Anda di halaman 1dari 20

CASE REPORT

Seorang Wanita 74 Tahun dengan Fraktur Collum Femur


Sinistra

Diajukan untuk mencapai persyaratan Pendidikan Dokter Stase Rehabilitasi


Medik Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh:

Revina Andayani J500090013

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
STATUS KASUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 74 tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Monokurti, Babadan, Sambi, Boyolali
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 16 Agustus 2014
Tanggal Operasi : 18 Agustus 2014
No RM : 2619xx

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan hari Selasa tanggal 19 Agustus 2014. Anamnesis bersifat


autoanamnesis dan alloanamnesis.

1) Keluhan Utama :
Nyeri pada pangkal paha kiri.
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita 74 tahun, 2 hari sebelum masuk RS pasien jatuh terpleset di
rumah saat akan membukakan pintu menantunya yang pulang kerja dari
pabrik tekstil jam 23.00 WIB. Pasien jatuh terpeleset dengan posisi jatuh
duduk miring ke kiri menghantam tanah. Pasien merasa nyeri dan tidak bisa di
gunakan untuk berjalan. Pasien lalu di bawa ke Puskesmas setempat,
kemudian pasien dirujuk ke RSO Suharso.
3) Riwayat Fungsional :
a. Mobilitas : Terganggu
b. Aktifitas kehidupan sehari hari : Pasien tidak dapat melakukan
kegiatan sehari – hari.
c. Kognisi : Baik
d. Komunikasi : Baik
e. Pekerjaan : Pasien adalah seorang petani.

4) Riwayat Psikososial :
a. Dukungan keluarga : Baik
b. Situasi lingkungan : Baik
c. Riwayat pendidikan dan pekerjaan : Pasien berpendidikan SD dan
sekarang adalah petani.
d. Riwayat psikiatri : Tidak ada gangguan mental

5) Riwayat Pengobatan Dan Alergi :


a. Pasien tidak memiliki alergi pada makanan maupun obat- obatan.

6) Riwayat Penyakit Dahulu:


a. Riwayat penyakit serupa : Tidak ada
b. Riwayat hipertensi : Tidak ada
c. Riwayat kencing manis: Disangkal
d. Riwayat trauma tulang : (+) 2 hari SMRS
e. Riwayat TB : Disangkal
f. Riwayat kelemahan anggota gerak : Disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : Disangkal
h. Riwayat stroke : Disangkal
RINGKASAN ANAMNESIS
Seorang wanita 74 tahun, 2 hari sebelum masuk RS pasien jatuh terpleset dengan
posisi jatuh duduk miring ke kiri menghantam tanah. Pasien merasa nyeri dan tidak
bisa di gunakan untuk berjalan. Pasien lalu di bawa ke Puskesmas setempat,
kemudian pasien dirujuk ke RSO Suharso.

PEMERIKSAAN FISIK
1) Status Generalis :
a. Keadaan umum: Cukup, kesadaran compos mentis
b. Vital sign:
a. TD : 120/80mmHg
b. Rr : 22 x/menit
c. N : 96 x/menit
c. Kepala: Conjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-),
d. Leher: Pembesaran lymphonodi leher (-), JVP tidak meningkat,
e. Paru- paru: vesikuler murni, wheezing (-)/(-), rhonki (-)/(-),
f. Jantung: Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-),
g. Abdomen: Peristaltik usus (+) normal, hati dan limpha tidak teraba
membesar,
h. Ekstremitas: kulit warna sawo matang, oedem ekstremitas (+), sianosis
(-)
2) Status Neurologik :
Dalam batas normal
3) Badan :
a. Trofi otot punggung: eutrofi
b. Trofi otot dada: eutrofi
c. Kolumna vertebralis: hiperlordosis (-), lordosis (-), kifosis (-),
skoliosis (-)
d. Gerakan terbatas
e. Sensibilitas dalam batas normal
4) Status Lokalis
 Regio Femoralis Dextra
a. Look
Tertutup Elastic Band
Pembengkakan : Ada
b. Feel
Nyeri tekan : ada
Perubahan suhu : ada
c. Move
Kekuatan Otot : tidak valid dinilai
ROM hip : tidak bisa dinilai
d. LLD : 2 cm
 Regio Cruris Dextra
a. Look
Kesejajaran Sendi : sejajar
Ketebalan Otot : tidak ada penebalan otot
Perubahan warna kulit : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Pembengkakan :tidak ada
b. Feel
Nyeri tekan : Tidak ada
Perubahan suhu : Tidak ada
c. Move
Kekuatan Otot : tidak valid dinilai
ROM Knee : tidak bisa di nilai

 Regio Tarsal Dextra


a. Look
Perubahan warna kulit : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Pembengkakan : tidak ada
b. Feel
Nyeri tekan : Tidak ada
Perubahan suhu : Tidak ada
c. Move
Kekuatan Otot : 5
ROM Ankle : bebas

ROM PADA EKSTREMITAS INFERIOR


EKSTREMITAS INFERIOR ROM AKTIF ROM PASIF
DEXTRA SINISTRA DEXTRA SINISTRA
HIP Fleksi 0-120 0 0-120 0-120
Ekstensi 0-30 0 0-30 0-30
Abduksi 0-45 0 0-45 0-45
Adduksi 0-30 0 0-30 0
Eksorotasi 0-45 0 0-45 0
Endorotasi 0-35 0 0-35 0
Knee Fleksi 0-135 0 0-135 0
Ekstensi 0 0 0 0
Ankle Dorsofleksi 0-20 0-20 0-20 0-20
Plantarfleksi 0-50 0-50 0-50 0-50

MANUAL MUSCLE TESTING (MMT) PADA EKSTREMITAS INFERIOR


EKSTREMITAS INFERIOR DEXTRA SINISTRA
HIP Fleksi 5 TVD
Ekstensi 5 TVD
Abduksi 5 TVD
Adduksi 5 TVD
Eksorotasi 5 TVD
Endorotasi 5 TVD
KNEE Fleksi 5 TVD
Ekstensi 5 5
ANKLE Dorsofleksi 5 5
Plantarfleksi 5 5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia Darah
Parameter Hasil Nilai Normal
Leukosit 15,4. 103 4.0 – 10.0 103 /µL
Hb 14,3 11,5-16,0 gr/dL
Hct 42 % 37-47 %
Eri 4,9. 103 3,8-4,8. 103/ µL
Trombosit 395.103 150-500. 103
Gol Darah AB
Protobin 14,8 10-14 detik
APTT 29,4 16-36 detik
HBSAg negatif negatif
GDS 124 <120
Ureum 42 13-43
Kreatinin 0,60 0,6-1,1
AST (SGOT) 20 < 31
ALT (SGPT) 15 < 31
B. Foto polos pelvis

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik :
post hemiarthroplasty neglected close fraktur intertrochanter femur dextra

PROBLEM REHABILITASI MEDIK


Impairment
Nyeri pada panggul
Oedema didaerah panggul
Disability
Terdapat keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berdiri
tanpa penopang, berjalan, mandi.

TERAPI
Medikamentosa
- Penggunaan antibiotik untuk mencegah adanya infeksi.
- Penggunaan analgetik untuk mengurangi nyeri.
Non-Medikamentosa (Rehab Medik)
 Edukasi :
Yang perlu diperhatikan selama 6 minggu post operasi
 Fleksi tidak boleh > 900
 Tidak boleh menyilangkan kaki
 Tidak boleh ekso dan endo rotasi
 Tidak boleh melakukan gerakan ekspulsif atau secara tiba-tiba
 Pada saat tidur menggunakan abduction bolster agar kaki tetap pada
posisi abduksi
 Fisioterapi
1. Mobilisasi :
 Hindari ROM pasif seperti gerakan adduksi dan endorotasi.
 Aktive ROM excersice panggul, lutut, dan ankle dextra.
 Latihan isometric gluteal dan quadriceps sinistra.
 Latihan transfer dan berjalan parsial weigth bearing dengan
walker.
 Elevasi tungkai untuk mengurangi odema, eksorotasi diberi
bantal diantara kedua tungkai.
2. Terapi dingin untuk mengurangi odema.

 Okupasi Terapi diberikan untuk melatih pasien dalam aktivitas sehari-hari


(ADL) misalnya mandi,berdiri tanpa penopang, dan berjalan.
 Psikologi ditujukan untuk memotivasi pasien dan keluarga pasien.
 Pekerja Sosial Medik ditujukan untuk membantu pasien dan keluarga pasien
untuk mengatasi masalah sosial ekonomi keluarga pasien. Dalam hal ini
pasien belum membutuhkan, karena semua biaya ditanggung oleh perusahaan
tempat pasien bekerja.
 Ortotik Prostetik dibutuhkan untuk membantu penyediaan alat yang
dibutuhkan pasien seperti walker/tongkat penopang tubuh.

