Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pola penyakit di Indonesia, mengalami pergeseran yang cukup
meyakinkan. Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun, meskipun
diakui bahwa angka penyakit infeksi ini masih dipertanyakan dengan timbulnya
penyakit baru. Dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit
degeneratif, diantaranya Diabetes meningkat dengan tajam. Perubahan pola
makan di kota-kota telah bergeser dari pla makan tradisional yang mengandung
banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan kebarat-baratan, dengan
komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam
dan mengandung sedikit serat. Komposisi makanan seperti ini terutama terdapat
pada makanan siap santap yang akhir-akhir ini sangat digemari terutama oleh
anak-anak muda. ( Suyono,2006).
Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit
tidak menular, yang akan meningkat jumlahnya dimasa mendatang. Diabetes
Mellitus merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada
abad 21. Diabetes Mellitus disebut dengan “ the silent killer “ karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000
jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, paa tahun 2025 jumlah itu akan
membengkak menjaadi 300 juta orang. Dan jumlah penderita Diabetes Mellitus di
dunia dari tahun ke tahun menunjukkan adanya peningkatan. (Fatimah, 2015).
Menurut WHO (2013) sebanyak 80% penderita DM di dunia berasal dari
negara berkembang salah satunya adalah Indonesia.Peningkatan jumlah penderita
DM yang terjadi secara konsisten menunjukkan bahwa penyakit DM merupakan
masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian khusus dalam pelayanan
kesehatan di masyarakat. Berdasarkan data dari International Diabetes Federation

1
(IDF 2014) jumlah penderita DM sebanyak 366 juta jiwa di tahun 2011
meningkat menjadi 387 juta jiwa ditahun 2014 dan diperkirakan akan bertambah
menjadi 592 juta jiwa pada tahun 2035. Jumlah kematian yang terjadi pada tahun
2014 sebanyak 4,9 juta jiwa dimana setiap tujuh detik terdapat satu kematian dari
penderita DM di dunia. (Soewondo,et al,2015).
Data terbaru menyatakan bahwa jumlah penderita Diabetes Mellitus di
Indonesia mencapai 9,1 juta orang. Kali ini Indonesia disebut-sebut telah bergeser
naik dari peringkat 7 menjadi peringkat ke 4 teratas diantara negara-negara yang
berjumlah penderita Diabetes terbanyak di dunia. Dan menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh DiabCare di Indonesia, diketahui bahwa 47,2% memiliki
kendali yang buruk pada glukosa darah plasma puasa >130 mg/dl pada penderita
DM tipe 2. (PERKENI, 2015).
Di NTB penyakit Diabetes Mellitus merupakan angka kejadian yang
tergolong sangat tinggi. Penyakit DM adalah ibu dari segala penyakit karena dari
situlah segala komplikasi yang membahayakan nyawa penderita. Peningkatan
angka kejadian penyakit Diabetes Mellitus khususnya di propinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) sangant erat kaitanya dengan gaya hidup dan pola makan yang tidak
seimbang. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar ( RISKESDAS) 2013, yang
diselenggarakan Kementerian Kesehatan Indonesia, angka kejadian Diabetes
Mellitus pada orang dewasa Indonesia meningkat dari 1,1% (2007) menjadi 2,1%
(2013).Hasil Riskesdas di Nusa Tenggara Barat menyebutkan angka kejadian
Diabetes Mellitus pada orang dewasa senbanyak 1,3% (2013) dan menurut Dinas
Kesehatan Lombok Tengah setiap tahun mengalami peningkatan.
Prevalensi Diabetes Mellitus di NTB sebesar 1,3% dan tertinggi di
Kabupaten Bima dan Lombok Timur. Sedangkan jumah kunjungan penderita
Diabetes Mellitus yang berkunjung ke Puskesmas Penujak Lombok Tengah
berdasarkan data 1 tahun terakhir Medical Record UPT Puskesmas Penujak dapat
dilihat pada tabel 1.1 berikut :

2
Tabel 1.1. Distribusi Data Kunjungan Diabetes Mellitus yang berobat di UPT
Puskesmas Penujak Tahun 2016.
No Bulan Jlh Kunjugan DM Presentase
1 Januari 15 8,3%
2 Februari 28 15,5%
3 Maret 5 2,7%
4 April 13 7,2%
5 Mei 21 11,6%
6 Juni 3 1,6%
7 Juli 9 5%
8 Agustus 14 7,7%
9 September 12 6,6%
10 Oktober 19 10,5%
11 November 15 8,3%
12 Desember 26 14,4%
Jumlah 180 100%
Sumber : Medical Record UPT Puskesmas Penujak, 2016
Keluarga merupakan sumber bantuan yang terpenting bagi anggota
keluarganya atau bagi individu yang dapat mempengaruhi gaya hidup atau
mengubah gaya hidup anggotanya menjadi berorientasi pada kesehatan. Usaha
pencegahan Diabetes Mellitus yang dapat dilakukan adalah mengurangi faktor
pencetus terutama bagi mereka yang memiliki riwayat genetik yaitu dengan
menjaga pola hidup sehat dan tetap olahraga. Peran keluarga menjadi penting
dalam pencegahan karena sebagian besar faktor pencetus Diabetes Mellitus dapat
diubah/dimodifikasi dengan mengubah gaya hidup menjadi gaya yang sehat.
(Setiowaty,2007).
Keluarga juga merupakan sistem pendukung utama memberi pelayanan
langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) anggota keluarga. Oleh karena itu,
asuhan keperawatan yang berfokus kepada keluarga bukan hanya memulihkan
keadaan pasien, tetapi juga bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga
tersebut (Effendy,1998).
Dalam kehidupan pasien sehari-hari di lingkungan keluarga, anggota
keluarga seharusnya memperhatikan bagaimana perilaku pasien terhadap

3
perawatan Diabetes Mellitus, sehingga tidak menimbulkan kerugian yaitu dengan
pengobatan teratur, minum obat, olahraga teratur, dan diet rendah karbohidrat.
Sebuah asuhan keperawatan tidak lepas dari banyaknya teori-teori yang
digunakan, salah satunya adalah teori Betty Neuman. Betty Neuman
mendefenisikan manusia secara utuh merupakan gabungan dari konsep holistik
dan pendekatan sistem terbuka. Bagi Neuman manusia merupakan makhluk
dengan kombinasi kompleks yang dinamis dan fisiologis, sosiokultural dan
variabel perkembangan yang berfungsi sebagai sistem terbuka. Sebagai sistem
terbuka manusia berinteraksi, beradaptasi dengan dan disesuaikan dengan
lingkungan yang digambarkan sebagai stressor. Lingkungan internal terdiri dari
segala sesuatu yang mempengaruhi (intrapersonal) yang berasal dari dalam diri
klien. Lingkungan eksternal terdiri dari segala sesuatu yang berasal dari luar diri
klien (interpersonal). Pembentuksn lingkungan merupakan usaha klien untuk
menciptakan lingkungan yang aman, yang terbentuk oleh mekanisme yang
didasari maupun yang tidak didasari. Tizp lingkungan memiliki kemungkinan
terganggu oleh stressor yang dapat merusak sistem. Model Neuman mencakup
stressor intrapersonal, interpersonal dan ekstrapersonal ( Mubarak 2009).
Neuman meyakini bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara
utuh. Tujuan dari keperawatan adalah membantu individu, keluarga dan kelompok
dalam mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan yang optimal. Perawat
mengkaji, mengatur dan mengevaluasi sistem klien. Perawatan berfokus pada
variabel-variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap stressor. Tindakan
perawat terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer
berfokus pada peningkatan pertahanan tubuuh melalui identifikasi faktor-faktor
resiko yang potensial dan aktual terjadi akibat stressor tertentu. Pencegahan
sekunder berfokus pada penguatan pertahanan dan sumber internal melalui
penetapan prioritas dan rencana pengobatan pada gejal-gejala yang tampak.
Sedangkan pencegahan tersier berfokus pada proses adaptasi kembali. Prinsip dari
pencegahan tersier adalah untuk memberikan penguatan pertahanan tubuh

4
terhadap stressor melalui pendidikan kesehatan dan untuk membantu dalam
mencegah terjadinya masalah yang sama. (Hidayat,2009).
Adapun hubungan teori Neuman dengan penyakit Diabetes Mellitus yaitu
orang dengan penyakit Diabetes Mellitus erat sekali kaitanya dengan pencegahan
Primer yang berfokus pada peningkatan pertahanan tubuh melalui identifikasi
faktor-faktor resiko yang potensial dan aktual terjadi akibat stressor tertentu.
Model konseptual dari Neuman memberikan penekanan pada penurunan stres
dengan cara memperkuat garis pertahanan diri di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Keperawatan ditujukan untuk mempertahankan keseimbangan
tersebut dengan berfokus pada empat intervensi salah satunya adalah intervensi
yang bersifat promosi, dimana intervensi ini dilakukan apabila gangguan yang
terjadi pada garis pertahanan yang bersifat fleksibel yang berupa memberikan
pendidikan kesehatan khususnya pada pasien Diabetes Mellitus serta keluarganya
dan mendemonstrasikan ketrampilan keperawatan dasar yang dapat dilakukan
klien di rumah atau komunitas yang betujuan meningkatkan kesehatan. Oleh
jarena itu penulis tertarik untuk mencoba mmembuat studi kasus dalam rangka
peminatan dengan kasus “ Aplikasi Teori Konsep Model Keperawatan Betty
Neuman Pada Keluarga Tn “M” Dengan Salah Satu Anggota Keluarga Menderita
Diabetes Mellitus di Desa Penujak Wilayah Kerja Puskesmas Penujak Kecamatan
Praya Barat”.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien Diabetes Mellitus
dengan menggunakan teori aplikasi Betty Neuman secara benar, tepat dan
sesuai dengan standar keperawatan secara profesional.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mampu melakukan pengkajian berdasarkan teori model keperawatan
Betty Neuman.
b. Mampu menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan hasil pengkajian
dari teori model keperawatan Betty Neuman.

5
c. Mampu menyusun rencana keperawatan sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang muncul berdasarkan teori Betty Neuman.
d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan berdasarkan rencana
keperawatan yang muncul berdasarkan teori Betty Neuman.
e. Mampu mengevaluasi hasil akhir keberhasilan perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien Diabetes mellitus dengan
teori Betty Neuman.
f. Mampu mendokumentasian asuhan keperawatan pada pasien Diabetes
Mellitus dengan teori Betty Neuman.

1.3 . Manfaat Penulisan


Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis sebagai berikut:
1. Bagi perkembangan keperawatan
Agar karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
2. Bagi perawat
Untuk dapat digunakan sebagai alat bantu mengevaluasi dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan bagi pasien Diabetes Mellitus.
3. Penulis
Menambah ilmu dan wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan dengan
menggunakan teori model keperawatan yang diterapkan.
4. Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan refrensi untuk menambah referensi tentang aplikasi teori
model keperawatan.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR TEORI MODEL KEPERAWATAN BETTY NEUMAN


A. Biografi Betty Neuman
Betty Neuman Lahir di Ohio tahun 1924, dia anak kedua dari 3
bersaudara dan merupakan anak perempuan satu-satunya. Ketika berumur 11
tahun bapaknya meninggal setelah 6 tahun dirawat karena CRF. Pujian
bapaknya terhadap perawat mempengaruhi pandangan Neuman tentang perawat
dan komitmenya menjadi perawat terbaik yang selalu dekat dengan pasien.

6
Pekerjaan ibunya sebagai bidan di desa juga sangat mempengaruhi secara
signifikan. Setelah lulus SMA Neuman tidak dapat melanjutkan pendidikan
keperawatan. Dia bekerja sebagai teknisi pada perusahaan pesawat terbang dan
sebagai juru masak di Ohio dalam rangka menabung untuk pendidikanya dan
membantu ibu serta adiknya.
Adanya prograam wajib militer di keperawatan mempercepat masuknya
Neuman ke sekolah keperawatan. Neuman lulus program diploma RS Rakyat
( Sekarang RSUP Akron Ohio) tahun 1947. Neuman menerima gelas BS pada
keperawatan Kesehatan Masyarakat tahun 1957 dam MS Kesehatan Masyarakat
serta Konsultan Keperawatan Jiwa tahun 1966 dari Universitas California LA.
Tahun 1985 Neuman menyelesaikan PHD dalam bidang Clinical Psycology
dari Universitas Pasific Western. Dia mempraktekkan bed side nursing sebagai
staf kepala dan Private Duty Nurse di berbagai RS. Pekerjaanya di komunitas
termasuk di sekolah-sekolah, perawatan di perusahaan dan sebagai kepala
perawatan di klinik obstetric suaminya dan konseling intervensi krisis di
keperawatan jiwa di komunitas. Tahun 1967, enam bulan setelah mendapat
gelar MS dia menjadi kepala fakultas dari program diana ia lulus dan memulai
konstribusinya sebagai guru, dosen, penulis dan konsultan dalam berbagai
disiplin ilmu kesehatan. Tahun 1973, Neuman dan keluarga kembali ke Ohio,
sejak itu dia sebagai konsultan jiwa, menyediakan program pedidikan
berkelanjutan dan melanjutkan perkembangan dari modelnya, dia yang pertama
kali mendapatkan California Licensed Clinical Fellows of the American
Association of Marriage dan Family Therapy dan tetap melakukan praktek
konseling. Model Neuman aslinya berkembang pada tahun 1970 ketike itu ada
permintaan lulusan Universitas of California LA untuk pembukaan kursus yang
memberikan wawasan tentang aspek fisiologis, psikologi, sosiokultural dan
aspek pengembangan dari kehidupan manusia ( Neuman 1995). Model ini
dikmbangkan untuk menyediakan struktur yang terintegrasi dari aspek-aspek
diatas secara holistik. Setelah 2 tahun dievaluasi model tersebut dipublikasikan
dalam tiga edisi ( 1982, 1989 dan 1995).

7
2.2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN MENURUT BETTY NEUMAN
A. Defenisi Keperawatan Menurut Betty Neuman
Model konsep Neuman adalah model konsep yang menggambarkan
tindakan keperawatan yang berfokus pada variabel-variabel yang
mempengaruhi respon klien terhadap stressor (Potter dan Perry, 2005).
Neuman mendefenisikan manusia secara utuh yang merupakan
gabungan dari konsep holistik dan pendekatan sistem terbuka. Bagi Neuman
manusia merupakan makhluk dengan kombinasi kompleks yang dinamis dari
fisiologis, sosiokultural dan variabel perkembangan yang berfungsi sebagai
sistem terbuka, manusia berinteraksi, beradaptasi dengan dan disesuaikan oleh
lingkungan, yang digambarkan sebagai stressor ( Chin dan Jacobs, 1995).
Lingkungan ini teridiri dari lingkungan internal dan eksternal.
Lingkungan internal terdiri dari segala sesuatu yang mempengaruhi
(intrapersonal) yang berasal dari dalam diri klien. Lingkungan eksternal
merupakan segala sesuatu pengaruh yang berasal dari luar diri klien
(interpersonal). Pembentukan lingkungan merupakan usaha klien untuk
menciptakan lingkungan yang aman, yang mungkin terbentuk oleh
mekanisme yang disadari mauoun yang tidak disadari (reed, 1995). Tiap
lingkungan memiliki kemungkinan terganggu oleh stressor yang dapt merusak
sistem. Model Neuman mencakup stressor intrapersonal, interpersonal dan
ekstrapersonal ( Neuman, 1981, 1995; Mariner-tomey, 1994).
Neuman meyakini bahwa keperawatan memperhatikan manusia secara
utuh. Tjuan dari keperawatan adalah membantu individu, keluarga dan
kelompok dalam mencapai dan mempertahankan tingkat kesehatan yang
optimal (Neuman dan Young, 1972). Perawat mengkaji, mengatur dan
mengevaluasi sistem klien. Perawatan berfokus pada variabel-variabel yang
mempengaruhi respon klien terhadap stressor ( chin dan Jacobs, 1995).
Tindakan keperawatan terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan
tersier. Pencegahan primer berfokus pada peningkatan pertahanan tubuh

8
melalui identifkasi faktor-faktor resiko yang potensial dan aktual terjadi akibat
stresor. Pencegahan sekunder berfokus pada penguatan pertahanan dan
sumber internal melalui penetapan prioritas dan rencana pengobatan pada
gejala-gejala yang tampak, sedangkan pencegahan tersier berfokus pada
proses adaptasi kembali. Prinsip dari pencegahan tersier adalah untuk
memberikn penguatan pertahanan tubuh tehadap stresor melalui pendidikan
kesehatan dan untuk membantu dalam mencegah terjadinya masalah yang
sama (Mubarak,2009).
Model sistem Neuman memberikan warisan baru tentang cara pandang
terhadap manusia sebagai makhluk holistik (memandang manusia secara
keseluruhan) meliputi aspek (variabel) fisiologis, psikologis, sosiokultural,
perkembangan dan spiritual yang berhubungan secara dinamis seiring dengan
adanya respon-respon sistem terhadap stresor baik dari lingkungan internal
maupun eksternal. Komponen utama dari model ini adalah adanya stres dan
reaksi terhadap stres. Klien dipandang sebagai suatu sistem terbuka yang
memiliki siklus input, proses, output dan feedback sebagai suatu pola
organisas iyang dinamis. Dengan menggunakan perspektif sistem ini, maka
klienya bisa meliputi individu, kelompok, keluarga, komunitas atau kumpulan
agregat lainya dan dapat diterapkan oleh berbagai disiplin keilmuan.
Tujuan ideal dari model ini adalah untuk mencapai stabilitas sistem
secara optimal. Apabila stabilitas tercapai maka akan terjadi revitalisasi
(proses) dan sebagai sistem terbuka maka klien selalu berupaya untuk
memperoleh, meningkatkan dan mempertahankan keseimbangan diantara
berbagai faktor, baik di dalam maupun di luar sistem yang berupaya untuk
megusahakanya. Neuman menyebut gangguan-gangguan tersebut sebagai
stressor yang memiliki dampak negatif atau positif. Reaksi terhadap stressor
bisa potensial atau aktual melalui respon dan gejala yang dapat di identifikasi.
B. Dasar Perkembangan Teori Neuman
Model konsep yang dikemukakan oleh Betty Neuman adalah konsep
Health Care System yaitu model konsep yang menggambarkan aktivitas

9
keperawatan yang ditujukan kepada penekanan penurunan stress dengan
memperkuat garis pertahanan diri secara fleksibel atau normal maupun
resisten dengan sasaran pelayanan adalah komunitas.
Filosofi dari perkembangan teori sistem Neuman adalah berdasarkan
pendekatan perorangan total untuk memandang masalah pasien. Sistem yang
digunakan adalah sistem terbuka sehingga menghasilkan interaksi yang
dinamis. Variabel interaksi mencakup semua aspek yaitu fisiologis, psikologi,
sosiokultural, perkembangan dan spiritual. Sistem Neuman terbentuk dari
individu, keluarga, kelompok dan komunitas yang berinteraksi secara konstan
dengan stressor di lingkungan secara dimensioal. Model fokus pada klien
terhadap stress serta faktor pemulihan (adaptasi).
Asumsi dasar dari teori Neuman yaitu individu merupakan sistem yang
unik dengan respon yang berbeda. Kurang pengetahuan, perubahan
lingkunagn dapat merubah stabiliatas individu ( fisiologis, psikologis, sosio
kultural, perkembangan dan spiritual). Individu dalam memberikan respon
harus mempunyai koping yang stabil terhadap stressor, karena lingkungan
internal dan eksternal dapat menyebabkan stress. Untuk itu individu akan
bereaksi tehadap stressor dari lingkungan dengan mekanisme pertahanan diri.
Pencegaha primer berdasarkan teori sistem Neuman yaitu
mengidentifikasi faktor resiko dan membantu masyarakat dalam
meningkatkan kesehatandan aktivitas pendidikan kesehatan. Pencegahan
sekunder yaitu inisiatif dalam bentuk intervensi jika terjadi masalah. Perawat
berperan sebagai Early Case Finding, pengobatan setelah pasienterdiagnosa
mengidap suatu penyakit. Pencegahan tersier yaitu mempertahankan
kesehatan, perawat membantu adaptasi dan reduksi untuk mencegah
komplikasi.
C. Sumber-Sumber Teori Betty Neuman
Model sistem Neuman berasal dari teori sistem yang umum dan
merupakan refleksi dari organisme yang dialami sebagai suatu sistem yang
terbuka (Bertalanffy,1968). Dalam modelnya Neuman mensistesis keilmuan

10
dari beberapa disiplin dan menyatukan dalam kepercayaan filosofinya dan
keahlian klinis keperawatanya terutama dalam bidang keperawatan kesehatan
mental (Tomey And Alligood, 2006).
Salah satu teori yang digunakan adalah teori Gestalt. Teori Gestalt yang
menjelaskan tentang homeostatic yang menggambarkan keseimbangan
sebagai suatu proses dimana organisme (Makhluk hidup) memelihara
keseimbangan dan konsekwensinya adalah sehat dengan berbagai kondisi.
Neuman menjelaskan bahwa penyesuaian sebagai proses dimana
kepuasan organisme (makhluk hidup) adalah suatu kebutuhan. Banyaknya
kebutuhan dan adanya gangguan keseimabangan dan stabilitas. Oleh karena
itu proses penyesuaian bersifat dinamis dan terus menerus. Kehidupan
ditandai oleh adanya suatu proses yang terus menerus saling mempengarihu
antara keseimbangan dan ketidak seimbangan dalam organisme (makhluk
hidup). Ketika proses stabilisasi tidak dicapai pada bebrapa tingkatan atau
ketika organisme berada dalam kondisi yang tidak harmonis dalam waktu
yang lama konsekuensinya yaitu ketidak mampuan memuaskan kebutuhan
timbulnya suatu penyakit. Ketika sakit sebagai proses kompensasi gagal,
organisme akan mati (Neuman & Young, 1972). Teori Gestalt menyatakan
bahwa individuberada dalam interaksi antara organisme dan lingkungan dan
melihat tingkah laku sebagai refleksi dari hubungan dalam interkasi tersebut
(Perls, 1973). (Tomey And Alligood, 2006).
Model sistem Neuman juga menggunakan pandangan filosofi dari De
Chardin dan Marx (Neuman, 1982). Filosofi Marxist menjelaskan bahwa
milik dari suatu bagian akan ditentukan secara khusus oleh bagian terbesar
dari keseluruhan dalam sistem organisme yang bersifat dinamis. Melalui
pandangan ini, Neuman yakin bentuk dari keseluruhan akan mempengaruhi
munculnya bagian-bagian, hal ini juga dinyatakan dalam filsafat Chardin
tentang keseluruhan kehidupan (Tomey And Alligood, 2006).
Neuman juga mengguankan defenisi stress dari Selye’s yang
menjelaskan bahwa stress merupakan respon nonspesifik tubuh terhadap

11
kebutuhan pada saat itu. Stress meningkatkan kebutuhan menyesuaikan
kembali. Kebutuhan tidak spesifik, memerlukan adaptasi terhadap masalah,
tanpa memandang asal dari masalah. Oleh karena itu inti dari stress adalah
kebutuhan yang tidak spesifik untuk aktivitas (Selye’s 1974). Stressor adalah
rangsangan yang menghasilkan ketegangan yang bisa bersifat negatif dan
positif (Tomey And Alligood, 2006).
Neuman mengadaptasi konsep tahapan pencegahan dari konsep model
Caplan (1964) dan menghubungkan tahapan pencegahan untuk keperawatan.
Pencegahan primer digunakan organisme (Makhluk hidup) sebelum
menghadapi suatu stressor yang berbahaya.
Pencegahan primer meliputi pengurangan pertemuan dari stressor atau
memperkuat garis pertahanan normal klien untuk mengurangi reaksi terhadap
stressor. Pencegahan sekunder dan tersier digunakan ketika klien
mendapatkan stressor yang berbahaya.Pencegahan sekunder tujuanya untuk
mengurangi efek atau kemungkinan efek dari stressor melalui diagnossa awal
dan perawatan yang efektif dari gejala suatu penyakit. Neuman
menjelaskanya sebagai kekuatan pada gairs internal. Pencegahan tersiern
menekankan pada pengurangan efek dari stresor yang tersisa dan
mengembalikan klien kepada keadaan sehat setelah perawatan (Capres,1996;
Neuman,2002b) (Tomey And Alligood,2006).
D. Paradigam Keperawatan Menurut Neuman
1. Manusia
Manusia sebagai klien atau sistem klien, model sistem Neuman
menyatakan konsep klien sebagai sistem yang dapat berupa individu,
keluarga, kelompok, komunitas atau kelompok sosial tertentu. Sistem klien
adalah gabungan hubungan yang dinamik antar faktor fisiologi, psikologi
sosio kultural, perkembangan dan spiritual. Sistem klien digambarkan
sebagai perubahan atau pergerakan konstan yang hidupsebagai sistem
terbuka dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan.
2. Kesehatan

12
Neuman mempertimbangkan kerjanya sebagai model sejahtera. Dia
memandang kesehatan sebagai kondisi yang terus menerus dari sehat
menuju sakit yang secara alamiah dinamis dan secara konstan seseorang
berubah untuk mencapai kondisi sehat yang optimal atau stabil yang
diindikasikan seluruh kebutuhan sistem terpenuhi. Menurunya kondisi
sehat merupakan akibat dari tidak terpenuhi kebutuhan sistem. Klien
berada dalam kondisi dinamis baik sehat atau sakit dalam beberapa tahap
yang diberikan pada waktu itu.
3. Keperawatan
Neuman menyatakan bahwa keperawatan adalah memperhatikan
semua aspek manusia. Dia juga menggambarkan bahwa keperawatan
adalah profesi yang unik yang memperhatikan semua variabel yang
mempengaruhi respon individu terhadap stress. Persepsi perawat
mempengaruhi terhadapa pelayanan yang diberikan sehingga Neuman
menyatakan bahwa persepsi antara pemberi pelayanan dan pasien harus
dikaji dan intervensi untuk melakukan tugas tersebut.

4. Lingkungan
Lingkungan dan manusia diidentifikasi sebagai dasar fenomena dari
model sistem Neuman, bahwa hubungan manusia dengan lungkungan
adalah hubungan yang timbal balik. Lingkungan diidentifikasikan sebagai
semua faktor internal dan eksternal yang berada disekeliling manusia dan
berinteraksi dengan manusia dan klien. Stressor (interpersonal,
intrapersonal dan ekstrapersonal) adalah signifikan terhadap konsep
lingkungan dan digambarkan sebagai kekuatan lingkungan yang
berinteraksi dengan dan secara potensial dapat mengubah stabilitas sistem.
E. Model Keperawatan Menurut Betty Neuman
Konsep dasar yang terdapat pada model Neuman, meliputi stressor,
garis pertahanan dan perlawanan, tingkat pencegahan, lima variabel sistem

13
klien, struktur dasar, intervensi dan rekonstitusi (Fitzpatrick dan
Whall,1989). Berikut ini akan diuraukan tentang masing-masing variabel :
1. Stressor ( Tekanan)
Stressor adalah kekuatan lingkungan yang menghasilkan
ketegangan dan berpotensi untuk menyebabkan sistem tidak stabil.
Neuman mengklasifikasi stressor sebagai berikut :
a. Stressor intrapersonal : terjadi dalam diri individu/keluaarga dan
berhubungan dengan lingkungan internal. Misalnya : respon
autoimun.
b. Stressor interpersonal : yang terjadi pada suatu individu/keluarga
atau lebih yang memiliki pengaruh pada sistem. Misalnya :
ekspektasi peran.
c. Stressor ekstrapersonal : juga terjadi diluar lingkung sistem atau
individu/keluarga tetapi lebih jauh jaraknya dari sistem daripada
stressor interpersonal. Misalnya : sosial politik.
2. Garis pertahanan dan perlawanan
Garis pertahanan menurut Neuman terdiri dari garis peertahanan
normal dan garis pertahanan fleksibel. Garis pertahanan
normallupakan lingkaran utuh yang mencerminkan suatu keadaan yang
stabil untuk individu, sistem atau kondisi yang menyertai pengaturan
karena adanya stressor yang disebut wellnes normal dan digunakan
sebagai dasar untuk menentukan adanya deviasi dari keadaan wellnes
untuk sistem klien.
Selain itu ada berbagai stressor yang dapat mengivasi garis
pertahanan normal jika garis pertahanan fleksibelnya tidak dapat
melindungi secara adekuat. Jika itu terjadi, maka sistem klien akan
bereaksi dengan menampakkan adanya gejala ketidak stabilan atau
sakit dan akan mengurangi kemampuan sistem untuk mengatasi
stressor tambahan. Garis pertahanan normal ini terbentuk dari
beberapa variabel dan perilaku seperti pola koping individu, gaya

14
hidup dan tahap perkembangan. Garis pertahanan normal ini
merupakan bagian dari garis pertahanan fleksibel.
Garis pertahanan fleksibel berperan memberikan respon awal
atau perlindungan pada sistem dari stressor. Garis ini bisa menjauh
atau mendekat pada garis pertahanan normal. Bila jarak antar garis
pertahanan meningkat maka tingkast proteksipun meningkat. Oleh
karena itu untuk mempertahankan keadaan stabil dari sistem klien,
maka perlu melindungi garis pertahanan normal dan bertindak sebagai
buffer. Kondisi ini bersifat dinamis dan dapat berubah dalam waktu
relatif singkat. Disamping itu hubungan dari berbagai variabel
( fisiologi, psikologi, sosiokultural, perkembangan dan spiritual) dapat
mempengaruhi tingkat penggunaan garis pertahanan diri fleksibel
terhadap berbagai reaksi terhadap stressor.
Sedangkan garis perlawanan menurut Neuman merupakan
serangkaian lingkaran putus-putus yang mengelilingi struktur dasar.
Artinya garis resisten ini melindungi struktur dasar dan akan
teraktivasi jika ada invasi dari stressor lingkungan melalui garis
normal pertahanan (Normal line of defense). Misalnya mekanisme
sistem imun tubuh, jika line of resistance efektif dalam respon stressor
tersebut, maka sistem dapat berkonstitusi, jika tidak efektif maka
energi berkurang dan timbul kematian.
3. Tingkat pencegahan
Tingkat pencegahan ini membantu memelihara keseimbangan
yang terdiri dari:
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer terjadi sebelum sistem bereaksi
terhadap stressor, meliputi : promosi kesehatan dan
mempertahankan kesehatan. Pencegahan primer mengutamakan
pada penguatan flexible lines of desease dengan cara mencegah
stress dan mengurangi faktor-faktor resiko. Intervensi dilakukan
jika resiko atau masalah sudah diidentifikasikan tapi sebelum reaksi

15
terjadi. Strateginya mencakup : imunisasi, pendidikan kesehatan,
olah raga dan perubahan gaya hidup.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder meliputi : berbagai tindakan yang
dimulai setelah ada gejala dari stressor. Pencegahan sekunder
mengutamakan pada penguatan internal lines of resistance,
mengurangi reaksi dan meningkatkan faktor-faktor resisten
sehingga melindungi struktur dasar melalui tindakan-tindakan yang
tepat sesuai gejala. Tujuanya adalah untuk memperoleh kestabilan
sistem secara optimal dan memelihara energi. Jika pencegahan
sekunder tidak berhasil dan rekonstitusi tidak terjadi maka struktur
dasar tidak dapat mendukung sistem dan intervensi-intervensinya
sehingga menyebabkan kematian.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan terdier dilakukan ssetelah sistem ditangani
dengan strategi-strategi pencegahan sekunder, pencegahan tersier
difokuskan pada perbaikan kembali kearah stabilitas sistem klien
secara optimal. Tujuan utamanya adalah untuk memperkuat
resistensi terhadap stressor untuk mencegah reaksi timbul kembali
atau regresi, sehingga dapat mempertahankan energi. Pencegahan
tersier cenderung untuk kembali pada pencegahan primer.
4. Sistem Klien
Model sistem Neuman merupakan suatu pendekatan sistem
yang terbuka dan dinamis terhadap klien yang dikembangkan untuk
memberikan suatu kesatuan fokus defenisi keperawatan dan
pemahaman terbaik dari interaksi klien dengan lingkungan. Elemn-
elemen yang ada dalam sistem terbuka mengalami pertukaran energi
informasi dalam organisasi kompleksnya. Stress dan reaksi terhadap
stress merupakan komponen dasar dari sistem terbuka.
Klien sebagai sistem bisa individu, keluarga, kelompok,
komunitas atau sosial issue (Tomey & Alligood, 2006). Klien sebagai
suatu sistem memberikan arti bahwa adanya keterkaitan antar aspek

16
yang terdapat dalam sistem tersebut. Kesehatan klien akan dipengaruhi
oleh keluarganya, kelompoknya, komunitasnya bahkan lingkungan
sosialnya.
Neuman meyakini bahwa klien adalah sebagai suatu sistem,
memiliki lima variabel yang membentuk sistem klien yaitu fisik,
psikologis, sosio kultural, perkembangan dan spiritual. Selanjutnya
juga dijelaskan oleh Neuman bahwa klien merupakan cerminan secara
holistik dan multidimensional (Fawcett,2005). Dimana secara holistik
klien dipandang sebagai keseluruhan yang bagian-bagianya berada
dalam suatu interaksi dinamis. Pernyataan tersebut membuktikan
bahwa setiap orang itu akan memiliki keunikan masing-masing dalam
mempresepsikan dan menanggapi suatu peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari.
Disamping itu klien atau sistem dapat menangani stressor
dengan baik, sehingga sakit atau kematian atau stabilitas sistem.
Perubahan dapat mempertahankan kesehatan secara adekuat.
Keseimbangan fungsional atau harmonis menjaga keutuhan integritas
sistem. Apabila bagian-bagian dari klien berinteraksi secara harmonis
maka akan terwujud jika kebutuhan-kebutuhan sistem telah terpenuhi.
Namun apabila terjadi ketidakharmonisan diantara bagian-bagian
sistem, hal ini disebabkan karena adanya kebutuhan yang tidak
terpenuhi.
5. Struktur Dasar
Struktur dasar berisi seluruh variabel untuk mempertahankan
dasar yang biasa terdapat pada manusia sesuai karakteristik individu
yang unik, variabel-variabel tersebut yaitu : variabel sistem, genetik,
kekuatan/kelemahan bagian-bagian sistem.
6. Intervensi

17
Merupakan tindakan-tindakan yang membantu untuk
memperoleh, meningkatkan dan memelihara sistem keseimbangan,
terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tersier.
7. Rekonstitusi
Neuman (1995) mendefenisikan rekonstitusi sebagai
peningkatan energi yang terjadi berkaitan sebelum sakit.Yang dengan
tingkat reaksi terhadap stressor. Rekonstitusi dapat dimulai menyertai
tindakan terhadap invasi stressor. Rekonstitusi adalah suatu adaptasi
terhadap stressor dalam lingkungan internal dan eksternal. Rekonstitusi
dapat memperluasnormal linenof defense ke tingkat sebelumnya,
menstabilkan sistem klien paa tingkat yang lebih rendah, dan
mengembalikan pada tingkat semula sebelum sakit. Yang termasuk
rekonstitusi adalah faktor-faktor interpersonal, intrapersonal,
ekstrapersonal dan lingkungan yang berkaitan dengan variabel
fiiologis, psikologis, sosio kultural, perkembangan dan spiritual.
Model sistem Neuman ini sangat sesuai untuk diterapkan pada
pengkajian di masyarakat, karena pendekatan yang dipergunakan
adalah pada komunitas sebagai sistem klien.
F. Asumsi Dasar Betty Neuman
1. Manausia merupakan individu unik yang memiliki rentang respon
normal
2. Ada beberapa tipe stressor yang dapat mengganggu keseimbangan
individu (normal lline of defence). Sifat dasar stressor dapat memiliki
efek yang luas terhadap manusia yang mungkin dapat mengganggu garis
luas terhadap manusia yang dapat menggganggu garis keseimbangan
fleksibel.
3. Manusia dapat berada pada rentang respon normal tergantung daari garis
pertahanan normal. Garis pertahanan fleksibel adalh sebuah sistem
reaksi yang dapat digunakan sebagai perlawanan seseorang terhadap
stressor. Ketika garis pertahanan fleksibel tidak dapat melindungi dari

18
pertahanan stressor maka stressor akan mengganggu keseimbangan
seseorang.
4. Beberapa individu memiliki garis resisten yang dapat mempertahankan
keseimbangan dan dapat mengembalikan individu tersebut ke garis
normal.
5. Sehat atau sakit adalah komposisi yang dinamis dan saling berhubungan
antara individu baik fiiologis, psikologis, sosio kultural dan status
perkembangan.
6. Pencegahan primer adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi dan
menmghilangkan faktor yang berhubungan dengan stressor.
7. Pencegahan sekunder berhubungan dengan gejala dan strategi
intervensinya.
8. Pencegahan tersier berhubungan dengan adaptasi sebagai proses
rekonstitusi.

G. Penerapan Teori Pada Praktek Keperawatan


Model Neuman memberikan panduan pada tahap pengkajian bagi
perawat.Pengkajian tersebut difokuskan pada pengkajian garis pertahanan
normal/mekanisme koping (Neal,1981). Perawat dapat mengkaji pada
faktor resistensi individu, menurut Neal (1981), kualitas keseimbanagn
individu tergantung dari pertahanan diri terhadap stressor. Model ini juga
diaplikasikan pada praktek keperawatan (Beitler, Tkachuck, Aamodt,
1980). Hasil diskusi yang didapatkan adalah stressor dapat diatasi pada
tahap pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Dalam diskusi mereka tahap pencegahan primer dapat dilakukan
dengan memberikan promosi tentang penerimaan kehidupan sebagai suatu
cara untuk mencegah terjadinya frustasi. Pada tahap sekunder perawat
dapat berusaha untuk memberikan bantuan kepada pasien untuk

19
mengekspresikan perasaanya. Pada tahap tertier perawat mengusahakan
dengan memberikan support lingkungan terhadap pasien dengan krisis.
Model sistem dari Neuman juga sering digunakan dalam perawatan
keseahatan masyarakat di Amerika dan Kanada karena luas dan struktur
terbuka cocok untuk individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Model
ini ditunjang oleh banyak teori dan mempunyai tujuan yang bermanfaat
(tool) pada perawatan kesehatan masyarakat menekankan pada peningkatan
kesehatan dan memperbaiki kesehatan pada kelompok yang luas
menghimpun individu, berbeda dengan dibutuhkan sendiri (solely) yang
difokuskan kepada kesehatan individu. ( Beddome,1989). Model sistem
dari Neuman didasarkan pada sistem teori yang memungkinkan perawat
kesehatan menjelaskan paradigma perawatan dalam istilah-istilah yang
berlaku pada masyarakat yaitu individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat dapat sebagai target pelayanan. Lingkungan didefenisikan
sebagai semua keadaan internal dan eksternal atau pengaruh yang
berdamapak kepada masyarakat. Faktor negatif biasanya merujuk sebagai
stressor. Penekanan kepada dinamika interaksi antara masyarakat dan
lingkungan seperti pada Gestalt theory ( Neuman, 1989).
Kesehatan untuk masyarakat adalah suatu nilai-nilai yang optimal
atau tingkat yang stabil, bila sistem dalam masyarakat menyebabkan lebih
bersemangat (energi) dari biasanya, maka status kesehatan bergerak
kedepak negentropy (kesehatan yanga ideal). Bila energi berlebihan
digunakan dari produksi, maka masyarakat bergerak pada entropy atau mati
(Neuman, 1989 hal 33).
Berdasarkan dari teori tersebut maka teori model Betty Neuman ini
dapat diterapkan di Indonesia pada keperawatan komunitas dan
keperawatan jiwa, hal ini didukung dengan penelitian dan penerapan lebih
lanjut. Penerapan teori model Neuman adalah garis pertahanan diri pada
komunitas yang meliputi garis pertahanan fleksibel, yaitu ketersediaan
dana, pelayanan kesehatan, iklim dan pekerjaan dll. Garis pertahanan

20
normal yang meliputi ketersediaan pelayanan, adanya perlindungan status
nutrisi secara umum, tingkat pendapatan, rumah yang memenuhi syarat
kesehatan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Garis pertahanan
tingkat pendidikan masyarakat, transportasi, tempat rekreasi dan cakupan
dari imunisasi di daerah yang ada. Intervensi keperawatan diarahkan pada
garis pertahahan dengan penggunaan pencegahan primer, sekunder dan
tertier. Dengan demikian stabilitas kesehatan klien dan keluarga dalam
lingkungan akan optimal.

2.3 LANDASAN TEORI LANSIA


1. Definisi Lansia
Menurut UU no. 4 tahun 1945, Lansia adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Wahyudi, 2009).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan
proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari
(Azwar, 2008).Menua secara normal dari system saraf didefinisikan
sebagai perubahan oleh usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas
dari penyakit saraf “jelas” menua normal ditandai oleh perubahan gradual
dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan
Hendra Utama,1995).
Keberadaanusia lanjut ditandai dengan umur harapan hidup yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya
pemeliharaan serta peningkatan kesehatan dalam rangka mncapai masa tua
yang sehat, bahagia, berdaya guna, dan produktif ( Maryam, 2008:31).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

21
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus
menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya
dialami pada semua makhluk hidup (Bandiyah, 2009).
Menjadi Tua (Menua) adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiahyang berarti
seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toodler,
pra school, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai
baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2013).

2. Batasan Lansia
Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
a. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
b. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
c. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
d. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI), lanjut usia merupakan kelanjutan
dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:
a. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
b. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
c. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
d. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia
3. Tipe-tipe Lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri
daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:
a. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.

22
b. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan,
mempunyai kegiatan.
c. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani,
kehilangan kekuasaan, jabatan, teman.
d. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
e. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, minder, pasif, dan kaget.
4. Teori-teori Proses Penuaan
a. Teori Biologi
b. Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang terprogramoleh molekul-molekul atau DNA dan setiap
sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Menurut Hay ick (1965) dalam Padila (2013) , secara genetik
sudah terprogram bahwa material di dalam inti sel memiliki jam
genetis terkait dengan frekwensi mitos.
c. Teori radikal bebas
Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan
organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
d. Teori autoimun
Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada
keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang
telah menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi untuk
membentuk antibody yang menghancurkan sel tersebut. Selain itu
atripu tymus juga turut sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh tidak
mampu melawan organisme pathogen yang masuk kedalam
tubuh.Teori meyakini menua terjadi berhubungan dengan peningkatan
produk autoantibodi.
e. Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan

23
lingkungan internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
dipakai.
f. Teori telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap
pembelaan akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang
panjangnya saat memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel
membelah, makin cepat telomer itu memendek dan akhirnya tidak
mampu membelah lagi.

g. Teori apoptosis
Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika
lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini
diperlukan pada perkembangan persarapan dan juga diperlukan untuk
merusak sistem program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini
lingkumgan yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres dan
hormon tubuh yang berkurang konsentrasinya akan memacu apoptosis
diberbagai organ tubuh.
h. Teori Kejiwaan Sosial
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut bnyak kegiatan social.
i. Keperibadian lanjut (Continuity theory)
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality yang dimilikinya.
j. Teori pembebasan (Disengagement theory)
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.
5. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

24
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari
ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin
bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2008) perubahan yang terjadi pada
lansia adalah sebagai berikut:
a. Perubahan Fisik
Perubahan fisik pada lansia menurut (Maryam, 2008)
1) Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan
cairan intraseluler menurun.

2) Kardiovalkuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun, elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah
meningkat ( Maryam, 2008).
3) Respirasi
Otot-otot pernafasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik nafas
lebih berat.
4) Persyarapan
Saraf panca indra mengecil serta fungsinya menurun serta lambat
dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan
dengan stress.
5) Muskuluskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh dan bungkuk.
6) Gastrointestinal
Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormone dan enzim
pencernaan ( Maryam, 2008).
7) Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan (Maryam, 2008).
8) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, dan lapang pandang menurun.
9) Fisik

25
Kulit keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, elstisitas
menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar
keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku kaki tumbuh
berlebihan seperti tanduk (Maryam, 2008)
b. Perubahan Mental
c. Perubahan Psikososial
Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu
perubahan biologis, psikologis, sosiologis.
- Perubahan biologis
- Kemunduran psikologis
Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk
mengadakan penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang
dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang
berkepanjangan.
- Kemunduran sosiologi
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang
sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan
status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan
dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi
perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia
lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik
mungkin.
6. Perawatan Lansia
Perawatan pada lansia dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu:
a. Pendekatan Psikis.
Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan
sebagai support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.
b. Pendekatan Sosial.
Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi,

26
menonton televise, perawat harus mengadakan kontak sesama mereka,
menanamkan rasa persaudaraan.

c. Pendekatan Spiritual.
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia dalam
keadaan sakit.

2.4 KONSEP TEORI PENYAKIT DIBETES MELLITUS PADA LANSIA


1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis
terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya
keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine
(glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut /
relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan
multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia.
( Mary, 2009).
2. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur,
intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia
lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang
dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan
obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit

27
penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi
penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia
diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih
belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi
penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan
karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio
lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus.
Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat
digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga
insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dan lain-lain.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat
menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus. Selain itu perubahan
fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala
diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan,
perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang
sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan
oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal
tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
3. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik.
Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
- Mudah terjadi ketoasidosis
- Pengobatan harus dengan insulin
- Onset akut
- Biasanya kurus

28
- Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
- Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
- Didapatkan antibodi sel islet
- 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi
insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II :
- Sukar terjadi ketoasidosis
- Pengobatan tidak harus dengan insulin
- Onset lambat
- Gemuk atau tidak gemuk
- Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
- Tidak berhubungan dengan HLA
- Tidak ada antibodi sel islet
- 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
- ± 100% kembar identik terkena
4. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting
yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan
bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta
di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik
yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta
pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi
terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia,
jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel
sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia
pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria
tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul

29
keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka
tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering
mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses
menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala
sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul
adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai
yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni :
penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan.
Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a. Obat Hipoglikemik oral
- Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas

30
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan
denagn obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa
glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena
itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat
badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini
adalah:
 Glibenklamida (5mg/tablet)
 Glibenklamida micronized (5 mg/tablet)
 Glikasida (80 mg/tablet)
 Glikuidon (30 mg/tablet).

- Golongan Biguanid / Metformin


Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati,
memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer).
Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan
berat badan.
- Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di
saluran pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah
makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang
masih normal.
b. Insulin
- Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya
digunakan Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml
injeksi), yang beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga
diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan
secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat –
obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami

31
kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami
ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena
infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala
DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian
diet.
- Jenis Insulin
 Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin,
cristalin zink, dan semilente.
 Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral
Protamine Hagerdon)
 Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine
Zinc Insulin)

Sedangkan untuk penatalaksanaan secara keperawatan


adalah sebagai berikut:
1) Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan
makan. Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan
perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak
melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan
menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 %
karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang
tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak
menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak,
konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis,
perbanyak konsumsi serat.
2) Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena
membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu
menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi

32
stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan
lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya
2 kali pemeriksaan:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan
kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia,
diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar
nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis
adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan
hipertensi.
a. Komplikasi akut
- Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin
yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan
tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin.
DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b. Komplikasi kronis
- Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada
pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat
berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina
ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh

33
darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan
kebutaan permanen.
- Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah
glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal
yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis
nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi
sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.

- Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati
diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan
autonomic.
- Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
- Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit
ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan
DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi
harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa
memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
- Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati,
iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan.
Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan
potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan
makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis.
Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan
amputasi
- Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di
bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi

34
insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada
pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau
hipoglikemik oral.

2.5 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
a. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun
dan umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe
DMTTI.
b. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas
dan asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun,
terjadi infeksi minor, kebingungan akut, atau depresi ).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
e. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
- Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun

35
- Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
- Integritas Ego
Stress, ansietas
- Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
- Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
- Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan.
- Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
- Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi
/ tidak)
- Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
a. Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih
besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intrasel.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan
pucat dan terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran
darah kekulit dan menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen,

36
kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada
orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis /
botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah
dan fungsinya.
c. Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang
pengecilan otot karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos
tidak begitu berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran
timpani menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan
serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin.
e. Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang penglihatan ( daya adaptasi terhadap
kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya daya
akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas
pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru
pada skala.
f. Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang
melebar biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak
berganti – kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung
memompa darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan

37
lambung, peristaltik lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati
makin mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50
%, fungsi tubulus berkurang sehingga kurang mampu memekatkan
urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah, ambang ginjal
terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun
( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih
meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi
peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas
60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan
uterus, atrofi payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun
adanya penurunan secara berangsur – angsur, dorongan sek menetap
sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya
tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH,
menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh
( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya
sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.

l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat
otak menurun sekitar 10 – 20 % )
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.

38
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada extremitas.
4) Keletihan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
- Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
- Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan klien.
R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari
kebutuhan terapeutik.

- Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung,


mual, muntah dan pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
menurunkan motilitas atau fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik).
- Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit.
Selanjutnya memberikan makanan yang lebih padat.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada
klien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.
- Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.
- Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien.

39
- Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembap atau dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang,
cemas, sakit kepala, pusing).
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan
sementara tetap diberikan tetap diberikan insulin, maka terjadi
hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
- Kolaborasi :
a. Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat
daripada memantau gula dalam urine.
b. Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH,
HCO3)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan
dan terapi insulin terkontrol sehingga glukosa dapat masuk ke
dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar
aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c. Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula
membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian
melalui IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat
lambat.
d. Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan
membawa gula darah sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism
karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
e. Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik
diuresis ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran
mukosa kering.

40
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan
cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan
oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan
pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar
elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
- Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari
gejala seperti muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya
proses infeksi mengakibatkan demam dan keadaan hipermetabolik
yang meningkatkan kehilangan air.
- Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah
ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya hipovolemi saat tekanan darah sistolik
turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri.
- Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau
pernapasan yang berbau keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkalosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan asam
asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
- Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu
napas, adanya periode apnea dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi
pernapasan normal. Akan tetapi peningkatan kerja pernapasan,
pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui
kompensasi pada asidosis
- Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.

41
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi
pada proses infeksi, demam dengan kulit kemerahan, kering
merupakan tanda dehidrasi.
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane
mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi
yang adekuat.
- Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan
keefektifan terapi yang diberikan.

- Ukur berat badan setiap hari.


R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
- Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari
R/ Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
- Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti
klien dengan kain yang tipis.
R/ Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih
lanjut dapat menimbulkan kehilangan cairan.
- Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
R/ Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau
hipoglikemi, elektrolit abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan
kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
- Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung
sehinnga sering menimbulkan muntah dan secara potensial
menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
- Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan distensi vaskuler.
R/ Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi
menimbulkan kelebihan cairan dan gagal jantung kronis.
- Kolaborasi :

42
a. Berikan terapi cairan sesuai indikasi : Normal salin atau
setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan
cairan dan respon klien secara individual.

b. Albumin, plasma, atau dekstran.


R/ Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam
jiwa atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali normal
dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
c. Pasang kateter urine.
R/ Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran
urine terutama jika neuropati otonom menimbulkan retensi atau
inkontinensia.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada
extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi
komplikasi.
Kriteria Hasil :
- Menunjukan peningkatan integritas kulit
- Menghindari cidera kulit
Intervensi :
- Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kemerahan.
R/ Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan
infeksi
- Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
R/ Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia
- Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
R/ Menurunkan iritasi dermal
- Beri perawatan kulit seperti penggunaan lotion
R/ Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit
- Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
R/ Mencegah terjadinya infeksi

43
- Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
R/ Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan
- Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
R/ Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan kulit
yang rusak
4) Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan
dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- klien dapat mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
- klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan
aktivitas penyakit yang mempengaruhi toleransi aktivitas.
- klien dapat mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
- klien dapat menunjukkan perbaikan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi :
- Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R/ Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
tingkat aktivitas meskipun klien sangat lemah.
- Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan
efisiensi tidur, peningkatan upaya yang diperlukan untuk ADL.
R/ Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun
jadwal aktivitas.
- Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan.
Skala 0-10 (0 = tidak lelah, 10 = sangat kelelahan)
R/ Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan
membantu dalam merencanakan akivitas untuk memaksimalkan
konserfasi energi dan produktivitas.
- Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/
tanpa diganggu.
R/ Mencegah kelelahan yang berlebih.
- Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan
seudah melakukan aktivitas.

44
R/ Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara
fisiologis.
- Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai kebutuhan.
R/ Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.
- Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang
menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit dan mengurangi
aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan, keletihan makin
memburuk.
R/ Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang
berlebihan.
5) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang
tinggi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi
tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
- Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
- Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulen, urine warna
keruh atau berkabut.
R/ Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
- Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri.
R/ Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
- Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
R/ Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia
terbaik dalam pertumbuhan kuman.

45
- Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh,
masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen
kering dan tetap kencang.
R/ Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada
peningkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
- Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah
dijangkau untuk penampungan sputum atau secret yang lainnya.
R/ Mengurangi penyebaran infeksi.
- Kolaborasi
a. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan
indikasi.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat
memilih atau memberikan terapi antibiotik yang terbaik.
b. Berikan obat antibiotik yang sesuai
R/ Penanganan awal dapat mambantu mencegah timbulnya
sepsis

BAB III
PROFIL LAHAN DAN PASIEN YANG DIKELOLA

3.1 Gambaran Umum Puskesmas Penujak


3.1.1 Geografis
Puskesmas Penujak merupakan salah satu puskesmas di
Kecamatan Praya Barat yang berstatus Puskesmas Rawat Inap yang juga
merupakan puskesmas perbatasan dengan Kecamatan Praya disebelah
utara dengan jarak 15 km, dan sebelah barat berbatasan dengan
kecamatan Praya Barat Daya dengan jarak 10 km dengan, dan disebelah
timur berbatasan dengan kecamatan Pujut dengan jarak 5 km dimana juga
berdekatan dengan Bandara Internasional Lombok ( BIL ) dan disebelah

46
seletan merupakan perbatasan Kecamatan Praya Barat Daya dengan
wilayah kerja sebagai berikut :
1. Desa Penujak dengan luas wilayah : 1.147

2. Desa Batujai dengan luas wilayah : 971

3. Desa Bonder dengan luas wilayah : 1.500

4. Desa Stanggor dengan luas wilayah : 876


Sedangkan batas wilayah puskesmas Penujak adalah sebagai
berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan : Kecamatan Praya
 Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kec. Praya Daya, Kab Loteng
 Sebelah Timur berbatasan dengan : Kec. Pujut, Kab.Loteng
 Sebelah Barat berbatasan dengan : Kec. Praya Barat Daya, Kab.
Loteng

Adapun jarak dan waktu tempuh masing-masing desa ke puskesmas


adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 : Jarak dan Waktu Tempuh masing-masing Desa ke Puskesmas
N Nama Desa Jarak dengan Waktu Keterangan
o PKM Tempuh
1 Penujak 0 0-5 menit Aspal
2 Bonder 3,5 Km 10-15 menit Aspal
3 Batujai 3 Km 5-10 menit Aspal
4 Stanggor 4 Km 10-15 menit Aspal
5 Tanak rarang 6 Km 10-15 menit Aspal
3.1.2 Demografi
Adapun jumlah penduduk dan sasaran pelayanan kesehatan di
wilayah kerja puskesmas Penujak dapat dilihat pada table dibawah ini :
Tabel 3.2 : Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Penujak Tahun 2015

N Jumlah Penduduk
Nama Desa Dusun KK
o LK PR Jumlah
1 Penujak 18 3.974 5.561 5.923 11.484
2 Batujai 19 3.130 4.143 4.503 8.646
3 Bonder 16 2.715 3.673 3.736 7.409

47
4 Setanggor 9 1.977 2.669 2.845 5.514
5 Tanak Rarang 5

Jumlah 98 13.022 17.921 18.702 36.623

Sumber data:hasil rekapitulasi pendataan keluarga kec.Praya Barat

Tabel 3.3 : Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur di Puskesmas Penujak


Tahun 2015

N Nama Golongan Umur Jumlah


o Desa <1 1-4 5-6 7-15 16-21 22-59 >60
1 Penujak 154 878 405 1763 1301 6110 873 11484
2 Batujai 164 696 230 1540 763 4639 614 8646
3 Bonder 106 537 362 999 469 4119 537 7129
4 Stanggor 62 482 263 860 1052 2308 487 5514
5 Tanak 70 325 160 664 238 1822 290 3569
Rarang
Jumlah 556 2918 1420 5826 3823 18998 2801 36342
Sumber data:hasil rekapitulasi pendataan keluarga kec.Praya Barat

3.1.3 Fasilitas/ Sarana Pelayanan Kesehatan


Sarana pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas Penujak
cukup merata karena di masing-masing desa sudah memiliki Pustu dan
Polindes serta Posyandu dan bahkan ada klinik bersalin. Disamping itu
ada sarana pendukung lainnya untuk menunjang pelayanan kesehatan,
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 3.4 : Fasilitas / Sarana Kesehatan Yang Ada di Wilayah Puskesmas Penujak
Tahun 2013

NO DESA PUSKESMAS PUSTU POLINDES KLINIK PUSKEL POSYANDU

1 Penujak 1 - - 1 1 25

2 Batujai - 1 1 1 - 20

3 Bonder - 1 1 1 - 22

4 Setanggor - 1 1 - - 15

5 Tanak - 1 - - 9
Rarang
Jumlah 1 4 4 3 1 91

48
3.2 Aplikasi Teori Betty Neuman Pada Tn. “M” Dengan Diagnosa Medis
Diabetes Mellitus di Dusun Johar Baru Desa Penujak Wilayah Kerja
Puskesmas Penujak Kecamatan Praya Barat
A. Pengkajian, Tanggal 17 Mei 2017 Pukul 09.45 WITA
1. Data umum
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. “M”
Usia : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bima /Indonesia
Status Pernikahan: Nikah
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Pendidikan : Tidak Sekolah
Alamat : Dusun Johar Baru, Desa Penujak, Kec. Praya Barat
b. Identitas Kepala Keluarga
Nama : Tn “M”

49
Usia : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bima/Indonesia
Pekerjaan : Pensiun PNS
Pendidikan : SPG
Alamat : Dusun Johar Baru, Desa Penujak, Kec. Praya Barat
2. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : compos mentis
b. BB sebelum sakit : 65 kg
BB saat sakit : 55 kg
c. Gula Darah Sewaktu (GDS): 285 g/dl

d. TD : 110/80 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 37,2 ̊C
3. Karakteristik Rumah
1) Luas Rumah : 8 x 7 meter
2) Type Rumah : Permanen
3) Kepemilikan : milik sendiri
4) Jumlah dan rasio kamar/ruangan : 2 kamar tidur
5) Ventilasi/jendela : ada
6) Pemanfaatan ruangan : ada
7) Septik tank : ada
8) Sumber air minum : PDAM
9) Kamar mandi/wc : ada
10) Sampah : ada
11) Kebersihan lingkungan : kondisi lingkungen rumah Tn.”M” bersih
12) Denah rumah

50
1
5

2 4
3
6
Gambar : 3.1 Denah Tumah Tn”M”
Keterangan:
1. Kamar Tidur
2. Kamar Tidur
3. Ruang Tamu
4. Ruang Keluarga
5. Kamar Mandi/wc
6. Dapur
4. Karakterisitk Tetangga dan Komunitas
1) Kebiasaan : Bergotong-royong
2) Aturan/ Kesepakatan : Musyawarah mufakat
3) Budaya : Perayaan hari-hari besar
5. Pendidikan
Sarana tempat pendidikan yang dapat digunakan oleh Tn”M” dan
keluaraga adalah sekolah PBH yang diprogramkan pemerintah.
6. Gagguan dan Keselamatan di Lingkungn Tempat Tinggal
Tn.”M” tinggal dalam sat u rumah dengan isterinya ( Ny.H ), kondisi
lingkungan rumah Tn.”M” bersih, mempunyai ventilasi rumah yang cukup,
septik tank dan wc yang memadai.
7. Politik dan Kebijakan Pemerintah
Tn”M” tidak pernah ikut terlibat dalam perpolitikan. Tn.”M” dan keluarga
hanya terlibat pada setiap kebijakan pemerintsh seperti memanfaatkan
keberadaan jamkesmas dan memeriksakan kesehatanya.
8. Pelayanan Kesehatan
Tn.”M” memanfaatkan sarana kesehatan yang ada di lingkunganya seperti
puskesmas dan tetap rutin datang untuk mengontrol keadaan kesehatanya

51
setiap bulan karena jarak rumah tempat tinggal Tn.”M” yang sangat dekat
denganlokasi puskesmas.
9. Sistem Komunikasi
Sarana komunikasi yang dapat di manfaatkan oleh Tn.”M” dalam
lingkunganya adalah telepon/handpone dan televisi yang ada di rumahnya.
10. Ekonomi
Tingkat ekonomi Tn.”M” dikategorikan menengah keatas, karena klien
bersama isterinya adalah pensiunan PNS yang tentunya memliki
penghasilan tetap setiap bulanya diatas 10 juta rupuah dan pada dan
anak-anaknya yang sudah berhasil sehingga tidak menjadi tanggungan
Tn. “M” dan istrinya lagi.

11. Rekreasi
Tn.”M” dan keluarga sering memanfaatkan rekreasinya dengan pergi
ketempat-tempat hiburan dan tempat perbelanjaan, ke pantai dan
mengunjungi keluarga atau family untuk sekedar bersilaturahmi.
12. Nilai dan Norma Keluarga
Keluarga sangat berpegang pada niali dan norma yang telah disepakati,
seperti nilai agama dan adat istiadat yang ada di masyarakat.
13. Stres dan Koping Keluarga
a. Stresor jangka pendek
Keluarga merasa khawatir jika tia-tiba terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan karena kurangnya pengetahuan dan ketidakmampuan
keluarga merawat Tn.”M” yang dibarengi Tn. “M” hanya tinggal
berdua bersama isterinya di rumah.
b. Stresor jangka panjang
Keluarga khawatir dengan keadaan penyakit Tn.”M” yang telah
bertahun-tahun dideritanya.
c. Respon keluarga terhadap stresor

52
Dalam menghadapi suatu masalah keluarga Tn.”M” merasa cemas dan
khawatir, tetapi tetap bersabar dan tawakkal pada Allah SWT.
d. Strategi Koping
Jika ada masalah keluarga Tn.”M” selalu mendiskusikan terlebih
dahulu dengan anak-anaknya sebelum mengambil keputusan.
e. Strategi adaptasi disfungsional
Dalam menghadapi masalah, keluarga Tn.”M” selalu menyikapi
dengan ikhlas dan sabar.
14. Harapan Keluarga
a. Terhadap masalah kesehatan
Keluarga berharap penyakit Tn.”M” dapat disembuhkan dan tidak
bertambah parah.

b. Terhadap petugas kesehatan yang ada


Keluarga berharap agar petugas kesehatan selalu memperhatikan
kesehatanya.

B. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 Ds: Peningkatan Gangguan nutrisi
- Tn. “M” mengatakan metabolisme protein,
bahwa akhir-akhir ini ia lemak
mengalami penurunan
berat badan meskipun Tn.
“M” banyak makan
Do:
- Klien tampak kurus, lemas
- TTV:
TD: 110/80 mmHg
N: 84 x/menit
RR: 20 x/menit
S: 37,2 ̊C
BB sebelum sakit : 65 kg
BB saat sakit : 55 kg
GDS: 285

53
2 Ds: Osmotik diuresis Gangguan
- Tn. “M” mengatakan pemenuhan
bahwa ia banyak minum kebutuhan volume
dan sering kencing cairan
- Klien mengatakan kencing
7-9 x/hari
- Klien mengatakan sering
keluar keringat dingin
malam hari
Do:
- Mukosa mulut tampak
kering
- Turgor kulit menurun
- CRT >2 detik
TD: 110/80 mmHg
N: 84 x/menit
RR: 20 x/menit
S: 37,2 ̊C
GDS: 285
3 Ds: Ketidakmampuan Kurang Pengetahuan
- Keluarga mengatakan keluarga merawat
tidak mengetahui tentang anggota keluarga
penyakit yang dialami yang sakit
klien
- Keluarga mengatakan
tidak tahu cara merawat
klien
Do:
- Pendidikan Tn. “M”
adalah SPG
- Tn. “M” dan keluarga
tampak bingung
- Tn. “M” dan keluarga
tidak mampu menjelaskan
tentang penyakit yang
dialami klien

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak ditandai dengan klien

54
mengatakan bahwa berat badannya menurun, klien tampak kurus, lemas,
BB sebelum sakit 65 kg, BB saat sakit 55 kg
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan volume cairan berhubungan dengan
osmotik diuresis ditandai dengan klien mengatakan kencing 7-9 x/hari,
turgor kulit menurun, mukosa bibir kering
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang sakit ditandai dengan keluarga klien
mengatakan tidak mengetahui tentang penyakit yang dialami keluarganya,
keluarga mengatakan tidak tahu cara merawat klien.

55

Anda mungkin juga menyukai