Anda di halaman 1dari 6

A.

Sejarah Konstitusi

l. Terminologi Klasik: Constitutio, Politeia, dan Nomoi


Dari catatan sejarah klasik terdapat dua perkataan yang berkaitan berat dengan pengertian
kita sekarang tentang konstitusi, yaitu dalam perkataan Yunani Kuno politeia dan perkataan
bahasa Latin constitutio yang juga berkaitan dengan kata jus. Dalam kedua perkataan politeia
dan constitutio itulah awal mula gagasan konstitusionalisme diekspresikan oleh umat m
anusia beserta hubungan di antara kedua istilah dalam sejarah. Dari kedua istilah itu, kata
politeia dari kebudayaan Yunani dapat disebut yang paling tua usianya. Pengertiannya secara
luas mencakup: all the innumerable characteristics which determine that sta te's peculiar
nature, and these include its whole economic and social texture as well as matters govern
mental in our narrower modern sense. It is a purely descriptive term, an d as inclusive in its
meaning as our own use of the word constitution en we speak gene rally of a man s
constitution or of the constitution of matter.1
.
2. Warisan Yunani Kuno (Plato dan Aristoteles)
Dalam bukunya "outlines of Historical Jurispru dence Sir Paul Vinogradoff
berpendapat: "The Greeks recognized a close analogy between the organization of the State
and the organism of the indi- vidual human being. They thought that the two ele- ments of
body and mind, the former guided and governed by the latter, had a parallel in two constitu-
tive elements of the State, the rulers and the ruled .2 Pengaitan yang bersifat analogis antara
organisasi negara dan organisme manusia tersebut, menurut W.L. Newman, memang
merupakan pusat perhatian (center of inquity) dalam pemikiran politik di kalangan para
filosof Yunani Kuno. Dalam bu kunya "The Laws" (Nomoi Plato menyebutkan bahwa "Our
whole state is an im ita- lion of the best and noblest life socrates dalam buku nya aicus"
ataupun dalam "Areopu giticus menyebut bahwa "the politeid is the soul of the polis with
power over it like that of the mind over the bo Keduanya sama-sama menunjuk kepada pe-
ngertian konstitusi. Demikian pula. Aristoteles dalam bu kunya "Politics" mengaitkan
pengertian kita tentang Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I konstitusi dalam frase in a
sense the life of the city. Dalam bukunya, "Politics', Aristoteles menyatakan: A constitution
(or polity) may be defined as the org a- nization of a polis, in respect of its offices generally,
but especially in respect of that particular office which is sovereign in all issues". The civic
body (the politeuma, or body of persons established in power by the polity) is everywhere the
sovereign of the state; in fact the civic body is the polity (or constitution) itself . Menurut
Aristoteles, klasifikasi konstitusi tergan- tung pada (i) the ends pursued by states, dan (ii) the
kind of autiority exercised by their government. Tujuan ter tinggi dari negara adalah a good
life, dan hal ini merupa kan kepentingan bersama seluruh warga masyarakat. Oleh karena itu,
Aristoteles membedakan antara right constitution dan wrong constitution dengan ukuran
kepentingan bersama itu. Jika konstitusi diarahkan untuk tujuan mewujudkan kepentingan
bersama, maka konstitusi itu disebutnya sebagai konstitusi yang benar tetapi jika sebaliknya
maka konstitusi itu adalah konst Lusi yang salah. Konstitusi yang terakhir ini dapat di sebut
pula sebagai perverled constitution yang diarah kan untuk memenuhi kepentingan para
penguasa yang tamak (the selfish in of the ruling uuthority).

1
Charles Howard Mcllwain, Constitutionalism: Ancient and Modern, (Ithaca,New York: Cornell University
Press, 1966), hal. 26. Seperti dikatakan oleh Sir Paul Vinogradoff, “The Greeks recognized a close analogy
between the organization of the state and the organism of the individual human being. They thought that the
two elements of body and mind, the former guided and governed by the later, had a parallel in two
constitutive elements of the state, the rulers and the ruled’.
2
Sir Paul Vinogradoff. Outlines of Histrotical Jurisprudence. Vol. II. The Jurisprudence of the greek city.
.

3. Warisan Cicero (Rom awi Kuno)


Salah satu sumbangan penting filosof Romawi, terutama setelah Cicero
mengembangkan karyanya "De Re Publica" dan "De Leg ibus", adalah pemikiran tentang
hukum yang berbeda sam a sekali dari tradisi yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh
para filosof Yunani. Bagi para filosof Romawi, terutama Ulpian, Cicero menjelas- kan
sebagai berikut: "a ruler's will actually is law, a comm and of the em- peror in due form is a
lex. Any imperial con stitu tion, like a senatus consultum, should have the place of a le (legis
vicem optineat), because the Emperor himsel receives his imperium by virtue of a lex per
legem)3 Dengan perkataan lain, di sini jelas dan tegas sekali dipakainya istilah lex yang
kemudian menjadi kata kunci untuk memahami konsepsi politik dan hukum di zaman
Romawi kuno. Sebagaimana dikemukakan oleh Gaius pada abad k 'a ler is what the people
orders and has established". Setelah 4 (empat) abad kemudian let di definisikan sebagai "what
the Roman people was accus ioned to establish when initialed by a senatorial magis trate such
as u consul" Penggunaan perkataan ler itu nampaknya lebih luas cakupan makn anya daripada
leges yang mempunyai arti yang lebih sempit. Konstitusi mulai dipahami sebagai sesuatu
yang berada di luar dan ba an di atas negara. Tidak seperti masa sebelumnya

4. Warisan Islam: Konstitusionalisme dan Piagam


Pada masa-masa selanjutnya, ketika bangsa Eropa berada dalam keadaan kegelapan
yang biasa disebut se- bagai abad-abad pertengahan, tidak banyak hal yang dapat diuraikan
sebagai inovasi dan perkembangan yang penting dalam hal ini. Namun, bersamaan dengan
masa masa suram di Eropa selama abad-abad pertengahan itu di Timur Tengah tumbuh dan
berkembang pesat perada- ban baru di lingkungan penganut ajaran Islam. Atas pe- ngaruh
Nabi Muhammad SAW, banyak sekali inovasi inovasi baru dalam kehidupan umat manusia
yang di kembangkan menjadi pendorong kemajuan peradaban Salah satunya ialah
penyusunan dan penandatanganan persetujuan atau perjanjian bersama di antara kelom pok-
kelompok penduduk kota Madinah untuk bersama sama membangun struktur kehidupan
bersama yang di kemudian hari berkembang menjadi kehidupan kene garaan dalam
pengertian modern sekarang. Naskah per setujuan bersama itulah yang kemudian dikenal
sebagai Piagam Madinah (Mudinu h Chiu rter) Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai
piaga tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan
pengertian konstitusi dalam arti odern. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama pen antara
Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil duduk kota Madinah tak lama setelah beliau
hijrah da Mekkah ke Yastrib. nama kota Madinah sebelumnya, pa da tahun 622 M. Para ahli
menyebut Piagam Madinah tersebut dengan berbagai macam istilah yang berlainan satu sama
lain.

Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I undang-undang dasar baru terbentuk pada
tah un 1839 di Turki Usmani 161 Piagam konstitusi pertama itu diberi nama Khat
Goulkhanah Syarif, dilanjutkan dengan pia- gam konstitusi kedua pada tahun 1856 dengan
nama Khat Hum ayun Kemudian pada tahun 1876 lahirlah Konstitusi Usmani yang diberi
nama al-Masyrutiyah al-Ula atau Undang-Undang Dasar Pertama. Al-Masyruli yah al- Ula

3
Cicero. De Legibus, III, hal 12, dalam Charles Howard Mcllwain, Op.Cit.
ini pernah dibekukan pada tahun 1878 dan kemudian di- berlakukan kembali pada tahun 1908
dengan nama al- Mas yrutiyah al-Saniyah atau Undang-Undang Dasar Kedua. Konstitusi dari
masa Dinasti Usmani ini berakhir masa berlakunya dengan lenyapnya kekhalifahan, yaitu
dengan terbentuknya Konstitusi Turki yang diprakarsai oleh Kemal Ataturk pada tahun 1924
102 Di samping penggunaan istilah al-Masyru tiyah itu, untuk pengertian undang-undang
dasar itu di dunia Arab dewasa ini di kenal pula adanya istilah al-Dustur dan istilah al-Qanun
al-Asasi. Semua istilah ini dipakai untuk menunjuk kepada pengertian undang-undang dasar
sebagai konsti tusi dalam arti tertulis.

5. Gagasan Modern: Terminologi Konstitusi


Menurut Brian Thompson, secara sederhana pertanyaan what is a constitution dapat
dijawab bahwa a document which contains the rules for operatian emi aliran Organisasi
dimaksud beragam entuk dan kompleksitas strukturnya mulai dari organisasi mahasiswa.
perkumpulan masyarakat

Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I teri peraturan produk legislatif Uudicial review)
ter hadap materi konstitusi, meskipun Konstitusi Amerika tidak secara eksplisit m emberikan
kewenangan demikian kepada Mahkamah Agung (The Supreme Court).

B. Arti dan Pengertian Konstitusi

Seperti dikemukakan di atas, istilah konstitusi itu sendiri pada mulanya berasal dari
perkataan bahasa Latin, constitutio yang berkaitan den gan kata jus atau ius yang berarti
hukum atau prinsip 175 Di zaman modern bahasa yang biasa dijadikan sumber rujukan
mengenai istilah ini adalah Inggris, Jerman, Perancis, Italia, dan Belanda. 176 Untuk
pengertian constitution dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda membedakan antara constitutie
dan grondwet, sedangkan bahasa Jerman membedakan antara verfassung dan gerundgesetz.
Malah dibedakan pula antara gerundrecht dan gerund seperti antara grondrecht dan grondwet
dalam bah asa Belanda Demikian pula dalam bahasa Perancis dibedakan antara Droit
Constitutionnel dan Lui Constitution nel Istilah yang pertama identik dengan pengertian
konsti tusi, sedang yang kedua adalah undang-undang dasar dalam arti yang tertuang dalam
naskah tertulis. Untuk pengertian konstitusi dalam arti undang-undang dasar sebelum
dipakainya istilah grondwet di Belanda juga Lilaat kasus Marbury versus Madison (1803) 5-
US. i Canel. 137. dalam Thompson, h y Asshiddiqie. Konaniusi alat liialmeeu. (Jakaita
Kompres. 2005), hal. 1 eendapal Bandingkan Solly LubiN yang mesy wa istil stitusi berasal
dari perkataan Perancis oorsulaer. Asas-Aviv 19i hal. sedangkan mantri Matosocwa iyo in
alakam bahwa istilah konstitusi ilu beras.

Pengantar ilmu Hukum Tata Negara Jilid I bagi rakyat agar hak-hak asasinya dilindungi
pandangan ideal tentang konstitusi tersebut dapat dikatakan lahir sesudah terjadinya Revolusi
Perancis, di mana ketika itu yang menjadi tuntutan golongan revolusioner Perancis adalah
agar pihak penguasa tidak melakukan tindakan yang sewenang-wenang terhadap rakyat.

C. Nilai dan sifat Konstitusi

1.Nilai Konstitusi
Nilai konstitusi yang dimaksud di sini adalah nilai (values) sebagai hasil penilaian
atas pelaksanaan norm a norma dalam suatu konstitusi dalam kenyataan praktik Sehubungan
dengan hal itu, Karl Loewenstein dalam bukunya "Reflection on the Value of Constitutions"
mem bedakan 3 (tiga) macam nilai atau the values of the con- stitution, yaitu (i) normative
value: (ii) nominal value: dan (iii) semantical value. Jika berbicara mengenai nilai konstitusi,
para sarjana hukum kita selalu mengutip pen dapat Karl Loewenstein mengenai tiga nilai
normatif nominal, dan semantik ini. Menurut pandangan Karl Loewenstein, dalam se tiap
konstitusi selalu terdapat dua aspek penting. yaitu sifat idealnya sebagai teori dan sifat
nyatanya sebagai praktik. Artinya, sebagai hukum tertinggi di dalam kol titusi itu selalu
terkandung nilai-nilai ideal sebagai da ollen ang tidak selalu identik dengan das vein atau
keadaan nyatanya di lapangan.