PROGNOSIS
a.Quo ad vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad sanationam :dubia ad bonam
c. Quo ad funcionam : dubia ad bonam

ANALISIS MASALAH
A.Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks;
biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Bilamana tidak ada
luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit atau
kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan
bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi
ini disebut fraktur terbuka.1

Collum femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur pada
manula. Sebagian besar pasien adalah wanita usia 80 atau 90 tahun dan kaitannya
dengan osteoporosis demikian nyata sehingga insidensi fraktur kolum femur
digunakan sebagai ukuran osteoporosis yang berkaitan dengan umur. Pustaka lain
didapat pada usia >60 tahun akibat dari pascamenopouse.1

Fraktur dapat berupa fraktur subkapita transervikal dan basal yang


kesemuanya terletak didalam sampai sendi panggul atau intrakapsuler , fraktur
Intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrasubkapsuler. Patah tulang
intrakapsuler umumnya sukar mengalami pertautan dan cenderung terjadi nekrosis
avaskuler caput femur.1,2

B.Mekanisme Cedera
Cedera sering terjadi akibat jatuh (atau pukulan) pada trokanter mayor.
Sekali mengalami fraktur kaput dan kolum akan bergeser ke stadium yang
semakin berat. Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi. Stadium
II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser. Stadium III adalah fraktur lengkap
dengan pergeseran sedang. Dan stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara
hebat. Bila dibiarkan tak diterapi, fraktur stadium I dapat berubah menjadi stadium
IV.1
Fraktur collum femoris sering terjadi dan ada 2 tipe yaitu subcapital dan
trochanterica. Fraktur subcapital terjadi pada orang tua, umumnya pada perempuan
pascamenopouse.predisposisi gender ini terjadi akibat penipisan korteks dan
trabekula tulang yang disebabkan karena defisiensi estrogen. Sedangkan fraktur
trochanterica sering terjadi pada usia muda dan pertengahan sebagai akibat trauma
langsung. Garis kapsul adalah ekstrakapsuler dan kedua fragmen memiliki suplai
darah yang cukup banyak. Bila fragmen tulang tidak bertumbukan, tarikan dari
otot yang kuat akan memperpendek dan memutar tungkai ke lateral.3

C.Patologi
Kaput femoris mendapat persendian darah dari III sumber : (1) pembuluh
intramedula pada kolum femur, (2) pembuluh servikal asenden pada retinakulum
kapsular, (3) pembuluh darah pada ligamentum kapitis femoris. Pasokan
intramedula selalu terganggu oleh fraktur, pembuluh retinakular juga dapat terobek
kalau terdapat banyak pergeseran. Pada manula pasokan yang tersisa dalam
ligamentum teres sangat kecil dan pada 20% kasus, tidak ada. Itulah yang
menyebabkan tingginya insidensi nekrosis avaskular pada fraktur collum femur
yang disertai pergeseran.1,3
Fraktur transervikal, menurut definisi, bersifat intrakapsular. Fraktur ini
penyembuhannya buruk karena : (1) dengan rebeknya pembuluh kapsul, cidera itu
melenyapkan persendian darah terutama pada kaput (2) tulang intra-artikular
hanya mempunyai periosteum yang tipis dan tak ada kontak dengan jaringan lunak
yang dapat membantu pembentukan kalus (3) cairan sinovial mencegah
pembekuan hematom akibat fraktur iyu. Karena ketepatan aposisi dan impaksi
fragmen tulang menjadi lebih penting dari biasanya. Terdapat bukti bahwa aspirasi
hemartrosis dapat meningkatkan aliran darah dalam kaput femoris dengan
mengurangi tamponade.1

D.Gambaran Klinik
Biasanya terdapat riwayat jatuh, yang diikuti nyeri pinggul. Tungkai pasien
terletak pada rotasi lateral, dan kaki tampak pendek. Tetapi hati-hati tidak semua
fraktur pinggul demikian jelas. Pada fraktur yang terimpaksi pasien mungkin
masih dapat berjalan dan pasien yang sangat lemah atau cacat mental mungkin
tidak mengeluh sekalipun mengalami fraktur bilateral.2,3

