Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan, di sebutkan bahwa

penyelenggaraan pangan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi

pangan secara mandiri, menyediakan pangan yang beraneka ragam dan memenuhi

persyaratan keamanan, mutu, dan gizi bagi konsumsi masyarakat, mewujudkan tingkat

kecukupan pangan , trutama pangan pokok dengan harga yang wajar dan terjangkau

sesuai dengan kebutuhan masyarakat. (UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, 2014).

Bahan tambahan pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam bahan pangan

dengan tujuan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Bahan tambahan pangan

itu sendiri berupa zat atau bahan kimia yang dalam penggunaannya mempertimbangkan

faktor keamanan pangan. Bahan pengawet merupakan salah satu dari bahan tambahan

pangan yang digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan meingkatkan kualitas

pangan (Rauf, 2015).

pangan yang aman adalah bahan pangan yang bersih dari bahan-bahan yang tidak

dapat dicerna oleh tubuh yaitu plastik, logam dan bahan bahan-bahan lainnya yang

mengganggu pencernaan manusia, secara kimiawi dapat berasal dari zat-zat berbahaya

yang tidak boleh digunakan dalam bahan pangan seperti formalin, boraks, insektisida

serta bahan tambahan makanan yang sangat dibatasi penggunaannya. (Rinto et al. 2009).

Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menerapkan tindakan

kehati-hatian terhadap kemungkinan peredaran pangan olahan yang tidak

memenuhi syarat keamanan, mutu, gizi dan label serta produk Tanpa Ijin Edar

(TIE), di tahun 2015 Balai Besar POM telah melakukan pengawasan pangan yang
mengandung Bahan Tambahan yang Dilarang digunakan untuk pangan meliputi

Formalin, Boraks, pewarna yang dilarang (Rhodamin B,Methanyl yellow). Hasil

pengujian menunjukkan bahwa dari 3.776 sampel yang diuji formalin, 227 sampel

(6,01%) positif mengandung formalin diantaranya yaitu Bakso Kepiting, Cincau,

Ikan, Cumi Asin, Mie,Kolang Kaling, Tahu, Teri, Ayam, Sosis, dan Siomay.

Pada tahun 2006 Balai Besar POM di mataram dalam rangka pengawasan produk

makanan mengandung bahan yang di larang di tambahkan pada pangan. Telah

melakukan uji sampel terhadap 12 macam pangan yang di duga mengandung formalin,

yaitu mie basah, bakso, tahu, ikan, dan daging segar, ikan asin/ikan dendeng, terasi, saos

sambal, gorengan, jajanan basah, kacang dan hasil olahannya, dan mie kering, serta

peralatan makan dari plastik/mainan anak-anak. Dari 546 sampel yang di uji, di dapatkan

hasil 82 sampel positif mengandung formalin (15,01%) dan 464 sampel dengan hasil

negatif, jenis sampel yang positif mengandung formalin adalah 29 sampel mie basah, 16

sampel tahu, 11 sampel tahu, 11 sampel plastik peralatan makanan dari plastik, 7 sampel

ikan dan daging segar, 4 sampel bakso, dan 4 sampel ikan asin/ikan dendeng.

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam

amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologisnya mencapai

90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna. Hal paling penting

adalah harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Ikan juga

dapat digunakan sebagai bahan obat – obatan, pakan ternak, dan lainnya. Kandungan

kimia, ukuran, dan nilai gizinya tergantung pada jenis, umur kelamin, tingkat

kematangan, dan kondisi tempat hidupnya (Rabiatul, 2008).

Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan

Penggunaan formalin pada makanan sangat berbahaya bagi kesehatan, Akibat yang

bisa ditimbulkan dari penggunaan formalin ialah luka bakar pada kulit, iritasi pada

saluran pernapasan, reaksi alergi dan bahaya kanker. Menurut peraturan Menteri
Kesehatan RI No.1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan.

Peraturan tersebut secara jelas mengatakan bahwa formalin sebagai bahan kimia yang

dilarang di gunakan dalam makanan. Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai

kulit, dan tertelan (BPOM,2003).

Cara yang umum dilakukan untuk mencegah kerusakan yaitu pengawetan

dengan menggunakan es balok. Kendala yang dihadapi bila menggunakan es

balok adalah dibutuhkan jumlah yang cukup banyak sehingga tidak praktis dan

harganya mahal. Hal tersebut menyebabkan nelayan dan penjual yang curang

menggunakan zat kimia yang berbahaya seperti formalin sebagai pengganti es

balok karena harga formalin jauh lebih murah dan dapat mengawetkan ikan

dalam jangka waktu yang lama, namun penggunaan formalin sangat berbahaya

bahkan dalam dosis yang sedikit tetapi penggunaannya yang berkelanjutan

dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai