Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

Asma Bronkial

DisusunOleh :

Vitrosa Yosepta Sera, S.Ked


FAB 116 022

Pembimbing :

dr. Sutopo, Sp.KFR


dr. Tagor Sibarani

Kepaniteraan Klinik
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2017

1
BAB 1
PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit paru obstruktif kronik yang sifatnya reversibel,


berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu
episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest
tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama pada malam atau dini hari. Menurut
National Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI) tahun 2007, pada individu yang rentan,
gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan
hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.1
Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa baik di
negara maju maupun di negara berkembang. Menurut data WHO, sekitar 300 juta manusia
di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta
pada tahun 2025. Meskipun dengan pengobatan efektif, angka morbiditas dan mortalitas
asma masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang meninggal adalah penderita asma.1
Angka mortalitas penyakit asma di dunia mencapai 17,4% dan penyakit ini menduduki
peringkat 5 besar sebagai penyebab kematian.2
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal
itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di
Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004
memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di
Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar
4%.2
Meskipun belum ada survei asma secara nasional di Indonesia, dari penelitian yang
ada menyimpulkan bahwa prevalens asma di daerah rural (4,3%) lebih rendah daripada di
daerah urban (6,5%) dan yang tertinggi adalah di kota besar seperti di Jakarta (16,4%).1
Pada penyakit asma, ditemukan prevalensi meningkat seiring dengan umur, tinggi
pada kelompok yang tidak sekolah, perempuan lebih tinggi prevalensinya dibandingkan
laki-laki, dan lebih banyak di desa daripada di kota.3

2
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam
arti asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang
menyebabkan kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita
harus mampu meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan
lingkungan dimana kita berada dan perilaku.2
Asma merupakan penyakit yang termasuk penyakit respiratori dengan tingkat
kemampuan berdasarkan SKDI Standar Kompetensi Dokter Indoneisa) adalah 4A dimana
lulusan dokter mampu emmbuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas.

3
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 PRIMARY SURVEY

Tn. M, 63 tahun

Vital Sign :

Tekanan Darah : 150/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit, reguler, kuat angkat

Suhu : 36,8 0C

Pernapasan : 36 x/menit, torako-abdominal, retraksi suprasternal dan intercostal


(+)

Airway : terdengar mengi


Breathing :spontan, 36x/menit, pernapasan torako-abdominal, pergerakan
thorakssimetris kanan&kiri, retraksi suprasternal dan intercostal (+).
Circulation :tekanan darah 150/70mmHg, nadi 84x/menit reguler,kuat angkat.
CRT < 2 detik
Disability : GCS (Eye 4,Verbal 5,Motorik 6)
Evaluasi masalah : Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam Priority sign
yaitu pasien datang dengan keluhan sesak napas sehingga memerlukan memerlukan
penilaian cepat dan tindakan medik dengan cepat. Pasien segera dengan ditempatkan di
ruang non bedah. Pasien diberi label merah.
Tatalaksana awal : Tata laksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan
non bedah, diposisikan semi fowler dan diberikan oksigen 4 lpm.

4
2.2 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Usia : 63 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl.Rajawali V No. 20

Tanggal pemeriksaan : 23 Oktober 2016

2.3 Anamnesis
Autoanamnesis
1. Keluhan Utama : Sesak Napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien datang dengan keluhan sesak napas sejak ± 1 hari sebelum masuk
rumah sakit dan memberat ± 1 jam SMRS. Pasien riwayat asma sejak 5
tahun terakhir, meminum obat jika sesak. sesak napas hilang timbul.
Sesak napas disertai mengi, sesak dipengaruhi oleh perubahan cuaca
seperti dingin dan kelelahan sesak napas datang secara tiba-tiba. Pasien
juga mengeluh batuk berdahak, sejak 1 minggu yang lalu, pasien
mengeluh nyeri kepala. Nyeri dada (-), sakit kepala (-), pusing (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat Asma (+) sejak 5 tahun yang lalu
 Obat rutin yang pasien konsumsi adalah asmalin, Lapimox, cortidex,
salbron.
 Riwayat merokok 15 tahun yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit asma (-)

2.4 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan umum : Tampak sesak
- Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

5
- Vital sign:
- Tekanan Darah : 150/70 mmHg
- Nadi : 84 x/menit, reguler, kuat angkat
- Suhu : 36,8 0C
- Pernapasan : 36 x/menit, torako-abdominal, retraksi suprasternal
dan intercostal (+)
Kepala dan Leher
- Edema palpebral (-/-)
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- Refleks pupil (+/+), pupil isokor 3mm/3mm
- Sianosis (-)
- Peningkatan JVP (-).