E.Diagnosis
Terdapat tiga situasi dimana fraktur collum femur dapat terlewatkan kadang
dengan akibat yang manakutkan. (1)fraktur tekanan – pasien manula dengan nyeri
pinggul yang tak diketahui mungkin mengalami fraktur tekanan, pemeriksaan sinar
X hasilnya normal tapi skan tulang akan memperlihatkan lesi “panas”. (2) fraktur
yang terimpaksi – garis fraktur tidak terlihat, tapi bentuk kaput femoris dan collum
berubah, selalu bandingkan kedua sisi. (3) fraktur yang tidak nyeri – pasien yang
berada di tempat tidur dapat mengalami fraktur diam.1,3
F.Terapi
Terapi operasi hampir harus dilakukan. Fraktur yang bergeser tidak akan
menyatu tanpa fiksasi internal, dan bagaimanapun juga manula harus bangun dan
aktif tanpa ditunda lagi kalau ingin mencegah komplikasi paru dan ulkus
decubitus. Fraktur yang terimpaksi dapat dibiarkan menyatu,tetati selalu terdapat
resiko pergeseran pada fraktur itu, sekalipun berada di tempat tidur, jadi fiksasi
akan lebih aman4.
Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas dini.
Bila pasien dibawah anastesi, pinggul dan lutut difleksikan dan paha yang
mengalami fraktur ditarik ke atas, kemudian kemudian dirotasikan secara internal,
lalu diekstensikan dan di abduksi, akhirnya kaki diikatkan pada footpiece.
Pengawasan dengan sinar X digunakan untuk memastikan reduksi pada foto
anteroposterior dan lateral. Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III
dan IV, fiksasi pada fraktur yang tak tereduksi hanya mrngandung kegagalan. Dan
kalau tidak direduksi secara tertutup, pasien dibawah 60 tahun dianjurkan untuk
melakukan reduksi terbuka melalui pendekatan anterolateral. Tapi pada pasien >
70 tahun jarang diperbolehkan, kalau dua usaha yang cermat untuk melakukan
reduksi tertutup gagal, lebih baik dilakukan penggantian prostetik.3,5
Sekali di reduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau sekrup berkanula
atau dengan sekrup kompresi geser yang ditempelkan pada batang femur. Insisi
lateral digunakan untuk membuka femur bagian atas. Kawat pemandu yang
disisipkan dibawah kendali flouroskopik , digunakan untuk memastikan bahwa
penempatan alat pengikat telah tepat. Dua sekrup berkanula sudah cukup ,
keduanya harus terletak sejajar dan memanjang sampai plat tulang subkondral,
pada foto lateral keduanya berada di tengah-tengah pada kaput dan kolum, tapi
pada foto anteroposterior sekrup distal terletak di korteks inferior leher.2,5
Penggantian prostetik oleh beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis
untuk fraktur stadium III dan IV tak dapat diramalkan sehingga penggantian
prostetik selalu lebih baik. Karena itu, kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi
dan fiksasi pada semua pasien yang berumur dibawah 75 tahundan mempersiapkan
pergantian untuk 1. Pasien yang sangat tua dan sangat lemah.2. pasien yang gagal
menjalani reduksi tertutup. Pengantian yang paling sedikit traumanya adalah
protesis femur atau protesis bipolar tanpa semen yang di masukan dengan
pendekatan posterior. Pengantian pinggul total: mungkin lebih baik 1. Kalau terapi
telah tertunda selama beberapa minggu dan di curigai ada kerusakan acetabulum 2.
Pasien dengan penyakit metastatik atau penyakit Paget.1

G.Komplikasi
Komplikasi umum yang biasa menyertai cidera atau operasi pada manula
cenderung akan terjadi, terutama trombosis vena betis, emboli paru, pneumoni dan
ulkus decubitus. Nekrosis avaskuler terjadi pada sekitar 30 % pasien dengan
pergesetran fraktur dan 10 % pasien fraktur tanpa pergeseran. Beberapa minggu
kemudian scan, nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas.
Perubahan pada sinar X meningkatkan kepadatan kaput femur. Mungkin tidak
nyata selama berbulan-bulan atau bertahun2. Baik fraktur itu menyatu atau tidak
kolapsnya fraktur femur akan menyebebkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi.
Terapinya adalah dengan penggantian fungsi total.1,3
Non union lebih dari 1/3 kolum fraktur tidak menyatu dan resiko ini akan
mengancam pasien yang mengalami pergeseran dapat banyak penyebab :
buruknya pasokan darah, tak sempurnanya reduksi, tak mencukupinya fiksasi dan
lambatnya penyembuhan merupakan tanda khas untuk fraktur intra artikular.3
Metode terapi tergantung pada penyebab non union dan pada umur pasien
pada pasien yang rewlatif muda terdapat 3 prosedur5
1. Kalau fraktur terlalu vertikal tetapi kaput tetap hidup ,osteotomi sub trokanter
sub fiksasi paku plat mengubah garis fraktur sehingga membentuk sudut yang
lebih horizontal
2. Kalau reduksi atau fixasi salah dan tidak terdapat tanda nekrosis,scrub dapat
dibuang, fraktur direduksi, scrub yang baru disisipkan dengan benar dan juga
menyisipkan cangkokan fibula pada fraktur.

