Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data dermatitis kontak iritan sulit didapat.
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukan
bahwa 249.000 kasus penyakit okupational nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua
jenis kelamin, 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan kedua
terbesar untuk semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari
institusi yang sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupationalpada populasi
pekerja di Amerika menunjukan 90-95% dari penyakit okupational adalah
dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak
iritan.
Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan kegiatan
mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap air, bahan makanan
atau iritan lainnya. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah
tangga, pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut. Prevalensi
dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar 55,6% di intensive care
unit dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar (dilaporkan dengan frekuensi
mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi
mencuci tangan >35 kali setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan
dermatitis tangan karena pekerjaan (odds ratio 4,13) (Hogan, 2009).
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal
ini disebabkan penderita dengan gejala ringan dan tanpa keluhan tidak datang
berobat (Djuanda, 2006). Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh
penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira hanya
10-20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkirakan terjadi pada
0,21% dari populasi penduduk (Sumantri, 2010).

1
Berdasarkan penjelasan mengenai dermatitis diatas, penulis ingin melakukan
pembelajaran lebih mendalam tentang dermatitis.
1.2 Tujuan

 Untuk mengetahui definisi dermatitis


 Untuk mengetahui etiliologi dermatitis
 Untuk mengetahui klasifikasi dermatitis
 Untuk mengetahui manifestasi klinis dermatitis
 Untuk mengetahui patofisiologi dermatitis
 Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dermatitis
 Untuk mengetahui penatalaksanaan dermatitis
 Untuk mengetahui asuhan keperawatan dermatitis

1.3 Manfaat

 Mengetahui definisi dermatitis


 Mengetahui etiliologi dermatitis
 Mengetahui klasifikasi dermatitis
 Mengetahui manifestasi klinis dermatitis
 Mengetahui patofisiologi dermatitis
 Mengetahui pemeriksaan diagnostik dermatitis
 Mengetahui penatalaksanaan dermatitis
 Mengetahui asuhan keperawatan dermatitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel,
skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( imflamasi pada kulit ) yang disertai
dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik ( Brunner dan Suddart 2000 ).
Jadi dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal.
Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, sub-akut,
atau kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Menurut Djuanda 2006, Dermatitis adalah
peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor
eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
dan keluhan gatal. Terdapat berbagai macam dermatitis, dua diantaranya adalah
dermatitis kontak dan dermatitis okupasi. Dermatitis kontak adalah kelainan kulit
yang bersifat polimorfi sebagai akibat terjadinya kontak dengan bahan eksogen
(Dailli, 2005).

2.2 Klasifikasi
a) Dermatitis kontak
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap
paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit.
Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu :
 Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
 Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik)
Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik
No. Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergik
1. Penyebab Iritan primer Alergen kontak S.sensitizer
2. Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang
3. Penderita Semua orang Hanya orang yang alergik
4. Lesi Batas lebih jelas Batas tidak begitu jelas
Eritema sangat jelas Eritema kurang jelas
5. Uji Tempel Sesudah ditempel 24 jam, Bila sesudah 24 jam bahan allergen di
bila iritan di angkat reaksi angkat, reaksi menetap atau meluas
akan segera berhenti.

3
b) Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai
gatal dan umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi
pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang
kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, tempatnya dilipatan atau
fleksural..
c) Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
d) Dermatitis seboroik
Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi,
hormon, kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit
dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar leher, alis mata dan di belakang
telinga.

Manajemem keperawatan pada pasien Dermatitis seboroik


a. Sarankan pada pasien untuk menghindari iritasai dari luar, factor pemicu yang
menyebabkan muncul lagi dermatitis seboroik ulangan, dan menyarankan
untuk tidak sering menggaruk area yang gatal.
b. Diskusikan pada pasien untuk menghindari udara ke kulit dan selalu menjaga
kebersihan pelipatan pada kulit dan usahakan supaya tetap kering.
c. Instruksikan untuk menggunakan shampoo dan menghindari kebiasaan yang
buruk
d. Beritahu pasien bahwa dermatitis seboroik adalah masalah yang sangat kronik
dan tidak tertutup kemungkinan untuk muncul lagi.
e. Ajarkan pada pasien menempelkan cara-cara untuk mengghindari dermatitis.

2.3.Etiologi
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu

4
alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat
berhubungan dengan alergi. ( Arief Mansjoer.1998.”Kapita selekta” )
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
a) Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen, asam, basa ),
fisik ( sinar matahari, suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
b) Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.

2.4.Manifestasi Klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut
terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya pada
muka ( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.
a) Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi
dan eksudasi sehingga tampak basah.
b) Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi
kusta.
c) Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan
likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis
sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
2.5 Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian
dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen
inti (Streit, 2001).
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan inositida (IP3).
AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). PG dan LT menginduksi
vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah
transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat
untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan

5
PG lain dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler (Beltrani, 2006; Djuanda,
2006).
DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony
stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2 dan
mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel
tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA- DR dan adesi
intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α,
suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit,
menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin (Beltrani, 2006).
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,
yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,
edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling
rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi
sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor
kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai
andil pada terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda, 2007).
Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan
dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan mengeluarkan cairan bila
terkelupas. Gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi pada bintik merah- merah itu. Reaksi
inflamasi bermacam-macam mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka
dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat terjadi bila
iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit tersebut akan
mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi hiper atau
hipopigmentasi dan penebalan (Verayati, 2011)

2.6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

6
Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan
gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat
sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya.
Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis
yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk membedakan
dan melihat anatara dermatitis akut dan kronik maka diperlukan uji tempel
dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2007).
Pada dermatitis kontak tidak memiliki gambaran klinis yang tetap. Untuk
menegakkan diagnosis dapat didasarkan pada:
1. Anamnesis, harus dilakukan dengan cermat. Anamnesis dermatologis
terutama mengandung pertanyaan-pertanyaan: onset dan durasi, fluktuasi,
perjalanan gejala-gejala, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga,
pekerjaan dan hobi, kosmetik yang digunakan, serta terapi yang sedang
dijalani.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan
kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di
sekitar umbilicus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan
erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau
kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah
digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui
menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit
pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2007).
2. Pemeriksaan klinis, hal pokok dalam pemeriksaan dermatologis yang baik
adalah:
a) Lokasi dan/atau distribusi dari kelainan yang ada.

b) Karakteristik dari setiap lesi, dilihat dari morfologi lesi (eritema, urtikaria,
likenifikasi, perubahan pigmen kulit).

7
c) Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder.

d) Teknik-teknik pemeriksaan khusus, dengan patch test.

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan


pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan,
dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada
seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain
karena sebab- sebab endogen (Djuanda, 2007).
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula
disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk
dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak,
tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa
bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain
maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan diagnosis
(Trihapsoro, 2003).

3. Pemeriksaan Penunjang

Untuk membantu menegakan diagnosis penyakit kulit akibat kerja selain


pentingnya anamnesa, juga banyak test lainnya yang digunakan untuk membantu.
Salah satu yang paling sering digunakan adalah patch test. Dasar pelaksanaan
patch test adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah
ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup. Konsentrasi yang
digunakan pada umumnya sudah ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian.

b. Biarkan selama 2 hari (minimal 24 jam) untuk memberi kesempatan absorbsi


dan reaksi alergi dari kulit yang memerlukan waktu lama. Meskipun penyerapan

8
untuk masing-masing bahan bervariasi, ada yang kurang dan ada yang lebih dari
24jam, tetapi menurut para peniliti waktu 24 jam sudah memadai untuk
kesemuanya, sehingga ditetapkan sebagai standar.

c. Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut dibaca
tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada tempat tersebut
bisa kemungkinan terjadi dermatitis berupa: eritema, papul, oedema atau fesikel,
dan bahkan kadang-kadang bisa terjadi bula atau nekrosis.

Setelah 48 jam bahan tadi dilepas. Pembacaan dilakukan 1525 menit kemudian,
supaya kalau ada tanda-tanda akibat tekanan,penutupan dan pelepasan dari Unit
uji temple yang menyerupai bentuk reaksi, sudah hilang. Cara penilaiannya ada
bermacam-macam pendapat. Yang dianjurkan oleh International Contact
Dermatitis Research Group (ICDRG) sebagai berikut:
NT : Tidak diteskan
+ : hanya eritem lemah: ragu-ragu
++ : eritem, infiltrasi (edema), papul: positif lemah
+++ : bula: positif sangat kuat
- : tidak ada kelainan: iritasi (Sulaksmono, 2006)
Untuk membantu membedakan antara dermatitis kontak iritan dengan dermatitis
kontak alergika, Rietschel mengusulkan kriteria yang dapat digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis dermatitis kontak iritan.

6. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Penatalaksanaan medis dan keperawatan dermatitis melalui terapi yaitu :
a) Terapi sitemik  Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi
antihistamin, antiserotonin, antigraditinin, arit – SRS – A dan pada kasus berat
dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
b) Terapi topical  Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi
bedak kocok bila kronik diberi saleb.

9
c) Diet  Tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP ) Contoh : daging, susu, ikan,
kacang-kacangan, jeruk, pisang, dan lain-lain.

