Anda di halaman 1dari 12

Analisis Konflik Tenurial di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi…

(Arif Irawan, Kristian Mairi, dan Sulistya Ekawati)

ANALISIS KONFLIK TENURIAL DI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI


(KPHP) MODEL POIGAR

ANALYSIS OF TENURIAL CONFLICT IN PRODUCTION FOREST MANAGEMENT UNIT (PFMU)


MODEL POIGAR

Arif Irawan 1 , Kristian ri1 dan Sulistya Ekawati2


1 BArif Irawan1, Kristian Mairi 1 dan Sulistya Ekawati 2
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
Jalan Raya Tugu Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Kota Manado
Email : 1arif_net23@yahoo.com
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Jl. Gunungbatu 5, PO Box 272,Bogor
bangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado
Diterima: 30 Mei 2016; direvisi: 05 September 2016; disetujui: 21 Nopember 2016
a Atas Kec. Mapanget Kota Mana272,Bogor

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Sejarah, aktor dan penyebab konflik yang ditinjau dari aspek sosial
ekonomi, budaya dan kelembagaan yang terjadi di KPHP Model Poigar (2) Rekomendasi penyelesaian yang mungkin
dapat dilakukan untuk mengurai konflik tenurial di KPHP Model Poigar. Analisis data yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya klaim lahan oleh masyarakat diawali dari
kegiatan pemanfaatan hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Konflik tenurial di KPHP Model Poigar
merupakan konflik struktural. Beberapa aktor utama harus mendapat perhatian prioritas adalah masyarakat pengolah
lahan dalam kawasan dan pengusaha lokal. Beberapa penyebab dasar terjadinya konflik tenurial di KPHP Model
Poigar yaitu kurangnya pemahaman pihak terkait tentang keberadaan KPHP Model Poigar, adanya dualisme
kewenangan, minimnya kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan penegakan hukum yang masih lemah. Berdasarkan
pertimbangan sejarah, aktor-aktor yang terlibat dan penyebab konflik, maka beberapa hasil rekomendasi dari penelitian
ini adalah penguatan kelembagaan KPHP Model Poigar, pengembangan pola kemitraan, d an penegakan hukum.
Kata kunci: KPHP Model Poigar, masyarakat, konflik, tenurial.

ABSTRACT
This Research aims to determine (1) History, actors and the causes of conflict in terms of the social aspect of economic,
cultural, institutional happened in PFMU Model Poigar (2) Recommendations settlement to parse Tenurial conflicts PFMU
Model Poigar. Data analysis method used is a qualitative approach. The results showed that land claims by communities
began of forest utilization activities to meet basic needs. Tenurial conflicts PFMU Model Poigar is a structural conflict.
Some of the main actors should receive priority attention is the processing community land in the area and local employers .
Some of the basic causes of conflict tenurial PFMU Model Poigar is a lack of understanding about the existence of related
parties PFMU Model Poigar, the dualism of authority, lack of community empowerment, and law enforcement is still
weak.Based on consideration of the history, the actors involved and the cause of the conflict, then some of the
recommendation of this study is the institutional strengthening KPHP Poigar model, the development of that partnership, and
law enforcement.
Keywords: PFMU Model Poigar, community, conflict, tenurial.

PENDAHULUAN wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow dan


KPHP (Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi) Kabupaten Minahasa Selatan. Namun berdasarkan
Model Poigar merupakan 1 (satu) dari 9 (sembilan) laporan yang disampaikan oleh Dishut Sulut (2014)
KPH yang akan dibangun di Provinsi Sulawesi Utara. bahwa wilayah KPHP Model Poigar merupakan
KPHP Model Poigar dibentuk berdasarkan Surat wilayah kawasan hutan yang telah mengalami
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 788/Menhut- degradasi ekologi, ekonomi dan sosial yang cukup
II/2009 tanggal 7 Desember 2009, dengan luas ± signifikan karena adanya konflik terkait aktivitas
41.598 ha. KPHP Model Poigar memiliki arti dan perambahan kawasan untuk pengembangan areal
peranan yang strategis bagi pembangunan kehutanan pertanian dan kawasan pemukiman.
di Provinsi Sulawesi Utara karena terletak pada lintas

79
Jurnal WASIAN Vol.3 No.2 Tahun 2016:79-90

Konflik menurut Pruitt dan Rubin (2009) Akar permasalahan timbulnya konflik sangat
didefinisikan sebagai persepsi mengenai perbedaan penting untuk ditelusuri agar dapat dilakukan
kepentingan (percieved divergence of interest). manajemen konflik yang sesuai (Harun dan
Permasalahan konflik tenurial dan status kawasan Dwiprabowo, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk
hutan pada dasarnya merupakan dua elemen yang mengetahui penyebab konflik yang ditinjau dari
tidak dapat terpisahkan. Istilah tenurial mencakup aspek sosial ekonomi, budaya dan kelembagaan serta
substansi dan jaminan atas hak. Sebagai sumber daya diperolehnya rekomendasi penyelesaian untuk
publik, hak tenurial terhadap hutan mencakup hak mengurai konflik tenurial yang terjadi di KPHP
akses, hak pakai, hak eksklusif dan hak pengalihan Model Poigar.
(Larson, 2013). Data yang dilansir pada tahun 2013
METODE PENELITIAN
menunjukkan bahwa konflik tenurial di sektor
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai
kehutanan diketahui mencapai 72 kasus dengan luas
dengan bulan Desember tahun 2015 di tiga desa yang
areal mencapai 1,2 juta hektar lebih (Hakim &
aktifitas masyarakatnya bersentuhan langsung
Wibowo, 2013). Rendahnya akomodasi dan
dengan kawasan KPHP Model Poigar. Tiga contoh
kepastian hak merupakan penyebab umum timbulnya
desa yang dimaksud yaitu Desa Wineru (Kabupaten
konflik tenurial (Mayers et al., 2013). Resolusi
Bolaang Mongondow), Desa Kroit dan Desa Tondey
konflik tenurial dalan kawasan hutan dapat diperoleh
(Kabupaten Minahasa Selatan).
dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang
serta kesesuaian kondisi spesifik dimana konflik
tersebut terjadi (Herrera dan Passano, 2006).

Desa Tondey

Desa Wineru

Desa Kroit

Sumber peta : BPKH Wilayah VI Manado

Gambar 1. Lokasi penelitian

Pengumpulan Data 1. Studi literatur, mengetahui sistem pemilikan dan


Teknik pengumpulan data dilakukan secara penguasaan lahan.
purposive sampling dimana sampel dianggap 2. Wawancara secara mendalam, yaitu melakukan
memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian wawancara kepada instansi pemerintah, tokoh
ini. Pengumpulan data dilakukan dengan empat cara adat/masyarakat untuk mengetahui sistem
yaitu: pemilikan dan penguasaan lahan.

80
Analisis Konflik Tenurial di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi…
(Arif Irawan, Kristian Mairi, dan Sulistya Ekawati)

3. Pengamatan lapangan untuk melihat kondisi yang berkembang dari subjek yang diteliti (Sitorus,
sosial ekonomi masyarakat. 1998).
4. Focused Group Discussion (FGD) yang diikuti Kerangka Pemikiran
oleh instansi pemerintah, tokoh adat, pemuka Secara harfiah istilah tenurial berasal dari kata
agama dari masing-masing desa sampel. tenure, dalam bahasa Latin yang berarti: memelihara,
Komposisi responden dalam pengumpulan data memegang dan memiliki. Syliani et al. (2013)
ini adalah masyarakat desa yang melakukan aktivitas menyatakan bahwa tenurial merupakan sistem hak-
di dalam kawsan KPHP Model Poigar, Kepala dan hak dan kelembagaan yang menata, mengatur,
staf KPHP Model Poigar, Kepala desa/hukum tua mengelola akses dan menggunakan lahan. Pada
Desa Kroit, Kepala desa/hukum tua Desa Tondey dan setiap sistem tenurial, masing-masing hak sekurang-
Kepala desa/sangadi Desa Wineru, pengusaha lokal kurangya mengandung 3 komponen, yaitu subyek
yang melakukan aktivitas jual beli lahan dalam hak, obyek hak, dan jenis haknya. Selain itu, dalam
kawasan KPHP Model Poigar, Staf Balai sistem tenurial juga penting untuk mengetahui siapa
Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VI Manado, yang memiliki hak (de jure) atas sumberdaya dan
dan Camat Poigar. siapa yang dalam kenyataannya (de facto)
Analisis Data menggunakan sumberdaya. Untuk mengetahui
Metode analisis data yang digunakan adalah konflik tenurial yang terjadi di KPHP Model Poigar
pendekatan kualitatif. Metode ini pada maka beberapa informasi kunci yang perlu diketahui
pelaksanaannya di lapangan dilakukan dengan antara lain sejarah terjadinya konflik, aktor konflik
menggunakan wawancara mendalam, pengamatan, dan penyebab utama terjadinya konflik. Berdasarkan
maupun penelusuran (analisis) data sekunder sebagai informasi-informasi tersebut selanjutnya diharapkan
instrumennya. Pendekatan kualitatif dipilih karena dapat diketahui rekomendasi resolusi konflik yang
mampu memberikan pemahaman yang mendalam dapat dilakukan terkait konflik tenurial yang terjadi
dan rinci mengenai suatu peristiwa atau gejala sosial, dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi
serta mampu menggali realitas dan proses sosial masyarakat dan kondisi aktual KPHP Model Poigar
maupun makna yang didasarkan pada pemahaman (Gambar 1).

Konflik tenurial

Kondisi aktual KPHP Kondisi sosial ekonomi


Model Poigar masyarakat

Sejarah konflik Aktor konflik Penyebab konflik

Rekomendasi resolusi
konflik yang dapat
dilakukan

Gambar 2. Kerangka Pikir Analisis Tenurial di KPHP Model Poigar.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pratama. Perusahaan tersebut beroperasi sejak tahun


A. Gambaran Umum Kondisi KPHP Model 80-an hingga awal tahun 2000. Hasil evaluasi pada
Poigar akhir tahun 2000 oleh Direktur Jenderal Pengelolaan
Kawasan KPHP Model Poigar sebagian besar Hutan Produksi (Departemen Kehutanan) diketahui
merupakan bekas perusahaan HPH PT Tembaru Budi bahwa pengelolaan hutan HPH PT. Tembaru Budi

81
Jurnal WASIAN Vol.3 No.2 Tahun 2016:79-90

Pratama tidak memenuhi kaidah pengelolaan hutan B. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar
lestari, akibatnya ijin konsesi yang selama ini telah Kawasan KPHP
dikeluarkan dicabut dan selanjutnya pengelolaan KPHP Model Poigar merupakan kawasan hutan
kawasannya diserahkan kepada pemerintah daerah. yang dikelilingi oleh desa-desa yang secara
Pelimpahan wewenang pengelolaan kawasan hutan administratif berada dalam Kabupaten Minahasa
ini memiliki harapan yang besar untuk dapat Selatan dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Suku
mengubahnya menjadi lebih baik. Namun seiring Minahasa dan Mongondow merupakan suku yang
berjalannya waktu, hal tersebut tidak mampu mendominasi desa-desa tersebut, selain Suku Bali,
terlaksana sesuai dengan harapan, euforia kebijakan Jawa, dan Nusa Tenggara yang merupakan
otonomi daerah tidak seiring dengan pelaksanaan masyarakat transmigran di wilayah ini. Masyarakat
kegiatannya di lapangan. Pengelolaan hutan semakin sekitar kawasan KPHP Model Poigar pada umumnya
buruk dikarenakan tidak adanya penindakan secara berprofesi sebagai petani dengan tingkat pendidikan
tegas oleh pemerintah terhadap masyarakat yang yang rendah dan jumlah tanggungan keluarga yang
melakukan kegiatan perambahan di kawasan- cukup besar. Pada umumnya profesi petani masih
kawasan hutan tersebut. Akibatnya timbul kesan bersifat tradisional, karena mereka menggeluti
bahwa terdapat kawasan-kawasan hutan di daerah profesi tersebut secara turun temurun dan merupakan
Minahasa dan Bolaang Mongondow yang tidak bagian dari tradisi masyarakat terutama yang tinggal
bertuan dikarenakan tidak adanya pengelola yang di wilayah pedesaan. Penghasilan petani dengan cara
secara faktual berada di lapangan. berladang tanaman semusim dan luasan yang
KPHP Model Poigar merupakan salah satu KPH terbatas, tentu tidak cukup untuk memenuhi
di wilayah Sulawesi dengan klasifikasi tipe A kebutuhan hidup keluarga, sehingga masih
(wilayah pengelolaannya berada pada dua diperlukan alternatif sumber ekonomi lain.
Kabupaten). KPHP Model Poigar diharapkan dapat Berdasarkan hasil FGD dapat diketahui bahwa
menjadi solusi permasalahan pengelolaan hutan yang masyarakat desa sekitar KPHP Model Poigar pada
terjadi pada eks HPH PT. Tembaru Budi Pratama. dasarnya memiliki tingkat ketergantungan yang
Dishut Sulut (2014) menyatakan bahwa KPHP cukup tinggi terhadap kawasan KPHP Model Poigar.
Model Poigar secara administrasi berada pada Masyarakat yang berprofesi sebagai petani sangat
wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow dengan bergantung pada sumberdaya lahan dalam memenuhi
luas kawasan hutan 25.014 ha (60,13 %) dan kebutuhan hidupnya dengan mengandalkan hasil
Kabupaten Minahasa Selatan dengan luas kawasan panen kelapa, gula aren, jagung dan cengkeh.
hutan 16.583 ha (39,87 %). Berdasarkan fungsinya, Kisaran pendapatan masyarakat desa sekitar KPHP
kawasan KPHP Model Poigar terdiri dari kawasan Model Poigar adalah Rp. 300.000 – Rp. 3.000.000,
HP/HPT seluas 36.332 ha (87,34 %), kawasan HL dengan rata-rata hasil pendapatan masyarakat adalah
termasuk hutan bakau di sebagian pesisir pantai sebesar 1.235.000/bulan. Kondisi masyarakat sekitar
seluas 5.265 ha (12,66 %). hutan yang memiliki ketergantungan terhadap hutan
Idealnya, setiap wilayah yang telah ditetapkan umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang
menjadi kawasan KPH merupakan wilayah steril dari rendah. Kondisi ini mirip yang dikemukakan Wakka
bentuk penguasaan oleh pihak manapun karena et al. (2012) bahwa sebagian besar masyarakat
merupakan kawasan hutan milik negara. Namun pada sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung
kenyataannya masyarakat yang berada di sekitar belum dapat memenuhi kebutuhan minimum mereka
kawasan KPHP Model Poigar telah puluhan tahun sehari-hari.
melakukan kegiatan di dalam kawasan hutan, Jenis profesi dan jumlah tanggungan keluarga
sehingga masyarakat secara ilegal mengklaim bahwa merupakan faktor-faktor yang secara tidak langsung
wilayah yang telah diolah merupakan lahan milik. dapat mempengaruhi pengelolaan kawasan KPHP
Jumlah luasan penguasaan lahan oleh masyarakat Model Poigar. Tingkat okupasi oleh masyarakat yang
pada wilayah KPHP Model Poigar sangatlah tinggi. cukup tinggi di dalam kawasan KPHP Model Poigar
Dari informasi yang dihimpun diketahui bahwa memperkuat hal tersebut. Namun pada dasarnya jenis
hanya sekitar 30 % wilayah KPHP Model Poigar profesi dan faktor jumlah tanggungan keluarga ini
yang masih steril, sedangkan 70 % sisanya telah dapat menjadi faktor positif jika dikelola dengan
diklaim oleh masyarakat. baik. Pengetahuan teknik-teknik bercocok tanam
merupakan hal yang perlu dikembangkan, melalui
pemberian pegarahan dan melakukan pembinaan

82
Analisis Konflik Tenurial di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi…
(Arif Irawan, Kristian Mairi, dan Sulistya Ekawati)

yang sesuai sehingga diharapkan pengelolaan lahan tahun 1976 (Desa Wineru), berdasrkan surat register
di kawasan KPHP Model Poigar tetap dapat yang dikeluarkan pada zaman Belanda (Desa Kroit),
mempertahankan prinsip-prinsip kelestariannya. serta berdasarkan informasi yang diperoleh secara
Sedangkan faktor jumlah tanggungan keluarga yang turun temurun (Desa Tondeny). Secara lebih lengkap
tinggi dapat mempengaruhi semangat dan tingkat beberapa peristiwa penting yang terjadi pada 3 (tiga)
keaktifan serta potensi tenaga kerja yang tersedia desa yang berbatasan langsung dengan kawasan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari. KPHP Model Poigar tersebut dapat ditampilkan pada
Nilai-nilai budaya masyarakat adalah pedoman Tabel 1.
yang memberi arah dan orientasi terhadap hidup dan Tabel 1. Sejarah Terjadinya Konflik Tenurial di
bersifat umum. Sebaliknya norma yang berupa Kawasan KPHP Model Poigar
aturan-aturan untuk perilaku bersifat khusus, Nama Waktu Peristiwa Penting
sedangkan perumusannya sering bersifat amat Desa
terperinci, jelas dan tegas. Bagi masyarakat Wineru 1976 Pembagian lahan
garapan yang berada
Mongondow, khususnya masyarakat desa-desa di
dalam kawasan hutan
Kecamatan Inobonto, masih menjunjung adat
2000-2009 Kegiatan pembukaan
istiadat, pada setiap desa terdapat pemangku adat lahan oleh masyarakat
yang sering diketuai juga oleh Kepala Desa pada lahan bekas
(Sangadi). Bagi masyarakat Minahasa, kepala desa perusahaan HPH PT
dinamakan hukum tua dan masih menjunjung adat Tembaru Budi Pratama
istiadat Minahasa. Moposad dan moduduran Kegiatan jual beli lahan
merupakan pranata sosial yang bersifat tolong 2014 dalan kawasan KPHP
menolong dan penting untuk menjaga keserasian M odel Poigar secara
masif yang melibatkan
lingkungan sosial pada masyarakat Mongondow.
pengusaha lokal
Kondisi yang sama, tetapi beristilah bahasa yang
M asyarakat Desa
berbeda juga ada dalam masyarakat Minahasa yakni Wineru melakukan aksi
mapalus yang merupakan pranata tolong menolong 2014 protes terhadap ijin
dan melandasi setiap kegiatan sehari-hari baik dalam penambangan emas
kegiatan pertanian yang berhubungan dengan sekitar Perusakan terhadap
rumah tangga maupun untuk kegiatan yang berkaitan tanaman yang telah
dengan kepentingan umum. (Dishut Sulut, 2007). ditanam oleh pihak
Kaitannya dengan kebiasaan dalam mengolah 2014 KPHP M odel Poigar
Terjadi operasi yang
lahan dalam kawasan hutan, suku Minahasa dan suku
dilakukan oleh petugas
Mongondow memiliki perbedaan yang cukup
KPHP M odel Poigar
signifikan. Berdasarkan hasil penggalian informasi
2015 terhadap Kegiatan
dapat diketahui bahwa suku Minahasa lebih dikenal penambangan emas
sebagai suku yang memiliki kebiasaan melakukan Kegiatan penambangan
pengolahan lahan secara menetap, sedangkan suku emas berhenti
Mongondow lebih dikenal sebagai suku dengan Terjadi kontak fisik
kebiasaan melakukan pengolahan lahan secara antara masyarakat Desa
berpindah. 2015 Wineru dan Desa Poigar
dikarenakan
C. Sejarah Terjadinya Konflik Tenurial di KPHP permasalahan tumpang
Model Poigar 2015 tindih lahan garapan
Konflik tenurial di kawasan KPHP Model dalam kawasan KPHP
Poigar memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada M odel Poigar
umumnya klaim lahan oleh masyarakat diawali dari Dilakukan mediasi yang
kegiatan pemanfaatan hasil hutan untuk memenuhi difasilitasi oleh pihak
kecamatan dari konflik
kebutuhan sehari-hari. Bentuk klaim lahan diketahui
Penghentian terhadap
cukup beragam. Beberapa alasan klaim lahan yang
kegiatan jual beli lahan,
diakukan oleh masyarakat diantaranya adalah khususnya pada lahan
berdasarkan kegiatan pembagian lahan kawasan yang disengketakan
hutan (Kawasan Hutan Pinaesaan) yang terjadi pada 2015 Terjadi kegiatan jual beli

83
Jurnal WASIAN Vol.3 No.2 Tahun 2016:79-90

Nama Waktu Peristiwa Penting Nama Waktu Peristiwa Penting


Desa Desa
lahan kembali oleh M asyarakat semakin
oknum masyarakat Desa 2000-2009 masif membuka lahan
Wineru kepada dan selanjutnya
2015 masyarakat Desa mengusahakan tanaman
Tiberias cengkeh dan kelapa
Terjadi konflik antara Terjadi kegiatan jual beli
sebagian masyarakat lahan dalam kawasan
Desa Tiberias dan 2010 KPHP M odel Poigar
2015 sebagian masyarakat secara perorangan
Desa Kolingangaan M asyarakat menuntut
terkait klaim lahan yang Dusun Pelita dan lahan
telah diperjualbelikan yang selama ini telah
M ediasi dilakukan oleh 2014 diolah untuk dapat
Sangadi Desa dikeluarkan dari
Kolingangaan kawasan KPHP M odel
2015 Poigar

Ketidaksepahaman terkait batas kawasan hutan


antara masyarakat dengan pihak pengelola KPHP
Model Poigar merupakan salah satu faktor pemicu
terjadinya konflik. Batas kawasan hutan menurut
masyarakat Desa Wineru adalah berdasarkan batas
2015 wilayah kelola perusahaan HPH PT. Tembaru Budi
Kroit 1990 M asyarakat membuka Pratama. Masyarakat memahami bahwa batas
lahan dalam kawasan kawasan hutan adalah berada pada km 9, sedangkan
hutan dan mengklaim berdasarkan penetapan kawasan KPHP Model
lahan melalui surat Poigar, batas kawasan berada pada km 6. Batas
register kepemilikan kawasan menurut masyarakat Desa Kroit dan Desa
tanah
Tondey dipahami berdasarkan tipe tutupan hutan,
2000-2009 Kegiatan pembukaan
kawasan dengan tutupan vegetasi yang masih rapat
lahan oleh masyarakat
semakin masif dikategorikan sebagai kawasan hutan, sedangkan
2014 Terjadi pengusiran kawasan dengan tutupan terbuka dianggap sebagai
secara paksa oleh wilayah yang berada dalam kategori diluar kawasan
masyarakat Desa Kroit hutan. Konflik terkait tata batas pernah terjadi pada
kepada petugas BPKH tahun 2014 antara masyarakat Desa Kroit dengan
Wil VI M anado yang petugas penata batas dari Balai Pemantapan Kawasan
sedang melakukan Hutan (BPKH) Wilayah VI Manado. Petugas diusir
kegiatan rekonstruksi
secara paksa oleh masyarakat dengan alasan bahwa
tata batas kawasan hutan
pemasangan paal batas dilakukan secara sepihak
M asyarakat
2015 megharapkan tanpa adanya sosialisasi.
keberadaan KPHP Jual beli lahan dalam kawasan juga merupakan
M odel Poigar mampu pemicu konflik lainnya yang terjadi di KPHP Model
mengakomodasi Poigar. Aktivitas jual beli lahan oleh pengusaha-
kepentingan masyarakat pengusaha lokal untuk pengembangan tanaman
untuk mengolah lahan cengkeh banyak terjadi di Desa Wineru. Harga lahan
dalam kawasan per hektar yang diperjualbelikan adalah sekitar 4–7
Tondey 1990 M asyarakat Desa
juta rupiah (tergantung pada kondisi dan lokasi
Tondey mulai membuka
lahan). Proses jual beli lahan diperkuat dengan surat
lahan dalam kawasan
hutan karena adanya
yang dikeluarkan oleh oknum pemerintah desa.
ketimpangan lahan Kegiatan jual beli lahan juga memunculkan konflik
garapan terkait tumpang tindih pengakuan kepemilikan lahan

84
Analisis Konflik Tenurial di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi…
(Arif Irawan, Kristian Mairi, dan Sulistya Ekawati)

dalam kawasan KPHP Model Poigar. Dualisme klaim Tahun 2009 tanpa sepengetahuan pihak KPHP Model
kepemilikan lahan mengakibatkan konflik secara Poigar.
horizontal pernah terjadi antara masyarakat Desa Pemanfaatan lahan untuk kawasan pemukiman
Wineru dengan masyarakat Desa Poigar dan konflik dalam kawasan juga merupakan salah satu konflik
antara masyarakat Desa Tiberias dangan masyarakat tenurial yang terjadi di kawasan KPHP Model
Desa Kolingangaan. Konflik antara masyarakat 2 Poigar. Beberapa desa/dusun yang diketahui masih
(dua) desa tersebut dapat diakhiri dengan mediasi berada dalam kawasan diantaranya adalah Desa
yang difasilitasi oleh pemerintah desa, kecamatan Toyopon, Desa Tolugon, dan Dusun Pelita. Pada
dan pihak kepolisian. Hasil keputusan dari mediasi dasarnya desa-desa tersebut bukan merupakan desa
adalah seluruh pihak yang berkonflik dihimbau untuk yang baru terbentuk, melainkan desa dan dusun yang
menahan diri dan menghentikan aktivitas jual beli sudah ada sejak lama.
lahan sengketa.
D. Aktor-Aktor dalam Konflik Tenurial di KPHP
Konflik antara masyarakat Desa Wineru dengan
Model Poigar
pihak pengelola KPHP Model Poigar terkait Konflik tenurial di KPHP Model Poigar
penolakan program juga sempat terjadi pada tahun
merupakan konflik struktural, yaitu aktor yang
2014. Salah satu program KPHP Model Poigar untuk
terlibat tidak berada pada tataran yang sama. Konflik
merehabilitasi lahan adalah dengan melakukan struktural adalah keadaan dimana secara struktural
kegiatan penanaman jenis tanaman durian montong.
atau keadaan di luar kemampuan kontrol, pihak-
Bentuk penolakan yang dilakukan masyarakat adalah pihak yang berurusan mempunyai perbedaan status
dengan melakukan perusakan terhadap tanaman
kekuatan, otoritas, kelas atau kondisi fisik yang tidak
durian yang telah ditanam. Sebenarnya sejak awal
berimbang. Beberapa aktor yang terlibat dalam
sebagian besar masyarakat menyatakan konflik tenurial di KPHP Model Poigar diantaranya
ketidaksetujuannya terhadap program ini, karena
adalah UPTD KPHP Model Poigar, masyarakat
dikhawatirkan akan mengganggu eksistensi mereka
pengolah lahan dalam kawasan, pengusaha lokal,
dalam mengolah lahan dalam kawasan. Selain alasan Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wil. VI
tersebut, penolakan ini juga dipicu oleh adanya
Manado, dan Oknum Pemerintah Desa,
kecemburuan masyarakat terhadap ijin penambangan Sangadi/Hukum Tua, Polsek, dan Camat. Rincian
emas yang disinyalir dikeluarkan oleh pihak KPHP
kepentingan dan pengaruh dari beberapa aktor
Model Poigar kepada perusahaan PT. Sakura Ria.
tersebut ditampilkan pada Tabel 2.
Namun setelah dikonfirmasi kegiatan penambangan
emas tersebut dilakukan atas dasar ijin yang
dikeluarkan oleh Bupati Bolaang Mongondow pada