dijadikan jargon, semboyan, ataupun "gincu-gincu keta tanegaraan" yang berfungsi sebagai
pemanis dan sekali gus sebagai alat pembenaran belaka. Dalam setiap pi dato, norma-norma
konstitusi itu selalu dikutip dan dija dikan dasar pembenaran suatu kebijakan, tetapi isi ke-
bijakan itu sama sekali tidak sungguh-sungguh melaksa- nakan isi amanat norma yang
dikutip itu. Kebiasaan se- perti ini lazim terjadi di banyak negara, terutama jika di negara
yang bersangkutan tersebut tidak tersedia meka- nisme untuk menilai konstitusionalitas
kebijakan-kebi- jakan kenegaraan (state's policies) yang mungkin me- nyimpang dari amanat
undang-undang dasar. Dengan demikian, dalam praktik ketatanegaraan, baik bagian- bagian
tertentu ataupun keseluruhan isi undang-undang dasar itu, dapat bernilai semantik saja
Sementara itu, pengertian-pengertian mengenai sifat konstitusi biasanya dikaitkan dengan
pembahasan tentang sifat-sifatnya yang lentur (fleksibel) atau kaku (rigid), tertulis atau tidak
tertulis, dan sifatnya yang for mil atau materiil.

2. Konstitusi Formil dan Materiil


Konstitus constitution (Amerika Serikat atau erfassung (Jerman). dibedakan dari
undang-undang dasar atau grundgesetz (Jerman) ataupun grondwet (Be- landa). Dikarenakan
kesalahpahaman dalam cara pa dangan ban yak orang mengenai konstitusi maka penger tian
konstitusi itu sering diidentikkan dengan pengertian undang-undang dasar. Kesalahan ini
disebabkan antara lain oleh pengaruh paham kodifikasi yang menghendaki semua eraturan
hukum dibuat dalam bentuk yang ter maksud untuk m den Lulis i kesatuan hukum (unifikasi
hukum). ke hukum, kepastian hukum erechiszekerhein Begitu esar pengaruh paliam
kodifikasi ini. maka di seluruh dunia berkembang anggapan bahwa setiap peraturan.
dikarenakan absen pentingnyamaka harus ditulis dan demikian pula dengan konstitusi.

3. Luwes (Flexible) atau Kaku (Rigid)


Naskah konstitusi atau undang-undang dasar dapat bersifat luwes (flexible) atau kaku
(rigid). Ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk menentukan apa kah suatu
undang-undang dasar itu bersifat luwes atau kaku adalah (i) apakah terhadap naskah
konstitusi itu di- mungkinkan dilakukan perubahan dan apakah cara me- ngubahnya cukup
mudah atau sulit, dan (ii) apakah nas kah konstitusi itu mudah atau tidak mudah mengikuti
perkembangan kebutuhan zaman. Untuk menentukan apakah suatu naskah konstitusi bersifat
luwes atau tidak, maka pertama-tama kita dapat mempelajari mengenai kemungkinannya
berubah atau tidak, dan bagaimana pula perubahan itu dilakukan. Pada umumnya. dalam
setiap naskah undang-undang da sar, selalu diatur tata cara perubahan konstitusi itu sen. diri
dalam pasal-pasal atau bab yang tersendiri. Peruba- han-perubahan yang dilakukan menurut
tata cara yang ditentukan sendiri oleh undang-undang dasar itu dina- makan verfassungs-
anderung.

4. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis Membedakan secara prinsipil antara konstitusi ter
tulis (written constitution) dan tidak tertulis (unwritten constitution atau onschreven
constitutie) adalah tidak tepat 20 Sebutan Konstitusi tidak tertulis hanya d ipakai untuk
dilawankan dengan Konstitusi modern yang lazim nya ditulis dalam suatu naskah atau
beberapa naskah Timbulnya Konstitusi tertulis disebabkan karena penga ruh aliran kodifikasi
209 Salah satu negara di dunia yang mempunyai Konstitusi tidak tertulis adalah negara Ing
gris namun prinsip-prinsip yang dicantumkan dalam Konstitusi di Inggris dicantumkan dalam
Undang-Undang biasa. Seperti Bill of Rights. Dengan demikian suatu Konstitusi disebut
tertulis apabila ia ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah. sedangkan suatu
Konstitusi disebut tidak tertulis dikarenakan ketentuan-ketentuan yang mengatur suatu
pemerintahan tidak tertulis dalam suatu naskah tertentu melainkan dalam banyak hal diatur
dalam konvensi kon vensi atau undang-undang biasa.
DAFTAR PUSTAKA

Charles Howard Mcllwain, Constitutionalism: Ancient and Modern, (Ithaca,New York: Cornell
University Press, 1966)

Cicero. De Legibus, III

Anda mungkin juga menyukai