7. Komplikasi
a) Infeksi saluran nafas atas
b) Bronkitis
c) Infeksi kulit

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.Pengkajian Identitas Klien
Nama :
MR :
Masuk ke RS :
Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
b. Pengkajian Riwayat Kesehatan

10
 Riwayat kesehatan dahulu
 Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat kesehatan sekarang
c. Pemerikasaan Penunjang

Pengkajian 11 Funggsional Gordon


1. Pola Persepsi Kesehatan
 Adanya riwayat infeksi sebelumya.
 Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
 Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
 Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
 Hygiene personal yang kurang.
 Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2. Pola Nutrisi Metabolik
 Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan.
 Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
 Jenis makanan yang disukai.
 Nafsu makan menurun.
 Muntah-muntah.
 Penurunan berat badan.
 Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
 Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar atau perih.
3. Pola Eliminasi
 Sering berkeringat.
 tanyakan pola berkemih dan bowel.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
 Pemenuhan sehari-hari terganggu.
 Kelemahan umum, malaise.
 Toleransi terhadap aktivitas rendah.
 Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
 Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5. Pola Tidur dan Istirahat
 Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
 Mimpi buruk.
6. Pola Persepsi Kognitif
 Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
 Pengetahuan akan penyakitnya.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
 Perasaan tidak percaya diri atau minder.
 Perasaan terisolasi.

11
8. Pola Hubungan dengan Sesama
 Hidup sendiri atau berkeluarga
 Frekuensi interaksi berkurang
 Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Reproduksi Seksualitas
 Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
 Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
 Emosi tidak stabil
 Ansietas, takut akan penyakitnya
 Disorientasi, gelisah
11. Pola Sistem Kepercayaan
 Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
 Agama yang dianut

2. Asuhan Keperawatan
No. NANDA NOC NIC
1. Kerusakan Integritas Integritas Jaringan: Pengawasan Kulit
Kulit Kulit & Membran  Amati warna, kehangatan (suhu),
Data Penunjang : Mukosa bengkak, getaran, tekstur, edema,
 Kulit luka, gatal, warna  Sensasi IER dan nanah pada ektremitas
 Elestisita IER  Periksa kemerahan, perubahan
kulit hitam abu2, kering
 Hidrasi IER
suhu yang ekstrim, atau drainase
bersisik  Pigmentasi IER
 Turgor kulit jelek  Perspirasi IER dari kulit dan membran mukosa
 Warna IER  Pantau sumber tekanan dan
 Tekstur IER pergeseran
 Pantau infeksi, khususnya pada
daerah edematous
 Pantau area yang tidak berwarna
dan memar kulit dan membrane
mukosa
 Pantau kelainan kekeringan dan
kelembaban kulit
 Periksa keketatan pakaian
 Catat perubahan kulit atau
membrane mukosa
 Tegakkan ukuran untuk

12
pencegahan lanjutan yang lebih
buruk

2. Nyeri Kontrol Resiko Manajemen Nyeri :


Data penunjang :  Klien melaporkan  Kaji nyeri secara komprehensif
 Mengatupkan rahang / nyeri berkurang dg ( lokasi, karakteristik, durasi,
mengepalkan tangan scala 2-3 frekuensi, kualitas dan faktor
 Agitasi  Ekspresi wajah tenang
presipitasi ).
 Ansietas  klien dapat istirahat  Observasi reaksi NV dr ketidak
 Perubahan pola tidur
dan tidur
 Menarik diri bila nyamanan.
 Gunakan teknik komunikasi
disentuh v/s dbn
 Mual dan muntah terapeutik untuk mengetahui
 Gambaran kurus pengalaman nyeri klien sebelumnya
 Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologis/non farmakologis).
 Ajarkan teknik non farmakologis
(relaksasi, distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri..
 Kolaborasi pemberian analgetik
untuk mengurangi nyeri.
 Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
 Monitor TTV
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

13
1 Dermatitis adalah peradangan pada kulit ( imflamasi pada kulit ) yang disertai
dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik ( Brunner dan Suddart
2000 ). Jadi dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal

2 Klasifikasi dermatitis yaitu dermatitis kontak, dermatitis atopic, numularis


dan seborois

3 Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan


respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain
itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat
berhubungan dengan alergi. ( Arief Mansjoer.1998.”Kapita selekta” )
4 Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut
terutama pruritus ( gatal ), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya
pada muka ( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit dan
genitalia eksterna.

5 Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya
ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak
keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak
lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2001).
6 Penegakan diagnosis dermatitis bisa dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan pemeriksaan diagnostik

7 Penatalaksaan dermatitis dilakukan dengan terapi sistemik, terapi topical dan


juga pengaturan diet

8 Asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis adalah


kerusakan integritas kulit/jairngan dan nyeri akut

4.2 Saran

14
Perlu diadakan sharing antar mahasiswa untuk mempelajari penyakit dermatitis
secara lebih luas

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s. 2008. Textbook of Medical-Surgical Nursing.


Penerbit : LWW, Philadelphia.

15
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Penerbit : EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, et all. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.
Penerbit: EGC, Jakarta
Djuanda, Adhi. 2005i Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai
Penerbit FK UI, Jakarta.
Mansoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi 3.
Penerbit : Media Aesculapius FK UI, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai