Anda di halaman 1dari 54

PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK

ROHINGYA

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) strata-1

Jurusan Hubungan Internasional

MEI NURDIANA
201010360311061

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2015
DAFTAR ISI

Lembar Sampul Depan ............................................................................ i


Lembar Persetujuan Skripsi ..................................................................... ii
Lembar Pengesahan ................................................................................. iii
Berita Acara Bimbingan Skripsi .............................................................. iv
Lembar Pernyataan Orisinalitas ............................................................... v
Abstraksi .................................................................................................. vi
Astract ...................................................................................................... vii
Kata Pengantar ......................................................................................... viii
Lembar Motto dan Persembahan ............................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvi

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................. 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ............................................................... 6

1.4 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 7

1.5 Landasan Konsep dan Teori

1.5.1 Teori Peran .......................................................................... 16

1.5.2 Konsep Diplomasi ............................................................... 18

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian .................................................................... 21

1.6.2 Teknik Analisis Data .......................................................... 21


1.6.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 21

1.6.4 Variabel Penelitian ............................................................... 22

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 22

1.7 Hipotesa ........................................................................................... 23

1.8 Sistematika Penulisan ...................................................................... 24

BAB II : SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK

ROHINGYA

2.1 Sejarah Etnis Rohingya .................................................................... 26

2.2 Latar Belakang Konflik Rohingya 2012 ........................................... 33

2.2.1 Perkembangan Konflik Rohingya 2012 – 2013 ...................... 36

2.3 Tindakan Diskriminasi Pemerintah Myanmar 2012 – 2013 ................. 47

BAB III : PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK

ROHINGYA 2012 - 2013

3.1 Peran dan Upaya Diplomasi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya

.............................................................................................................. 58

3.2 Analisa Tindakan Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya ... 69

3.2.1 Peranan Indonesia sebagai Mediator Integrator ....................... 69

3.2.2 Aspek Internal .......................................................................... 73

3.2.3 Aspek Eksternal ...................................................................... 79

BAB IV : PENUTUP

4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 85

4.2 Saran .................................................................................................. 86

Daftar Pustaka .............................................................................................. 87


ABSTRAKSI
Mei Nurdiana. 2014. 201010360311061. Universitas Muhammadiyah Malang. Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik. Ilmu Hubungan Internasional. “Peran Indonesia Dalam Penyelesaian
Konflik Rohingya”. Dibimbing oleh: M. Syaprin Zahidi, MA, Hafid Adim Pradana, MA.
Rohingya merupakan salah satu etnis minoritas muslim yang ada di Myanmar. Perbedaan
agama, fisik, bahasa serta keyakinan sejarah pemerintah Myanmar yang menyatakan bahwa
Rohingya merupakan imigran gelap dari Bangladesh membuat Rohingya mendapatkan
banyak perlakuan diskriminasi di negaranya. Semua perlakuan diskriminasi dan kekerasan
yang dilakukan oleh pemerintah serta etnis mayoritas di Myanmar membuat Rohingya
terpaksa berada di pengungsian bahkan harus keluar dari negaranya untuk mencari suaka ke
negara lain. Konflik yang melibatkan Rohingya dan Rakhine pada bulan Juni 2012 silam
langsung kembali menyita perhatian dunia internasional. Termasuk Indonesia sebagai negara
yang berada dalam satu wilayah kawasan dan berpenduduk mayoritas muslim.
Penulis menggunakan Teori Peran, serta konsep diplomasi untuk menganalisa peran serta
menjelaskan segala upaya diplomatik yang dilakukan oleh Indonesia. Dengan menggunakan
teori peran, dapat dilihat bahwa Indonesia berperan sebagai mediator integrator dengan
mempertimbangkan sumber-sumber seperti lokasi geografi, peranan tradisional serta
komposisi etnis-budaya nasional. Peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya juga
didasari oleh aspek internal dan eksternal. Sesuai dengan peranannya sebagai mediator
integrator, Indonesia juga melakukan beberapa upaya diplomasi antar pemerintah seperti
mengirimkan surat kepada presiden Myanmar, melakukan kunjungan ke lokasi konflik,
pemberian bantuan serta aktif dalam berbagai forum internasional. Hal tersebut dilakukan
guna menyelesaikan konflik tersebut.
Kata kunci : Rohingya, Indonesia, Peranan Nasional, Diplomasi

Mengetahui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

M. Syaprin Zahidi, MA Hafid Adim Pradana, MA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asia Tenggara terkenal dengan keanekaragaman penghuninya. Kemajemukan

masyarakatnya terdiri dari berbagai etnis dan agama baik etnis atau agama asli negara

tersebut maupun etnis atau agama pendatang. Karena hal itulah ada yang disebut mayoritas

dan ada pula yang disebut minoritas. Setiap kelompok-kelompok etnis pastinya memiliki

kebudayaan, batas-batas sosial-budaya, dan sejumlah atribut atau ciri-ciri budaya yang

menandai identitas dan eksistensi mereka masing-masing. Adat-istiadat, tradisi, bahasa,

kesenian, agama, kesamaan leluhur, asal-usul daerah, sejarah sosial, pakaian tradisional, atau

aliran ideologi menjadi ciri pembeda suatu kelompok etnik dari kelompok etnik yang

lainnya.1 Sementara itu, banyaknya kelompok etnis yang tinggal di kawasan Asia Tenggara

tersebut terkadang menjadi penyebab terjadinya banyak pergesekan dan pertentangan dalam

kehidupan bermasyarakat. Pergesekan dan pertentangan yang terjadi itulah disebut sebagai

konflik etnis.2 Bayangkan saja apabila satu negara, memiliki banyak etnis didalamnya dan

harus berusaha untuk hidup rukun dengan para tetangganya, mau tidak mau akan

menimbulkan kesenjangan sosial. Terutama bagi kaum mayoritas yang selalu ingin

mendominasi dalam setiap momen. Bahkan tak segan-segan menindas kaum minoritas yang

ada di negara tersebut.

Dalam tulisan ini, penulis ingin berbicara mengenai konflik etnis di Myanmar

(Burma) yang menyeret etnis Rohingya dan Rakhine. Konflik Myanmar menyita perhatian

dunia internasional akhir-akhir ini. Penindasan yang dialami etnis Rohingya membuka mata

1
Ja Juli. “Essai Cross Culture Understanding”
2
Angela Narwastu Andrasukma. “Konflik Etnis”. Lihat pada http://angela-n-a-
fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-44100-Astengg-Konflik%20Etnis.html diakses pada 29 november 2012
banyak orang atas sejarah mereka sebagai etnis Myanmar yang tidak diakui. Pembantaian

sampai pengusiran etnis Rohingya terjadi karena Pemerintahan negara Myanmar sejak dahulu

tidak mau mengakui keberadaan etnis ini. Myanmar telah membatasi pergerakan mereka,

memotong hak pendidikan, dan pelayanan publik mereka. Pemerintah Myanmar menolak

mengakui keberadaan mereka di Myanmar. Mereka mengatakan bahwa etnis Rohingya bukan

penduduk asli Myanmar. Pemerintah juga mengklasifikasikan Muslim Rohingya sebagai

imigran ilegal. Meskipun mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.

Kepedulian terhadap etnis Rohingya oleh dunia internasional yang kurang, mengakibatkan

semakin membabi butanya pemerintahan Myanmar membunuh dan mengusir muslim

rohingya.3

Konflik antara Rohingya dan Rakhine sebenarnya sudah berlangsung sejak lama.

Tetapi kerusuhan yang terjadi Juni 2012 lalu, kembali menyita perhatian dunia internasional.

Etnis Rohingnya yang sudah bermukim di Myanmar sejak ratusan tahun lalu, terus

mendapatkan perlakukan diskriminatif oleh Pemerintah Myanmar. Presiden Thein Sein pun

tidak ingin mengakui kewarganegaraan dari etnis tersebut dan lebih memilih untuk

mendeportasi mereka serta mengumpulkannya dalam tempat penampungan.4 Ketegangan

antara etnis Rohingya dengan etnis Rakhine yang mayoritas Budha semakin di perparah

dengan adanya isu pembunuhan yang dilakukan oleh 3 orang pemuda Rohingya. Kabar

simpang siur yang diberitakan oleh media dengan mudah menyulut konflik dan menyebabkan

balas dendam antar etnis ini.

Pada dasarnya, konflik yang terjadi antara Rohingya dan Rakhine di Myanmar saat

ini terjadi lebih dikarenakan konflik etnis bukan konflik agama. Yang secara kebetulan, Etnis

3
Agil Iqbal Cahaya,S.AP, Staf Analisis Bidang Pertahanan Deputi Bidang Polhukam. “Rohingya, Korban
Minoritas Yang Terusir Dari Negaranya”. Lihat pada www.setkab.go.id/artikel-5309-html diakses pada
tanggal 28 november 2012
4
Fajar Nugraha. “Suu Kyi Ingin Tambahan Pasukan di Rakhine”. Lihat pada
http://international.okezone.com/read/2012/11/08/411/715530/suu-kyi-ingin-tambahan-pasukan-di-rakhine .
Baca juga “Analisis Politik Konflik Rohingya”. http://politik.kompasiana.com/2012/08/09/analisis-politik-
konflik-rohingya-483820.html diakses pada tanggal 28 november 2012
Rohingya beragama Islam dan Rakhine beragama Budha. Mengingat bahwa sebenarnya etnis

Rohingya telah didiskriminasi selama puluhan tahun oleh negaranya sendiri maupun etnis

mayoritas yang ada disana karena dianggap minoritas dari segi bahasa, agama dan ciri-ciri

fisik. Mereka dianggap bukan suku asli dan bukan bagian dari Burma serta dianggap lebih

dekat kepada orang Bangladesh. Begitu banyak diskriminasi yang dialami oleh orang-orang

Rohingya seperti tidak diberikannya pengakuan kewarganegaraan, pembatasan dalam

mencari lapangan pekerjaan, pelanggaran HAM, penyitaan property, kerja paksa,

pembunuhan, wanita Rohingya yang sering dijadikan obyek pemerkosaan, serta maraknya

pembakaran rumah dan tempat ibadah yang terjadi.5 Pemerintah Myanmar yang diharapkan

bisa mengamankan dan menolong etnis Rohingya yang tertindas malah bersikap dingin di

antaranya, pemerintah justru gencar melakukan operasi-operasi bersenjata dan operasi sensus

yang bertujuan untuk mengusir orang-orang rohingya. Seperti operasi nagamin yang

dilakukan pada tahun 1978, dimana operasi tersebut di targetkan langsung kepada warga sipil

etnis Rohingya dengan tujuan memantau setiap individu yang hidup di negara bagian dan

tidak mengakui bahwa etnis Rohingya sebagai warga negara Myanmar yang mengakibatkan

pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan dan pembakaran masjid.6

Ini bukan permasalahan orang Budha dan Islam, melainkan permasalahan etnis

Myanmar yang tidak bisa menerima etnis lain dimana etnis yang terletak di perbatasan