Tabel 2. Kepentingan dan pengaruh dari beberapa aktor yang terlibat dalam pengelolaan KPHP Model Poigar
Aktor Kepentingan Pengaruh
UPTD KPHP M odel Poigar M elakukan pengelolaan kawasan M emberikan rasa tidak nyaman bagi pihak-pihak
KPHP M odel Poigar secara efesien yang telah mengelola dan mengklaim lahan
dan lestari dalam kawasan KPHP M odel Poigar
M asyarakat pengolah lahan
dalam kawasan M elakukan pengelolaan lahan dalam M enjadi penghambat dalam pengelolaan kawasan
kawasan KPHP M odel Poigar untuk oleh KPHP M odel Poigar
memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari
M asyarakat desa dalam
kawasan M emanfaatkan lahan dalam kawasan Terjadi tumpang tindih penggunaan kawasan
untuk pemukiman KPHP M odel Poigar
Pengusaha lokal
M emperoleh keuntungan sebesar- M enjadi alasan pembenaran bagi masyarakat
besarnya dengan memanfaatkan untuk melakukan perombakan lahan di kawasan
lahan dalam kawasan KPHP M odel KPHP M odel Poigar
Poigar
BPKH Wil VI M anado
M elaksanakan tata batas kawasan M enutup akses bagi masyarakat untuk melakukan

85
Jurnal WASIAN Vol.3 No.2 Tahun 2016:79-90

Aktor Kepentingan Pengaruh


antara kawasan hutan dan non hutan kegiatan dalam kawasan KPHP M odel Poigar

Oknum Pemerintah Desa M embantu proses jual beli lahan M emberikan keyakinan tentang legalitas kegiatan
dalam kawasan jual beli lahan dalam kawasan kepada masyarakat
dan pengusaha

Sangadi/Hukum Tua, Camat M elayani masyarakat dan menjaga Sebagai mediator dalam konflik yang terjadi
dan Polsek keamanan dalam wilayah antara masyarakat desa sekitar kawasan KPHP
tanggungjawabnya M odel Poigar

Konflik yang terjadi di KPHP Model Poigar pemberdayaan masyarakat, dan penegakan hukum
pada prinsipnya disebabkan karena adanya perbedaan yang masih lemah.
kepentingan antar aktor yang terlibat. Berdasarkan Secara umum keberadaan KPHP Model Poigar
aktor-aktor tersebut dapat dipetakan dalam suatu masih belum banyak diketahui. Pihak-pihak terkait
bingkai masalah yang diharapkan dapat membantu menganggap bahwa pengelolaan kawasan KPHP
dalam mengetahui aktor yang mendukung atau Model Poigar masih dibawah pemerintah daerah.
menentang pada permasalahan konflik tenurial yang Pemahaman ini mengakibatkan banyak pihak yang
terjadi. Dari Tabel 1 dapat dikelompokkan aktor yang melakukan aktifitas dalam kawasan tanpa
mendukung atau pihak yang menikmati keuntungan sepengetahuan pihak KPHP Model Poigar. Beberapa
secara ekonomi dari konflik yang terjadi. Pihak-pihak pihak menganggap bahwa cukup dengan
tersebut adalah pengolah lahan dalam kawasan, sepengetahuan pemerintah desa, pemerintah
masyarakat desa dalam kawasan, pengusaha lokal, kecamatan atau pemerintah kabupaten kegiatan yang
dan oknum pemerintah desa. Sedangkan beberapa dilakukan dalam kawasan telah memenuhi aspek
pihak yang menentang yaitu UPTD KPHP Model legal. Selain itu, keberadaan desa di dalam kawasan
Poigar, BPKH Wil. VI Manado, Sangadi/Hukum KPHP Model Poigar yang belum di-enclave juga
Tua, Camat dan Polsek. Pada dasarnya pihak-pihak mengakibatkan terjadinya dualisme kewenangan
yang menentang dikarenakan secara kelembagaan dalam satu tapak yang sama, yakni pemerintahan
merupakan pihak yang bertanggungjawab dan pihak desa (Sangadi/Hukum Tua) dan KPHP Model Poigar.
yang dirugikan dari konflik tenurial yang terjadi. Terjadinya ketimpangan terhadap kebutuhan
Pengelompokan terhadap aktor-aktor yang lahan menyebabkan masyarakat desa mempunyai
terlibat dapat dijadikan dasar dalam penyusunan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap lahan
langkah dalam peyelesaian konflik yang terjadi di dalam kawasan KPHP Model Poigar. Kondisi
KPHP Model Poigar. Berdasarkan pengelompokan tersebut diperparah dengan minimnya sarana dan
dari beberapa pihak yang menetang dapat ditentukan prasarana umum pada beberapa desa, seperti jalan
bahwa pihak yang harus mendapat perhatian prioritas yang masih berupa jalan tanah dengan kondisi yang
adalah pihak pengolah lahan dalam kawasan dan sangat buruk saat musim hujan. Kondisi jalan yang
pengusaha lokal. Kedua pihak ini merupakan aktor belum diaspal menyebabkan akses keluar-masuk desa
inti dalam konflik yang terjadi. Pendekatan secara menjadi terhambat. Minimnya lapangan pekerjaan
persuasif terhadap kedua pihak tersebut dapat yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan
dilakukan agar konflik tenurial yang terjadi tidak keterampilan warga desa menyebabkan
semakin berkepanjangan. ketergantungan terhadap lahan dan hutan pada KPHP
Model Poigar menjadi tinggi.
E. Pemetaan Penyebab Konflik Tenurial di
KPHP Model Poigar Aksesibilitas ke dalam kawasan KPHP Model
Poigar sangat terbuka dari semua arah, jaringan akses
Pemetaan penyebab konflik di KPHP Model
yang cukup masif serta adanya pemukiman di dalam
Poigar dapat diketahui dari beberapa peristiwa
kawasan KPHP Model Poigar menyebabkan kawasan
sejarah yang selama ini terjadi. Beberapa penyebab
ini menjadi sangat rentan terhadap berbagai aktivitas
dasar terjadinya konflik tenurial di KPHP Model
Poigar yaitu kurangnya pemahaman pihak terkait ilegal manusia berupa perambahan yang sifatnya
pembukaan areal guna kepentingan budidaya,
terhadap keberadaan KPHP Model Poigar, adanya
perburuan satwa, penambangan liar dan penebangan
dualisme kewenangan, minimnya kegiatan

86
Analisis Konflik Tenurial di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi…
(Arif Irawan, Kristian Mairi, dan Sulistya Ekawati)

kayu, baik untuk tujuan komersil ataupun non komunikasi (communicating) terhadap pihak-pihak
komersil. Kondisi tersebut tidak diimbangi dengan terkait yang dilakukan melalui proses transfer tentang
personil Polisi Kehutanan (Polhut) dan dana kebijakan pembangunan KPH. Proses komunikasi
pengamanan yang memadai sehingga aktivitas ilegal yang dilakukan KPHP Model Poigar selama ini
tersebut terkesan dibiarkan. Ahmad et al. (2016) diketahui masih sangat rendah, sehingga berdampak
meyatakan bahwa jaringan jalan menjadi faktor terhadap kesadaran pihak terkait mengenai
penting terkait kejadian deforestasi di KPHP Poigar. keberadaan KPHP Model Poigar. Pelaksanaan
Keberadaan jalan juga diikuti dengan pembangunan kegiatan komunikasi akan berjalan dengan baik jika
areal pemukiman warga sehingga hal ini semakin didukung oleh beberapa elemen/faktor. Rosi (2014)
meningkatkan peluang deforestasi di kawasan KPHP menyatakan bahwa dari 20 faktor yang teridentifikasi
Poigar. mampu mempengaruhi pelaksanaan seluruh kegiatan
Permasalahan konflik tenurial yang terjadi di KPHP Model Poigar dapat diketahui bahwa faktor
KPHP Model Poigar pada dasarnya memiliki tipe kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia
yang tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang merupakan faktor kunci yang harus dipenuhi.
terjadi pada KPH-KPH di daerah lainnya. Harun dan Kondisi aktual yang terjadi di KPHP Model Poigar
Dwiprabowo (2014) menyampaikan bahwa adalah sebagian besar pegawai tidak berada di
permasalahan konflik lahan di KPHP Model Banjar, wilayah kerjanya masing-masing. Upaya perbaikan
Provinsi Kalimantan Selatan disebabkan oleh lima faktor ini harus segera dilaksanakan dan secara
faktor yang terkait dengan kinerja para pihak yang simultan diikuti dengan langkah-langkah lainnya.
terlibat dalam pengelolaan lahan di KPHP Model Selain hal tersebut Rosi (2014) juga menyampaikan
Banjar. Kelima faktor tersebut, yakni : dualisme bahwa karakteristik badan pelaksana KPHP Model
administrasi (satu tapak dua kewenangan Poigar masih belum sesuai dengan arahan KPH
administrasi), IUPHHK tidak aktif, pemberdayaan normatif, yang ditandai dengan organisasi KPHP
ekonomi masyarakat terabaikan, potensi Pendapatan yang masih berbentuk UPT Dinas Kehutanan dan
Asli Daerah (PAD), dan penegakan hukum masih struktur organisasi yang belum bersifat kewilayahan.
lemah. Sedangkan Sylviani dan Hakim (2014) Sedangkan terkait disposisi pelaksana (implementor)
menyampaikan bahwa sebagian kawasan yang telah beberapa tugas dan fungsi sebagaimana diatur
ditunjuk sebagai KPH Gedong Wani, Provinsi PP3/2007 belum diakomodasi sebagai tugas dan
Lampung sudah diokupasi oleh masyarakat, baik fungsi KPHP Model Poigar.
sebagai lahan garapan, pemukiman, bangunan kantor Kedua, pengembangan pola kemitraan. Laila et
desa, maupun menjadi pusat perbelanjaan berupa al. (2014) menyatakan bahwa pola kemitraan
toko serba ada dan pasar tradisional. Selanjutnya merupakan program pemberdayaan masyarakat yang
Sylviani et al. (2014) juga menyampaikan bahwa diharapkan mampu menumbuhkembangkan sense of
masalah tenurial di kawasan KPH Lampung Selatan belonging petani dalam memanfaatkan lahannya
terjadi dengan telah diokupasinya kawasan hutan untuk pengelolaan sumber daya hutan serta
oleh pemukiman, fasilitas umum/sosial dan pusat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu
perbelanjaan dalam bentuk desa definitif. kebijakan terbaru Kementrian Lingkungan Hidup dan
F. Rekomendasi Resolusi Konflik Tenurial di Kehutanan dalam skema pemberdayaan masyarakat
adalah melalui Skema Kemitraan Kehutanan. Bentuk
KPHP Model Poigar
kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri
Konflik tenurial yang terjadi pada setiap
wilayah memiliki karaketeristik yang berbeda. Hal Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
P.39/Menhut-II/2013. Dalam peraturan tersebut
ini dikarenakan konflik yang terjadi melibatkan
dinyatakan bahwa Kemitraan Kehutanan adalah
masyarakat dengan ciri dan latar belakang masing-
masing. Berdasarkan pertimbangan sejarah, aktor- kerjasama antara masyarakat setempat dengan
Pemegang Izin pemanfaatan hutan atau Pengelola
aktor yang terlibat dan penyebab konflik dapat
diketahui bahwa beberapa hal yang mungkin dapat Hutan, Pemegang Izin usaha industri primer hasil
hutan, dan/atau Kesatuan Pengelolaan Hutan dalam
dilakukan untuk mengurai konflik tenurial di
pengembangan kapasitas dan pemberian akses,
kawasan KPHP Model Poigar antara lain :
Pertama, penguatan kelembagaan KPHP Model dengan prinsip kesetaraan dan saling
menguntungkan. Secara lebih luas pola kemitraan
Poigar. Salah satu proses implementasi dalam
juga dapat diartikan sebagai sebuah skema untuk
pembangunan KPHP Model Poigar adalah melalui
mencapai hasil yang lebih baik dengan saling

87
Jurnal WASIAN Vol.3 No.2 Tahun 2016:79-90

memberikan manfaat antar pihak yang bermitra dan Skenario selanjutnya yang dapat diterapkan
meningkatkan efektivitas kerja (Zain et al., 2011). adalah dengan mengembangkan pola kemitraan
Berdasarkan kondisi faktual yang terjadi di antara KPHP Model Poigar dan pengusaha-
KPHP Model Poigar, pola Kemitraan Kehutanan pengusaha lokal. Pendekatan terhadap pengusaha
yang dapat dilakukan sebagai skema pengurai konflik yang telah menguasai lahan dalam kawasan perlu
adalah dengan mengembangkan skenario kemitraan dilakukan sebelumnya sebagai langkah awal.
antara KPHP Model Poigar dan masyarakat serta Penjelasan mengenai status lahan yang telah dikuasai
kemitraan antara KPHP Model poigar dengan menjadi poin utama yang harus disampaikan.
pengusaha lokal. Skenario ini didasarkan oleh Selanjutnya penawaran konsep kemitraan dapat
pertimbangan komponen kunci yang telah dilakukan dengan kesepakatan yang dapat
diidentifikasi, yaitu pendapatan masyarakat, memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
kepastian hukum serta kondisi tegakan hutan. Perlu juga disampaiakan bahwa skenario yang akan
Skenario kemitraan antara KPHP Model Poigar dikembangkan dalam mengurai konflik ini tidak serta
dan masyarakat dilakukan dengan prinsip merta menjadi pembenaran bagi pihak masyarakat
pengelolaan hutan dilakukan oleh KPHP dan ataupun pihak pengusaha lokal untuk membuka lahan
bekerjasama dengan masyarakat sekitar kawasan baru dalam kawasan. Beberapa hasil penelitian yang
untuk memanfaatkan dan melindungi sumberdaya menyatakan bahwa pola kemitraan dapat menjadi
hutan. KPHP Model Poigar dapat menjalin kerjasama solusi ampuh dalam program pemberdayaan
dengan kelompok atau koperasi yang dibentuk oleh masyarakat adalah model kemitraan terhadap
masyarakat. Kerjasama ini meliputi kegiatan komoditas Biofarmaka pada masyarakat sekitar hutan
pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dalam jangka di Kabupaten Sukabumi (Sundawati et al., 2012) dan
waktu tertentu. Konsep yang dapat diterapkan antara model kemitraan dengan komuditas jenis pinus di
lain adalah dengan melakukan pembagian hak dan kabupaten Pekalongan (Prastawa et al., 2010).
kewajiban oleh masing-masing pihak. Konsep bagi Bentuk kesepakatan yang dihasilkan dari pola
hasil dapat diterapkan pada jenia komoditas kayu Kemitraan Kehutanan yang akan dilaksanakan di
maupun non kayu. Hasil dari penanaman ini dapat KPHP Model Poigar harus diketahui oleh seluruh
dipanen oleh masyarakat dengan sistem bagi hasil pihak yang bermitra. Penyampaian informasi yang
dengan ketentuan yang telah disepakati bersama. tidak jelas dapat menjadi penghambat dalam
Proporsi bagi hasil pada umumnya lebih besar yang pelaksanaan pola ini. Kurniadi et al. (2013) dalam
akan diperoleh masyarakat dibandingkan pihak pola kemitraan pengelolaan hutan rakyat di Provinsi
KPHP Model Poigar. Ilham et al. (2016) menyatakan Jawa Barat bahwa petani di Garut dan Tasikmalaya
bahwa proporsi bagi hasil yang diperoleh oleh sebagian besar (65 %) tidak memahami isi perjanjian
masyarakat dari pola kemitraan dalam pengelolaan kemitraan yang dilaksanakan, bahkan sebesar 62 %
KPHL Solok adalah 75 % untuk masyarakat dan 25 tidak memahami apa saja hak dan sebesar 44 % tidak
% untuk pihak KPHL. Selanjutnya Mukarom et al. memahami kewajiban dalam kerjasama tersebut.
(2015) juga menyampaikan bahwa sistem bagi hasil Petani hanya memahami bahwa dengan perjanjian
yang disepakati dalam kemitraan di KPHL Rinjani tersebut mereka akan mendapatkan bantuan bibit dan
Barat tergantung dari jenis yang dihasilkan, untuk pupuk serta mereka harus menjualnya ke mitra. Hal
jenis hasil hutan kayu (HHK) pembagian hasil yang ini disebabkan karena perjanjian kerjasama hanya
disepakati adalah 25 % untuk KPH (Negara) dan 75 ditandatangani oleh ketua kelompok sedangkan
% koperasi (masyarakat), sedangkan dari hasil hutan anggota kelompok tidak banyak terlibat.
bukan kayu (HHBK) dan tanaman produktif bawah Ketiga, penegakan hukum. Penegakan hukum
tegakan adalah 10 % untuk pihak KPH (Negara) dan dititikberatkan untuk mencegah terjadinya kegiatan
90 % untuk pihak koperasi (masyarakat). Ilham et al. perambahan kawasan, jual beli lahan dalam kawasan
(2016) menyatakan bahwa skenario kemitraan maupun kegiatan illegal logging yang dilakukan
kehutanan dapat meningkatkan jumlah pendapatan dalam kawasan KPHP Model Poigar. Harun dan
masyarakat yang bersumber dari pemanfaatan hasil Dwiprabowo (2014) menyatakan bahwa lemah-
hutan dan kegiatan masyarakat di dalam kawasan kuatnya penegakan hukum oleh aparat akan
hutan diakui secara legal. Sementara itu, kepastian menentukan persepsi masyarakat terhadap ada-
hukum atas kawasan hutan juga mendapat legitimasi tidaknya hukum. Bila penegakan hukum oleh aparat
dari masyarakat. lemah, masyarakat akan beranggapan bahwa hukum
di lingkungannya tidak ada atau seolah berada dalam

88
Analisis Konflik Tenurial di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi…
(Arif Irawan, Kristian Mairi, dan Sulistya Ekawati)