Thoraks
- Paru-paru
- Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, penggunaan otot
bantu pernapasan (+) yaitu didapatkan retraksi suprasternal dan intercostal (+).
- Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing (+/+), rhonki (-/-), ekspirasi memanjang
(+)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordisterlihat
Palpasi : Iktus kordis terabadi ICS V linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal

6
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani. Asites (-)
Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Edema (-/-)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
 Leukosit : 9.550/uL
 Hb : 14,3g/dL
 Ht : 46,6 %
 Trombosit : 166.000/uL
 GDS : 91 mg/dL
 Ureum : 21 mg/dl
 Creatinin : 1,15 mg/dl

7
2.6 Diagnosis
Asma bronkial dd PPOK

2.7 Penatalaksanaan IGD


- O2 NRM 10 lpm.
- IVFD NaCl 20 tpm
- Nebulizer dengan Combivent dan Flexotide
- Inj. Metil Prednisolon 1x 62,5 mg/IV
- Observasi keadaan umum, tekanan darah, nadi dan respirasi
- Konsul dengan paru

8
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

9
BAB 3
PEMBAHASAN

Berdasarkan GINA 2015 Asma merupakan sebuah penyakit yang heterogen, dengan
karakteristik berupa inflamasi saluran napas. Tanda dan gejala yang mengarahkan ke
diagnosis asma yaitu riwayat gejala respirasi yaitu wheezing, napas pendek (Shortness of
breath), dada terasa berat (chest tightness), dan batuk sewaktu-waktu.
Dengan kriteria untuk membuat diagnosis asma adalah sebagai berikut :
 Orang dengan asma biasanya mempunyai lebih dari satu gejala di atas
 Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya
 Gejala sering terjadi atau memburuk saat malam atau beraktivitas
 Gejala sering dipicu oleh adanya exercise, tertawa keras, allergen atau udara
dingin
 Gejala sering terjadi dengan atau diperburuk oleh infeksi virus.

10
Berdasarkan anamnesis, didapatkan pasien mengeluh sesak napas sudah lama, sejak 5tahun,
sesak napas hilang timbul dan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak napas
dirasakan semakin memberat, disertai dengan mengi dan batuk. Hal ini sesuai dengan
gejala asma yaitu batuk, sesak napas disertai napas berbunyi atau mengi terutama saat
pasien menghembuskan napas, rasa berat di dada dan batuk. Dari pemeriksaan fisik,
didapatkan respirasi 36 x/menit, disertai dengan penggunaan otot bantu napas yaitu napas
cuping hidung, retraksi suprasternal dan intercostal. Auskultasi pada paru didapatkan
wheezing yang terdengar saat pasien menghembuskan napas dengan ekspirasi memanjang,
sehingga pada pasien sesuia dengan kriteria diagnosis untuk asma.
PATOGENESIS ASMA
Salah satu gejala yang dialami oleh pasien dalam kasus ini ialah sesak napas. Tidak
hanya itu, pada pasien juga ditemukan adanya suara napas berupa wheezing. Hal tersebut
diduga karena adanya proses inflamasi sehingga menimbulkan penyempitan atau obstruksi
pada saluran napasnya.

11
Gambar 1. Mekanisme dasar kelainan asma

Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus


ini dapat diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk
menentukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara
digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi
beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik. 6

Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di
permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai
faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat
melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil,
platelet, limfosit dan monosit. 6

Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma: 6

1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila


terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada
dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma.
Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu

12
(enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses
inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis
berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus
(trigger) maka akan terjadi serangan asma (mengi)
Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah,
binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan
asap rokok; pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian β2 agonis.6

Sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas
fisik, udara dingin, histamin dan metakolin. Secara skematis mekanisme terjadinya asma
digambarkan sebagai berikut: 6
Hipereaktifitas bronkus obstruksi

Faktor genetik

Sensitisasi
inflamasi Gejala Asma

Faktor lingkungan

Pemicu (inducer)

Gambar 4. Mekanisme terjadinya asma. 6

Berdasarkan anamanesis, pada pasien didapatkan riwayat penyakit asma yang sudah
berlangsung selama sejak usia pasien 10 tahun menandakan bahwa telah terjadi inflmasi
kronik pada pasien ini dengan salah satu faktor pencetusnya adalah faktor genetik dimana
pada anamnesis didapatkan dari nenek pasien. Dengan faktor pencetus aktivitas fisik dan
udara dingin.

13
PENATALAKSANAAN
Menurut GINA 2015 manajemen penatalaksanaan pasien asma di ruanganan
Emergency berdasarkan tingkat keparahan terjadinya asma adalah sebagai berikut :

Pada pasien telah dilakukan primary suvey untuk menilai airway, breathing, dan circulatin
didapatkan bahwa pada airway ditemukan tanda-tanda spasme dengan terdengarnya bunyi
mengi, pada breathing didapatkan pernapasan 36x/menit dengan adanya penggunaan oto-

14
otot bantu pernapasan yang terlihat dengan retraksi suprasternal dan intercostal (+), serta
circulation yaitu tekanan darah 150/70mmHg, nadi 84x/menit reguler,kuat angkat. sehingga
berdasarkan hal diatas pasien dapat digolongkan pada kelompok klinis asma ringan-sedang
dan tidak memerlukan perwatan ICU. Kemudian pasien diberikan terapi di IGD yaitu
oksigenasi NRM 10 liter permenit hal ini telah sesuai dengan alur manajemen
penatalaksanaan asma terbaru dimana pemberian oksigen merupakan terapi untuk menjaga
saturasi okesigen yang diharapkan saturasinya berkisar 93-95%.
Kemudian pasien di nebulizer dengan menggunakan Combivent dan flixotide. Pada
nebulizer pertama, pasien merasa sesak sudah berkurang tetapi masih didapatkan wheezing
pada paru-paru sehingga dilakukan nebulizer yang kedua dengan obat yang sama. Setelah
nebulizer kedua, pasien tetap merasakan sesak dan masih terdengar wheezing sehingga
pasien disarankan untuk rawat inap.
Tujuan penatalaksanaan asma adalah menghilangkan dan mengendalikan gejala
asma, meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin, mengupayakan
aktivitas normal termasuk exercise dan mencegah kematian karena asma. Terapi yang
digunakan berdasarkan alur management asma termasuk diantaranya adalah Combivent
yang merupakan bronkodilator golongan SABA (short acting beta2agonists) kortikosteroid
inhalasi berupa Fexotide dan, kortikosteroid sistemik sebagai antiinflamasi3 Obat oral
diberikan salbutamol sebagai bronkodilator.

15
BAB 4
KESIMPULAN

Telah dilaporkan Tn.M usia 63 tahun datang dengan keluhan sesak napas. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang yang dilakukan, didapatkan
diagnosis Asma bronkial derajat sedang. Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran
napas yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga
memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness), dada rasa
tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough). Penatalaksanaan yang diberikan di
IGD adalah untuk mengurangi sesak napas pasien dengan pemberian bronkodilator
golongan short acting beta 2 agonis yaitu Combivent dikombinasi kortikosteroid inhalasi
yaitu Flexotide serta kortikosteroid sistemik hingga sesak napas dan wheezing pasien
berkurang tetapi pada pasien ini setelah diobsevasi dan diberikan terapi pada pasien tetap
ada gejala sesak dan mengi sehingga pasien disarankan rawat inap dan dikonsultasikan ke
bagian paru.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: pedoman diagnosis dan


penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2003.
2. Ratnawati J. 2011. Epidemiologi Asma. J Respir Indones 31(4):172-5.
3. Sihombing M, Alwi Q, Nainggolan O. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Penyakit Asma Pada Usia ≥10 Tahun di Indonesia (Analisis Data Riskesdas
2007). J Respir Indones, 30(2):85-91.
4. Depkes RI. 2008. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nusa Tenggara Barat
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
5. A Pocket Guide for Asthma Management and Prevention. Global Initiative for
Asthma: 2015 http://ginasthma.org/wp-
content/uploads/2016/01/GINA_Report_2015_Aug11-1.pdf
6. Purnomo. 2008. Faktor-faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma.
Semarang, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro (skripsi).

17

Anda mungkin juga menyukai