Anda di halaman 1dari 4

BSM Pastikan Ada Pelanggaran Internal

Sindonews.com - PT Bank Syariah Mandiri (BSM) mengumumkan adanya


temuan penyimpangan berupa penyaluran kredit fiktif pada kantor BSM cabang
Bogor senilai Rp102 miliar dan menjadi kredit macet sekira Rp59 miliar.
Corporate Secreatary BSM Taufik Machrus menerangkan, kepastian adanya
temuan tersebut diperoleh setelah dilakukannya audit internal oleh Direktorat
Kepatuhan BSM. "Ada beberapa hasil yang bisa diungkap terkait dengan kredit
fiktif di BSM cabang Bogor ini. Pertama, BSM menemukan adanya pelanggaran
ketentuan internal, yang berindikasi adanya dugaan tindak pidana perbankan di
BSM cabang Bogor pada 2012," ujar Taufik di Wisama Mandiri, Jakarta, Kamis
(24/10/2013).

Lebih lanjut dirinya mengatakan, atas temuan tersebut, manajemen


langsung menindaklanjutinya dengan melakukan laporan secara hukum ke
Bareskrim Mabes Polri tertanggal 12 September 2013. "Atas temuan tersebut,
dalam rangka menegakkan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
Govenance/GCG), BSM menurunkan tim audit internal. Hasil pemeriksaan tim
audit internal memperkuat adanya dugaan tindak pidana perbankan dimaksud.
Kemudian kita laporkan ke Bareskrim tanggal 12 September 2013 kemarin,"
sambung dia. Ditambahkannya, BSM sendiri saat ini menyerahkan sepenuhnya
penangan kasus tersebut kepada pihak berwenang. "Dengan pelaporan ini
berarti BSM menyerahkan penanganan kasus tersebut pada proses Hukum. BSM
mendukung penegakan Hukum oleh pihak kepolisian, sebagai bagian dari
menegakan integritas dan dalam rangka melindungi para pemangku
kepentingan perusahaan (stakeholder)," tutup dia.

Diberitakan sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus


(Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan empat orang tersangka dalam kasus
pembobolan dana kredit Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Bogor ini. Empat
tersangka tersebut di antaranya Kepala Cabang Utama Bank Syariah Mandiri
Bogor M Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu Bank Syariah Mandiri
Bogor Chaerulli Hermawan, Accaounting Officer Bank Syariah Mandiri Bogor
John Lopulisa, dan Debitur Iyan Permana. "Satu orang pengusaha yang terlibat
dalam sindikat dengan manajemen BSM KCP Bogor sudah ditetapkan sebagai
tersangka, sudah dilakukan penahanan terhadap empat tersangka tersebut," kata
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie di Mabes Polri, Jakarta
Selatan.

http://ekbis.sindonews.com/read/797832/34/bsm-pastikan-ada-pelanggaran-
internal-1382603732
Heru Sulastyono Terima Komisi 9 Persen dari Yusran

TEMPO.CO, Jakarta--Tersangka suap bea cukai, bekas Kepala


Subdirektorat Ekspor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Heru Sulastyono dan
pengusaha Yusran Arif dilimpahkan ke Kejaksaan Agung pada Selasa, 24
Februari 2014. Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang Badan
Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Besar Agung Setya Effendi aliran dana
dari Yusran untuk Heru adalah komisi karena membantu perusahaan Yusran.
"Prinsipnya Yusran membagi hasil karena usahanya dibantu Heru.
Pembagiannya berkisar 8-9 persen dari keuntungan Yusran," kata Agung ketika
dihubungi Tempo, Selasa, 25 Februari 2014.

