PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Manfaat
1
2 Mengetahui etiliologi trauma medula spinalis
3 Mengetahui klasifikasi trauma medula spinalis
4 Mengetahui manifestasi klinis trauma medula spinalis
5 Mengetahui patofisiologi trauma medula spinalis
6 Mengetahui penatalaksanaan trauma medula spinalis
7 Mengetahui asuhan keperawatan trauma medula spinalis
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2
1. Pengertian
Trauma Medulla Spinalis adalah suatu fraktur atau pergeseran dari
satu/lebih tulang vertebra yang menyebabkan kerusakan medulla spinalis
dan akar-akar saraf sehingga mengakibatkan defisit neurologis dan
perubahan persepsi sensori / paralisis atau keduanya. ( Wahyu Widagdo,
1995 ).
Trauma Medulla Spinalis adalah suatu fraktur vertebra yang
mengakibatkan disfungsi neurologis pada daerah servikal, thoracal dan
lumbal yang menyebabkan kelumpuhan extremitas bawah, disfungsi
defekasi dan berkemih. ( Brunner and Suddarth, 2002 ).
2. Klasifikasi
Klasifikasi cedera medulla spinalis berdasarkan lokasi cedera, antara lain :
a. Cedera Cervikal
Lesi C1-C4
Pada lesi C1-C4, otot trapezius, sternomastoideus, dan otot
platisma masih berfungsi. Otot diafragma dan interkostal mengalami
paralisis dan tidak ada gerakan volunter (baik secara fisik maupun
fungsional). Di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada
tingkat C1-C3 meliputi oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah.
Pasien pada quadriplegia C1, C2 dan C3 membutuhkan perhatian
penuh karena ketergantungan terhadap ventilator mekanis. Orang ini juga
tergantung semua aktivitas kebutuhan sehari-harinya. Quadriplegia pada
C4 mungkin juga membutuhkan ventilator mekanis tetapi dapat dilepas.
Jadi penggunaannya secara intermitten saja.
Lesi C5
Bila segmenC5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi
diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. Paralisis
intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernafasan.
Quadriplegia pada C5 biasanya mengalami ketergantungan dalam
3
melakukan aktivitas seperti mandi, menyisir rambut, mencukur, tetapi
pasien mempunyai koordinasi tangan dan mulut yang lebih baik.
Lesi C6
Pada lesi segmen C6, distress pernafasan dapat terjadi karena
paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Biasanya
akan terjadi gangguan pada otot bisep, triep, deltoid dan pemulihannya
tergantung pada perbaikan posisi lengan. Umumnya pasien masih dapat
melakukan aktivitas higiene secara mandiri, bahkan masih dapat memakai
dan melepaskan baju.
Lesi C7
Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan
aksesoris untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Fleksi jari
tangan biasanya berlebihan ketika kerja refleks kembali. Quadriplegia C7
mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perawatan dan perhatian khusus.
Pemindahan mandiri, seperti berpakaian dan melepas pakaian melalui
ekstrimitas atas dan bawah, makan, mandi, pekerjaan rumah yang ringan
dan memasak.
Lesi C8
Hipotensi postural bisa terjadi bila pasien ditinggikan pada posisi
duduk karena kehilangan control vasomotor. Hipotensi postural dapat
diminimalkan dengan pasien berubah secara bertahap dari berbaring ke
posisi duduk. Jari tangan pasien biasanya mencengkram. Quadriplegia C8
harus mampu hidup mandiri, mandiri dalam berpakaian, melepaskan
pakaian, mengemudikan mobil, merawat rumah, dan perawatan diri.
b. Cedera Torakal
Lesi T1-T5
Lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernafasan dengan
diafragmatik. Fungsi inspirasi paru meningkat sesuai tingkat penurunan
lesi pada toraks. Hipotensi postural biasanya muncul. Timbul paralisis
4
parsial dari otot adductor pollici, interoseus, dan otot lumrikal tangan,
seperti kehilangan sensori sentuhan, nyeri, dan suhu.
Lesi T6-T12
Lesi pada tingkat T6 menghilangkan semua refleks adomen. Dari
tingkat T6 ke bawah, segmen-segmen individual berfungsi, dan pada
tingkat 12, semua refleks abdominal ada. Ada paralisis spastik pada tubuh
bagian bawah. Pasien dengan lesi pada tingkat torakal harus befungsi
secara mandiri.
