuasi
konsistensi feses
lembek, warna
coklat dan bau
khas feses.
3. Bising usus pasien
dalam batas
normal 5-35x/mnt
Dx 7 Setelah diberikan Mandiri :
asuhan keperawatan 1. Batasi masukan 1. Kafein dapat
selama 2x24 jam makanan/minuman memeperlambat pasien
diharapkan pola tidur mengandug kafein untuk tidur dan
paien teratur dengan mempengaruhi tidur tahap
KH: REM, mengakibatkan pasien
1) Tidur pasien tidak merasa segar saat
nyenyak bangun.
2) Melaporkan 2. Fasilitasi untuk 2. Meningkatkan relaksasi dan
peningkatan rasa mempertahankan aktivitas kesiapan untuk tidur
sehat dan merasa sebelum tidur (membaca)
dapat istirahat 3. Ciptakan lingkungan yang 3. Agar pola tidur pasien
3) Jumlah jam tidur nyaman teratur dan tidak terganggu
dalam batas 4. Jelaskan pentingnya tidur 4. Agar pasien mengerti dan
normal yaitu7- yang adekuat mau mnerapkan pola tidur
9jam perha yang teratur
4) Pola tidur,kualitas Kolaborasi:
dalam batas 5. Kolaburasi pemberian 5. Obat tidur dapat
normal obat tidur meningkatkan istirahat/tidur
5) Perasaan fresh pasien
sesudah
tidur/istirahat
6) Mampu
mengidentifikasi
hal-hal yang
meningkatkan
tidur

IV. IMPLEMENTASI

V. EVALUASI

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 39


DAFTAR PUSTAKA

Barodero, M. 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.


Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8,
Volume 2. Jakarta: EGC.
Dongoes, Marilynn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.Jakarta:
EGC.
Mubin Halim. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Muhammad Hidayat (2015) Adenoma Hipofisis. MKA, Volume 38, Nomor 2,
Agustus 2015. Di akses melalui http://jurnalmka.fk.unand.ac.id
Mulinda JR, Griffing GT. Pituitary macroadenoma. [article on internet] 2011
Oct 17 [cited 2012 Jan 27]; 7(7) Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/123223-overview
Schteingart DE. Gangguan kelenjar hipofise. Dalam: Price SA, Wilson
LM, penyunting. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
6. Jakarta: EGC; 2006.hal 1214-21.

( Asuhan Keperawatan Tumor Hipofisis ) 40

Anda mungkin juga menyukai