hutan rimba yang tanpa aturan. Menurut Handoko konflik-konflik yang terjadi merupakan
dan Yumantoko (2015) bahwa penegakan hukum permasalahan mendasar dalam pengelolaan KPHP
diperlukan untuk meningkatkan keberlanjutan Model Poigar.
pengelolaan serta menanggulangi penyimpangan Pembentukan kelembagaan di tingkat desa
dalam implementasi pengelolaan hutan. Kegiatan sekitar KPHP Model Poigar perlu segera diupayakan
penegakan hukum harus juga diikuti sebelumnya untuk dapat mendukung program pemberdayaan
dengan kegiatan penyuluhan hukum. Kegiatan ini masyarakat melalui pola kemitraan.
bertujuan agar masyarakat mengetahui dan
UCAPAN TERIMAKASIH
memahami hukum-hukum tertentu. Penyuluhan
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
hukum harus berisikan hak dan kewajiban di bidang
Kepala KPHP Model Poigar beserta staf, Anita
tertentu, serta manfaatnya bila hukum dimaksud
Mayasari, S.Hut (Peneliti BP2LHK Manado) serta
ditaati. Penyuluhan ini juga dilaksanakan untuk
kepada Moody C Karundeng dan Harwiyaddin Kama
mengingatkan masyarakat sekitar KPHP Model
(Teknisi BP2LHK Manado) yang telah banyak
Poigar sebagai pihak eksternal yang pada kenyatanya
memberikan bantuan selama pelaksanaan kegiatan
berinteraksi langsung dengan hutan. Penegakan
penelitian ini hingga selesainya penulisan naskah.
hukum dalam pengelolaan konflik tenurial
memerlukan adanya koordinasi dengan aparat DAFTAR PUSTAKA
penegak hukum seperti Polsek, Ahmad, A., Saleh, M . B., dan Rusilono, T. (2016). M odel
Kejaksaan/Pengadilan Negeri. Kegiatan-kegiatan spasial deforestasi di KPHP Poigar, Provinsi
dalam rangka pengawasan dan pencegahan Sulawesi Utara. Jurnal Penelitian Kehutanan
dilaksanakan melalui tindakan represif seperti patroli Wallacea, 5(2), 159-169.
rutin, operasi gabungan, operasi fungsional dan Dishut Sulut. (2014). Rencana Bisnis (Business Plan)
tindakan preventif melalui penyuluhan. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
M odel Poigar. M anado.
KESIMPULAN ____________.(2007). Rancangan Pembangunan Kesatuan
Konflik tenurial di kawasan KPHP Model Pengelolaan Hutan (KPH) M odel Poigar di
Poigar memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada Wilayah Kabupaten Bolaang M ongondow dan
umumnya klaim lahan oleh masyarakat diawali dari Kabupaten M inahasa Selatan Provinsi Sulawesi
kegiatan pemanfaatan hasil hutan untuk memenuhi Utara. M anado.
kebutuhan dasar. Hakim, I. & Wibowo, L. R. (2013). Jalan Terjal Reforma
Konflik tenurial di KPHP Model Poigar Agraria di Sektor Kehutanan. Bogor: Pusat
merupakan konflik struktural. Beberapa aktor utama Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan
Kebijakan.
harus mendapat perhatian prioritas adalah masyarakat
pengolah lahan dalam kawasan dan pengusaha lokal. Handoko, C., dan Yumantoko. (2015). Perspektif lokal
Beberapa penyebab dasar terjadinya konflik terhadap hak dan konflik tenurial di KPHL Rinjani
Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal
tenurial di KPHP Model Poigar yaitu kurangnya
Penelitian Kehutanan Wallacea, 4(2), 157-170.
pemahaman pihak terkait tentang keberadaan KPHP
Harun, M . K., dan Dwiprabowo, H. (2014). M odel resolusi
Model Poigar, adanya dualisme kewenangan,
konflik lahan di Kesatuan Pemangkuan Hutan
minimnya kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan
Produksi M odel Banjar. Jurnal Penelitian Sosial
penegakan hukum yang masih lemah. dan Ekonomi Kehutanan, 11(4), 265-280.
Berdasarkan penelusuran sejarah, aktor-aktor
Herrera, A., dan Passano, M . G,. (2006). Land Tenure
yang terlibat dan penyebab konflik dapat diketahui,
Alternative Conflict Management. Rome: Food and
sehingga solusi sebagai rekomendasi adalah melalui Agriculture Organization of the United Nations
penguatan kelembagaan KPHP Model Poigar, (FAO).
pengembangan pola kemitraan, diikuti dengan upaya Ilham, Q. P., Purnomo, H., dan Nugroho, T. (2016).
penegakan hukum. Analisis pemangku kepentingan dan jaringan sosial
menuju pengelolaan multipihak di Kabupaten
SARAN
Solok, Sumatera Barat. Jurnal Ilmu Pertanian
Penyelesaian terhadap adanya permasalahan Indonesia, 21 (2), 114-119.
tumpang tindih kawasan serta permasalahan konflik
Kurniadi, E., Hardjanto , Nugroho, B., Sumardjo. (2013).
lainnya yang terjadi di kawasan KPHP Model Poigar Kelembagaan kemitraan pengelolaan hutan rakyat
perlu segera dicarikan solusi terbaiknya, mengingat

89
Jurnal WASIAN Vol.3 No.2 Tahun 2016:79-90

Di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Rosi, A. G. 2014. Implementasi Pembangunan Kesatuan
Tanaman, 10 (3), 161–171. Pengelolaan Hutan (KPH) Pada Unit KPH Produksi
Laila, N., M urtilaksono, K., dan Nugroho, B. (2014). M odel Poigar. Thesis tidak dipublikasikan, UGM ,
Kelembagaan kemitraan hulu hilir untuk pasokan Yogyakarta.
Air DAS Cidanau, Provinsi Banten. Jurnal Sitorus, M . T. Felix. (1998). M etode Penelitian Kualitatif:
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 11(2), Suatu Perkenalan. Bogor. Dokumen Ilmu-Ilmu
137-152. Sosial.
Larson, A. M . (2013). Hak Tenurial dan Akses Ke Hutan: Sundawati, L., Purnaningsih, N., Purwakusumah, E. D.
Manual pelatihan untuk penelitian. Bogor: Center (2012). Pengembangan model kemitraan dan
for International Forestry Research (CIFOR). pemasaran terpadu biofarmaka dalam rangka
M ayers, J., M orrison, E., Rolington, L., Studd K., dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan di
Turrall, S. (2013). Improving governance of forest Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Jurnal
tenure: a practical guide. Governance of Tenure Ilmu Pertanian Indonesia, 17 (3), 153-158.
Technical Guide No.2, London dan Roma: Sylviani, Dwiprabowo, H., dan Suryandari, E. Y. (2014).
International Institute for Environment and Kajian Kebijakan Penguasaan Lahan dalam
Development, and Food and Agriculture Kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di
Organization of the United Nations. Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Analisis
M ukarom, M ., Yuwono, T., G, Sirajuddin, Suryodinoto, Kebijakan Kehutanan, 11(1), 54-70.
M aududi, A., Anshar, C., Tuarita, A., Perdana, A. Sylviani dan Hakim, I. (2014). Analisis tenurial dalam
A., Jatiningsih, I., Hrman, Sakinah, A., pengembangan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Jusmowarni, Yumantoko, M aidianto. (2015). : Studi kasus KPH Gedong Wani, Provinsi
M emberdayakan M asyarakat M elalui Kemitraan Lampung. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi
Kehutanan Kompilasi Tulisan Pengalaman dari Kehutanan, 11 (4), 309-322.
KPH Rinjani Barat. Kenitraan Pertnership. Wakka, K. A., Awang, S. A., Purwanto, R. H., dan
Prastawa, H., Fanani Z., dan Suliantoro, H. (2010). Poedjiraharjoe, E. (2012). Analisis kondisi sosial
Pengembangan hutan pinus masyarakat berbasis ekonomi masyarakat sekitar Taman Nasional
kemitraan sebagai model pemberdayaan Bantimurung Bulusaraung, Provinsi Sulawesi
masyarakat sekitar hutan. Jurnal Teknik Industri, Selatan. Jurnal M anusia dan Lingkungan, 19(1), 1-
11 (2), 178–183. 11.
Pruitt, D. G. dan Rubin, J. Z. (2009). Teori Konflik Sosial. Zain, M . R. N., Soeaidy, S., dan M indarti, L. I. (2011).
Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Kemitraan antara KPH Perhutani dan LM DH
dalam menjaga kelestarian hutan. Jurnal
Administrasi Publik, 2(2), 210-216.

90

Anda mungkin juga menyukai