Batas atas kehilangan sensori pada lesi torakal adalah:
T2 Seluruh tubuh sampai sisi dalam dari lengan atas
T3 Aksilla
T5 Putting susu
T6 Prosesus xifoid
T7, T8 Margin kostal bawah
T10 Umbilikus
T12 Lipat paha
c. Cedera Lumbal
Lesi L1-L5
Kehilangan sensori lesi pada L1-l5 yaitu:
L1 Semua area ekstrimitas bawah, menyebar ke lipat paha &
bagian belakang dari bokong.
L2 Ekstrimitas bagian bawah kecuali sepertiga atas aspek
anterior paha
L3 Ekstrimitas bagian bawah dan daerah sadel.
L4 Sama dengan L3, kecuali aspek anterior paha.
L5 Aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstrimitas
bawah dan area sadel.
d. Cedera Sakral
Lesi S1-S6
5
Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa
perubahan posisi dari telapak kaki. Dari S3-S5, tidak terdapat paralisis
dari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area sadel, skrotum, dan glans
penis, perineum, area anal, dan sepertiga aspek posterior paha.
3. Etiologi
4. Gejala Klinis
6
Gejala klinis pada klien dengan Trauma Medulla Spinalis adalah
disebabkan karena cedera pada servikal, thoracal dan lumbal sehingga
menyebabkan kehilangan kontrol kandung kemih, kehilangan kontrol
dalam defekasi, nyeri punggung, terjadi kelemahan atau penurunan
kekuatan tonus otot ( motorik ), hipotensi, bradikardi dan parestesia. ( Kurt
J. Iseelbacher, 2000 ).
5. Patofisiologi
7
Cedera parah dan keras, rotasi bersama dengan kelemahan relatif
sendi-sendi vertebra menyebabkan dislokasi anatar kolumna vertebralis
yang relatif mobil dengan ruas yang relatif terfiksasi yaitu antara segmen
torakal bagian bawah dan segmen lumbal bagian atas; antara segmen
lumbal bagian bawah dan segmen sacrum.
Trauma Vertebra
Paraparese/Paraplegi
6. Penatalaksanaan
8
Penatalaksanaan Pra-Rumah Sakit
Penatalaksanaan TMS dimulai segera setelah terjadinya trauma. Berbagai studi
memperlihatkan pentingnya penatalaksanaan prarumah sakit dalam menentukan
prognosis pemulihan neurologis pasien. Fase evaluasi meliputi observasi primer dan
sekunder. Observasi primer terdiri atas:
A: Airway maintenance dengan kontrol pada
vertebra spinal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D: Disabilitas (status neurologis)
E: Exposure/environmental control
1). Konservatif
Penatalaksanaan konservatif terdiri atas :
a). Penatalaksanaan Perkemihan
Penatalaksanaan perkemihan pada trauma medulla spinalis
adalah pemasangan kateter urine dengan tujuan mempertahankan
sedikitnya 30 cc/jam.
b). Penatalaksanaan Pernafasan
Penatalaksanaan Pernafasan pada Trauma Medulla Spinalis
adalah dengan menggunakan ventilator mekanis, mengajarkan tehnik
batuk efektif untuk membantu membersihkan jalan nafas.
c). Latihan Usus
Tujuan dari latihan usus ini adalah untuk mempertahankan dan
mencapai kontinensia usus.
9
d). Perawatan Kulit
Perawatan kulit pada penderita trauma medulla spinalis adalah
menggunakan krim / lotion, menggunakan alas untuk mencegah
lembabnya kulit di bawah permukaan tubuh, menggunakan sepatu
yang cukup dengan ukuran kaki untuk menghindari benturan dan
gesekan kaki, memakai kaos kaki yang terbuat dari bahan katun dan
melakukan masase dengan teratur.
e). Obat-obatan
Pemberian farmakoterapi pada penderita Trauma Medulla
Spinalis adalah pemberian kortikosteroid dosis tinggi khususnya
metil prednison untuk memperbaiki prognosis dan mengurangi
kecacatan bila diberikan dalam 8 jam cedera. Kemudian pemberian
steroid dosis tinggi seperti Mannitol ( diberikan untuk menurunkan
edema ), Dextran ( diberikan untuk mencegah tekanan darah
menurun dan memperbaiki aliran daerah kapiler ).
f). Reduksi dan Traksi Skeletal
Penatalaksanaan Trauma medulla spinalis memerlukan
immobilisasi dan reduksi dislokasi ( memperbaiki posisi normal )
dan stabilisasi columna vertebra.
2). Operatif
7. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk
memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi pengkajian diagnosa keperawatan, perencanaan dan
evaluasi.
10
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, pekerjaan, agama, pedidikan.
B. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan masa lalu meliputi apakah klien mempunyai
riwayat kecelakaan, jenis kecelakaan dan posisi klien pada saat
kecelakaan.
Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan/ gangguan yang
dirasakan saat ini, apakah ada kelumpuhan otot pada / di bawah lesi,
inkontinensia defekasi dan berkemih serta kehilangan tonus otot
( motorik).
Riwayat kesehatan keluarga meliputi riwayat penyakit ada di
keluarga berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh klien.
C.Dasar Data Pengkajian
Menurut Marylinn E. Doengoes, et.al, 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta adalah sebagai berikut :
Aktivitas / Istirahat pada penderita Trauma Medulla Spinalis
adalah ditandai dengan kelumpuhan otot ( terjadi kelemahan selama
syok spinal ) pada / di bawah lesi, kelemahan umum / kelemahan otot
( trauma dan adanya kompresi saraf ).
Sirkulasi pada penderita Trauma Medulla Spinalis adalah
ditandai dengan hipotensi, bradikardi, extremitas bawah dingin dan
pucat, hilangnya keringat pada daerah yang terkena, sedangkan
gejalanya berdebar-debar saat melakukan perubahan posisi / bergerak.
Integritas Ego pada penderita Trauma Medulla Spinalis adalah
ditandai dengan menyangkal, sedih dan marah, sedangkan gejalanya
takut, cemas dan gelisah.
11
Makanan / Cairan pada penderita Trauma Medulla Spinalis
adalah ditandai dengan distensi abdomen, peristaltik usus hilang, nafsu
makan meningkat.
Hygiene pada penderita Trauma Medulla Spinalis di tandai
dengan sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Neurosensori pada penderita Trauma Medulla Spinalis adalah
ditandai kelumpuhan, kelemahan, kehilangan tonus otot / vasomotor,
kehilangan reflek termasuk tendon dalam, sedangkan gejalanya
kesemutan, paralisis.
Nyeri / kenyamanan pada penderita Trauma Medulla Spinalis
adalah ditandai dengan deformitas, nyeri vertebra, sedangkan
gejalanya nyeri tekan otot.
Pernafasan pada penderita Trauma Medulla Spinalis adalah
ditandai dengan pernafasan dangkal, dispneu, suara nafas ronkhi,
pucat, sianosis, sedangkan gejalanya sulit bernafas dan nafas pendek.
Keamanan pada penderita Trauma Medulla Spinalis adalah
ditandai dengan Gejala suhu yang berfluktuasi ( suhu tubuh ini diambil
dalam suhu kamar ).
Seksualitas pada pendertia Trauma Medulla Spinalis adalah
ditandai dengan menstruasi tidak teratur pada wanita, ereksi tidak
terkendali pada pria, sedangkan gejalanya adanya keinginan kembali
seperti fungsi normal.
D.Pemeriksaan Diagnostik
12
saraf spinal, edema dan komprasi; 4). Myelografi : memperlihatkan
columna spinal jika fraktur patologisnya tidak jelas atau dicurigai; 5).
Foto Rontgen Torax : memperlihatkan keadaan paru ( contoh :
perubahan pada diafragma, ateletaksis ).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Pada Penderita Trauma Medulla Spinalis
Menurut Marylinn E. Doengoes, et.al, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, EGC, Jakarta adalah :
1. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
kerusakan persarafan dari diafragma.
2. Resiko tinggi terhadap trauma tambahan berhubungan dengan
kelemahan temporer.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
4. Perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan kerusakan traktus
sensori.
5. Adanya nyeri berhubungan dengan cedera psikis.
6. Antisipasi berduka berhubungan dengan kehilangan yang dirasakan /
aktual tentang kesejahteraan fisiopsikologis.
7. Harga diri rendah berhubungan dengan cedera traumatik, krisis
situasional.
8. Inkontinensia usus / konstipasi berhubungan dengan persyarafan pada
usus dan rektum.
9. Perubahan pola eliminasi urinarius berhubungan dengan gangguan
persyarafan pada kandung kemih, hipotoni kandung kemih.
13
10. Resiko tinggi terhadap disrefleksia berhubungan dengan perubahan
fungsi syaraf ( cedera medulla spinalis pada Torakal 6 dan di atasnya ).
11. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
ketidak adekuatan sirkulasi perifer.
12. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai kondisi prognosis dan pengobatan.
3. PERENCANAAN
Perencanaan merupakan tahap ke-3 dalam proses keperawatan, pada
tahap ini menentukan prioritas masalah keperawatan yang dapat disesuaikan
dengan hirarki kebutuhan dasar Maslow, Tujuan yang akan dicapai dan
merencanakan tindakan, keperawatan serta menentukan kriteria hasil.
Rencana keperawatan Trauma Medulla Spinalis menurut Marylinn E.