3. Kalau kaput bersifat avaskuler caput dapat di ganti dengan prostesis logam
kalau sudah terdapat artritis di perlukan pergantian total

Pada pasien berusia lanjut hanya 2 prosedur yang harus di pertimbangkan1


1. Kalau nyeri tidak hebat pengangkatan tumit dan penggunaan tongkat atau
kruk sudah mencukupi.

2. Kalau nyerinya hebat dilakukan penggantian sendi total.

H. Rehabilitasi1,2,5
HIP
Motion Normal Fungsional
o
Flexion 125-128 90-110o
Extension 0-20o 0-5o
Abduction 45-48o 0-20o
Adduction 40-45o 0-20o
Internal rotation 40-45o 0-20o
External rotation 45o 0-15o

KNEE
Motion Normal Fungsional
Flexion 130-140o 110o
Extension 0oa 0oa
a: indikasi untuk pengukuran dalam kondisi netral (Stanley, 1999)
EDUKASI
Oleh karena sehabis operasi Hemiarthroplasty sendi masih belum adekuat dan
memiliki resiko untuk disloksi sendi, untuk meminimalisir resiko kejadian dislokasi
sendi pasca operasi hemiarthroplasty maka harus diperhatikan beberapa hal agar tidak
memperburuk keadaan.1,4
a. Tidak menekuk hip yang baru saja di operasi < 900

b. Tidak boleh menyilangkan kaki


c. Tidak boleh melakukan endorotasi

Gambar tersebut merupakan posisi pigeon toe position

EXERCISE
Tujuan dari dilakukannya latihan pada pasien pasca operasi hip hemiarthoplasty
adalah untuk menghindari adanya blood clots di betis dan kontraktur. Latihan ini
dilakukan sesegera mungkin pasca operasi hip hemiarthoplasty.1,5
a. Circulatory exercise- ankle pump
Dorsofleksi pada daerah ankle yang dilakukan hip hemiarthroplasty di tahan
selama lima hitungan, repetisi dilakukan selama 10 kali.
b. Deep breathing exercise
Ambil nafas dalam melalui hidung, tahan 2-3 detiklalu lepaskan melalui mulut.
Repetisi dapat dilakukan selama 10 kali

Pada latihan selanjutnya harus di damping oleh fisioterapis untuk memberi instruksi
latihan sebagai berikut:1,5
 Static squad
Berbaring dengan kaki lurus di depan Anda, mengencangkan otot-otot di
bagian depan paha Anda dengan meremas lutut Anda turun ke tempat tidur
dan menarik jari-jari kaki ke arah Anda. Tahan sampai hitungan 5, rileks
sepenuhnya

 Gluteal squeeze
Kencangkan otot pantat Anda bersama seketat mungkin untuk hitungan 5,
rileks sepenuhnya.

 Heel side
Berbaring dengan kaki lurus di depan Anda, geser tumit kaki dioperasikan
Anda ke arah Anda ballowing pinggul dan lutut menekuk. Jangan biarkan
tikungan pinggul Anda lebih dari sudut kanan. Geser tumit Anda kembali
turun lagi, rileks sepenuhnya.

 Hip abduction
Berbaring dengan kaki lurus di depan Anda, menjaga kedua kaki lurus dan
jari-jari kaki menunjuk ke arah langit-langit seluruh, memindahkan kaki
dioperasikan Anda ke samping perlahan-lahan.
Kembali kaki Anda ke posisi awal, rileks sepenuhnya.

 Long arc quadriceps


Di kursi Anda, menendang kaki Anda ke depan dan luruskan kaki Anda
dioperasikan perlahan, tahan selama 5 detik dan perlahan-lahan menurunkan
kembali ke bawah. Rileks sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon, L. Warwick, D. Nayagam, S. 2010. Apley’s System of Orthopaedics
and Fractures. United Kingdom: Hodder Arnold pp: 847-52
2. Cuccurullo, S. 2002. Physical Medicine and Rehabilitation Board Review.
New Jersey:Demos pp 203-4
3. Snell, R. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
pp: 557-91
4. Hoppenfeld, S., Murthy, V. 1999. Treatment and Rehabilitation of Fracture.
5. Pratt, E., Amiran, M., Gray, P. 2001. Open Reduction and Internal Fixation of
the Hip. In Maxey, L. Magnusson, J. Rehabilitation for the Postsurgical
Orthopedic Patient. United Kingdom: Mosby pp 188-205

Anda mungkin juga menyukai