Agung mengatakan Heru membantu Yusran mengakali kewajiban


pembayaran kepada negara, salah satunya dengan mengatur valuation ruling
alias penetapan nilai pabean. Agung mengatakan keberadaan Heru sebagai
konsultan juga membantu pengeluaran bijih plastik yang diimpor PT Tanjung
Jati Utama milik Yusran."Kalau mereka tahu bahwa ini yang ngurus Yusran,
semua jadi lancar karena semua tahu dia dibantu siapa. Kalau enggak punya
orang dalam susah," kata Agung. Penyidik kepolisian menyita 7 unit tanah dan
bangunan, sebuah mobil dan uang sebagai barang bukti dalam dugaan tindak
pidana pencucian uang dan suap ini. Penyidik juga menyita uang Rp 425 juta dari
rekening Heru dan uang Rp 442 juta yang digunakan untuk membayar uang
muka satu unit kondotel di Seminyak, Bali.

Selasa, 25 Februari 2014 keduanya dilimpahkan ke Kejaksaan Agung


untuk segera menjalani penuntutan. Heru dan Yusran disangka melanggar pasal
3 dan pasal 6 Undang-undang No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang dengan ancaman penjara 15 tahun dan denda Rp 15 miliar.

Penyidik menetapkan pencucian uang ini atas uang hasil suap sehingga
Heru juga disangka melanggar pasal 5 ayat 2, pasal 12 huruf b dan pasal 11
Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Sementara
Yusran disangka dengan pasal 5 ayat 1, pasal 12 huruf a dan pasal 13 Undang-
undang No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dengan ancaman penjara 5 tahun dan denda Rp 250 juta.

https://nasional.tempo.co/read/news/2014/02/26/063557608/heru-sulastyono-
terima-komisi-9-persen-dari-yusran

Tangani Kasus Pejabat Bea Cukai, Polri Gandeng PPATK

JAKARTA, KOMPAS.com — Kapolri Komisaris Jenderal Sutarman


mengaku bahwa Polri telah menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut kasus dugaan penerimaan suap
yang melibatkan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian
Keuangan, Heru Sulastyono. Kerja sama itu dilakukan untuk mencari tahu
apakah ada transaksi mencurigakan yang terjadi di dalam rekening Heru. "Kita
dengan PPATK terus kerja sama. Kalau memang (ada) transaksi mencurigakan,
kita lakukan penyelidikan. Kalau ada bukti-bukti penguatan, kita akan tingkatkan
menjadi penyidikan," kata Sutarman di Mabes Polri, Jumat (1/11/2013).

Sementara itu, saat ditemui terpisah, Direktur Tindak Pidana Ekonomi


Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto
mengatakan, penyidik sedang mengkaji temuan-temuan baru sebagai alat bukti
pendukung untuk melengkapi seluruh rangkaian tindak pidana yang dilakukan
Heru. Selain itu, Bareskrim juga telah bekerja sama dengan Inspektorat Bidang
Investigasi Kementerian Keuangan untuk menyelidiki kasus ini. Menurut Arief,
Polri tidak dapat langsung mengakses dokumen ekspor impor yang ditangani
Heru lantaran ada keterbatasan yuridis yang dimiliki. Polri harus mengantongi
izin dari Menteri Keuangan sebelum dapat mengakses dokumen tersebut.

"Kerja sama itu untuk memperoleh dokumen yang berkaitan dengan


kegiatan ekspor impor yang dilakukan saudara YA (Yusran Arif) untuk bisa
mengetahui pihak-pihak lain yang terafiliasi dengan kedua tersangka," katanya.
Arief menambahkan, pihaknya juga telah melakukan pencekalan terhadap istri
Heru, Widyawati. Surat pencekalan itu telah dilayangkan ke Direktorat Jenderal
Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sejak Rabu (30/10/2013).
Namun, izin pencekalan tersebut baru dikeluarkan Ditjen Imigrasi pada hari ini.

Sebelumnya, Dittipideksus Bareskrim Polri menangkap Yusran Arief yang


diduga memberikan suap dalam bentuk polis asuransi berjangka sebesar Rp 11,4
miliar kepada Heru. Diduga, suap tersebut diberikan untuk memuluskan upaya
Yusran agar perusahaan yang berada di bawah kendalinya terhindar dari audit
pajak. Suap itu diberikan dalam kurun waktu 2005-2007 saat Heru menjabat
sebagai Kepala Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea
dan Cukai Tipe A Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Saat ini, Heru menduduki jabatan sebagai Kasubdit Ekspor Impor Ditjen
Bea dan Cukai Kemenkeu. Akibat perbuatannya, Heru Sulastyono dan Yusran
Arief disangka dengan pasal yang sama, yaitu Pasal 3, Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 dan
Pasal 3, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan TPPU. Selain itu, keduanya juga disangka dengan Pasal 5 Ayat
(2), Pasal 12 Huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 56
KUHP.

http://nasional.kompas.com/read/2013/11/01/1748533/Tangani.Kasus.Pejabat.
Bea.Cukai.Polri.Gandeng.PPATK
Kasus BUMN: Sejak Juni 2015 Keuangan PT Garuda Indonesia
Sudah Dimanipulasi

Ternyata Sejak Juni 2015 Keuangan PT Garuda Indonesia Sudah Dimanipulasi

ENERGYWORLDINDONESIA – PT Garuda Indonesia (persero) diduga


melakukan perubahan dalam laporan keuangan agar terlihat sehat. Dugaan
perubahan ini terlihat dari salinan pembicaraan sebuah grup Whatsapp (baca:
WA). “Ini percakapannya mas, memang udah lama. Tapi ini sangat buruk dan
tidak membuat perusahaan menjadi sehat,” terang salah satu sumber yang
enggan disebutkan namanya kepada Energy World Indonesia di Jakarta.

Didalam salinan percakapan itu sangat terlihat jajaran direksi atau BOD
memberikan perintah kepada kepala unit dan kepala bagian akunting PT Garuda
Indonesia untuk memundurkan semua pembayaran hutang. Pemunduran ini
dimaksudkan membuat laporan keuangan menjadi bagus.“Sangat terlihat disini
jajaran direksi melakukan perintah yang mencoreng perusahaan,” terangnya.
Dalam bait pertama, direktur keuangan (DF) menugaskan untuk melakukan
identifikasi biaya-biaya non rutin bulan Juni 2015, agar dapat direvisi lebih maju
ke bulan Juli atau Agustus 2015. Namun cara ini dengan syarat tidak
mengganggu operasional secara signifikan.

Selanjutnya, jika kesepakatan pengunduran hutang telah disepakati


terutama dalam bentuk perjanjian, maka bisa di revisi untuk ditandatangani
ulang dan akan efektif bulan Juli atau Agustus. Disini Bukan hanya negosiasi
pembayaran saya melainkan efektivitas perjanjian dan transaksinya. “Disini
terlihat dia meminta WA yang melakukan guidancenya, parah bukan kelakuan
mereka” kata dia lagi. Diakhir percakapan, sangat tegas pernyataan yang
dikatakan WA. Dimana seluruh karyawan yang ditugaskan perintah tersebut
tidak melaksanakannya, maka akan mendapat teguran keras dari jajaran direksi.

“Ini sudah sangat salah. Selama ini kita tahu Garuda Indonesia mengalami
kerugian tapi angka yang di tampilkan real, tidak ada manipulasi. Namun
sekarang bisa kita lihat sendiri,” imbuhnya.
Terkait berapa besaran angka, narasumber mengaku tidak tahu pasti.
Namun ia memastikan percakapan itu memang sudah menjadi bukti. “Beberapa
waktu lalu ada media juga yang mengangkat ini. Namun Dirut Garuda enggan
menjawabnya. Bahkan dia marah-marah sama reporter yang menulis ini. Kenapa
saya tau, karena reporter tersebut merasa tidak adil,” jelasnya.
Kita ketahu bahwa Dirut Garuda yang marah itu adalah Arif Wibowo. Dan
sampai kini dia masih menjabat sebagai Dirut maskapai plat merah ini.

http://energyworld.co.id/2016/03/12/kasus-bumn-sejak-juni-2015-keuangan-pt-
garuda-indonesia-sudah-dimanipulasi/

Anda mungkin juga menyukai