Doengos, et.al, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Yaitu :
14
Observasi warna kulit; adanya syanosis. Rasionalnya
menggambarkan akan terjadi gagal nafas yang memerlukan evaluasi dan
intervensi medis dengan segera.
15
Inspeksi area kulit tiap 1x24 jam. Rasionalnya gangguan sirkulasi,
hilangnya sensasi kelumpuhan merupakan resiko tinggi terjadinya luka.
16
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan rasa berduka
hilang/terkontrol. Kriteria Hasil pola tidur adekuat, komunikasi kooperatif,
rasa berduka hilang/terkontrol, wajah ceria. Adapun Rencana Tindakan
Keperawatannya adalah :
Identifikasi tanda-tanda duka. Rasionalnya pasien mengalami
banyak rekasi emosional terhadap cedera dan dampak aktualisasi/potensi pada
hidup.
Pantau pola komuniaksi. Rasionalnya syok spinal adalah reaksi
awal berkenaan dengan cedera yang berlebihan.
Berikan informasi sederhana dan akurat pada pasien berkenaan
dengan perawatannya. Rasionalnya kesadaran pasien tentang sekitarnya dan
aktifitas mungkin terhambat pada awalnya. Dukungan emosional pada fokus
awal diarahkan pada orang terdekat.
17
8. Inkontinensia usus / konstipasi berhubungan dengan gangguan
persarafan pada usus dan rectum. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan eliminasi BAB kembali normal. Kriteria hasilnya
bising usus ada, BAB lancar 1-2x/hari, tidak terjadi distensi abdomen. Adapun
rencana tindakan keperawatannya adalah :
Auskultasi bising usus. Rasionalnya hilangnya bising usus
menandakan adanya paralitik ileus.
Anjurkan klien untuk makan makanan yang tinggi serat.
Rasionalnya mengkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dan
cepat dan mudah.
Observasi adanya distensi abdomen. Rasionalnya hilangnya
peristaltik melumpuhkan usus dan membuat distensi ileus dan usus.
Beri perawatan kulit. Rasionalnya hilangnya kontrol sfingter ani
dan saraf didaerah tertentu beresiko tinggi untuk iritasi / kerusakan kulit.
18
Observasi adanya urine seperti berdarah, bau yang tidak enak.
Rasionalnya tanda-tanda infeksi saluran perkemihan / ginjal dapat
menyebabkan sepsis.
19
Lakukan masase pada daerah punggung. Rasionalnya dapat
meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit dan mengurangi
terjadinya ulserasi.
Lakukan perawatan luka. Rasionalnya untuk mencegah terjadinya
infeksi.
Jagalah alat tenun tetap kering. Rasionalnya meningkatkan sirkulasi
pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah tulang yang menonjol.
4. EVALUASI
20
sehingga dapat memutuskan apakah rencana tindakan keperawatan dapat
dihentikan, dipertahankan, dilanjutkan / dimodifikasi.
Evaluasi pada Trauma Medulla Spinalis dari masing-masing Diagnosa
Keperawatan adalah sebagai berikut :
Diagnosa 1
Evaluasi yang diharapkan adalah jalan nafas adekuat, bunyi nafas
normal, tidak ada dispneu dan sianosis, frekuensi pernafasan normal.
Diagnosa 2
Evaluasi yang diharapkan trauma tidak terjadi, dapat mempertahankan
kesejajaran yang tepat dari spinal.
Diagnosa 3
Diagnosa 4
Diagnosa 5
Diagnosa 6
Diagnosa 7
21
Evaluasi yang diharapkan adalah penerimaan diri sendiri dalam
situasi, mengembangkan rencana realitas untuk beradaptasi pada
peran/perubahan peran baru.
Diagnosa 8
Diagnosa 9
Diagnosa 10
Evaluasi yang diharapkan adalah tidak terjadi spasme otot, tidak ada
infeksi dalam kandung kemih, tanda-tanda vital dalam batas normal.
Diagnosa 11
Diagnosa 12
22
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
23
menyebabkan kelumpuhan extremitas bawah, disfungsi defekasi dan
berkemih. Trauma Medulla Spinalis biasanya diakibatkan trauma vertebra
yang diakibatkan oleh benturan langsung/tidak langsung yang dapat
menyebabkan fraktur/dislokasi pada medulla spinalis. Kerusakan berkisar dari
komotio sampai kontusio, kompresi tulang yang mengakibatkan pemotongan
komplete atau inkomplete.
2. Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
Wahyu Widagdo, 1995, Rencana Asuhan Keperawatan Neurologis, DEPKES RI,
Jakarta.
26