Bangladesh dan Myanmar (baca Rohingya) yang selama puluhan tahun ini tidak diberikan
5
Diambil dari Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia. “Rohingya, 101
Data dan Fakta”
6 Ada banyak operasi bersenjata yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar yang bertujuan secara bertahap

mengusir orang-orang Rohingya, antara lain: operasi Militer (Rezim Birma 5) November 1948; Operasi
Kekuatan Teritorial Myanmar (Myanmar Territorial Force), 1948 -50; Operasi Militer (2nd Emergency Chin
Regime), Maret 1952-52; Operasi Mei Yu, Oktober 1952-53; Operasi Mone-Thone, Oktober 1954; Operasi
bersama imigrasi dan Angkatan Darat, Januari 1955; Operasi Union Military Police (UMP), 1955-1959;
Operasi Caption Htin Kyaw, 1959; Operasi dan Operasi Kyi, 1966; Operasi Kyi Gan, Oktober-Desember 1986;
Operasi Ngazinka, 1967-1969; Operasi Myat Mon Februari, 1969-71; Operasi Mayor Aung Than, 1973; Operasi
Sabe Februari, 1974-78; Operasi Naga Min (Raja Naga), Februari 1978-79; Operasi Shwe Hin Tha, Agustus
1978-80; Operasi Galon, 1979 Juli 1991-92; Operasi Pyi Thaya, Juli 1991-92; Operasi Nasaka sejak 1992 (Zaw
2007). Lebih lengkap baca Baiq L.S.W Wardhani. Beggar Thy Neighbour: “Pemiskinan Sistematis bagi
Stateless Rohingya dan Dampaknya bagi Bangladesh.”
Baca juga Aris Pramono. “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di
Bangladesh (Periode 1978-2002).
haknya sebagai warga negara. Pemerintah Myanmar juga diduga melakukan diskriminasi

terhadap Rohingya. Ini tertuang dalam Undang-Undang kewarganegaraan Burma tahun 1982

yang telah meniadakan Rohingya sebagai salah satu etnis yang diakui di Myanmar.7 Inilah

yang menjadi faktor pendorong yang menyebabkan konflik etnis berubah haluan menjadi

konflik agama dan berhasil memprovokasi negara-negara penganut agama Islam atau yang

memiliki penduduk beragama Islam berbondong-bondong mengutuk dan mengecam

pemerintahan Myanmar yang membiarkan konflik ini berlarut-larut. Pada dasarnya, konflik

ini tidak berdampak langsung terhadap Indonesia. Karena secara geografis, Indonesia dan

Myanmar bukanlah dua negara yang berbatasan secara langsung, sehingga konflik etnis yang

terjadi di Myanmar tidak akan berpengaruh langsung terhadap jatuhnya korban jiwa dari

Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik mengapa Indonesia turut membantu penyelesaian

konflik ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat satu masalah yang penulis pikir menarik

untuk diteliti, yakni Bagaimana Indonesia berperan dalam penyelesaian konflik etnis

Rohingya?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, harus ditentukan terlebih dahulu tentang tujuan penelitian

yang ingin dicapai, sebab tanpa adanya tujuan yang jelas dan tegas maka seorang peneliti

akan mengalami kesulitan dalam pengumpulan data serta maksud dari penelitian. Sesuai

7
“Rohingya, 101 Data dan Fakta”. Op.cit
dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam

membantu menyelesaikan konflik Etnis Rohingya di Myanmar dalam rentan waktu 2012 –

2013 sesuai dengan peranan sebagai mediator integrator.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Setiap kegiatan penelitian pasti mempunyai tujuan dan kegunaan baik bagi diri

sendiri maupun orang lain. Demikian pula pada penelitian yang peneliti lakukan juga

mempunyai tujuan dan kegunaan, yakni:

1. Secara Akademis

Sebagai bahan wacana untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam kajian

ilmu hubungan internasional, terutama tentang peran pemerintah Indonesia terkait

penyelesaian konflik etnis Rohingya sesuai dengan peranannya sebagai mediator

integrator.

2. Secara Praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dan referensi

untuk menambah informasi bagi peneliti berikutnya, yang ingin menggunakan

penelitian ini sebagai masukan terutama yang berhubungan dengan pemerintah

Indonesia yang ingin berperan menyelesaikan konflik etnis Rohingya sesuai dengan

peranannya sebagai mediator integrator.

1.4 Penelitian Terdahulu

Sebelum membahas lebih lanjut penelitian mengenai peran Inonesia dalam

penyelesaian konflik Rohingya, penulis terlebih dahulu mempelajari kemudian menjabarkan


penelitian yang pernah ditulis sebelumnya. Terdapat empat penelitian terdahulu yang penulis

gunakan sebagai dasar untuk melengkapi yang berkaitan dengan judul skripsi dan masalah

yang sedang dihadapi, yakni yang pertama adalah Jurnal Artikel dari milik Novandre Satria

& Achmad Jamaan dengan judul “Islam dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Peran Indonesia

dalam konflik di Rakhine, Myanmar8”.

Hasil dari jurnal artikel tersebut ialah, kedua penulis menjabarkan bahwa simpang

siurnya pemberitaan media massa khususnya di Indonesia baik cetak maupun elektronik yang

menggunakan kalimat provokatif seperti adanya genosida, pembantaian umat Islam hingga

pembersihan etnis Rohingya membuat masyarakat Indonesia mendesak pemerintahnya untuk

mengambil sikap yang paling sesuai dengan identitas sebagai negara mayoritas Muslim yang

disandangnya yang berisi tentang peran Indonesia dalam menyelesaikan konflik Rohingya.

Disebutkan pula bahwa pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa langkah konkrit dan

diplomasi untuk membantu pemerintah Myanmar melewati konflik tersebut baik di tingkatan

bilateral, regional hingga multirateral.

Peran aktif pemerintah Indonesia terlihat dari banyaknya upaya yang dilakukan

seperti pengiriman surat secara langsung oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada

presiden Myanmar Thein Sein, kemudian upaya diplomasi menteri luar negeri kedua negara

untuk mendorong rekonsiliasi nasional hingga menghasilkan pembukaan tapal batas bagi

bantuan asing dan OKI. Artikel ini memiliki argumen bahwa Agama memiliki pengaruh

dalam politik luar negeri Indonesia di isu-isu tertentu, isu-isu eksternal yang berhubungan

dengan Islam, terutama yang mendeskreditkan baik nilai maupun entitas yang berafiliasi

dengannya.

Metode penelitian yang digunakan penulis ialah deskriptif, dengan pendekatan

konsep Identitas. Sedangkan persamaan antara penelitian milik Novandre Satria & Achmad

8
Novandre Satria & Achmad Jamaan. Islam dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia: Peran Indonesia dalam
konflik di Rakhine, Myanmar. Dapat dilihat di
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JTS/article/download/1799/1770
Jamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah meyakini bahwa simpang

siurnya pemberitaan media massa dan kondisi internal masyarakat Indonesia yang terus

mendorong pemerintahnya mengambil sikap yang pantas sesuai dengan indentitasnya sebagai

negara mayoritas Muslim menjadi alasan peran Indonesia dalam penyelesaian konflik

Rohingya. Adapun perbedaan ialah lebih melihat alasan mengapa Indonesia berperan

terhadap konflik di Rakhine, Myanmar. Sementara artikel ini cenderung melihat bagaimana

pengaruh agama terhadap peran Indonesia dalam konflik etnis Myanmar.

Penelitian yang kedua, adalah tesis milik Aris Pramono yang berjudul “Peran

UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh.”9 Tesis HI

Universitas Indonesia 2010 ini memberikan latar belakang sejarah terjadinya arus pengungsi

etnis Rohingya dari negara Myanmar hingga tiba di Bangladesh. Penelitian ini juga

mendeskripsikan secara jelas tentang etnis-etnis minoritas di Myanmar selain Rohingya

hingga kebijakan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah junta militer terhadap etnis

Rohingya. Pada intinya, tesis ini menganalisa peran yang dilakukan oleh organisasi

internasional yang merupakan komisi tinggi PBB dibidang penanganan pengungsi United

Nations High Comissioner for Refugees (UNHCR) bagi pengungsi Rohingya di kamp

Bangladesh. Tesis ini menganalisa peran UNHCR baik sebagai inisiator, fasilitator,

mediator&rekonsiliator, hingga determinator. Tugas utama UNHCR adalah memberikan

perlindungan internasional kepada pengungsi, mencari jalan keluar yang lama bagi pengungsi

dengan membantu pemerintah dalam memfasilitasi pemulangan pengungsi secara sukarela

atau mengintegrasi mereka kedalam masyarakat berkewarganegaraan baru.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa UNHCR memainkan peranan

IGO sesuai dengan aktifitas dari organisasi internasional. Meskipun demikian, UNHCR tidak

berhasil memenuhi mandatnya untuk mencapai solusi terbaik bagi para pengungsi Rohingya

9
Aris Pramono. Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh. Tesis,
Jakarta: Jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia 2010. Op.cit.
di Bangladesh dan kasus ini tetap menjadi kasus yang berkepanjangan. Hal tersebut

dikarenakan UNHCR tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam pembuatan kebijakan

suatu negara.

Sedangkan untuk metode penelitian yang digunakan oleh Aris Pramono ialah

deskriptif dengan menggunakan pendekatan konsep pengungsi, Human Security dan konsep

International Government Organization (IGO). Letak perbedaan penelitian yang dilakukan

Aris Pramono dengan penelitian yang akan penulis lakukan ialah subjek dan objek yang

diteliti berbeda, Aris Pramono memfokuskan penelitiannya mengenai peran UNHCR dalam

penanganan pengungsi Rohingya. Adapun hal yang dapat dijadikan manfaat bagi penulis

ialah gambaran mengenai etnis-etnis minoritas lainnya di Myanmar dan adanya kebijakan

diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah junta militer terhadap etnis Rohingya.

Untuk penelitian terdahulu yang ke tiga, penulis menggunakan skripsi yang ditulis

oleh Dwi Aridya Nurfadillah yang berjudul “Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi

Rohingya di Myanmar.”10 Dalam skripsinya, Dwi Aridya menjelaskan bahwa ASEAN

sebagai wadah negara negara di Asia Tenggara yang sangat majemuk mempunyai banyak

tugas yang harus diselesaikan di lingkup regionalnya. Tidak hanya menangani berbagai

persoalan keamanan tapi juga aspek-aspek lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya,

lingkungan hidup, pangan, teroris, demoratisasi, HAM, dan lain-lain. Penelitian ini

memfokuskan pada peningkatan kerjasama keamanan dalam menanggulangi isu-isu

keamanan non tradisional yang terjadi di Myanmar yakni melindungi hak-hak manusia untuk

mendapatkan kesamaan dan memperoleh informasi, tata pemerintahan yang baik, dan lain-

lain.

Metode yang digunakan ialah deskriptif, dan Landasan konsepnya ialah

Regionalisme, didalamnya terdapat Comprehensive security. Dwi Aridya juga menyebutkan

10
Dwi Aridya Nurfadillah. 2011. Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi Rohingya di Myanmar. Skripsi,
Malang: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang
tentang ancaman regional menurut Hettne dan Snyder dimana salah satunya ialah Interstate

atau Intrastate Conflicts yakni ancaman regional yang berupa konflik internal dalam suatu

negara tertentu di dalam kawasan tersebut. Meskipun demikian, konflik tersebut memiliki

potensi untuk mempengaruhi hubungan dengan negara lain yang memiliki hubungan tidak

langsung terhadap konflik. Misalnya konflik etnis minoritas di satu negara dimana etnis

tersebut menjadi etnis mayoritas di negara lain. Seperti kasus yang terjadi pada etnis muslim

minoritas Rohingya namun menjadi etnis muslim menjadi etnis mayoritas di beberapa negara

ASEAN seperti Indonesia, Malaysia dam Brunei Darussalam.

Skripsi Milik Dwi Aridya memberikan banyak manfaat bagi penulis, karena penulis

dapat memiliki gambaran mengenai tindakan represif pemerintahan junta militer Myanmar

kepada etnis Rohingya didasarkan atas UU kewarganegaraan tahun 1982. Hasil dari

penelitian ini adalah bahwa ASEAN sebagai organisasi regional di Asia Tenggara

menggunakan Comprehensive security (keamanan secara menyeluruh) dalam penanganan

masalah pengungsi Rohingya Myanmar, yakni melindungi hak-hak manusia untuk

mendapatkan kesamaan dan memperoleh informasi, tata pemerintahan yang baik, dan lain-

lain. Comprehensive security dipilih sebab mencakup tidak hanya isu keamanan tradisional

namun lebih pada isu-isu yang mencakup keamanan non-tradisional. Dimana dalam hal

penanganan masalah keamanan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan cara yang

konvensional atau melalui jalur perang. Adapun perbedaannya adalah penelitian yang akan

penulis lakukan tidak membahas masalah pengungsi dan keamanan regional lebih spesifik.

Untuk penelitian terdahulu selanjutnya, diambil dari skripsi milik Ainun Martinawati

dengan judul “Peran ASEAN dalam penanganan pengungsi Rohingya di Myanmar.”11 Dalam

penelitian ini menjelaskan pentingnya kerjasama multirateral dalam bentuk suatu organisasi

intenasional contohnya, keikutsertaan Indonesia dalam OKI. Indonesia bergabung di OKI


11
Ainun Martinawati. 2010. Peran Aktif Pemerintah Indonesia dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada
masa pemerintahan SBY (periode 2004-2009). Skripsi, Malang: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Malang
pada masa pemerintahan orde baru Soeharto dan menjadi salah satu negara pendiri. Meskipun

demikian, Indonesia tidak menjadi anggota tetap OKI karena statusnya yang bukan negara

Islam. Barulah di tahun 1990, Indonesa menjadi anggota OKI secara penuh karena adanya

ratifikasi artikel VIII yang menyatakan bahwa saat ini tidak hanya negara Islam saja yang

dapat bergabung dengan OKI, tetapi negara yang mayoritas berpenduduk Islam pun dapat

bergabung di OKI. Pasca orde baru, Indonesia harus bekerja keras menghadapi tantangan

besar untuk menciptakan kondisi domestik yang stabil. Terutama dengan melekatnya

identitas Islam dalam diri Indonesia karena disebut sebagai negara berpenduduk Muslim

terbesar di dunia. Dalam menganalisa peran aktif Indonesia dalam OKI pada masa

pemerintahan SBY periode (2004-2009)

Terdapat persamaan dan perbedaan mengenai skripsi yang ditulis Ainun Martinawati

dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yakni skripsi Ainun menggunakan konsep state

society relations dan teori peran. Walaupun penelitian yang akan penulis lakukan juga

menggunakan teori peran milik K.J Holsti, namun kami memiliki kasus yang berbeda.

Tabel 1.1. Posisi Penelitian


Judul dan Nama Metodologi, Hasil
Peneliti Teori dan
Konsep
“Islam dan Kebijakan Metode : Artikel ini memiliki argumen bahwa
Luar Negeri Indonesia: Deskriptif Agama memiliki pengaruh dalam
Peran Indonesia dalam Teori / Konsep : politik luar negeri Indonesia di isu-
konflik di Rakhine, Identitas isu tertentu, isu-isu eksternal yang
Myanmar” oleh berhubungan dengan Islam, terutama
Novandre Satria & yang mendeskreditkan baik nilai
Achmad Jamaan. maupun entitas yang berafiliasi
dengannya.

Peran aktif pemerintah Indonesia


terlihat dari banyaknya upaya yang
dilakukan seperti pengiriman surat
secara langsung oleh presiden Susilo
Bambang Yudhoyono kepada
presiden Myanmar Thein Sein,
kemudian upaya diplomasi menteri
luar negeri kedua negara untuk
mendorong rekonsiliasi nasional
hingga menghasilkan pembukaan
tapal batas bagi bantuan asing dan
OKI.
“Peran UNHCR dalam Metode: Tesis ini menganalisa peran yang
Menangani Pengungsi Deskriptif dilakukan oleh organisasi
Myanmar Etnis Teori / Konsep: internasional yang merupakan
Rohingya di Konsep komisi tinggi PBB dibidang
Bangladesh” oleh Aris Pengungsi, penanganan pengungsi United
Pramono. Konsep Human Nations High Comissioner for
Security, Refugees (UNHCR) bagi pengungsi
UNHCR sebagai Rohingya di kamp Bangladesh. Tesis
agensi PBB ini menganalisa peran UNHCR baik
sebagai inisiator, fasilitator,
mediator&rekonsiliator, hingga
determinator.

Bahwa UNHCR memainkan peranan


IGO sesuai dengan aktifitas dari
organisasi internasional. Meskipun
demikian, UNHCR tidak berhasil
memenuhi mandatnya untuk
mencapai solusi terbaik bagi para
pengungsi Rohingya di Bangladesh
dan kasus ini tetap menjadi kasus
yang berkepanjangan. Hal tersebut
dikarenakan UNHCR tidak memiliki
hak untuk campur tangan dalam
pembuatan kebijakan suatu negara.

“Peran ASEAN dalam Metode: Hasil dari penelitian ini adalah


Penanganan Pengungsi Deskriptif bahwa ASEAN sebagai organisasi
Rohingya di Myanmar” Teori / Konsep: regional di Asia Tenggara
Oleh Dwi Aridya Regionalisme menggunakan Comprehensive
Nurfadillah. security (keamanan secara
menyeluruh) dalam penanganan
masalah pengungsi Rohingya
Myanmar, yakni melindungi hak-hak
manusia untuk mendapatkan
kesamaan dan memperoleh
informasi, tata pemerintahan yang
baik, dan lain-lain.

Comprehensive security dipilih


sebab mencakup tidak hanya isu
keamanan tradisional namun lebih
pada isu-isu yang mencakup
keamanan non-tradisional. Dimana
dalam hal penanganan masalah
keamanan tersebut tidak dapat
diselesaikan dengan cara yang
konvensional atau melalui jalur
perang.
“Peran Aktif Metode: Hasil penelitian ini menjelaskan
Pemerintah Indonesia Eksplanatif peran aktif pemerintah Indonesia
dalam Organisasi Teori / Konsep: dalam OKI didasarkan pada konsep
Konferensi Islam (OKI) konsep State state society relation, dimana SBY
pada Masa Society Relations diangap berperan aktif dalam OKI
Pemerintahan SBY dan teori Peran karena ia terpilih sebagai presiden
(periode 2004-2009) atas koalisi partai demokrat dengan
oleh Ainun beberapa partai Islam. Kemudian
Martinawati. adanya dugaan SBY berperan aktif
di OKI karena beberapa kursi di
pemerintahan diduduki oleh orang-
orang dari partai berbasis Islam

Selain itu dengan menggunakan teori


peran, pemerintah Indonesia di
tuntut untuk melaksanakan peran
politiknya di OKI sesuai yang
diinginkan rakyatnya. Disini dapat
terlihat bahwa pendapat dan sikap
umum dari masyarakat dapat
mempengaruhi kebijakan.
“Peran Indonesia dalam Metode: Indonesia berperan dalam
Penyelesian Konflik Deskriptif menyelesaikan konflik Rohingya
Rohingya” oleh Mei Teori / Konsep: sesuai dengan peranan nasionalnya
Nurdiana Diplomasi dan sebagai mediator integrator dengan
teori Peran mempertimbangkan beberapa
sumber seperti lokasi geografi,
peranan tradisiona, serta komposisi
etnis nasional. Peranan Indonesia
dalam penyelesaian konflik
Rohingya juga dapat ditinjau dari
aspek internal yang sangat berkaitan
erat dengan kebutuhan domestik dan
sikap masyarakatnya serta aspek
eksternal yang digambarkan sebagai
respon Indonesia atas apa yang
terjadi di Myanmar

Tindakan yang dilakukan Indonesia


sesuai dengan peranannya sebagai
mediator integrator adalah dengan
menawarkan penyelesaian masalah
melalui beberapa upaya diplomatik
yang dilakukan antar pemerintah
Indonesia dengan pemerintah
Myanmar.

Dari keempat penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai perbedaan dan

persamaan penelitian yang penulis akan lakukan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan

yang dapat dimaknai ialah adanya salah satu penelitian terdahulu yang menggunakan konsep

yang sama, menjelaskan latar belakang konflik Etnis Rohingya, tindakan represif pemerintah

Myanmar dan beberapa tindakan yang dilakukan Indonesia sebagai respon konflik.

Sedangkan untuk perbedaannya, penulis memiliki kasus yang berbeda dimana penelitian ini

lebih memfokuskan tentang bagaimana Indonesia berperan dalam penyelesaian konflik

Rohingya sesuai dengan peranan nasionalnya sebagai mediator integrator.

1.5 Landasan Konsep dan Teori

Dalam melakukan sebuah penelitian, sangat dibutuhkan adanya landasan konsep dan

teori. Dikarenakan dengan adanya landasan konsep dan teori ini, nantinya akan sangat
membantu penulis dalam menjabarkan dan menjelaskan suatu permasalahan, menguji

hipotesis serta dapat membantu penulis menentukan arah penulisan. Untuk dapat menjawab

peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya, penulis menggunakan landasan

konsep dan teori sebagai berikut:

1.5.1 Teori Peran

Untuk menjawab rumusan masalah, penulis terlebih dahulu akan menjelaskan

mengenai teori peran. Dimana peranan nasional dapat membantu menggambarkan tugas

suatu negara dan memberikan pedoman untuk bertindak ketika negara tersebut sudah

mengidentifikasi peranan nasionalnya. Dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Wawan

Juanda, Holsti menyatakan bahwa:

“...Peranan nasional menggambarkan fungsi dan tugas suatu negara dalam berbagai
konteks internasional yang berbeda. Dengan demikian peranan nasional memberikan
pedoman untuk bertindak ketika situasi tertentu muncul pada lingkungan
internasional.”12

Disini, peranan nasional akan nampak sebagai kebijakan luar negeri suatu negara

pada saat ia terlibat dalam suatu masalah regional maupun internasional. Peranan nasional

juga memiliki ciri-ciri yang mengarah pada tindakan yang lebih konkret. Misalnya, ketika

suatu negara berperan sebagai mediator integrator, bisa diramalkan bahwa negara tersebut

bersedia menawarkan penyelesaian masalah dan melakukan beberapa usaha diplomatik jika

suatu konflik terjadi.13

Peranan nasional sendiri sangat berkaitan erat dengan kebutuhan domestik, sikap

masyarakat serta kondisi eksternal negaranya.14 Selain itu, Peranan nasional suatu negara

dapat di identifikasi dari tujuan negara tersebut dimana dalam penyelesaian konflik Rohingya

ini, Indonesia memiliki tujuan untuk meningkatkan prestisnya sebagai negara yang mampu

12
KJ Holsti (terj). 1987. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. Bandung. Binacipta. Hal 166
13
Ibid. Hal 159
14
Ibid. Hal 165
menyelesaikan, mendamaikan dan melakukan mediasi dalam konflik negara lain. Untuk

itulah, penulis menggunakan salah satu dari 16 jenis konsepsi peranan nasional Holsti yang

dapat menggambarkan bahwa peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya

tergolong sebagai mediator integrator dengan pengertian sebagai berikut:

“Sejumlah pemerintahan menganggap negaranya mampu atau bertanggung jawab


menyelesaikan, atau memikul tanggung jawab khusus untuk melakukan mediasi
dalam menyelesaikan atau mendamaikan konfik negara lain. Mereka memandang
negaranya sebagai “tukang” dalam menyelesaikan masalah regional atau global.”15

Dijelaskan pula dalam buku Holsti bahwa terdapat sumber-sumber yang dapat

dijadikan pertimbangan mengapa negara tersebut menjalankan sebuah konsepsi peranan

nasional sebagai mediator integrator, yakni dilihat dari: (1) Lokasi geografi; Holsti

menjelaskan bahwa geografi dan topografi merupakan faktor paling penting karena sifatnya

yang permanen. Sehingga dapat memberikan peluang dan batasan program kebijaksanaan

luar negeri suatu negara.16 Dalam hal ini, Indonesia dan Myanmar memiliki kedekatan

geografi di wilayah Asia Tenggara, meski tidak berbatasan secara langsung. (2) Peranan

Tradisional; yang dapat dijelaskan dengan sikap Indonesia yang menjunjung tinggi HAM dan

keinginan untuk menghapuskan penjajahan diatas dunia seperti yang tertuang dalam UUD

dan arah politik luar negeri Indonesia.17 (3) Komposisi etnis-budaya nasional; berkaitan erat

dengan kondisi Indonesia dan Myanmar yang memiliki beberapa etnis. Oleh karena itu,

ketika Myanmar memiliki konflik yang serupa dengan apa yang pernah dialami membuat

Indonesia merasa harus turun tangan untuk memberikan pelajaran yang sudah diambilnya

dari konflik tersebut.

Menurut Holsti, sebuah konsepsi peranan juga dapat dijelaskan dengan memakai

beberapa variabel kondisi tertentu seperti sikap dan pendapat masyarakat, kebutuhan

15
Ibid. Hal 162 baca juga tabel 12-1 KJ Holsti yang menyebutkan tentang 14 jenis penetapan konsepsi peranan
nasional dan sumber-sumbernya di halaman 464
16
KJ Holsti. Op.Cit. Hal 493
17
Citra Media Wacana. 2008. “UUD 1945 dan GBHN.” Hal 1 dan 116.
ekonomi, identifikasi diri terhadap kawasan, komposisi etnis dan lain sebagainya. 18 Untuk itu

dalam menjelaskan peran Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya, selain melihat dari

peranannya sebagai mediator integrator, penulis juga melihat dari berbagai sumber yang

dicantumkan oleh Holsti yang akan dibagi menjadi aspek internal (mencakup kebutuhan

domestik, sikap masyarakat, dan identifikasi diri terhadap kawasan) serta aspek eksternal

yang dapat digambarkan sebagai respon atas apa yang terjadi di lingkungan eksternal

Indonesia.19

1.5.2 Konsep Diplomasi


Seperti yang disebutkan sebelumnya dalam pembahasan konsep peranan bahwa

peranan nasional memberikan pedoman untuk bertindak ketika situasi tertentu muncul pada

lingkungan internasional, maka setelah mengidentifikasi dirinya sebagai mediator integrator,

Indonesia berusaha memberikan upaya penyelesaian konflik dengan menggunakan beberapa

upaya diplomatik.

Dalam lingkup hubungan internasional, diplomasi dikenal sebagai cara untuk

menyelesaikan masalah secara damai demi mencapai kepentingan nasionalnya. Seperti yang

dijelaskan oleh Louise Diamond:

“Diplomacy is a peaceful political process between nation-states that seeks to


structure, shape and manage over time a system of international relationships to
secure nation’s interest”20

Selain itu, adapula beberapa definisi tentang diplomasi yang dikemukakan oleh

beberapa pakar, seperti halnya R.P Barston yang mendefinisikan diplomasi sebagai

manajemen hubungan antar negara atau hubungan antar negara dengan aktor-aktor hubungan

internasional lainnya. Negara, melalui perwakilan resmi dan aktor-aktor hubungan

18
KJ Holsti. Hal 463 dan 465
19
KJ Holsti. Op.Cit. Hal 489
20
Louise Diamond and John McDonald. 1996. Multi-Track Diplomacy: A system approach to peace, third
edition. USA. Kumarian Press Inc. Hal 26
internasional lain berusaha untuk menyampaikan, mengkoordinasikan, dan mengamankan

kepentingan nasional khusus atau yang lebih luas, yang dilakukan melalui korespondensi,

pembicaraan tidak resmi, saling menyampaikan cara pandang, lobby, kunjungan, dan

aktivitas-aktivitas lainnya yang terkait.21

Banyaknya definisi diplomasi yang berbeda namun hampir memiliki makna yang

sama membuat penulis menarik kesimpulan bahwa secara umum diplomasi bisa juga disebut

sebagai seni, cara maupun praktek bernegosiasi oleh seorang diplomat mewakili kepentingan

negaranya. Dengan kata lain, tujuan dari diplomasi adalah untuk mengedepankan

kepentingan negaranya baik itu dalam rangka memajukan ekonomi, mengembangkan budaya

dan ideologi, memperoleh persahabatan, meningkatkan prestis nasional dan sebagainya. 22

Pelaksanaan diplomasi telah menjadi rumit karena melibatkan banyak aktor yang

berbeda. Misalnya pada kasus politik yang rumit dan darurat, berbagai macam alat atau

sarana diplomasi wajib dibutuhkan dan dilaksanakan oleh aktor negara dan non negara secara

bersama. Oleh sebab itu, diplomat mulai menyadari bahwa multi-track dibutuhkan dalam

diplomasi.23 Istilah diplomasi multi jalur atau multi-track mengacu pada kerangka kerja

konseptual yang dirancang untuk merefleksikan bermacam aktifitas yang berkontribusi pada

peacemaking dan peacebuilding dilingkup internasional. Didalamnya terdapat sembilan jalur

yang mana aspek-aspek di dalamnya pasti memiki suatu kesinambungan antara satu dengan

yang lainnya. Diplomasi multi jalur juga merupakan perpanjangan dari jalur satu dan jalur

dua.24

Jika diplomasi jalur dua dicirikan sebagai sebuah kegiatan diplomasi yang dilakukan

oleh aktor-aktor bukan pemerintah, informal dan memiliki sifat tidak resmi, maka diplomasi

21
R.P. Barston, Modern Diplomacy, Longman, N.Y, 1997, hal 1, dikutip dari Sukawarsini Djelantik. 2008.
Diplomasi Antara Teori dan Praktik, Jogjakarta. Graha Ilmu. Hal 4
22
S.L.Roy. 1991. Diplomasi. Jakarta. Rajawali pers. Hal 6
23
Christer Jonsson and Karin Aggestam. Diplomacy and Conflict Resolution. Prepared for the NISA conference
on “Power, Vision and Order in World Politics”, Odense, 23-25 May, 2007. Dapat dilihat di
http://busieco.samnet.sdu.dk/politics/nisa/papers/aggestam.doc
24
Op.cit. Louise Diamond and John McDonald. Hal 1
jalur satu merupakan kegiatan diplomasi yang dilakukan pemerintah kepada pemerintah. 25

Diplomasi jalur satu mengacu pada diplomasi resmi pemerintah, dilakukan oleh perwakilan

resmi dari otoritas negara seperti kepala negara, departemen luar negeri dan menteri atau

departemen negara lainnya. Pengaplikasian diplomasi jalur satu dalam resolusi konflik,

seorang diplomat bisa bertindak sebagai pihak utama untuk bernegosiasi, mendukung salah

satu pihak atau lebih, atau juga bisa bertindak sebagai pihak ketiga.26

Pada penelitian yang akan dilakukan ini, penulis menggunakan diplomasi jalur

pertama dimana pemerintah bertindak secara penuh untuk melakukan perundingan sebagai

pihak ketiga. Nantinya, konsep diplomasi ini diharapkan dapat menjelaskan upaya-upaya apa

saja yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik Rohingya baik

ditingkat bilateral dan multilateral.

1.6 Metodologi Penelitian


1.6.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan penelitian eksplanatif, yakni

penelitian yang memberikan penjelasan mengapa sesuatu terjadi. Tidak hanya untuk

mendiskripsikan fakta melainkan menjelaskan apa yang terjadi.

1.6.2 Teknik Analisis Data


Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan,

yaitu: (1) Pemeriksaan, dilakukan untuk memeriksa apakah data-data yang diperlukan sudah

lengkap dan benar; (2) Pengolahan, dilakukan dengan memilah-milah data yang akan

25
Op.cit. Sukawarsini Djelantik. Hal 20
26
Susan Allen Nan. What is Track-One Diplomacy. 2003. http://www.beyondintractability.org/essay/track1-
diplomacy . Diakses pada 15 agustus 2014
digunakan sesuai dengan kategorinya masing-masing; (3) Analisa dan Interpretasi, data-data

yang telah dipilah dalam pengolahan data kemudian dianalisa dan diinterpretasikan oleh

peneliti.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kajian

kepustakaan atau library research. Kajian kepustakaan adalah pembacaan kritis dan

mendalami terhadap buku maupun literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Sumbernya

bisa diambil dari buku, internet, jurnal, dan lain-lain.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup yang akan dibahas dalam metode penelitian ini sebagai berikut:

a. Batasan Waktu

Batasan waktu digunakan agar peneliti terfokus pada rentang waktu penelitian agar

tidak terlalu jauh dari bahasan yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi

rentang waktu penelitian yakni pada tahun 2012 sampai dengan 2013.

b. Batasan Materi

Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi materi penelitian hanya pada peran

Indonesia dalam menangani permasalahan konflik Rohingya sesuai dengan peranannya

sebagai mediator integrator.

1.7 Argumen Dasar


Berdasarkan pemaparan pada perumusan masalah serta landasan konsep dan teori,

guna memudahkan dalam memberikan gambaran bagi penulis terhadap penelitian yang

dilakukan, penulis mempunyai hipotesa sebagai berikut:

“Indonesia berperan dalam menyelesaikan konflik Rohingya sesuai dengan peranan

nasionalnya sebagai mediator integrator dengan mempertimbangkan beberapa sumber seperti

lokasi geografi, peranan tradisiona, serta komposisi etnis nasional. Peranan Indonesia dalam
penyelesaian konflik Rohingya juga dapat ditinjau dari aspek internal yang sangat berkaitan

erat dengan kebutuhan domestik dan sikap masyarakatnya serta aspek eksternal yang

digambarkan sebagai respon Indonesia atas apa yang terjadi di Myanmar. Sesuai dengan

peranannya sebagai mediator integrator, Indonesia juga menawarkan beberapa penyelesaian

masalah melalui beberapa upaya diplomatik”

1.8 Sistematika Penulisan


Untuk mempermudah penulisan, skripsi ini dibagi menjadi empat bab, yang setiap
babnya terdiri atas sub-sub bab yang masing-masing saling berhubungan:
BAB I : PENDAHULUAN

1.9 Latar Belakang

1.10 Rumusan Masalah

1.11 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.11.1 Tujuan Penelitian

1.11.2 Manfaat Penelitian

1.12 Penelitian Terdahulu


1.13 Landasan Konsep dan Teori

1.13.1 Teori Peran

1.13.2 Konsep Diplomasi

1.14 Metodologi Penelitian

1.14.1 Tipe Penelitian

1.14.2 Teknik Analisis Data

1.14.3 Teknik Pengumpulan Data

1.14.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.15 Argumen Dasar

1.16 Sistematika Penulisan

BAB II : SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK

ROHINGYA

2.1 Sejarah Etnis Rohingya

2.2 Latar Belakang dan Perkembangan Konflik Rohingya 2012 – 2013

2.2.1 Perkembangan Konflik Rohingya 2012 Hingga 2013

2.3 Tindakan Diskriminasi Pemerintah Myanmar 2012 - 2013

BAB III : PERAN INDONESIA DALAM PENYELESAIAN KONFLIK

ROHINGYA 2012 - 2013

3.1 Tindakan Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya

3.1.1 Peran Indonesia sebagai Mediator Integrator

3.1.2 Aspek Internal

3.1.3 Aspek Eksternal


3.2 Peran dan Upaya Diplomasi Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Rohingya

BAB IV : PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
BAB II

SEJARAH SINGKAT DAN PERKEMBANGAN KONFLIK ROHINGYA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang sejarah etnis Rohingya. Selain sejarahnya,

penulis juga akan menjelaskan mengenai latar belakang konflik Rohingya pada tahun 2012

hingga perkembangan konflik Rohingya mulai tahun 2012 sampai 2013. Pada sub bab yang

terakhir, penulis juga menjelaskan mengenai. sikap diskriminatif yang dilakukan oleh

pemerintah Myanmar.

2.1 Sejarah Etnis Rohingya

Rohingya dan Rakhine adalah dua kelompok etnis berbeda penghuni wilayah

Arakan yang saat ini bernama Rakhine. Bila Rakhine merupakan etnis mayoritas beragama

Budha, maka Rohingya adalah etnis minoritas yang beragama Islam. Pemerintah Myanmar

memperkirakan total populasi di Rakhine mencapai 3,33 juta jiwa. Termasuk 2,2 juta jiwa

adalah umat Budha Rakhine, dan 1,08 juta lainnya adalah etnis Rohingya. Beberapa wilayah

di Rakhine yang dominan ditinggali oleh Rohingya adalah kota Maungdaw, Buthidaung, dan

Rathedaung.27

2.1.1 Peta Rakhine28

27
Fortify Rights. “Policies of Persecution: Ending Abusive State Policies Against Rohingya Muslims in
Myanmar – Anti Muslim Violence: 2012 Present”. Hal 16
28
Protect the Rohingyas Report: Hear Our Screams Making A case For The Rohingya Genocide
Saat ini Rohingya sedang bertahan dari beberapa bentuk pembatasan dan penindasan

Hak Asasi Manusia yakni pembatasan dalam bergerak termasuk dalam hal pernikahan dan

lapangan pekerjaan, ditolak sebagai warga negara, penyitaan lahan hingga pengusiran dan

pengerusakan tempat tinggal.29

Asal mula penyebutan kata Rohingya dan bagaimana mereka bisa sampai ke

Myanmar masih menjadi sejarah yang terus diperdebatkan hingga saat ini. Pemerintah

Myanmar menganggap bahwa Rohingya adalah pendatang atau imigran gelap yang tidak bisa

diakui sebagai warga negara.30 Namun adapula yang mengatakan bahwa Rohingya adalah

29
Myanmar The Rohingya Minority: Fundamental Rights Denied.
http://www.amnesty.org/en/library/info/ASA16/005/2004 . Diakses pada tanggal 23 september 2014
30
“Why is There Communal Violence in Myanmar?” http://www.bbc.com/news/world-asia-18395788 diakses
pada tanggal 25 september 2014
Rohingya, yang merupakan keturunan orang Arab, Moors, Pathans, Moghuls, Bengalis dan

beberapa orang Indo-Mongoloid yang sudah tinggal di Arakan sekitar abad ke 7 Masehi.31

Beberapa sejarawan mengatakan bahwa kata Rohingya berasal dari bahasa Arab

“Rahma” yang berarti pengampunan. Ini merujuk pada cerita para pedagang Arab yang

terancam hukuman mati oleh raja Arakan. Saat hendak dihukum mati, mereka meneriakkan

kata ‘Rahma’. Namun karena penduduk Arakan kesulitan menyebut kata “Rahma’, mereka

justru menyebut kata ‘Raham’. Kata itu kemudian berubah menjadi ‘Rohang’ dan akhirnya

berubah menjadi ‘Rohingya’. Adapula sejarawan yang mengatakan bahwa dulu diantara

warga Myanmar terdapat populasi muslim dari kerajaan kuno Arakan bernama ‘Mrohaung’

dan nama tersebut diubah menjadi Rohang. Hingga kemudian muncul klaim bahwa Rohingya

adalah bangsa Benggala yang melarikan diri ke Burma tahun 1950-an. Ini diyakini atas dasar

tidak adanya Rohingya pada sensus penduduk tahun 1824 yang dilakukan Inggris.32

Perbedaan agama, fisik, dan bahasa dimana Rohingya berbicara bahasa bengali

dengan dialek Chittagong yang sangat terlihat antara Rohingya dengan etnis mayoritas

Myanmar, semakin dijadikan alasan oleh pemerintah untuk tidak mengakui Rohingya sebagai

bagian dari Myanmar. Padahal menurut Nurul Islam, presiden organisasi nasional Rohingya

Arakan dan Zaw Min Htut pemimpin orang Rohingya Jepang yang pernah datang ke

Indonesia dan melakukan kampanye ‘Save Rohingya’ bersama PIARA, mengatakan bahwa

bahasa dan budaya Rohingya berbeda dengan Bengali.33

Tidak diakuinya eksistensi Rohngya saat ini, berbanding terbalik dengan masa

kepemerintahan perdana menteri U Nu pada tahun 1948-1962. Pada saat kepemerintahan U

31
“Facts About The Rohingya Muslims of Arakan” http://www.rohingya.org/portal/index.php/learn-about-
rohingya.html diakses pada tanggal 24 september 2014
32
Aulia Akbar. “Sejarah Masyarakat Rohingya.”
http://international.okezone.com/read/2012/08/17/411/679197/sejarah-masyarakat-rohingya diakses pada
tanggal 25 september 2014.
33
Heri Aryanto SH. “Kondisi Faktual Muslim Rohingya di Indonesia” (Laporan Hasil Pencarian Fakta di Aceh,
Medan, dan Tanjung Pinang. Baca juga Baiq L.S.W Wardhani. Beggar Thy Neighbour: “Pemiskinan Sistematis
bagi Stateless Rohingya dan Dampaknya bagi Bangladesh.”
Nu, banyak tokoh asal Rohingya yang berperan dalam pemerintahan seperti Sultan Mahmoud

yang menjadi menteri kesehatan. Namun setelah kudeta militer yang dipimpin oleh jenderal

Ne Win berhasil menggulingkan kepemerintahan U Nu di tahun 1962, sejak saat iulah

pemerintah Myanmar tidak mengakui Rohingya dengan menganggap bahwa populasi muslim

yang tinggal di Rakhine adalah Bengali.34

2.1.2 Nama 8 Besar Ras Etnis Nasional dan 135 Kelompok Etnis Myanmar35

34
Aris Pramono. “Peran UNHCR dalam Menangani Pengungsi Myanmar Etnis Rohingya di Bangladesh
(Periode 1978-2002).” Baca juga “BRAJ Appeals to Japan Government to Protect Rohingya in Arakan.”
35
Tun Tuan Aung: An Introduction To Citizenship Card Under Myanmar Citizenship Law.
http://dspace.lib.niigata-u.ac.jp:8080/dspace/bitstream/10191/6399/1/ . Diakses pada tanggal 23 september
2014
Keyakinan pemerintah atas sejarah bahwa Rohingya bukan etnis Myanmar berakibat

sulitnya Rohingya hidup di Myanmar. Terutama setelah lahirnya peraturan kewarganegaraan

Myanmar tahun 1982 yang hanya mengakui kelompok etnis yang telah menetap di Myanmar

sebelum tahun 1823. Sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh pemerintah Myanmar.36

“The 1982 citizenship law defines citizen as members of ethnic groups that have
settled in Burma before 1823, the start of British Colonial rule in Burma. The
Rohingya do not feature among the 135 national races listed by government and
therefore rendered stateless.”37

“In actual fact, although there are (135) national races living in Myanmar today, the
so-called Rohingya people is not of them. Historically, there has never been a
‘Rohingya’ race in Myanmar...”38

Pemerintah telah melakukan beberapa tindakan represi, diskriminasi dan eliminasi

terhadap Rohingya. Seperti beberapa operasi yang digencarkan pemerintah Myanmar dengan

tujuan mengusir dan menekan pertumbuhan penduduk Rohingya, perempuan Rohingya juga

tidak diperkenankan memakai jilbab, orang-orang Rohingya juga sering dipaksa bekerja

tanpa upah, penghancuran masjid dan tempat tinggal, serta perampasan hak-hak untuk

mendapatkan pekerjaan dan pendidikan.39

Misalnya pada tahun 1970-an, Myanmar mewajibkan seluruh warga negaranya

untuk memiliki kartu pendaftaran warga negara. Namun hanya Rohingya yang diberi kartu
36
Ibid.
37
Chris Lewa. Asia’s New Boat People: Thousands of Stateless Rohingyas are Leaving Burma and Bangladesh,
Dreaming of a Better Life in Malaysia. Hal 40
38
Press Release of The Ministry of Foreign Affairs of The Union of The Myanmar. 26 February 1992. Dikutip
dari Myanmar The Rohingya Minority: Fundamental Rights Denied.
39
“Facts About The Rohingya Muslims of Arakan.” Op.cit. Pemerintah Myanmar tidak hanya melakukan
diskriminasi dan represi pada Rohingya, tapi juga kepada etnis minoritas lain seperti Karen, Shan, Kachin dan
Mon. Namun etnis minoritas tersebut masih diakui eksistensinya oleh Myanmar. Ini dibuktikan dengan beberapa
penamaan wilayah di Myanmar sesuai dengan nama beberapa etnis tersebut.
pendaftaran asing. Sehingga beberapa sekolah dan majikan tidak bisa menerima mereka. 40

Selain itu juga pada tahun 1977, pemerintah mengadakan program operasi atau sensus secara

menyeluruh yang diberi nama Naga Min. Operasi ini bertujuan untuk mengamati atau

memeriksa setiap individu yang tinggal di Myanmar kemudian menandai mana saja yang

tergolong warga negara dan warga negara asing lalu melawan warga negara asing yang

dianggap masuk ke Myanmar secara ilegal.41 Di wilayah Arakan sendiri, prosedur ini justru

menjadi serangan brutal yang ditujukan pada Rohingya mengakibatkan pembunuhan masal,

perkosaan, pengerusakan masjid dan penganiayaan oleh orang-orang Rakhine dan tentara

lokal.

Akibat dari kekerasan-kekerasan itulah yang akhirnya membuat orang-orang

Rohingya menjadi pengungsi, ‘manusia perahu’ dan berbondong-bondong keluar dari

negaranya mencoba mencari suaka ke negara lain seperti Indonesia, Malaysia, Brunei dan

Bangladesh. Dalam perjalanannya mencari perlindungan ke negara lain, tak jarang banyak

orang-orang Rohingya yang tewas karena kelaparan, kehausan atau bahkan tenggelam.42

Pemberitaan media yang provokatif disertai sikap tertutup pemerintah Myanmar 43 atas apa

yang terjadi di Rakhine, sekaligus diiringi dengan keluarnya warga Rohingya dari Myanmar

secara besar-besaran membuat banyak negara salah tafsir atas apa yang terjadi di Myanmar.

40
Human Right Watch. “The Government Could Have Stop This – Sectarian Violence and Ensuing Abuses in
Burma’s Arakan State.”
41
Statement by the Ministry for Home and Religious Affairs, November 16, 1977 dikutip dari “Burma: The
Rohingya Muslims: Ending a Cycle of Exodus?" http://www.refworld.org/cgi-
bin/texis/vtx/rwmain?docid=3ae6a84a2 diakses pada tanggal 5 September 2014
42
Pusat Informasi dan Advokasi Rohingya Arakan (PIARA) PAHAM Indonesia. “Rohingya, 101 Data dan
Fakta”. Orang-orang Rohingya yang berada di negara lain dengan niatan mencari perlindungan, tak sedikit pula
mendapatkan perlakuan semena-mena di negara penerima seperti penjualan ke sindikat perdagangan manusia
dan kerja paksa. Baca juga: “Polisi Thailand Jual Pengungsi Rohingya”
http://international.okezone.com/read/2013/01/21/411/749580/polisi-thailand-jual-pengungsi-rohingya diakses
pada tanggal 22 Maret 2014
43
“Jusuf Kalla: Kita Bisa Mendesain Masa Depan Rohingya.”
http://www.tribunnews.com/tribunners/2012/10/04/jusuf-kalla-kita-bisa-mendesain-masa-depan-rohingya
2.2 Latar Belakang Konflik dan Perkembangan Konflik Rohingya Tahun 2012

hingga 2013

Kerusuhan yang melibatkan Rohingya dan Rakhine ini bermula pada bulan Juni

2012. Pada saat itu sebuah surat kabar “The New Light of Myanmar” memberitakan sebuah

pemerkosaan dan pembunuhan terhadap seorang penjahit wanita bernama Ma Thida Htwe di

desa Kyak Ni Maw, kota Yanbye pada tanggal 28 Mei 2012 yang diduga dilakukan oleh

pemuda muslim Rohingya.44

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan tersebut dilaporkan ke kantor Polisi Kyauk

Nimaw hingga pada akhirnya polisi berhasil menetapkan tiga tersangka bernama Htet Htet (a)

Rawshi bin U Kyaw Thaung, Rawphi bin Sweyuktamauk, dan Khochi bin Akwechay.

Menurut penyelidikan, tersangka merampok sejumlah barang berharga Ma Thida dengan

alasan membutuhkan uang untuk menikahi seorang gadis. Dibantu kedua rekannya, Htet Htet

mengakhiri aksi perampokannya dengan membunuh korban.45

Beberapa sumber menyatakan bahwa sehari setelah penangkapan tiga tersangka

pemerkosaan tersebut, sekelompok massa umat Budha datang mengepung kantor polisi

tempat tiga pelaku berada. Mereka menuntut agar ketiga pelaku diserahkan pada massa yang

marah. Setelah itu, pada 3 Juni 2012 orang-orang Budha di kota Taunggup membagikan

selebaran peringatan potensi pemerkosaan wanita Rakhine oleh muslim Rohingya. Sekitar

300 massa Budha Rakhine juga dilaporkan menghadang sebuah bus yang berisikan 10

penumpang peziarah Islam. Mereka dipukuli hingga tewas, satu orang Budha juga dinyatakan

44
DPR RI. “Diplomasi Parlemen Indonesia di Asia Tenggara: Spektrum Kepemimpinan Indonesia di ASEAN
Inter-Parliamentary Assembly 2011-2012.” Hal 88
45
Agil Iqbal Cahaya,S.AP, Staf Analisis Bidang Pertahanan Deputi Bidang Polhukam. “Rohingya, Korban
Minoritas Yang Terusir Dari Negaranya”. Lihat pada www.setkab.go.id/artikel-5309-html diakses pada
tanggal 28 November 2012
tewas dalam insiden tersebut karena dikira muslim. Penyerangan bus ini didasari motif balas

dendam atas kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang terjadi pada 28 Mei 2012.46

Jelang seminggu setelah penyerangan bus berpenumpangkan muslim Rohingya,

segerombolan umat muslim dilaporkan melempar batu ke sebuah gedung di wilayah

Maungdaw pada 08 Juni 2012 seusai sholat jum’at. Beberapa saksi melaporkan bahwa ribuan

orang Rohingya juga menyerang dan membunuh beberapa orang non muslim. Pada insiden

itu, polisi sempat melepaskan tembakan peringatan agar kerumunan massa dapat dibubarkan.

Namun kerusuhan justru berlanjut dengan membakar rumah-rumah orang Budha Rakhine.

Umat Budha pun juga turut meluncurkan serangan balasan. Pada hari yang sama juga tercatat

bahwa kekerasan yang melibatkan dua kubu etnis ini muncul di berbagai wilayah.47

Aksi balas dendam berkembang secara cepat dan berkelanjutan. Kedua kubu

berkomitmen untuk saling melakukan pembunuhan, pembakaran, dan penghancuran properti.

Di beberapa daerah, ribuan pasukan bersenjata Rakhine melancarkan serangan dan

penghancuran desa muslim. Beberapa serangan memang ditargetkan oleh orang-orang

Rakhine dan pasukan keamanan negara untuk melawan muslim Rohingya. serangan ini

mengakibatkan mengungsinya lebih dari 100.000 jiwa yang sebagian besar adalah

Rohingya.48

Tindakan saling serang dan membalas terus terjadi antar kedua etnis. Kerusuhan

juga mulai pecah di beberapa kota seperti Sittwe, Maungtaw, dan Buthidaung. Para perusuh

juga menghancurkan dan membakar rumah, toko, penginapan serta terlibat dalam

pembunuhan yang menewaskan 87 orang termasuk 31 diantaranya dari ras Rakhine dan

46
“Mencegah Pertumpahan Darah serta Membangun Hubungan Antar Suku yang Lebih Baik.”
http://www.crisisgroup.org/en/publication-type/alerts/2012/myanmar-alert.aspx?alt_lang=id . baca juga
“Protect The Rohingya’s Report: Hear Our Screams, Making A Case For The Rohingya Genocide.”
47
Ibid. “Protect The Rohingya’s Report: Hear Our Screams, Making A Case For The Rohingya. baca juga
Inquiry Commission, Union of Myanmar. Final Report of Inquiry Commission on Sectarian Violence in
Rakhine State. Dapat dilihat di http://www.burmalibrary.org/docs15/Rakhine_Commission_Report-en-red.pdf
48
Fortify Rights. Op.cit. Hal 17-18
sisanya dari Rohingya. Selain membuat ratusan orang terluka, kerusuhan ini juga berhasil

membumihanguskan 5.338 rumah.49

2.2.2 Kondisi Etnis Rohingya Sebelum Direlokasi ke Tempat Aman 50

49
Pernyataan Resmi U Nyunt Tin. Ketua Delegasi Parlemen Myanmar pada Sidang Umum AIPA ke 33 di
Lombok, 16 s.d 22 september 2012. Dikutip dari DPR RI. Op.cit.
50
Dr. Habib Siddiqui. “Arakan Genocide of The Rohingya of Myanmar in 2012.”
2.2.1 Perkembangan Konflik Rohingya Tahun 2012 Hingga 2013

Sedikitnya sudah 200.000 orang Rohingya melarikan diri dari rumahnya sejak bulan

Juni 2012. Setahun setengah pasca kekerasan di Rakhine pada 2012, beberapa pengungsi

etnis Rohingya masih kekurangan tempat tinggal yang memadai, air minum, kamar mandi,

dan perawatan kesehatan.51 Sampai saat penelitian ini ditulis, konflik yang melibatkan Budha

Rakhine dengan Islam Rohingya belum juga berhenti.52

Kerusuhan yang terjadi sejak awal Juni 2012 silam langsung menyita perhatian

dunia internasional. Walaupun fakta membuktikan bahwa Rohingya telah di diskriminasi

cukup lama jauh sebelum kerusuhan 2012 meledak. Namun pemberitaan media, sikap

diskriminatif pemerintah Myanmar hingga bertambahnya arus pengungsi Rohingya ke

negara-negara tetangga, seolah menggambarkan bahwa kerusuhan ini tak akan berakhir.

2.2.3 Kondisi Pengungsian Rohingya di Luar Sittwe53

51
Fortify Rights. Op.cit.. Hal 18
52
Beberapa media masih memberitakan kerusuhan yang melibatkan dua etnis mayoritas Budha dengan etnis
minoritas Islam. Baca “Bentrokan Myanmar Berlanjut, Dua Tewas.”
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2014/07/140703_myanmar_islam_buddhis baca juga “Redam
Kerusuhan Sektarian, Jam Malam Mulai Diberlakukan.” http://dunia.rmol.co/read/2014/07/06/162611/Redam-
Kerusuhan-Sektarian,-Jam-Malam-Mulai-Diberlakukan- dan “The Violence-Hit Rohingya Village, Duchiradan
Set Ablaze” http://www.rvisiontv.com/breaking-news-the-violence-hit-rohingya-village-duchiradan-set-ablaze/
diakses pada tanggal 28 September 2014
53
Fortify Rights. “Policies of Persecution: Ending Abusive State Policies Against Rohingya Muslims in
Myanmar – Anti Muslim Violence: 2012 Present.”
2.2.4 Kondisi Pengungsian Rohingya di Rakhine54

Kerusuhan yang terjadi antara Rohingya dengan Rakhine fase kedua kembali pecah

pada 21 Oktober 2012. Pada saat itu, ratusan etnis Rakhine menyerang perkampungan

Rohingya di desa Aung-Hlaing kota Minbya. Konflik fase kedua ini juga berimbas kepada 7

54
European Commission: “Humanitarian Aid and Civil Pretection, The Rohingya Crisis, ECHO FactSheet.”
kota di negara bagian Rakhine termasuk Kyaukpyu dan Myebon yang tidak terkena dampak

dari kerusuhan fase pertama.55

Pemerintah Myanmar sendiri mengakui bahwa serangan tersebut telah terkoordinir.

Aparat keamanan yang selama ini dituding telah gagal melindungi Rohingya justru terlihat

membela Rohingya pada saat kerusuhan terjadi. Ini dapat dibuktikan dari pengakuan seorang

warga etnis Rakhine yang mengatakan bahwa pihak keamanan melepaskan tembakan ke arah

etnis Rakhine agar membubarkan diri. Dalam insiden tersebut dilaporkan 56 orang tewas, 64

orang luka-luka dan hampir 2000 rumah terbakar.56

2.2.5 Kerusuhan Kembali Pecah di Rakhine pada Oktober 201257

55
Inquiry Commission. Op.cit. Hal 13
56
Benjamin Zawacki. “Defining Myamars Rohingya Problem.” baca juga “Kerusuhan Terbaru di Myanmar
Tewaskan 56 Jiwa” http://international.okezone.com/read/2012/10/26/411/709554/kerusuhan-terbaru-di-
myanmar-tewaskan-56-jiwa diakses pada tanggal 26 September 2014
57
Dr. Habib Siddiqui. Op.Cit
2.2.6 Gambar Satelit Sebelum dan Sesudah Kerusuhan Oktober 2012 di Kyaukpyu

Rakhine58

58
Human Right Watch. Damage Assesment Summary for Kyaukpyu.
http://www.hrw.org/news/2012/11/17/burma-satellite-images-show-widespread-attacks-rohingya . diakses pada
tanggal 23 September 2014
Pertengahan September 2012, diperkirakan sudah 76.000 orang-orang Rakhine

mayoritas etnis Rohingya hidup dalam pengungsian. Angka tersebut naik menjadi 115.000

jiwa pada bulan November 2012. Pada bulan November juga dilaporkan bahwa sekelompok

umat Budha menghadang dan membagikan pamflet ancaman kepada dokter dan tenaga

bantuan medis yang berusaha melanjutkan pemberian bantuan ke pengungsian Rohingya. 59

Pada 16 Maret 2013, tiga orang laki-laki Rohingya bernama Mohammad Ullah,

Manzur Alam, dan Mohammed Ayub dari kota Minbya ditemukan tewas di dalam air dengan

bekas luka potong dibagian leher, hidung dan organ intim. Mereka dibunuh oleh ekstrimis

Rakhine saat akan membeli bahan makanan untuk warga desa.60

Kerusuhan juga menjalar ke kota Meikhtila, Myanmar tengah pada bulan Maret

2013. Sejak bentrokan antara umat Budha dan muslim Rohingya tercetus bulan Juni 2012

yang lalu, mulai banyak gerakan atau kampanye anti muslim yang bermunculan. Walaupun

kerusuhan di Meikhtila ini tidak melibatkan etnis muslim Rohingya dan Budha Rakhine,

namun kerusuhan selama beberapa hari tersebut berhasil menewaskan sepuluh orang dan

puluhan luka-luka serta 42 bangunan yang hangus terbakar.61

2.2.7 Kerusuhan Meikhtila62

59
Benjamin Zawacki. Op.cit
60
“Three Rohingya Killed in Minbya, Arakan.” http://burmatimes.net/three-rohingya-killed-in-minbya-arakan-
24734/ diakses pada tanggal 07 Oktober 2014
61
“Myanmar Tangkap 12 Pelaku Kerusuhan Agama.” http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-08-
27/myanmar-tangkap-12-pelaku-kerusuhan-agama/1181775 baca juga “Myanmar Riots Stoke Fears of
Widening Sectarian Violence.” http://www.reuters.com/article/2013/03/22/us-myanmar-unrest-meikhtila-
idUSBRE92L04G20130322
62
“Photos of Killed Muslims with Armed Terrorist Buddhists in Meiktila, Myanmar.”
http://www.thestateless.com/2013/03/photos-of-killed-muslims-with-armed.html . diakses pada tanggal
24 September 2014
Duta besar Indonesia untuk Myanmar, Sebastianus Sumarsono mengatakan bahwa

intensitas konflik etnis di Myanmar sempat mereda pada bulan April 2013.63 Namun

meredanya konflik etnis ini tak bisa bertahan lama. Pasalnya, pada 30 April 2013 kembali

63
“Konflik Budha-Muslim di Myanmar Mereda.”
http://www.republika.co.id/berita/internasional/asean/13/04/02/mkllh9-konflik-buddhamuslim-di-myanmar-
mereda diakses pada tanggal 21 September 2014
muncul pemberitaan tentang penyerangan Masjid dan Toko milik umat Islam di kota kecil

Oakkan yang dilakukan oleh orang-orang Budha.64

Hampir satu tahun setelah kerusuhan Rakhine dan Rohingya mencuat pada bulan

Juni 2012 silam dibawah kepemimpinannya, akhirnya presiden Thein Sein bersumpah bahwa

pemerintah akan akan melakukan segala cara untuk melindungi hak-hak minoritas muslim

yang tinggal di Rakhine. Dalam pidato yang disiarkan oleh televisi negara senin 6 Mei 2013,

Thein Sein juga menekankan pentingnya toleransi antar pemeluk agama agar bisa hidup

berdampingan secara damai.65

Rentan waktu dari pertengahan hingga akhir tahun 2013 masih terus menceritakan

tentang penyerangan yang melibatkan dua kubu etnis. Sejauh ini belum ada pemberitaan

perkembangan konflik ke arah yang lebih baik. Seperti pemberitaan media tanggal 03

Oktober 2013. Massa Budha membawa pedang dan pisau lalu menyerbu kota Thandwe yang

mengakibatkan kematian lima orang. Mereka juga membakar setidaknya 100 rumah. Didesa

terdekat dari wilayah Pauktaw juga ditemukan sisa puing 40 rumah yang hangus terbakar. 66

2.2.8 Data Bangunan Rusak di Thandwe, 05 Oktober 201367

64
“Kerusuhan Baru di Myanmar, Rumah Ibadah diserang.”
http://international.okezone.com/read/2013/05/01/411/800251/kerusuhan-baru-di-myanmar-rumah-ibadah-
diserang diakses pada tanggal 27 September 2014
65
Embassy of The Republic of Indonesia, Yangon, Myanmar.Op.Cit
66
“Victim of Myanmar Attack Mourns Mother Left Behind.” http://news.yahoo.com/victim-myanmar-attack-
mourns-mother-left-behind-083424844.html diakses pada tanggal 27 September 2014
67
Rohingya Blogger: “Houses, Mosques and Others Destructed by Rakhine Mob in Thandwe.”
Konflik antar kedua etnis ini juga masih terjadi pada tanggal 28 November 2013

dimana duabelas orang muslim yang akan berangkat bekerja di sebuah pabrik batu bata

Rakhine diculik oleh Biksu Budha di Sittwe. Tujuh orang diculik dan 5 orang lainnya

dilepaskan.68 Pada bulan desember juga masih ditemukan pemberitaan yang mengabarkan

bahwa orang-orang Rohingya yang tinggal di kota Maungdaw sedang hidup dalam ketakutan

karena adanya rumor yang tersebar bahwa akan ada serangan besar yang dilakukan oleh

ekstrimis Rakhine.69

Pada awal bulan Desember 2013, seorang senior politik melaporkan adanya

pertemuan rahasia yang digelar oleh hampir seluruh anggota perwira tentara dan pimpinan

ekstrimis Rakhine Buthidaung dan Maungdaw. Pertemuan ini membangkitkan semangat

para ekstrimis sekaligus mengisyaratkan beberapa indikasi yang sangat jelas bahwa akan ada

kerusuhan lagi di wilayah Rakhine. Pertemuan ini juga seolah membenarkan rumor yang

beredar pada bulan november lalu bahwa akan ada serangan susulan. Saat ini para pemimpin

Rohingya serta semua warga di wilayah Buthidaung dan Maungdaw hidup dalam ketakutan

karena pemerintah setempat dan para ekstrimis sedang berusaha mengurangi jumlah populasi

orang-orang Rohingya dengan membunuh dan mengusir mereka dari Myanmar.70

68
“12 Muslims Kidnaped by Rakhine Monks in Sittwe” http://arakan24.com/en/index.php/news/news-
arakan/209-12-muslims-kidnaped-by-rakhine-monks-in-sittwe diakses pada tanggal 27 September 2014
69
“Fresh Conspiracy For a Pervasive Attack on Rohingya” http://arakan24.com/en/index.php/news/news-
arakan/210-fresh-conspiracy-for-a-pervasive-attack-on-rohingya diakses pada tanggal 27 September
2014
70
“Rohingya are engulfed by fear of prospective violence in Maung daw.”
http://burmatimes.net/rohingya-are-engulfed-by-fear-of-prospective-violence-in-maung-daw/ diakses pada
tanggal 07 Oktober 2014
Selama rentan waktu terjadinya konflik antara Rohingya dan Rakhine, muncul pula

sebuah gerakan yang disebut 969 dan 786. Gerakan 969 merupakan gerakan yang dipimpin

oleh seorang biksu bernama Wirathu. Dimana orang-orang yang berada didalamnya merasa

bangga karena menjadi Budha pertama di Myanmar. Saat ini gerakan 969 mendapat banyak

dukungan dari pejabat pemerintah dan biksu. Wirathu sebagai pemimpinnya mendesak agar

semua umat Budha memboikot toko-toko dan bisnis orang Islam dengan cara melakukan

transaksi jual beli hanya di toko-toko Budha yang bertanda 969.71

Gerakan 969 dengan mudah disebarkan oleh para biksu. Logo dan stikernya tersebar

ke seluruh penjuru rumah, toko, taksi dan kios-kios souvenir khususnya di daerah daerah

yang sedang dilanda kerusuhan. Beberapa pihak berwenang bahkan memperlakukan simbol

tersebut dengan sangat hormat. Tercatat bahwa seorang pria muslim pernah dihukum selama

2 tahun penjara karena melepas stiker tersebut dari sebuah toko. Sama halnya dengan logo

969, Islam pun juga memiliki logonya sendiri yakni 786. Simbol ini juga kerap dipasang di

setiap toko dan rumah mereka. Menurut mereka, ini adalah angka yang mewakili berkah

Islam. Memiliki arti yang sama dengan Bismillahirrohmanirrohim, “Dengan Menyebut Nama

Allah yang Maha Pengasih dan Maha penyayang.”72

71
“Special Report: Myanmar Gives Official Blessing to Anti-Muslim Monks.”
http://www.reuters.com/article/2013/06/27/us-myanmar-969-specialreport-idUSBRE95Q04720130627 baca
juga “The 969 Cathechism.” http://www.reuters.com/article/2013/06/27/us-myanmar-969-monk-
idUSBRE95Q04G20130627 diakses pada tanggal 05 Oktober 2014
72
Ibid. Tidak ada kejelasan sejak kapan gerakan 969 muncul. Pasalnya pendiri gerakan 969, Wirathu baru bebas
dari penjara pada tahun 2011. Namun kenyataannya, gerakan ini memang semakin menjadi setelah kerusuhan
Juni 2012. Lebih lanjut, baca “The Neo-Nazi Group Behind Myanmars Anti-Islam Attacks.”
http://www.ucanews.com/news/the-neo-nazi-group-behind-myanmars-anti-islam-attacks/67914 diakses pada
tanggal 05 Oktober 2014
2.2.9 Seorang Biksu Budha Berdiri disamping Logo 96973

Seluruh tindak kekerasan yang terjadi selama kurun waktu Juni 2012 hingga

Desember 2013 berawal dari konflik individu yang pada akhirnya berhasil menyeret dua

kubu etnis yang berbeda yakni muslim Rohingya dengan Budha Rakhine hingga

menyebabkan kerusuhan besar-besaran.

2.3 Tindakan Diskriminasi Pemerintah Myanmar 2012 – 2013

Human Right Watch yang berbasis di New York menuding bahwa pemerintah,

termasuk para biksu Budha, politisi lokal, pejabat pemerintah, dan pasukan keamanan negara

telah menggerakkan kampanye pembersihan etnis untuk melawan umat Islam. 74 Thein Sein

73
Andrew R.C Marshall/Reuters. “Myanmars Official Embrace of Extreme Buddhism.”
74
Embassy of The Republic of Indonesia, Yangon, Myanmar. “Burma President Vows to Protect Muslim
Rights”
adalah mantan komandan militer yang pernah menjabat sebagai perdana menteri pada 2007

hingga kemudian berhasil menjadi presiden Myanmar pada tahun 2011. Dibawah

kepemerintahannya, ia dituding telah mengabaikan dan bahkan bersekongkol dalam

pembersihan etnis dan pelanggaran HAM terhadap Rohingya. Ditambah lagi dengan

pernyataannya bahwa tidak ada Rohingya dalam daftar ras Myanmar. Ia mengatakan bahwa

Myanmar hanya punya Bengali yang pernah dibawa Inggris untuk mengerjakan bidang

pertanian.75

Selama berlangsungnya pembantaian, Rohingya terus menerus mengalami tindakan

diskriminasi dari pemerintah Myanmar. Misalnya, tindakan diskriminasi pasukan keamanan

Nasaka yang sedang melakukan sensus memaksa Rohingya untuk menulis ‘Bengali’ sebagai

nama ras mereka. Beberapa orang Rohingya yang berusaha menentang dikte dari pasukan

Nasaka karena tidak sesuai dengan keinginan mereka, berakhir dengan ditangkap dan

disiksa.76

Nasaka adalah pasukan perbatasan Myanmar yang dituduh telah terlibat aktif dalam

pembersihan ernis di Rakhine. Pada bulan Maret 2013, muncul sebuah video disebuah

website yang mengunggah rekaman pasukan Nasaka saat membunuh muslim Rohingya.

kemudian pada bulan Mei 2013 juga dilaporkan bahwa ada beberapa warga Rohingya yang

melarikan diri setelah menolak disebut ‘Bengali’ oleh pasukan Nasaka. 77

Rohingya juga menerima perlakuan diskriminatif dari Tatmadaw yang merupakan

Organisasi paling kuat di Myanmar yang memiliki sejarah panjang atas kejahatan perang

seperti pemerkosaan, penyiksaan, pembakaran desa, pembersihan etnis, dan lain lain. Dalam

http://kbriyangon.org/index.php?option=com_content&view=article&id=213:burma-president-vows-to-protect-
muslim-rights&catid=9:media-highlight&Itemid=21 diakses pada tanggal 20 september 2012
75
Anne Gearan. “Burma’s Thein Sein Says Military Will Always Has Special Place in Government.”
http://www.washingtonpost.com/world/national-security/burmas-thein-sein-says-military-will-always-have-a-
special-place-in-government/2013/05/19/253c300e-c0d4-11e2-8bd8-2788030e6b44_story.html diakses pada
tanggal 26 september 2014
76
Arakan Rohingya National Organization. “ARNO Request UN Intervention is Most Urgent to Protect The
Rohingya in Arakan State – 14 January 2013.” Dikutip dari Arakan Genocide of The Rohingya of Myanmar in
2012 by Dr. Habib Siddiqui. Hal 29
77
The Sentinel Project for Genocide Prevention. “Burma Risk Assessment – September 2013.” Hal 13.
kasus Rohingya 2012, Tatmadaw secara terbuka mendukung dan memberikan kontribusi

terhadap kekerasan massa yang muncul secara tiba-tiba.78

Selain itu, sejak bulan Juni banyak masjid dan sekolah di Rakhine dan Sittwe yang

dirusak serta dibakar. Adapula yang dikunci. Rohingya tidak diperkenankan melakukan

ibadah di bulan Ramadhan. Jika memberontak, mereka akan dihukum dan ditahan.79

2.3.1 Masjid Rohingya Dirusak80

78
Ibid.
79
Marieska Harya Virdani. “Sejak Juni, Masjid untuk Rohingya dikunci, dirusak, dan dibakar.”
http://international.okezone.com/read/2012/08/13/411/676796/sejak-juni-masjid-untuk-rohingya-dikunci-
dirusak-dan-dibakar diakses pada tanggal 26 september 2014
80
Dr. Habib Siddiqui. Op.Cit
Tindakan otoritas Myanmar yang mengumumkan pasal 144 peraturan darurat

dimana inti dari aturan ini adalah melarang warga Rohingya berkumpul lebih dari lima orang,

membuat umat muslim Rohingya tidak dapat menunaikan sholat idul fitri berjamaah dua

tahun berturut-turut dari 2012 hingga 2013. Sejak tahun 2012 pemerintah Myanmar diketahui

telah melarang kegiatan sholat berjamaah. Padahal peraturan darurat 144 yang dikeluarkan

Myanmar adalah sebagai tanggapan atas situasi konflik yang terjadi. Seharusnya peraturan ini

juga berlaku untuk seluruh etnis yang berkaitan. Namun yang terlihat justru diskriminasi

agama karena etnis Budha tetap bisa merayakan hari agamanya di kuil, sementara umat Islam

Rohingya tidak diizinkan.81

Penulis juga menemukan laporan Human Right Watch yang mengatakan bahwa

aparat kepolisian dan paramiliter Myanmar yang berjaga di lokasi konflik tak segan

menembaki etnis Rohingya dengan peluru asli. Sebagian diantaranya juga turut menyiksa

para pemuda Rohingya yang terlibat bentrok dengan Rakhine. Seorang warga Rohingya juga

menuturkan bahwa aparat yang berjaga hanya berdiam diri saat warga Budha membakar

perkampungan Rohingya. aparat justru menembaki etnis Rohingya yang mencoba untuk

memadamkan api.82

2.3.2 Rumah Rohingya yang Terbakar83

81
“Dua Tahun Berturut Muslim Rohingya Dilarang Shalat Idul Fitri.”
http://www.republika.co.id/berita/internasional/asean/13/08/09/mr9kbh-dua-tahun-berturut-muslim-rohingya-
dilarang-shalat-idul-fitri diakses pada tanggal 26 september 2014
82
“Tentara Myanmar Sengaja Tembaki Muslim Rohingya – Hasil Investigasi HRW Soal Konflik Sektarian.”
http://www.jpnn.com/read/2012/08/02/135579/Tentara-Myanmar-Sengaja-Tembaki-Muslim-Rohingya- baca
juga “Pemerintah akui ada pembakaran di Rakhine.”
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/10/121028_rakhineburnout.shtml diakses pada tanggal 21
september 2014
83
Dr. Habib Siddiqui. Op.Cit
2.3.3 Warga Rohingya Berlarian Keluar Rumah Saat Terjadi Kebakaran84

Beberapa tindakan dan kebijakan diskriminatif yang ditujukan pada etnis Rohingya

tampak sengaja dirancang untuk membuat Rohingya tidak betah dan meninggalkan

Myanmar. Seperti pada tanggal 31 Juli 2012, menteri dalam negeri letnan jenderal Ko Ko

84
Dr. Habib Siddiqui. Op.Cit
mengatakan kepada parlemen bahwa pihak berwenang akan memperketat peraturan dalam

melawan Rohingya. Tujuannya adalah untuk mengatur kelahiran, kematian, bepergian,

pernikahan dan lain sebagainya. Terbukti bahwa kebijakan diskriminatif tersebut berhasil

membuat Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, Thailand, Malaysia dan beberapa negara

lain.85

Seperti halnya surat perjanjian daerah tahun 2005 yang menyebutkan bahwa dalam

pembuatan permohonan pernikahan bagi etnis Rohingya membutuhkan foto dari kedua calon

mempelai yang memperlihatkan foto pihak laki-laki tampil dicukur bersih dan pihak wanita

juga dilarang memakai jilbab. Padahal persyaratan ini tergolong memberatkan etnis Rohingya

karena bertentangan dengan aturan dan adat agama Islam Rohingya.86

Selain itu, pasangan Rohingya diharuskan membayar biaya tidak resmi untuk

menikah yang mencapai 100.000 kyat (US $100). Akan ada tambahan biaya sebesar US $100

apabila akan menikahi seseorang dari kota lain. Kebanyakan pasangan Rohingya juga sering

menunggu hingga 2 tahun agar permohonan pernikahannya disetujui.87

Berdasarkan pasal 417 KUHAP Myanmar juga tertulis bahwa tersedia hukuman

hingga 1 tahun penjara bagi orang-orang rohingya yang memiliki hubungan dengan orang

lain tanpa menikah dengan persetujuan negara. Selain itu juga terdapat syarat untuk janda,

duda dan orang-orang yang sudah bercerai untuk menunggu setidaknya hingga satu tahun bila

akan menikah lagi.88

Pemerintah Myanmar juga telah lama membatasi pergerakan etnis Rohingya.

Dokumen pemerintah yang beredar dalam negeri pada tahun 2005 dan 2008 berisikan tentang

persyaratan diskriminatif bagi pasangan Rohingya yang telah menikah untuk mendapatkan

ijin dari pemerintah untuk bergerak dalam satu wilayah dan ke lain wilayah. Mereka juga

85
Fortify Rights. Op.cit. hal 11
86
Fortify Rights. Op.cit. Hal 30-31
87
Fortify Rights Hal 31
88
Fortify Rights. Hal 31
diharuskan untuk mengisi aplikasi yang akan diperiksa terlebih dahulu oleh pihak berwenang

dan melaporkan kepada pihak imigrasi apabila mereka sudah tiba di tempat tujuan.89

Terakhir, penulis menemukan kebijakan diskriminatif pemerintah Myanmar yang

menetapkan ‘Keluarga Berencana’ hanya kepada Rohingya. pada bulan Mei 2013, juru bicara

kepemerintahan Rakhine Win Myaing mengatakan:

“Regarding family planning, they [Rohingya] can only [have] two children. … The
rule is only for certain groups… For Buddhist people, we don’t need that rule,
because Buddhist people only have one wife. … It’s being implemented to control
the population growth, because it’s becoming too crowded there.” 90

Kebijakan pemerintah Myanmar yang tiba-tiba menetapkan agar orang-orang

Rohingya hanya memiliki dua anak, membuat wanita Rohingya terpaksa harus melakukan

aborsi. Sementara praktek aborsi di Myanmar sendiri tergolong perbuatan ilegal dan tidak

aman. Praktek aborsi di Myanmar menggunakan metode tongkat yang dimasukkan kedalam

rahim dengan tujuan menggugurkan kandungan. Ratusan wanita Rohingya telah dirawat di

rumah sakit akibat komplikasi yang dihasilkan oleh aborsi yang tidak aman. 91 Tabel 2.1

dibawah ini penulis cantumkan untuk memudahkan pembacaan kronologi konflik dan sikap

pemerintah Myanmar. Bab selanjutnya dalam skripsi ini akan membahas tentang analisa

tindakan dan peran Indonesia dalam menyelesaikan konflik Rohingya.

Tabel 2.1 Kronologi Konflik Rohingya dan sikap Pemerintah

89
Fortify Rights. Op.cit. Hal 33. Lebih lanjut baca halaman 63-73 tentang surat perintah daerah yang
mencantumkan pembatasan dan pengontrolan populasi bagi etnis Rohingya.
90
Fortify Rights. Op.cit. Hal 26
91
Fortify Rights. Op.cit. Hal 28
Tanggal Lokasi Peristiwa / Tindakan Pemerintah

28 Mei 2012 Yanbye Pemerkosaan dan pembunuhan terhadap

seorang penjahit wanita Budha bernama Ma

Thida Htwe yang diduga dilakukan oleh 3

pemuda muslim Rohingya.

03 Juni Taunggup Umat Budha yang mendengar kasus

2012 pembunuhan tersebut langsung melakukan aksi

balas dendam dengan menghadang sebuah bus

dan membunuh sepuluh penumpang muslim.

08 Juni Maungdaw Umat Islam Rohingya dilaporkan melakukan

2012 serangan balasan dengan membunuh dan

membakar rumah orang-orang Budha seusai

melakukan sholat Jum’at.

Pertengahan Sittwe, Pauktaw, Beberapa kerusuhan aksi saling balas dendam

Bulan Juni Maungdaw dan masih terus bermunculan.

hingga Buthidaung

akhir bulan

Juni

Juli 2012 Myanmar Menteri dalam negeri mengatakan kepada

parlemen bahwa pihak berwenang akan

memperketat peraturan untuk mengatur

kelahiran, kematian, bepergian, pernikahan dan

lain sebagainya bagi orang-orang Rohingya.

21 Oktober Minbya, Kerusuhan besar-besaran fase kedua kembali


2012 Kyaukpyu, pecah di wilayah negara bagian Rakhine.

Myebon, dan 7 Kerusuhan menjalar ke beberapa kota yang

kota lainnya tidak terkena imbas pada kerusuhan fase

pertama Juni 2012.

Maret 2013 Minbya Tiga orang muslim Rohingya ditemukan tewas

didalam air. Pembunuhan diduga dilakukan

oleh ekstrimis Rakhine.

Maret 2013 Meikhtila Kerusuhan sampai di Meikhtila. Walau tidak

melibatkan muslim Rohingya dengan Budha

Rakhine, namun berhasil membuat sepuluh

orang tewas dan 42 bangunan terbakar.

Maret 2013 Rakhine Rekaman pembunuhan terhadap muslim

Rohingya yang dilakukan oleh pasukan Nasaka

diunggah ke sebuah website.

April 2013 Myanmar Kerusuhan mulai mereda.

30 April Oakkan Terjadi penyerangan masjid dan toko umat

2013 muslim.

6 Mei 2013 Yangon Presiden Thein Sein berjanji akan melakukan

segala cara untuk menyelesaikan konflik.

Mei 2013 Rakhine Kebijakan pemerintah untuk menerapkan

program ‘Keluarga Berencana’ maksimal dua

anak hanya untuk Rohingya. kebijakan

diskriminatif ini membuat wanita Rohingya

terpaksa melakukan aborsi.

Juni 2013 Rakhine Beberapa masjid dan sekolah warga Rohingya


banyak yang dikunci dan dirusak. Serta adanya

larangan untuk melakukan ibadah di bulan

ramadhan.

Agustus Maungdaw Muslim Rohingya tidak dapat melakukan

2013 sholat Ied Idul Fitri sejak tahun lalu. Termasuk

sholat idul fitri yang jatuh pada hari Kamis 08

agustus 2013. Ini merupakan dampak

penerapan peraturan darurat 144.

03 Oktober Thandwe Massa Budha menyerbu kota Thandwe dengan

2013 membawa pedang. Kerusuhan ini menewaskan

lima orang dan 100 rumah terbakar.

Desember Maungdaw, Digelar sebuah pertemuan rahasia antara

2013 Buthidaung perwira tentara dengan ekstrimis Budha yang

mengindikasikan adanya serangan susulan di

Rakhine.

Sumber : Dibuat oleh Penulis untuk memudahkan pembacaan kronologi konflik dan sikap pemerintah
Myanmar.

Anda mungkin juga menyukai