Anda di halaman 1dari 5

HUKUM LAUT DAN PERIKANAN

Disusun oleh:

1. M. Ryan Salva 51153110998


2. Maria Erlinda 51153211000
3. Puput Astriati 51153211015
4. Siti Hardianti R. L 51153211024

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN


JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
2018
PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 62/PERMEN-KP/2017
TENTANG
PEDOMAN PEMBANGUNAN DAN PENETAPAN ZONA INTEGRITAS
MENUJU
WILAYAH BEBAS DARI KORUPSI DAN WILAYAH BIROKRASI
BERSIH DAN
MELAYANI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN
PERIKANAN

Latar Belakang
Pemberantasan korupsi telah menjadi salah satu fokus utama Pemerintah
Indonesia pasca reformasi. Salah satu upaya pencegahan korupsi yang
dilaksanakan oleh Pemerintah adalah melalui pelaksanaan Instruksi Presiden
(Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Secara
umum Inpres tersebut menginstruksikan kepada pimpinan Kementerian/Lembaga
baik di pusat maupun daerah untuk menetapkan program dan wilayah yang
menjadi lingkup tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya sebagai program dan
Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). Pembangunan WBK merupakan tahap yang
harus dilalui untuk mewujudkan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
(WBBM). Salah satu upaya pencegahan korupsi dilaksanakan melalui reformasi
birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal untuk
melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
efektif, dan efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan
profesional. Ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang
Grand Design Reformasi Birokrasi menargetkan tercapainya tiga sasaran hasil
utama, yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi, pemerintah yang
bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta peningkatan
pelayanan publik.
Dalam rangka mengakselerasi pencapaian sasaran hasil tersebut, Kementerian
Kelautan dan Perikanan perlu membangun pilot project pelaksanaan reformasi
birokrasi yang dapat menjadi percontohan pada unit-Unit Kerja lainnya di
Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui upaya pembangunan
zona integritas menuju WBK dan WBBM. Untuk itu perlu disusun pedoman
pembangunan dan penetapan zona integritas menuju WBK dan WBBM dengan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN
PERIKANAN NOMOR 2 TAHUN 2015 PERSPEKTIF
HUKUM EKONOMI ISLAM

Menteri Kelautan dan Perikanan pada tanggal 9 Januari 2015, telah


mengundangkan Peraturan Menteri Nomor: 2/PERMENKP/2015 tentang larangan
penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets)
di wilayah pengelolaan perikanan negara republik Indonesia dengan pertimbangan
bahwa penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik di wilayah
pengelolaan perikanan negara republik Indonesia telah mengakibatkan
menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber
daya ikan. 1 Peraturan Menteri Nomor: 2/PERMEN-KP/2015, bertolak dari
kepatuhan terhadap principle 2 dari ketentuan United Nations Conference on
Environment and Development (UNCED). Pengelolaan perikanan diartikan
sebagai mengatur jumlah penangkapan ikan sedemikian rupa, agar tidak terjadi
tangkap lebih (over-fishing) dan minimalisasi dampak kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan oleh operasi suatu alat penangkapan ikan.2 Perangkat hukum seperti
PERMEN-KP No. 2 tahun 2015 sudah seharusnya “linked and matched” dengan
prinsip standar tersebut di atas, namun harus diingat bahwa manusia atau
masyarakat menjadi kepentingan sentral dalam pembangunan, seperti ketentuan
pada principle 1 dari UNCED.

Suatu inovasi, termasuk teknologi penangkapan ikan sudah seharusnya


memenuhi tiga ketentuan dasar, yaitu: (1) ecologically sound; (2) economically
viable; dan (3) socially acceptable. 3 Ketidakpedulian terhadap ketentuan-
ketentuan tersebut oleh berbagai pihak dalam perencanaan pembangunan,
seringkali menyisakan sesal bagi generasi mendatang atas kebijakan dan tindakan
generasi sebelumnya. Peraturan tersebut telah menimbulkan pro kontra dari
berbagai pihak, termasuk protes keras dari para nelayan di beberapa daerah di
Indonesia. Bahkan di beberapa wilayah pesisir, nelayan tidak bisa melaut karena
peraturan tersebut tidak mencantumkan alat tangkap ikan yang direkomendasikan,
sehingga para nelayan banyak yang kebingungan ketika hendak mengganti alat
tangkapnya. PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015 dinilai oleh banyak pakar dapat
menimbulkan dampak langsung terhadap kehidupan nelayan, baik dari segi
ekonomi maupun sosial. Hipotesis sementara tentang dampak yang ditimbulkan
dari penerapan PERMEN-KP No. 2 Tahun 2015 sebagai berikut: Pertama,
puluhan ribu nelayan bersama rumah tangga perikanan akan kehilangan pekerjaan
dan unit usaha bisnis di bidang perikanan tangkap; Kedua, hasil tangkapan ikan
akan turun secara mendadak sampai terjadi keseimbangan yang baru; Ketiga, unit
usaha pengolahan ikan akan kekurangan bahan baku secara mendadak sampai
terjadi keseimbangan yang baru (pengalihan usaha bisnis); Keempat,
berkurangnya lapangan pekerjaan (serapan tenaga kerja) secara mendadak,
sebelum adanya alternatif lapangan pekerjaan yang baru.

Anda mungkin juga menyukai